Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman sekarang ini, informasi memilki peranan penting bagi kita semua.
Informasi merupakan sarana komunikasi yang efektif antara anggota masrakat dengan
anggota masyarakat lainnya atau anatara suatu entitas dengan masyarakat sekitarnya.
Akuntabilitas publik terjadi jika informasi yang diberikan dapat diterima dan
dimengerti secara meluas di masyarakat. Dengan latar belakang apapun, mereka dapat
memberikan keputusan dari informasi tersebut. Sehingga, informasi tersebut haruslah
memilki standar yang menyeluruh agar terjadi suatu keseragaman bentuk informasi.
Informasi akuntansi memiliki standar akuntansi yang disebut Prisnsip akuntansi yang
Berlaku Umum-PABU ( Generally Accepted Accounting Principles-GAAP ). Berlaku umum
ini maksudnya informasi akuntansi suatu perusahaan bias dimengerti oleh siapapun dengan
latar belakang apa pun. Sehingga, informasi ini berguna bagi investor, karyawan, pemberi
pinjaman, pemasok, kreditor lainnya, pemerintah, dan lembaga-lembaganya, serta
masyarakat.
Akuntansi sector publik memiliki standar yang sedikit berbeda dengan akuntansi biasa.
Karena, akuntansi biasa belum mencakup pertanggungjawaban kepada masyarakat yang ada
di sektor publik.
Ikatan Akuntansi Indonesia sebenarnya telah memasukan standar untuk organisasi
nirlaba di Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Standar ini tercantum pada
PSAK nomor 45 tentang organisasi nirlaba. Namun, standar ini belum mengakomodasi
praktik-praktik lembaga pemerintahan ataupun organisasi nirlaba yang dimilikinya. Karna itu,
pemerintah mencoba menyusun suatu standar yang disebut dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP).
Standar akuntansi sektor publik juga telah diatur secara internasional. Organisasi yang
merancang standar ini adalah International Federation of Accountants-IFAC (Federasi Auntan
Internasional). Mereka membuat suatu standar akuntansi sector publik yang disebut
Internation Public Sector Accounting Standards-IPSAS (Standar Internasional Akuntansi
Sektor Publik). Standar ini menjadi pedoman bagi perancangan standar akuntansi
pemerintahan di setiap Negara di dunia.
1.2. Tujuan
Secara umum, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Akuntansi Sektor Publik. Secara khusus penulisan makalah ini untuk mengenal,
menambah wawasan dan pemahaman mahasiswa tentang regulasi dan standar akuntansi
sektor publik.
1.3. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan regulasi di sektor public?
2. Bagaimana standar internasional akuntansi sektor publik?
3. Bagaimana standar akuntansi pemerintahan?
4. Bagaimana standar pemeriksaan keuangan negara SPKN?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Regulasi di Sektor Publik
Regulasi di sektor publik dibagi dalam dua bagian besar, yaitu perkembangan regulasi
yang terkait dengan organisasi nirlaba dan instansi pemerintahan. Sifat regulasi disektor
publik setiap jenis bersifat lebih spesifik untuk setiap organisasi. Pada instansi pemerintah,
regulasi yang digunakan cenderung lebih rumit dan detail.
2.1.1 Perkembangan Regulasi Terkait Organisasi Nirlaba
A. Regulasi Tentang Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagaamaan, dan
kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.
Dengan kegiatan yayasan yang terkait dengan kesejahteraan sosial masyarakat luas,
regulasi yang detail diperlukan untuk mengatur pelaksanaan yayasan. Regulasi yang terkait
dengan yayasan adalah undang undang RI Nomor 16 Tahun 2001, yang dimaksudkan untuk
menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar yayasan dapat berfungsi sesuai dengan
maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarat.
Berikut isi Undang Undang RI Nomor 16 Tahun 2001
1. Ketentuan Umum Yayasan yang meliputi pengertian yayasan beserta organ-organ
yang membentukknya, persyaratan kegiatan usaha yang dapat dilakukan dan
kekayaan yayasan
2. Tata cara pendirian Yayasan sejak pengajuan pendirian, pembuatan akta,sampai
dengan permohonan pengesahannya ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
3. Tata cara perubahan Anggaran Dasar Yayasan
4. Kewajiban pengumuman akta pendirian yayasan dalam tambahan berita negara
republik Indonesia
5. Kekayaan yayasan
6. Organ yayasan yang terdiri atas pembinam pengurus dan pengawas
7. Laporan tahunan yang harus disampaikan
8. Tata cara pemeriksaan dan pembubaran yayasan
Undang-undang ini diperbarui dalam beberapa aspek dengan UU no. 24 tentang
perubahan atas UU. No. 16 Tahun 2001 tentang yayasan.
Berikut beberapa hal yang diubah pada UU 28/2004
1. Memperjelas larangan pengalihan atau pembagiaan kekayaan yayasan. Pada UU
28/2004 ini ditambahkan bahwa kekayaan yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan
baik gaji, upah maupun honorarium atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang
dengan beberapa pengecualiaan yang diatur lebih detail.
2. Perubahan proses perolehan status badan hukum. Pada UU 28/2004 permohonan
diajukan kepada notaris yang mebuat akta pendirian yayasan. UU ini juga
menjelaskan secara lebih detail dalam hal perspektif waktu tata cara pengesahan
pendirian yayasan.
3. Ketentuan baru mengenai tanggung jawab secara tanggung renteng oleh pengurus
yayasan untuk perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus atas nama yayasan
sebelum yayasan memperoleh status badan hukum.
4. Jangka waktu pengumuman pendirian yayasan yang telah disetujui diperpendek dari
jangka waktu 30 hari (UU 16/2001) menjadi 14 hari (UU 28/2004) terhitung sejak
tanggal akta pendirian yayasan disahkan.
5. Pembagian kekayaan sisa hasil likuidasi yayasan sebelumnya diatur hanya diberikan
pada yayasan lain yang memiliki kesamaan kegiatan atau diserahkan kepada negara.
UU 28/2004 mengatur tambahan bahwa jika tidak diberikan pada yayasan lain yang
memiliki kesamaan kegiatan, sisa hasil likuidasi yayasan dapat diberikan pada badan
hukum lain yang memiliki kesamaan kegiatan sebelum opsi diserahkan pada negara.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Selain undang-undang nomor 16 tahun 2001 dan undang-undang nomor 28 tahun 2004
untik lebih menjamin kepastian hukum pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 63 Tahun 2008 tentang pelaksanaan undang-undang tentang yayasan. PP ini
memberikan penjelasan yang lebih detail dan aplikatif dari ketentuan yang telah diatur dalam
Undang-undang tetang yayasan, antara lain:
Pemakaian nama yayasan
Kekayaan awal yayasan
Tata cara pendirian yayasan oleh orang asing
Tata cara perubahan anggaran dasar
Syarat dan tata cara pemberian bantuan negara kepada yayasan
Syarat dan tata cara yayasan yang melakukan kegiatan di Indonesia
Syarat dan tata cara penggabungan Yayasan.
B. Regulasi tentang Partai Politik
Regulasi tentang partai politik mulai berkembang pesat sejak era eformasi dengan
sistem multipartainya. Undang-undang yang pertama ada setelah era reformasi adalah
undang-undang nomor 2 tahun 1999 tentang partai politik. Seiring dengan perkembangan
masyarakat dan perubahan sistem ketatanegaraan yang dinamis diawal-awal era reformasi,
undang-undang ini diperbarui dengan Undang-undang nomor 31 tahun 2002 tentang partai
politik.
UU no. 31 tahun 2002 mengatur pondasi dan hal-hal pokok mengenai partai politik
antara lain:
Pembentukkan partai politik
Asas, ciri, tujuan fungsi, hak dan kewajiban partai politik
Keanggotaan dan kedaulatan anggota partai politik
Kepengurusan partai politik
Peradilan perkara jika terjadi masalah dipartai politik
Keuangan
Larangan-larangan untuk partai politik
Penggabungan partai politik
Pengawasan partai politik
3.
BHMN memiliki ottonomi dalam mengelola kekayaan atau sumber dananya dengan
tetap memperhatikan prinsip efisiensi dan akuntabilitas. Hal ini tentu berbeda dengan
universitas negeri yang pengelolaan dananya diatur secara terpusat.
Pada akhir tahun 2008, disahkannya Undang-Undang tentang Badan Hukum
Pendidikan (BHP). BHP adalah badan hukum penyelenggaraan pendidikan formal dengan
berprinsip nirlaba yang memiliki kemandirian pengelolaannya dengan tujuan memajukan
satuan pendidikan.
Dalam pengelolaannya, BHP mendasarkan pada sepuluh prinsip berikut:
1. Nirlaba
6. Layanan Prima
2. Otonom
7. Akses yang berkeadilan
3. Akuntabel
8. Keberagaman
4. Transparan
9. Keberlanjutan
5. Penjaminan Mutu
10. Partispasi atas tanggung jawab negara
Berdasarkan amanat pasal 65,66 dan 67 UU BHP, diatur beberapa mekanisme
perubahan uiversitas menjadi BHP sebagai berikut:
1. Untuk Perguruan Tinggi yang
a) Didirikan oleh pemerintah, harus berubah menjadi BHPP (badan Hukum Milik
Pemerintah) dalam waktu 4 tahun (selambat-lambatnya tanggal 16 januari 2013)
b) Berbentuk BHMN harus berubah menjadi BHPP dalam waktu 3 tahun
(selambatnya tanggal 16 januari 2012)
2. Untuk perguruan tinggi yang berada dalam naungan yayasan, perkumpulan, maupun
badan lainnya akan berubah menjadi BHP penyelenggara dan harus diubah tata
kelolanya dalam waktu 6 tahun (selambat-lambatnya tanggal 16 januari 2015)
D. Regulasi tentang Badan Layanan Umum
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instasi dilingkungan pemerintah yang dibentuk
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakt berupa penyediaan barang dan/atau jasa
yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan. BLU dibentuk untuk mempromosikan
peningkatan layanan publik melalui fleksibelitas pengelolaan keuangan BLU yang dikelola
secara profesional dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas.
Yang dapat menjadi BLU adalah satuan kerja pemerintah operasional yang melayani
publik seperti layanan kesehatan, pendidikan, pengelolaan kawasan, pengelolaan dana
bergulir untuk usaha kecil dan menerngah, lisensi dan lain-lain. Kriteria yang lebih lengkap
bagi suatu satuan kerja untuk dapat menjadi BLU adalah:
1. Bukan kekayaan negara/daerah yang dipisahkan sebagai satuan kerja instansi
pemerintah\
2. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisien dan produktivitas ala korporasi
3. Berperan sebagai agen dari meneteri/pimpinan lembaga induknya:
a) Kedua belah pihak menandatangani kontrak kinerja
b) Menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab atas kebijakan layanan hendak
dihasilkan
c) BLU bertanggung jawab menyajikan layanan yang diminta.
BLU dalam tataran pengatur regulasi diatur oleh Direktorat Pembinaan Pengelolaan
Keuangan BLU yang ada dibawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang ada di
spesialitas. Serta tambahan azas azas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan
kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain :
1. Azas akuntabilitas berorientasi pada hasil
2. Azas profesionalitas
3. Azas proporsionalitas
4. Azas keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara
5. Azas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
Dengan dianutnya azas azas umum tersebut di dalam undang undang tentang
keuangan negara, maka pelaksanaan undang undang ini selain menjadi acuan dalam
reformasi manajeman keuangan negara sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan
negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintah. Untuk membantu presiden dalam
penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian kekuasaan tersebut dikuasakan kepada
Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan
kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang kementrian Negara/lembaga yang dipimpinnya. Pada hakekatnya
menteri keuangan adalah Chief Financial Officer (CFO) sementara setiap menteri/pimpinan
lembaga adalah Chief Operational Officer (COO).
Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai
instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan
stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan
bernegara. Ketentuan mengenai penyusunan dan penetepan APBN/APBD dalam undang
undang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran
DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran,
pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan
klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka
menengah dalam penyusunan anggaran.
Hubungan keauangan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah dan
lembaga asing, perusahaan Negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta serta badan
pengelolaan dana masyarakat
Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara,
perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga
lembaga infra/supranasional. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank
sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan
dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah daerah,
undang undang ini menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana
perimbangan kepada pemerintah daerah. Undang undang ini mengatur pula perihal
penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan
perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana
masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan
modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat
persetujuan DPR/DPRD.
Pelaksanaan APBN dan APBD
Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang undang, pelaksanaanya
dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementrian
negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan
negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang undang
yang mengatur perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut hubungan
administratif antar kementrian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.
Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan Negara
Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah
yang memenuhi prinsip prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar
akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum. Dalam rangka akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan lembaga/gubernur/ bupati/walikota selaku
pengguna anggaran/pengguna barang bertanggungjawab atas pelaksanaan kebijakan yang
ditetapkan dalam undang undang tentang APBN/Peraturan daerah tentang APBD, dari segi
manfaat/hasil (outcome). Sebagai konsekuensinya, dalam undang undang ini diatur sanksi
yang berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/bupati/walikota serta pimpinan unit
organisasi kementrian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang terbukti
melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam undang undang
tentang APBN/Peraturan daerah tentang APBD. Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang
berlaku universal bahwa barang siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan,
dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara
bertanggungjawab secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya.
Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara oleh para pengelola keuangan negara
dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang andal.
UU 17 tahun 2003 adalah tonggak sejarah penting yang mengawali reformasi keuangan
negara kita menuju pengelolaan keuangan yang efisien dan modern berikut beberapa hal
penting yang diatur dalam undang-undang ini.
1. Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara
2. Penyusunan dan penetapan APBN
3. Penyusunan dan penetapan APBD
4. Hubungan Keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah
serta pemerintah/lembaga asing
5. Hubungan Keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara,perusahaan daerah,
perusahaan swasta, serta badan pengelola dana masyarakat
6. Pertaggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD
B.
penyimpangan, pencarian sumber pembiayaan yang paling murah dan pemanfaat dana yang
menganggur (idle cash) untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan.
Dalam Undang undang Perbendaharaan Negara ini juga diatur prinsip prinsip yang
berkaitan dengan pelaksanaan fungsi fungsi pengelolaan kas, perencanaan penerimaan dan
pengeluaran, pengelolaan utang piutang dan investasi serta barang milik negara/daerah yang
selama ini belum mendapat perhatian yang memadai.
Penatausahaan dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran
Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara,
laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah perlu disampaikan secara tepat waktu dan
disusun mengikuti standar akuntansi pemerintahan. Sehubungan dengan itu, perlu ditetapkan
ketentuan yang mengatur mengenai hal hal tersebut agar :
1. Laporan keuangan pemerintah dihasilkan melalui proses akuntansi
2. Laporan keuangan pemerintah disajikan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP) meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, catatan atas
laporan keuangan.
3. Laporan keuangan pemerintah pusat/daerah disampaikan kepada DPR/DPRD
selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir.
4. Laporan keuangan pemerintah diaudit oleh lembaga pemeriksa ekstern (BPK) yang
independen & profesional. Sejalan dgn pasal 30 & 31 UU No 17 Thn 2003
5. Laporan keuangan pemerintah diaudit oleh lembaga pemeriksa ekstern yang
independen dan professional sebelum disampaikan kepada DPR
6. Laporan keuangan pemerintah dapat menghasilkan statistic keuangan yang mengacu
kepada manual statistic keuangan pemerintah (Government Finance Statistic/GFS)
Standar akuntansi pemerintah ditetapkan dalam suatu peraturan pemerintah dan disusun
oleh suatu komite standar akuntansi pemerintah yang independen yang terdiri dari para
profesional. Agar informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan pemerintah dapat
memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas, perlu diselenggarakan Sistem Akuntansi
Pemerintah Pusat (SAPP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SAP) yang dilaksanakan
oleh kementrian negara/lembaga. Dalam undang undang ini juga mengatur penyampaian
laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah secara tepat waktu kepada DPR/DPRD.
Mengingat bahwa laporan keuangan pemerintah terlebih dahulu harus diaudit oleh Badan
Pemerintah Keuangan, maka Badan Pemerintah Keuangan memegang peranan yang sangat
penting dalam upaya ketepatan penyampaian laporan keuangan pemerintah tersebut kepada
DPR/DPRD
.
Penyelesaian Kerugian Negara
Dalam Undang undang Perbendaharaan Negara ini ditegaskan bahwa setiap kerugian
negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang
harus diganti oleh pihak yang bersalah. Sehubungan dengan itu, setiap pimpinan kementrian
negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah wajib segera melakukan tuntutan ganti
rugi setelah mengetahui bahwa dalam instansi yang dipimpinnya telah terjadi kerugian.
Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan
segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pemeriksa menyusun laporan hasil pemeriksaan setelah pemeriksaan selesai dilakukan.
Jika diperlukan, pemeriksa dapat menyusun laporan interim pemeriksaan. Laporan hasil
pemeriksaan kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya.
Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Pejabat
wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas
rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil
pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya.
daerah, tujuan dari penyelenggaraan sistem informasi keuangan daerah secara nasioanal dan
di daerah, sanksi atas tidak disampakainnya informasi keuangan daerah.
G. Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2005 tentang Hibah kepada daerah
Peraturan pemerintah nomor 57 tahun 2005 mengatur tentang sumber-sumber hibah,
bentuk hibah, pengelolaan hibah, pertanggungjawaban dan pelaporan hiabh. Prinsip
kebijakan perimbangan keuangan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33
Tahun 2004, adalah perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
yang merupakn suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan
asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Sumber pendanaan
penyelenggaraan asas desentralisasi di daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dan
Perimbangan, Pinjaman Daaerah dan Lain-lain Pendapatan. Salah satu komponen lain-lain
pendapatan yang dinyatakan dalam pasal Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 sebagai
bentuk hubungan keungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah hibah.
Hibah adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing,
badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga dalam
lembaga atau perorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah, maupun barang dan/atau jasa,
termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. Hibah digunakan untuk
menunjang peningkatan fungsi pemerintah dan layanan dasar umum, serta pemberdayaan
aparatur daerah.
H. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan daerah
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, diaman
timbul hak dan daerah yang dapat dinilai dengan uang sehingga perlu dikelola dalam suatu
sistem pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud merupakan subsistem dari
sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah.
Selain kedua undang-undang di atas, terdapat beberapa pratuaran perundang-undangan
yang menjadi acuan pengelolaan keuangan daerah yang telah terbit lebih dulu. Undangundang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara, Undang-undang
Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keunagn
Negara dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencnaan Pembangunan
Nasional.
2.2
menghasilkan Draft Publikasian Standar Akuntansi berupa Kerangka Konseptual dan tiga
Pernyataan Standar. KSAPD melakukan due process atas keempat draft ini sampai dengan
meminta pertimbangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
BPK berpendapat belum dapat memberikan persetujuan atas Draft SAP tersebut karena
belum mengakomodasi seluruh unsur yang semestinya terlibat dan penyusun tidak
independen karena diangkat hanya dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan.
Perkembangan berikutnya, KSAPD tetap bekerja dengan menambah pembahasan atas
delapan draft baru yang dianggap diperlukan dalam penyusunan laporan keuangan
pemerintah. Draft ini juga mengalami due processyang sama seperti sebelumnya. Dengan
terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan negara yang
mengamanatkan perlunya standar akuntansi, KSAPD terus berjalan. Pasal 32 ayat 1 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan bahwa bentuk dan isi laporan
pertanggunggjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan standar
akuntansi pemerintahan.
Selanjutnya pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan
bahwa standar akuntansi pemerintahan disusun oleh suatu komite standar yang independen
dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan
dari BPK. Kemudian pada tahun 2004 terbit Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan negara kembali mengamanatkan penyusunan laporan pertanggungjawaban
pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Pasal 56 ayat 4
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Kepala Satuan Kerja Perangkat
Daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang memberikan pernyataan bahwa
pengelolaan APBD telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang
memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi
pemerintah. Pasal 57 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menyebutkan bahwa
dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi pemerintahan
dibentuk Komite Standar Akuntasi Pemerintahan. Pasal 57 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 menyebutkan bahwa Komite Standar Akuntansi Pemerintahan bertugas
menyusun standar akuntansi pemerintahan yang berlaku baik untuk Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah sesuai dengan kaidah-kaidah akuntansi yang berlaku umum.
Pasal 57 ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pembentukan,
susunan, kedudukan, keanggotaan, dan masa kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintahan
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Komite standar yang dibentuk oleh Menteri Keuangan sampai dengan pertengahan
tahun 2004 telah menghasilkan draf SAP yang terdiri dari Kerangka konseptual dan 11
pernyataan standar, kesemuanya telah disusun melalui due procees. Proses penyusunan (Due
Process) yang digunakan ini adalah proses yang berlaku umum secara internasional dengan
penyesuaian terhadap kondisi yang ada di Indonesia. Penyesuaian dilakukan antara lain
karena pertimbangan kebutuhan yang mendesak dan kemampuan pengguna untuk memahami
dan melaksanakan standar yang ditetapkan.
Tahap-tahap penyiapan SAP yaitu (Supriyanto:2005):
a) Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standar
b) Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam Komite
c) Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja
d)
e)
f)
g)
h)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sifat regulasi disektor publik setiap jenis bersifat lebih spesifik untuk setiap organisasi.
Pada instansi pemerintah, regulasi yang digunakan cenderung lebih rumit dan detail.
Standar akuntansi adalah regulasi atau aturan (termasuk pula hukum dan anggaran
dasar yang mengatuir penyusunan laporan keuangan. Penetapan standar adalah proses
perumusan atau formulasi standar akuntansi.
DAPTAR PUSTAKA
Nordiawan, Deddi, Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat
http://akuntansi-asp.blogspot.com/2012/03/perkembangan-regulasi-dan-standar.html
http://kedebok.blogspot.com/2013/03/akuntansisektor-publik-pokokpembahasan_21.html