Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
SYOK HIPOVOLEMIK
Oleh :
1208152348
Pembimbing :
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 3
Klasifikasi Syok
Sistem klasifikasi ini berguna untuk memastikan tanda-tanda dini dan
patofisiologi keadaan syok: 5
Klasifikasi
Kelas I : kehilangan
Penemuan Klinis
Hanya takikardi minimal,
Pengelolaan
Tidak perlu penggantian
EBV
(20-30 cc/jam)
volume darah yang hilang
Takikardi (>120 kali/menit), Pergantian volume darah
volume darah 30 - 40 %
EBV
(confused), penurunan
Kelas IV : kehilangan
yang
terjadi
menunjukan
glukoneogenesis
dan
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisiknya diarahkan lepada diagnosis cedera yang
mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital
awal (baseline recordings) penting untuk memantau respons penderita
terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin,
dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul
bila keadaan penderita mengijinkan.8
1) Airway dan Breathing
mengurus
prioritas-prioritas
untuk
menyelamatkan
c.
10
Pasang cepat,
infus jarum
besar,
ambil sampel
darah
Ringer Laktat atau NaCl 0,9% 20ml/kgBB
ulangi.
1000-2000
ml dalam
1 jam
CA
Hemodinamik baik
terjadinya
asidosis hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila
Tekanan sistolik 100,
nadi 100
fungsi ginjalnya kurang baik. Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan
Perfusi hangat, kering
Urin ml/kg/jam tetesan cepat sebagai bolus. Dosis awal adalah 1 sampai 2 liter pada dewasa
dan 20 ml/kg pada anak. Respons penderita terhadap pemberian cairan ini
dipantau, dan keputusan pemeriksaan diagnostik atau terapi lebih lebih lanjut
akan tergantung pada respons ini.8
Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar
diramalkan pada evaluasi awal penderita. Perkiraan kehilangan cairan dan
darah, dapat dilihat cara menentukan jumlah cairan dan darah yang mungkin
diperlukan oleh penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume
kristaloid yang secara akut diperlukan adalah mengganti setiap mililiter darah
yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid, sehingga memungkinkan resusitasi
volume plasma yang hilang kedalam ruang interstitial dan intraselular. Ini
dikenal sebagai hukum 3 untuk 1 (3 for 1 rule). Namun lebih penting untuk
menilai respons penderita kepada resusitasi cairan dan bukti perfusi dan
oksigenasi end-organ yang memadai, misalnya keluaran urin, tingkat
kesadaran dan perfusi perifer. Bila, sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang
diperlukan untuk memulihkan atau mempertahankan perfusi organ jauh
melebihi perkiraan tersebut, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan
perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab lain untuk syok.8
11
Hemodinamik baik
Pada kasus A, infus dilambatkan dan biasanya transfusi tidak diperlukan. Pada
kasus B, jika hemoglobin kurang dari 8 gr/dL atau hematokrit kurang dari 25%,
transfusi sebaiknya diberikan. Tetapi seandainya akan dilakukan pembedahan
untuk menghentikan suatu perdarahan, transfusi dapat ditunda sebentar sampai
sumber perdarahan terkuasai dulu. Pada kasus C, transfusi harus segera diberikan.
Ada tiga kemungkinan penyebab yaitu
(continuing loss), syok terlalu berat, hipoksia jaringan terlalu lama dan anemia
terlalu berat, sehingga terjadi hipoksia jaringan.7
Pada jam pertama setelah perdarahan, apabila diukur Hb atau Ht, hasil
yang diperoleh mungkin masih normal. Harga Hb yang benar adalah hasil yang
diukur setelah penderita kembali normovolemia dengan pemberian cairan.
Penderita dalam keadaan anestesi, dengan nafas buatan atau dengan hipotermia,
dapat mentolerir hematokrit 10 15%. Tetapi pada penderita biasa, sadar, dan
dengan nafas sendiri, memerlukan Hb 8 gr/dL atau lebih agar cadangan
kompensasinya tidak terkuras habis.7
a. Jumlah Perdarahan Dan Penanganannya
12
13
untuk orang dewasa dengan kadar hemoglobin normal angka patokannya ialah
20%. Kehilangan darah sampai 20% ada gangguan faktor pembekuan. Cairan
kristaloid untuk mengisi ruang intravaskular diberikan sebanyak 3 kali lipat
jumlah darah yang hilang, sedangkan koloid diberikan dengan jumlah sama.8,9
Transfusi darah umumnya 50% diberikan pada saat perioperatif dengan
tujuan
untuk
menaikkan
kapasitas
pengangkutan
oksigen
dan
volume
14
anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam untuk bayi (di bawah umur 1 tahun). Bila kurang,
atau makin turunnya produksi urin dengan berat jenis yang naik, maka ini
menandakan resusitasi yang tidak cukup. Keadaan ini menuntut ditambahnya
penggantian volume dan usaha diagnostik.8
Respons penderita kepada resusitasi cairan awal merupakan kunci untuk
menentukan terapi berikutnya. Setelah membuat diagnosis dan rencana sementara
berdasarkan evaluasi awal dari penderita, dokter sekarang dapat mengubah
pengelolaannya berdasarkan respons penderita pada resusitasi cairan awal.
Dengan melakukan observasi terhadap respons penderita pada resusitasi awal
dapat diketahui penderita yang kehilangan darahnya lebih besar dari yang
diperkirakan, dan perdarahan yang berlanjut dan memerlukan pengendalian
perdarahan internal melalui operasi. Dengan resusitasi di ruang operasi dapat
dilakukan kontrol langsung terhadap perdarahan oleh ahli bedah dan dilakukan
pemulihan volume intravaskular secara simultan. Resusitasi di ruang operasi juga
membatasi kemungkinan transfusi berlebihan pada orang yang status awalnya
tidak seimbang jumlah kehilangan darah. Adalah penting untuk membedakan
penderita dengan hemodinamik stabil dengan hemodinamik normal. Penderita
yang hemodinamik stabil mungkin tetap ada takikardi, takipneu, dan oliguri, dan
jelas masih tetap kurang diresusitasi dan masih syok. Sebaliknya, penderita yang
hemodinamik normal adalah yang tidak menunjukkan tanda perfusi jaringan yang
kurang memadai.
III.
15
IV.
Evaluasi terapi
hematokrit
periodik
jika
perdarahan
diduga
masih
Identitas Pasien
Nama
: Tn. MRWK
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 62 tahun 6 bulan
Alamat
: Tampan - Pekanbaru
Tanggal Masuk RS
: 31 Mei 2016
16
17
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum
Kesadaran
: Sopor
BB
: 93 kg
TB
: 170 cm
IMT
Tanda-tanda vital
Nafas
: 32x/menit
Suhu
: 37,8C
Pemeriksaan khusus
Kepala dan leher
18
: Wajah pucat
Mata
Konjungtiva
Lidah
tidak
KGB
tidak
:
Pengembangan dada simetris
Vokal fremitus
Sonor
pada
Vesikuler
Inspeksi
19
Palpasi
Ictus
cordis
:
o Batas
:
jantung
SIK
kiri
III
atas
garis
parasternal sinistra
o Batas jantung kiri bawah
:
medial
SIK IV 2 jari
dari
garis
linea
midclavicularis sinistra
o Batas jantung kanan atas
:
sternalis dextra
o Batas jantung kanan bawah
:
SIK V garis
sternalis dextra
Auskultasi
Bunyi jantung
Inspeksi
Bising
usus
Supel,
20
nyeri
Ektremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, edema pretibial (+).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium (15/1/2015)
Hemoglobin
: 14,58 gr/dl
Hematokrit
: 46,34 %
Leukosit
: 16.700/mm3
Trombosit
: 234.600/mm3
Eritrosit
: 5,76 juta/mm3
GLU
: 99 mg/dL
URE
: 79 mg/dL
CRE
: 4,99 mg/dL
AST
: 22 /L
ALT
: 22 /L
RESUME
Tn.A, laki-laki,usia 53 tahun, datang ke RSUD AA dengan keluhan lemas
yang semakin memberat 3 jam SMRS. Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluhkan
lemas setelah meminum obat yang diresepkan oleh dokter ketika pasien dirawat di
Rumah Sakit. Lemas disertai berkeringat banyak dan sesak nafas yang tidak
berkurang dengan istirahat. Selain itu, timbul bercak kemerahan secara mendadak
pada seluruh tubuh. Bercak tidak gatal, tidak nyeri, permukaan datar dan kering.
Demam (+) terus menerus. Mual (+).
21
: 28x/menit,
Suhu:38,5C, redup pada basal paru kanan, ronki basah kasar pada basal paru
kanan, asites (+), shifting dullness (+), undulasi (+), Ballotement (-/+), CVA (-/+),
PP : Leukosit : 16.700/mm3 , ureum 79 mg/dL, kreatinin 4,99 mg/dL
DAFTAR MASALAH
1.
2.
3.
4.
Syok Hipovolemik
Dispepsia
Chronic Kidney Disease
Fatty Liver
DIAGNOSIS KERJA
-
Syok Hipovolemik
RENCANA PENATALAKSANAAN
Non farmakologi :
1. Tirah baring
2. Diet makanan lunak rendah lemak
Farmakologi :
22
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
pasien diduga mengalami syok hipovolemik. Hal ini didasarkan atas keluhan
lemas dan sesak nafas yang semakin memberat, disertai keringat yang sangat
banyak. Namun, gejala syok dapat lebih jelas ditemukan melalui pemeriksaan
fisik dimana pasien mengalami penurunan status mental (bingung), hipotensi dan
takipneu. Sementara, pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan kadar
leukosit, peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
Syok hipovolemik dapat terjadi karena hilangnya cairan tubuh baik secara
endogen maupun eksogen. Pada kasus ini, pasien menyangkal adanya trauma,
luka bakar atau perdarahan, oleh karena itu dapat dipikirkan kehilangan cairan
endogen. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan adanya akumulasi cairan
pada tungkai (edema pretibial), rongga perut (asites), paru-paru (efusi pleura).
Berdasarkan pemeriksaan fisik, dapat diklasifikasikan pasien mengalami syok
kelas
23
Nyeri kepala dapat dipikirkan atas 2 hal, yaitu: nyeri kepala primer dan
nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer berupa migrain, tension headache dan
cluster headache. Pada pasien tidak ada ditemukan tanda tanda dari ketiga hal
tersebut.1,2 Nyeri kepala akibat migrain muncul unilateral di daerah temporal.
Nyeri kepala akibat tension type headache dirasakan bilateral dan nyeri kepala
disertai dengan nyeri pada daerah periorbita, lakrimasi, dan rhinorhea. Sedangkan
nyeri karena cluster headache dirasakan nyeri seperti berputar-putar.9.10
Pada nyeri kepala sekunder terjadi akibat suatu penyakit yang mendasari,
seperti gangguan vaskularisasi pada daerah kepala dan leher, kelainan yang
berhubungan dengan non vaskular intrakranial, infeksi, homeostasis, nyeri pada
daerah wajah yang berhubungan dengan kelainan pada kranium,mata, telinga,
leher, hidung, sinus, gigi, mulut atau bagian wajah dan kepala lainnya serta nyeri
akibat gangguan psikiatri.7-13
Berdasarkan anamnesis, nyeri kepala primer dapat disingkirkan. Pada pasien
ini kemungkinan yang terjadi adalah nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala akibat
kelainan pada kepala dan leher akibat trauma dapat disingkirkan karena tidak
terdapat riwayat trauma. Nyeri kepala akibat infeksi dapat disingkirkan karena
dari hasil pemeriksaan fisik, suhu pasien dalam keadaan normal (36,80C) dan hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit dalam batas normal. Pasien juga
tidak mengeluhkan adanya nyeri pada wajah yang berhubungan dengan kelainan
kranium, mata, telinga, leher, hidung, sinus, gigi, mulut atau bagian wajah dan
kepala lainnya serta nyeri akibat gangguan psikiatri.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 4 tahun yang lalu, nyeri kepala
dirasakan pada daerah dahi dan berdenyut, badan terasa lemah, mual dan muntah.
Kerusakan endotel pembuluh darah yang terjadi pada saat peningkatan tekanan
darah di daerah injuri akan menyebabkan terjadinya pelepasan sitokin dan
protaglandin yang menyebabkan sensitisasi terminal neuron, rangsangan ini akan
diteruskan ke kornu dorsalis servikal atas berlanjut ke raphe magnus medula
oblongata kemudian ke periakuaduktum substansua grisea mesenfalon, ke
talamus, dan selanjutnya ke korteks somatosensori sehingga timbullah persepsi
24
nyeri kepala9. Adapun mual dan muntah yang terjadi berkaitan dengan impul saraf
yang terjadi akibat nyeri kepala. Mual dan muntah disebabkan oleh teraktifasinya
zona pencetus kemoreseptor untuk muntah yang terletak di daerah bilateral pada
dasar ventrikel keempat.10
Pada hasil laboratorium didapatkan nilai ureum yang tinggi URE:
85,4mg/dL,CRE:2,59mg/dL,Pada sebagian pasien manifestasi pada organ target
seperti ginjal bisa saja muncul lebih dominan dengan nilai ureum dan creatinin
yang tinggi hal ini dapat terjadi akibat tingginya tekanan darah yang
mengakibatkan terlibatnya organ target salah satunya ginjal yang berakibat
terjadinya gagal ginjal akut.
DAFTAR PUSTAKA
1. PB PAPDI. Hipertensi. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.
2. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, 2009.
3. Qureshi AI, Suri MF, Kirmani JF, Divani AA. Prevalence and trends of
prehypertension and hypertension in United States: National Health and
Nutrition Examination Surveys 1976 to 2000. Med Sci Monit.Sep 2005; 11
(9):CR403-9.
4. [Guideline] James PA, Oparil S, Carter BL, et al. 2014 Evidence-based
guideline for the management of high blood pressure in adults: report from
the panel members appointed to Eifhth Joint National Comitee (JNC 8).
JAMA. Dec 18 2013.
5. Wood S. JNC 8 at last! Guidelines ease up on BP thresholds, drug choices.
Heartwire [serial online]. December 18, 2013.
25
Majid
A.
Krisis
Hipertensi
Aspek
Klinis
dan
[cited
January
2015].Available
from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1999/1/fisi
ologi-abdul % 20 majid.pdf .
11.
Emergency.HospitalPhysician
Article
[article
on
the
http://www.turner-white.com/memberfile. php?
PubCode=hp_mar07_hypertensive.pdf .
12.
26
13. Roesma J. Krisis Hipertensi dalam buku ajar ilmu penyakit dalam edisi: IV
jilid I. Jakarta: FK UI; 2006:616-7.
14. Kaplan NK. Hypertensive crises. In: Kaplans clinical hypertension 8 th
edition. Lipincott Williams & Wilkins; 2002.
15. Vidt D. Hypertensive crises: emergencies and ugencies. Clev clinic med;
2003.
27