Sie sind auf Seite 1von 45

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Ambient Air

2.1.1 Indeks Standar Pencemaran Udara


2.1.1.1 Definisi
Saat ini Indeks standar kualitas udara yang dipergunakan secara resmi di
Indonesia adalah Indek Standar Pencemar Udara (ISPU), hal ini sesuai dengan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP 45 / MENLH / 1997
Tentang Indeks Standar Pencemar Udara.
Indeks Standar Pencemar Udara adalah angka yang tidak mempunyai
satuan yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu
tertentu yang didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai
estetika dan makhluk hidup lainnya.
Indeks Standar Pencemar Udara ditetapkan dengan cara mengubah kadar
pencemar udara yang terukur menjadi suatu angka yang tidak berdimensi.
Rentang Indeks Standar Pencemar Udara dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rentang Indeks Standar Pencemar Udara

Data Indeks Standar Pencemar Udara diperoleh dari pengoperasian Stasiun


Pemantauan Kualitas Udara Ambien Otomatis. Sedangkan Parameter Indeks
Standar Pencemar Udara meliputi :
3

a. Partikulat (PM10)
b. Karbondioksida (CO)
c. Sulfur dioksida (SO2).
d. Nitrogen dioksida (NO2).
e. Ozon (O3)
Perhitungan dan pelaporan serta informasi Indeks Standar Pencemar Udara
ditetapkan oleh Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, yaitu
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107 Tahun 1997
Tanggal 21 November 1997.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, memuat
diantaranya adalah :
1. Parameter-Parameter Dasar Untuk Indeks Standar Pencemar Udara (Ispu)
Dan Periode Waktu Pengukuran, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Parameter-Parameter Dasar Untuk Indeks Standar Pencemar Udara
(ISPU) Dan Periode Waktu Pengukuran

Catatan:

Hasil pengukuran untuk pengukuran kontinyu diambil harga rata-rata


tertinggi waktu pengukuran.

ISPU disampaikan kepada masyarakat setiap 24 jam dari data ratarata


sebelumnya (24 jam sebelumnya).

Waktu terakhir pengambilan data dilakukan pada pukul 15.00 Waktu


Indonesia Bagian Barat (WIB).

ISPU yang dilaporkan kepada masyarakat berlaku 24 jam ke depan (pkl


15.00 tgl (n) sampai pkl 15.00 tgl (n+1 ) )

2. Angka

dan

Kategori

Indeks

Standar

Pencemar

Udara

(ISPU),

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.


Tabel 3. Angka dan Kategori Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).

3. Pengaruh Indeks Standar Pencemar Udara untuk setiap Parameter


pencemar, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Indeks Standar Pencemar Udara untuk setiap Parameter


pencemar

4. Batas Indeks Standar Pencemar Udara Dalam Satuan SI.


a) Dalam Bentuk Tabel
Tabel 5. Batas Indeks Standar Pencemar Udara Dalam Satuan SI.

1) Pada 25 C dan 760 mm Hg


2) Tidak ada indeks yang dapat dilaporkan pada konsentrasi rendah dengan
jangka pemaparan yang pendek.

2.1.1.2 Peraturan Terkait

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian


Pencemaran Udara (Lampiran)

2.1.2

Air Quality Index (AQI)


Indeks kualitas udara didefinisikan sebagai gambaran atau nilai hasil

transformasi parameter-parameter (indikator) individual polusi udara yang saling


berhubungan, seperti konsentrasi SO2, NOx, SPM, Ox, CO menjadi satu nilai atau
satu set nilai sehingga mudah dimengerti bagi masyarakat awam. Sebagai hasilnya
diperoleh

suatu

persamaan

transformasi

nilai

parameter

yang

dapat

mentransformasikan nilai-nilai parameter polusi udara seperti tersebut diatas


menjadi satu yang informan dan tak berdimensi. Bagaimanapun juga hal ini
menunjukkan gambaran begitu kompleksnya permasalahan polusi udara di dalam
mengartikan kondisi lingkungan yang sebenarnya.
Secara umum parameter-parameter yang dipergunakan dalam perhitungan
indeks kualitas udara adalah SPM (Suspended Particulate Matter) atau TSP (Total
Suspended Particulate), SO2 (Sulfur dioxide), CO (Carbon monoxide), Ox (dalam
hal ini ozon), hidrokarbon dan visibilitas atau jarak pandang juga dapat diambil
sebagai pertimbangan dalam penentuan indeks kualitas udara. Secara sistematis,
persamaan transformasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 1).

Gambar 1. Perhitungan Indeks


Ada beberapa kegunaan indeks kualitas udara bagi kepentingan
permasalahan lingkungan diantaranya, adalah:
1. Membantu memberikan informasi secara mudah bagi masyarakat umum.
2. Membantu dalam membandingkan tingkat polusi udara antar kota dengan
mudah, dan
3. Kemungkinan digunakan untuk pengembangan sistem penghindaran
(rambu), atau managemen polusi udara.
Cara Perhitungan Indeks Kualitas Udara
Ada beberapa cara dalam menentukan indeks kualitas udara, yaitu
berdasarkan atas jumlah parameter yang digunakan, metode yang digunakan, dan
lama serta tujuan dibuatnya indeks kualitas udara. Beberapa perhitungan kualitas
udara yang telah dilakukan dan dikembangkan dibeberapa negara maju seperti
Amerika Serikat adalah Greens Index. Greens Index merupakan indeks polusi
udara awal yang dikembangkan oleh Green pada tahun 1966, yang meliputi dua
variabel polutan, yaitu SO2 dan COH (Coefisient of Haze), indeks Green dihitung
berdasarkan atas rata-rata aritmatik dari dua parameter SO 2 dan COH. CPI (The
Combution Product Index) dikebangkan oleh Rich tahun 1967 dengan maksud
untuk menentukan polusi udara yang potensial pada suatu daerah yang tetap.
Sumber polusi pada perhitungan indeks CPI didasarkan pada berapa ton
bahan bakar yang dibakar terhadap volume udara. Dan beberapa jenis indeks yang
telah dikembangkan, antara lain NAQI (National Air Quality Index), MAQI
(Mitre Air Quality Index), EVI (Extreme Value Index), AQI (Air Quality Index).
ORAQI (Oak Ridge Air Quality Index) merupakan indeks kualitas udara
berdasarkan 5 parameter polusi udara yaitu (X), NO 2, Ox, SO2, TSP, dan sering
digunakan untuk menggambarkan indeks kualitas udara di kota-kota besar di
Indonesia. Tipe range skala indeks kualitas udara untuk ORAQI seperti terlihat
pada Tabel 6.
8

Tabel 6. Range Indeks Kualitas Udara Berdasarkan ORAQI

Untuk menyatakan kondisi kualitas udara di suatu tempat dapat dilakukan


dengan indeks kualitas udara. Indeks kualitas udara dibuat untuk memberikan
kemudahan mengetahui kondisi kualitas udara ambien kepada masyarakat dengan
informasi yang sederhana, tanpa harus menggunakan satuan-satuan yang mudah
dimengerti masyarakat Untuk menentukan indeks mutu lingkungan, diperlukan
dua tahapan mendasar yaitu:
1. Perhitungan sub indeks untuk setiap variabel polutan yang ditinjau
2. Penggabungan antara sub indeks menjadi suatu indeks gabungan
2.1.3

Proses Pengerjaan

2.1.3.1 Tahap Persiapan


Sebelum melakukan pemantauan tentu diperlukan tahap persiapan terlebih
dahulu.
a.
1.
2.
3.
4.

Kordinasi dan Survei Awal


Menetukan tujuan dilakukannya kegiatan
Pengiriman surat undangan ke pemerintah kota
Koordinasi dengan Pemerintah Kota
Pembentukan Tim Evaluasi Kualitas Udara
Tim Evaluasi Kualitas Udara terdiri dari:
1) Tim Pengawas dari Kementerian Lingkungan Hidup yang di tetapkan
dengan Surat Keputusan (SK) Deputi KLH.
2) Tim Provinsi yang di tetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Kepala
BLH Provinsi.
Terdiri atas:
a. Penanggung Jawab : Kepala BLH Provinsi
b. Ketua : Kepala Bidang yang menangani pencemaran atau
pengawasan lingkungn
9

c. Sekretaris : Pejabat yang mengerti substansi kegiatan dan

5.
6.

administrasi proyek
3) Anggota tim Evaluasi Kualitas Udara
Penyusunan jadwal / rencana kerja pemantauan
Persiapan Logistik
Logistik untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pemantauan evaluasi

kualitas udara adalah sebagai berikut :


a. Persiapan pelaksanaan: tenda, meja, kursi, konsumsi/katering (snack,
makan siang, air minum, susu kotak), masker, sarung tangan, tissue, tali
rafia, ATK (pulpen, papan jalan, cutter, tipe-ex, lakban), form uji, kartu
hasil uji, souvenir, leaflet, banner, form alat uji, form Berita Acara Alat Uji,
form Berita Acara Uji, kamera digital, form absensi peserta uji emisi (BLH
Kota, BLH Propinsi, KLH-JKT, Polisi, Dishub, Bengkel, dan Mahasiswa).
b. Pemantauan kualitas udara: alat pemantau kualitas udara, reagen yang
dibutuhkan, masker, air minum, form absensi petugas, dan form Berita
Acara Pemantauan Kualitas Udara.
b. Survei Pendahuluan
Untuk memastikan kesesuaian usulan lokasi dengan kriteria lokasi
pengambilan sampel maka perlu dilakukan survey pendahuluan untuk semua
lokasi kegiatan. Survei pendahuluan dilaksanakan untuk memberikan informasi
awal bagi rencana pemantauan. Informasi yang terkumpul minimal harus
mendukung penentuan lokasi sampling yang representatif terutama lokasi dan titik
pemantauan baru yang diusulkan ditambah, kemudahan akses, kebutuhan biaya,
dan informasi teknis lain yang dipandang perlu.
c. Persiapan Akhir
Sebelum Pelaksanaan Evaluasi Kualitas Udara dilaksanakan perlu
dilakukan rapat koordinasi persiapan pemantauan dengan anggota tim yaitu BLH
Provinsi, BLH Kota, Polisi, Dishub, Teknisi bengkel, dan surveyor (Mahasiswa).
Pengecekan kembali lokasi bersama dengan BLH, Polisi dan Dishub untuk
pengecekan akhir sebelum pelaksanaan kegiatan, gunanya untuk memastikan
bahwa lokasi yang telah disurvey sebelumnya tetap dapat digunakan sebagai
lokasi pemantauan termasuk memastikan ketersediaan fasilitas pendukung (listrik
dan perizinan). Untuk pemilihan lokasi pantau akan dijelaskan pada bab dibawah.

10

2.1.3.2 Tahap Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji Pemantauan


Kualitas Udara Ambien
Prinsip
Dalam penentuan lokasi pengambilan contoh uji, yang perlu diperhatikan
adalah bahwa data yang diperoleh harus dapat mewakili daerah yang sedang
dipantau, yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Lokasi pengambilan contoh uji
Titik

pemantauan

kualitas

udara

ambien

ditetapkan

dengan

mempertlmbangkan:
a) faktor meteorologi (arah dan kecepatan angin),
b) faktor geografi seperti topografi, dan
c) tata guna lahan.
Kriteria berikut ini dapat dipakai dalam penentuan suatu lokasi
pemantauan kualitas udara ambien :
a) Area dengan konsentrasi pencemar tinggi. Daerah yang didahulukan untuk
dipantau hendaknya daerah-daerah dengan konsentrasi pencemar yang
tinggi. Satu atau Iebih stasiun pemantau mungkin dibutuhkan di sekitar
daerah yang emisinya besar.
b) Area dengan kepadatan penduduk tinggi. Daerah-daerah dengan kepadatan
penduduk yang tinggi, terutama ketika terjadi pencemaran yang berat.
c) Di daerah sekitar lokasi penelitian yang diperuntukkan untuk kawasan
studi maka stasiun pengambil contoh uji perlu ditempatkan di sekeliling
daerah kawasan.
d) Di daerah proyeksi. Untuk menentukan efek akibat perkembangan
mendatang di lingkungannya, stasiun perlu juga ditempatkan di daerahdaerah yang diproyeksikan.
e) Mewakili seluruh wilayah studi. Infomasi kualitas udara di seluruh
wilayah studi harus diperoleh agar kualitas udara diseluruh wilayah dapat
dipantau (dievaluasi).

11

Persyaratan pemilihan lokasi pengambilan contoh uji


Beberapa petunjuk yang dapat digunakan dalam pemilihan titik
pengambian contoh uji adalah:
a) Hindari tempat yang dapat merubah konsentrasi akibat adanya absorpsi.
atau adsorpsi (seperti dekat dengan gedung-gedung atau pohon-pohonan).
b) Hindari tempat dimana pengganggu kimia terhadap bahan pencemar yang
akan diukur dapat terjadi: emisi dan kendaraan bermotor yang dapat
mengotori pada saat mengukur ozon, amoniak dan pabrik refrigerant yang
dapat mengotori pada saat mengukur gas-gas asam.
c) Hindari tempat dimana pengganggu fisika dapat menghasilkan suatu hasil
yang mengganggu pada saat mengukur debu (partikulat matter) tidak boleh
dekat dengan insinerator baik domestik maupun komersial, gangguan
listrik terhadap peralatan pengambil contoh uji dan jaringan listnik
tegangan tinggi.
d) Letakkan peralatan di daerah dengan gedung/bangunan yang rendah dan
saling berjauhan.
e) Apabila pemantauan bersifat kontinyu, maka pemilihan lokasi harus
mempertimbangkan perubahan kondisi peruntukan pada masa datang.

Gambar 2. Skema Penetapan Lokasi Pemantauan Kualitas Udara Ambien


12

Persyaratan penempatan peralatan pengambil contoh uji


Peralatan pengambil contoh uji ditempatkan dengan persyaratan sebagai
berikut:
a) Letakkan peralatan pengambil contoti uji pada daerah yang aman.
b) Penempatan pengambil contoh uji di atap bangunan dapat lebih baik untuk
daerah dengan kepadatan penduduk) bangunan menengah sampai tinggi.
c) Letakkan di atap bangunan yang bersih dan tidak terpengawh oleh emisi
gas buang dan dapur, insinerator atau sumber lokal lainnya.
Posisi probe
Penempatan probe atau tempat masuk contoh uji udara dilakukan sebagai
benikut:
a) Pada kondisi pemantauan kualitas udara amblen, probe harus ditempatkan
pada jarak sekurang-kurangnya 15 m dan jalan raya.
b) Ketinggian probe stasiun tetap antara 3 sampai 6 m sedangkan
pengambilan contoh uji secara manual, ketinggian probe 1,5 m dan
permukaan tanah.
c) Untuk pengambilan contoh ui partikulat dilakukan minimal 2 m di atas
permukaan tanah datar pada pinggir jalan raya.
d) Probe harus berjarak sekunang-kurangnya 15 m da suatu sumber
pengganggu untuk stasiun pemantau.
e) Probe dltempatkan minimal 2 kali ketinggian gedung yang terdekat untuk
stasiun pemantau.
Pemantauan kondisi meteorologis untuk stasiun tetap
Untuk menclukung pemantauan kualitas udara amblen, perlu dilakukan
pemantauan kondisi meteorologis yang meliputi arah angin, kecepatan angin,
kelembaban dan temperatur.
Penetapan lokasi pemantauan meteorologis sebagai berikut:
Ketentuan lokasi stasiun pemantau yang relatif dekat dengan bangunan atau
pohon tertinggi (Gambar 2).

13

a) Tlnggi probe alat pemantau minimal 2,5 kall da tlnggi bangunan atau
pohon tertinggi dan membentuk sudut 30 terhadap tertiadap bangunan
atau pohon tertinggi.
b) Minimal 2 meter lebih tinggi dan bangunan atau pohon tertinggi di
sekitamya.
c) Tinggi lokasi stasiun pemantau kondisi meteorologis minimal 10 meter
dan permukaan tanah.
Ketentuan lokasi stasiun pemantau yang relatif jauh dan bangunan atau pohon
tertinggi (jarak stasiun ke bangunan atau pohon tertinggi minimal 10 kali tinggi
bangunan atau pohon tertinggi (gambar 3)
a) Tinggi probe alat pemantau minimal 2,5 kali dan tinggi bangunan atau
pohon tertinggi.
b) Tinggi lokasi untuk penempatan stasiun pemantau kondisi meteorologis
minimal 10 meter dan permukaan tanah.

Gambar 2. Lokasi Peralatan Pemantau Meteorologis Yang Relatif Dekat Dengan


Bangunan Atau Pohon Tinggi

14

Gambar 3. Lokasi Peralatan Pemantau Meteorologis


2.3.3
1.

Tahap Pengerjaan
Uji kadar Karbon Monoksida (CO) menggunakan metode Non
Dispersive Infra Red (NOIR)
Lingkup pengujian meliputi cara pengumpulan gas CO dengan kantong

pengumpul (Tedlar bag) atau tabung pengumpul (glass container, metal


container) dan pengukuran contoh uji CO udara ambien menggunakan metode
NOIR, dengan batas pengukuran terendah 0,1 ppm sampai dengan 0,4 ppm
tergantung dengan jenis peralatan yang digunakan.
Alat analisis gas CO bekerja atas dasar sinar infra merah yang terabsorbsi
oleh analit. Sinar infra merah yang digunakan adalah sinar infra merah non
dispersive. Gas nol (zero gas) dan contoh uji masuk dalam sel pengukuran dalam
jumlah yang tetap dan diatur oleh katup selenoid yang bekerja dalam rentang
waktu tertentu. Pengukuran ini berdasarkan kemampuan gas CO menyerap sinar
infra merah. Banyaknya intensitas sinar yang diserap sebanding dengan
konsentrasi CO. Dengan kondisi ini alat penganalisa akan menggunakan modulasi
yang timbul sebagai akibat terabsorbsinya infra merah oleh contoh uji. Sinar infra
merah dihasilkan oleh sumber infra merah yang diarahkan ke tabung pengukuran,
kemudian masuk ke detektor. Energi dari sinar infra merah dilewatkan melalui
tabung pengukuran kemudian diabsorpsi oleh contoh uji. Apabla contoh uji
mengalir ke tabung, energi infra merah yang masuk ke dalam detektor akan

15

berfluktuasi sesuai dengan intensitas sinar yang terabsorbsi oleh contoh uji yang
sedang diukur.
Di dalam detektor, terdapat membran yang dapat mengukur fluktuasi
tekanan contoh uji. Fluktuasi tekanan terjadi jika terdapat perbedaan jumlah
energi infra merah yang terabsorbsi oleh contoh uji dan gas nol di dalam sel.
Perbedaan ini menciptakan fluktuasi yang ekivalen dengan perbedaan tekanan
dalam membrane. Hal ini kemudian diubah menjadi sinyal fluktuasi elektrik yang
diperkuat.
2.

Uji partikel tersuspensi total menggunakan peralatan high volume air


sampler (HVAS) dengan metoda gravimetri
Lingkup pengujian meliputi cara pengambilan contoh uji dalam jumlah

volum udara yang besar di atmosfer, dengan nilai rata-rata laju alir pompa vakum
1,13 sampai 1,70 m3/menit. Dengan laju alir ini maka diperoleh panikel
tersuspensi kurang dari 100 m (diameter ekivalen) yang dapat dikumpulkan.
Adapun untuk efisiensi partikel berukuran lebih besar dari 20 m akan berkurang
sesuai dengan kenaikkan ukuran partikel, sudut dari angina, atap sampler, dan
kenaikan kecepatan. Penggunaan filter serat kaca dapat mengumpulkan partikel
dengan kisaran diameter 100 m sampai 0,1 m (efisiensi 99,95% untuk ukuran
partikel 0,3 m). Jumlah minimum partikel yang terdeteksi oleh metode ini adalah
3 mg (tingkat kepercayaan 95%). Pada Saat alat dioperasikan dengan laju alir ratarata 1,7 m3/menit selama 24 jam, maka berat massa yang didapatkan antara 1
sampai 2 g/m3.
Prinsip uji ini adalah udara dihisap melalui filter di dalam shelter dengan
menggunakan pompa vakum laju alir tinggi sehingga partikel terkumpul di
permukaan filter. Jumlah partikel yang terakumulasi dalam filter selama periode
waktu tertentu dianalisa secara gravimetri. Laju alir di pantau saat periode
pengujian. Hasilnya ditampilkan dalam bentuk satuan massa partikulat yang
terkumpul per satuan volum contoh uji udara yang diambil sebagai g/m3.

3.

Uji kadar nitrogen dioksida (N02) dengan metoda Griess Saltzman


menggunakan spektrofotometer

16

Lingkup pengujian meliputi cara pengambilan contoh uji gas nitrogen


dioksida menggunakan larutan penyerap. Cara perhitungan volum contoh uji gas
yang dijerap. Cara penentuan gas nitrogen dioksida, NO2 di udara ambien
menggunakan metoda Griess Saltzman secara spektrofotometri pada panjang
gelombang 550 nm dengan kisaran konsentrasi 0,005 ppm sampai 5 ppm udara
atau 0,01 g/L sampai dengan 10 g/L.
Prinsip pengujian ini adalah gas nitrogen dioksida dijerap dalam larutan
Griess Saltzman sehingga membentuk suatu senyawa azo dye berwarna merah
muda yang stabil setelah 15 menit. Konsentrasi larutan ditentukan secara
spektrofotometri pada panjang gelombang 550 nnm.
4.

Uji kadar oksidan dengan metoda neutral buffer kalium iodida


(NBKI) menggunakan spektrototometer
Lingkup pengujian meliputi cara pengambilan contoh uji oksidan dengan

menggunakan larutan penjerap. Cara perhitungan volum contoh uji gas yang
diserap. Cara penentuan oksidan di udara ambien menggunakan metoda neutral
buffer kalium iodida secara spektrofotometri pada panjang gelombang 352 nm,
dengan kisaran konsentrasi 0,01 ppm - 10 ppm (19,6 g/Nm 3 19620 g/Nm3
sebagai ozon).
Prinsip pengujiannya adalah oksidan dari udara ambien yang telah dijerap
oleh larutan NBKI dan bereaksi dengan ion iodida membebaskan iod (b) yang
berwarna kuning muda Konsentrasi larutan ditentukan secara spektrofotometri
pada panjang gelombang 352 nnm
5.

Uji kadar sulfur dioksida (SO 2) dengan metoda pararosanilin


menggunakan spektrototometer
Lingkup pengujian meliputi cara pengambilan contoh uji gas sulfur

dioksida dengan menggunakan larutan penjerap. Cara perhitungan volum contoh


uji gas yang dijerap. Cara penentuan gas sulfur dioksida di udara ambien dengan
metoda pararosanilin menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang
550 nm dengan kisaran konsentrasi 0.01 ppm sampai ppm udara atau 25 g/m 3
sampai 1000 g/m3.

17

Prinsip uji ini adalah gas sulfur dioksida (SO) diserap dalam larutan
penjerap

tetrakloromerkurat

membentuk

senyawa

kompleks

diklorosulfonatomerkurat Dengan menambahkan larutan pararosanilin dan


formaldehida, kedalam senyawa diklorosulfonatomerkurat maka terbentuk
senyawa ararosanilin metil sulfonat yang bewarna ungu. Konsentrasi larutan di
ukur pada panjang gelombang 550 nm.
2.1.3.4 Tahap Pelaporan
Informasi yang disampaikan dalam pelaporan hasil pemantauan kualitas
udara ambien secara umum meliputi:
a.

Denah lokasi pengambilan sampel

b.

Lokasi/tempat pengambilan sampel termasuk diagram, sketsa, atau foto

c.

Nama petugas

d.

Detail dari kondisi lingkungan selama pengambilan sampel yang dapat


mempengaruhi interpretasi hasil pengujian

e.

Hasil pemantauan meteorologi

1.

Pelaporan Hasil Pemantauan Secara Otomatis


Seperti telah dijelaskan diatas bahwa pemantauan secara otomatis dapat

dilakukan dengan peralatan permanen (fixed station) ataupun bergerak (mobile


station).
Hasil pemantauan kualitas udara dari peralatan otomatis

berupa data

kualitas udara ambien real time. Sistem pengambilan data untuk menghasilkan
rata-rata 1 jam (hourly mean value) dapat diatur sesuai peraturan perundangundangan. Nilai hourly mean value dapat diperoleh apabila minimal 80% data
cuplikan dalam satu jam valid. Nilai rata-rata harian (Daily mean value) dapat
ditetapkan apabila minimal 80%

hourly mean value (19 hourly mean jam)

diperoleh. Demikian juga untuk nilai rata-rata bulanan (monthly mean value)
ditetapkan apabila tersedia minimal 80% nilai rata-rata harian. Nilai rata-rata yang
digunakan adalah rerata geometri (geometri mean value).
Hasil pemantauan secara otomatis disimpan dalam data management
sistem, untuk selanjutnya

diolah sesuai kebutuhan. Jenis dan nama stasiun

18

mengikuti kodifikasi stasiun seperti diuraikan dalam Lamp. II Bab II bagian 1


mengenai kodifikasi lokasi pemantauan udara ambien.
Format pelaporan data hasil pemantauan kualitas udara ambien untuk data
rata-rata 1 jam, data rata-rata 24 jam (rata-rata harian), data rata-rata 1 bulan (ratarata bulanan) dan rata-rata 1 tahun (rata-rata tahunan) dapat dilihat pada Tabel 7;
Tabel 8; dan Tabel 9.
Tabel 7. Laporan Rata-rata 1 (Satu) Jam dan Rata-rata 24 Jam (Rata-rata harian)
Tanggal

Jenis & Nama Stasiun

(Kawasan Industri/Industri/jalan raya/pemukiman/lingkungan kegiatan lainnya)


Satuan

: g/m3 (mikrogram/m3)

Kota

Provinsi

Tabel 7. Format Pelaporan Data Pemantauan Kualitas Udara


CO

HC

PM10

PM2.5

CO2

Satuan

Satuan

Satuan

Satuan

satuan

00-01

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

01-02

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

02-03

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

03-04

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

...

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

...

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

...

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

24-01

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

Min

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

Mean

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

Max

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

P95

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

P98

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

Waktu

SO2

NO2

O3

Satuan Satuan Satuan

Keterangan :
P95 = Percentile 95 adalah 95% nilai pemantauan berada di bawah nilai tsb
P98 = Percentile 98 adalah 98% nilai pemantauan berada di bawah nilai tsb
19

Untuk pemerintah provinsi atau kabupaten/kota yang telah mempunyai


SPKU yang terintegrasi kedalam jaringan AQMS sebelum Peraturan Menteri ini
ditetapkan, format pelaporan data untuk rata-rata 1 jam diperbolehkan tetap
menggunakan format data yang sudah ada, yaitu data rata-rata setengah jam (half
hourly mean value). Untuk pembangunan SPKU yang baru, pelaporan harus
mengacu pada format pelaporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Tabel 8. Laporan Rata-rata Bulanan
Bulan

Parameter

Satuan

: g/m3 (mikrogram/m3)

Jenis dan Nama Stasiun

(Kawasan Industri/Industri/jalan raya/pemukiman/lingkungan kegiatan lainnya)


Kota

Provinsi

Tabel 9. Laporan Rata-rata 1 (Satu) Tahun atau Rata-rata Tahunan


Tahun

Jenis & Nama Stasiun

(Kawasan Industri/Industri/jalan raya/pemukiman/lingkungan kegiatan lainnya)


Satuan

: g/m3 (mikrogram/m3)

Kota

Provinsi

Tabel 8. Pelaporan Data Pemantauan Kualitas Udara


Tanggal
Waktu

20

...

...

30

00-01

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

01-02

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

02-03

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

03-04

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

...

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

...

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

...

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

24-01

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

Min

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

Mean

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

Max

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

P95

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

P98

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

Tabel 9. Pelaporan Nilai Rata-rata Bulanan


CO

HC

SO2

NO2

O3

PM10

PM2.5

CO2

Satuan

Satuan

Satuan

Satuan

Satuan

Satuan

Satuan

satuan

Januari

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

Februari

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

Maret

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

April

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

Mei

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

Juni

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

Agustus

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

September

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

Oktober

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

November

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

Desember

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

Min

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

Mean

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

Max

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

P95

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

P98

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

..,..

Bulan

2.

Pelaporan Hasil Pemantauan Secara Manual


Pelaporan hasil pemantauan kualitas udara secara manual berupa data

kualitas udara pada saat itu (pada saat sampling). Pelaporan dapat dibuat setiap

21

pengambilan sampel ataupun pelaporan dengan jangka waktu tertentu misalnya


laporan triwulan ataupun laporan tahunan. Format pelaporan dapat dilihat pada
Tabel 10 sampai dengan Tabel 14.
Informasi tambahan yang disampaikan dalam pelaporan pemantauan
kualitas udara ambien meliputi:
a. Waktu pengambilan sampel.
b. Tanggal dan waktu pengambilan sampel.
c. Nama petugas.
d. Detail dari kondisi lingkungan selama pengambilan sampel yang dapat
mempengaruhi interpretasi hasil pengujian.
e. Data cuaca.
f. Hasil pemantauan kualitas udara.
g. Traffic volume (tentative).
Informasi yang disampaikan dalam laporan berjangka waktu tertentu
(triwulan, tahunan atau yang lain) adalah :
a. Lokasi/tempat pengambilan sampel.
b. Data cuaca.
c. Denah lokasi.
d. Hasil pemantauan kualitas udara (rata-rata, maksimum, minimum).
e. Hasil pemantauan meteorology.
f. Interpretasi data.
Tabel 10. Laporan Pemantauan Untuk Parameter CO, SO 2, NOx, Total Fluorides,
Cl, dan ClO2
Jenis & Nama Stasiun

(Kawasan Industri/Industri/jalan raya/pemukiman/lingkungan kegiatan lainnya)


Satuan

: g/m3 (mikrogram/m3)

Kota

Provinsi

No.

Tanggal

Waktu

CO

SO2

Pengukuran

NOx

Total
Fluorides

22

CL

ClO2

Interval waktu
06.00 09.00
(pagi)
Interval waktu
12.00 14.00
(siang)
Interval waktu
16.00 18.00
(sore)
Interval waktu
18.00 22.00
(malam)
Rata-rata

Interval waktu
06.00 09.00
(pagi)
Interval waktu
12.00 14.00
(siang)
Interval waktu
16.00 18.00
(sore
Interval waktu
18.00 22.00
(malam)
Rata-rata

Tabel 11. Laporan Pemantauan Untuk Parameter PM10, PM2.5 dan TSP
Jenis dan Nama Stasiun

(Kawasan Industri/Industri/jalan raya/pemukiman/lingkungan kegiatan lainnya)


Satuan

: g/m3 (mikrogram/m3)

23

Kota

Propinsi

No.
1
2
3

Tanggal
PM10
PM2.5
X
Y
Z
(Catt. : Pengukuran dilakukan selama 24 jam)

TSP

Tabel 12. Laporan Pemantauan Untuk Parameter O3


Jenis dan Nama Stasiun

(Kawasan Industri/Industri/jalan raya/pemukiman/lingkungan kegiatan lainnya)


Satuan

: g/m3 (mikrogram/m3)

Kota

Propinsi

No.
Tanggal
Waktu Pengukuran
O3
1
X
Interval waktu 11.00 14.00
2
Y
Interval waktu 11.00 14.00
3
Z
Interval waktu 11.00 14.00
(Catt. : Pengukuran dilakukan selama 1 jam terus menerus
Tabel 13. Laporan Pemantauan Untuk Parameter HC
Jenis dan Nama Stasiun

(Kawasan Industri/Industri/jalan raya/pemukiman/lingkungan kegiatan lainnya)


Satuan

: g/m3 (mikrogram/m3)

Kota

Propinsi

No.
1
X
2

Tanggal

Waktu Pengukuran
Interval waktu 06.00 10.00
Interval waktu 15.00 19.00
Y
Interval waktu 06.00 10.00
Interval waktu 15.00 19.00
(Catt. : Apabila pengukuran dilakukan secara :

24

HC

a. Otomatis maka pengukuran dilakukan selama 3 jam terus


menerus, pada salah satu interval diatas
b. Manual maka pengukuran dilakukan pada salah satu interval
waktu diatas. Pengukuran dilakukan di setiap jam, dalam
interval waktuyang dipilih dengan jumlah sampel adalah 3.
Nilai konsentrasi HC merupakan perata-rataan.
Tabel 14. Laporan Pemantauan Untuk Parameter Lainnya
Jenis dan Nama Stasiun

(Kawasan Industri/Industri/jalan raya/pemukiman/lingkungan kegiatan lainnya)


Satuan

: g/m3 (mikrogram/m3)

Kota

Propinsi

No.
Bulan
Dust Fall
Fluor
Sulphat index
1
X
2
Y
3
Z
(Catt. : Pengukuran dilakukan selama 30 hari terus menerus)
2.2

Indoor Air Quality


Kualitas udara dalam suatu ruang atau di kenal dengan istilah Indoor Air

Quality (IAQ) adalah salah satu aspek keilmuan yang memfokuskan perhatian
pada mutu udara dalam suatu ruang dan udara yang akan dimasukkan ke dalam
ruang atau gedung yang ditempati oleh manusia, apakah udara yang dipergunakan
dalam ruang atau gedung tersebut memenuhi syarat kesehatan atau sebaliknya
Pengertian udara dalam ruang atau indoor air menurut NHMRC (National
Health Medical Researt Counsil) adalah udara yang berada di dalam suatu
ruangan gedung yang ditempati oleh sekelompok orang yang memiliki tingkat
kesehatan yang berbeda-beda selama minimal satu jam.
Pada dasarnya ada tiga syarat utama yang berhubungan dengan kualitas
udara dalam suatu ruangan atau Indoor Air Quality adalah:
a. Level suhu atau panas dalam suatu ruang atau gedung masih dalam batas- batas
yang dapat diterima.
b. Gas-gas hasil pernafasan dalam konsentrasi normal

25

c. Kontaminan atau bahan-bahan pencemar udara berada di bawah level ambang


batas kesehatan.
Beberapa standar mengenai Indoor Air Quality dari berbagai negara seperti
Indonesia dan Hongkong di sajikan seperti di bawah ini:
a. Indonesia
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/Menkes/SK/XI/2002 Tentang Pesyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri, kualitas udara ruangan harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Suhu dan kelembaban
a. Suhu : 18 28 0C
b. Kelembaban : 40 % - 60 %
2. Debu
Kandungan debu maksimal didalam udara ruangan dalam pengukuran ratarata 8 jam adalah sebagai berikut :
a.
Debu total dengan konsentrasi maksimal 0,15 mg/m3
b.
Asbes bebas dengan konsentrasi maksimal 5 serat/ml udara dengan
panjang serat 5 u (Mikron)
3. Pertukaran udara dan Laju Ventilasi
a. Pertukaran udara: 0,283 M3/menit/orang
b. Laju ventilasi: 0,15 0,25 m/detik.
Untuk ruangan kerja yang tidak menggunakan pendingan harus memiliki
lubang ventilasi minimal 15% dari luas lantai dengan menerapkan sistim
ventilasi silang.
4. Gas pencemar
Kandungan gas pencemar dalam ruang kerja, dalam rata-rata pengukuran 8
jam sebagai berikut :
a.
Debu total: 0,15 mg/m3
b.
Asbes bebas: 5 serat/ml udara dengan panjang serat 5 u (Mikron)
5. Mikrobiologi
a. Angka kuman kurang dari 700 koloni/m3 udara
b. Bebas kuman patogen
B. Hongkong
Terdapat 12 parameter Kualitas Udara Ruangan yang ditampilkan dalam table
1. Termasuk 3 parameter fisik (temperatur ruangan, kelembaban relatif, dan
laju kecepatan udara. 8 parameter kimia (CO 2, CO, PM10, NO2, ozone,

26

Formaldehid, Total Volatile Organic Compounds, dan Radon serta 1 parameter


biologis (airborne bacteria).

Tabel 15. Kriteria Kualitas Udara Ruangan Hongkong


Parameter

8-hour average

Unit

Excellent Class

Good Class

Room Temperature

20 to < 25.5 b

< 25.5 b

Relative Humidity

40 to < 70 c

< 70

Air Movement

m/s

< 0.2

< 0.3

Cabon Dioxide (CO2)

ppmv

< 800 d

< 1,000 e

g/m3

< 2,000 f

< 10,000 g

ppmv

< 1.7

< 8.7

g/m3

< 20 f

< 180 h

g/m3

< 40 g

< 150 h

ppbv

< 21

< 80

g/m3

< 50 f

< 120 g

ppbv

< 25

< 61

g/m3

< 30 f

< 100 f, g

ppbv

< 24

< 81

Total Volatile Organic

g/m3

< 200 f

< 600 f

Compounds (TVOC)

ppbv

< 87

< 261

Radon (Rn)

Bq/m3

< 150 i

< 200 f

Carbon Monoxide (CO)

Respirable Suspeded
Particulates (PM10)

Nitrogen Dioxide (NO2)

Ozone (o3)

Formaldehyde (HCHO)

27

Airborne Bacteria

2.3

cfu/m3

< 500 j,k

< 1,000 j, k

Peraturan Gubernur Mengenai Kualitas Udara


Peraturan Gubernur mengenai kualitas udara diambil dari Peraturan

Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 54 Tahun 2008 Tentang
Baku Mutu Kualitas Udara Dalam Ruangan. Peraturan Gubernur (Pergub) ini
secara khusus mengatur baku mutu kualitas udara dalam ruangan meliputi,
kualitas udara dalam ruangan untuk tempat kerja perkantoran, kualitas udara
dalam ruangan untuk tempat kerja khusus merokok, kualitas udara dalam ruangan
untuk ruangan yang menjadi kawasan umum, dan kualitas udara dalam ruangan
parkir kendaraan bermotor. Evaluasi baku mutu udara ruangan sekurangkurangnya dilakukan setiap 5 tahun dan dilakukan oleh instansi yang berwenang.
Tabel 16. Baku Mutu Kualitas Udara Tempat Kerja Perkantoran

Tabel 17. Baku Mutu Kualitas Udara Tempat Khusus Merokok

28

Tabel 18. Baku Mutu Kualitas Udara Untuk Ruangan yang Menjadi Kawasan
Umum

Tabel 19. Baku Mutu Kualitas Udara Untuk Ruangan Parkir

Selain itu, pergub ini juga mengatur prosedur pengujian kualitas udara
dalam ruangan, yakni:
a. Cara uji penetapan kebisingan dengan metode dBA pembacaan langsung
pada alat sound level meter menggunakan JIS C 1502.
b. Cara uji penetapan pencahayaan dalam ruangan dengan metode
pembacaan langsung atau direct reading menggunakan SNI 16-7062-2004.
c. Cara uji penetapan suhu udara dalam ruangan dengan alat thermometer
dengan metode pembacaan langsung atau direct reading menggunakan
SNI 16-7061-2004.
d. Cara uji penetapan kelembaban udara dalam ruangan dengan metode
pembacaan langsung pada alat humidimeter menggunakan SNI 1670612004.
e. Cara uji partikulat PM10 dengan metode gravimetric.

29

f. Cara uji penetapan kadar oksigen (O) 2 dengan metode direct reading
(pembacaan langsung) sesuai prosedur pengujian manual alat.
g. Cara uji penetapan kadar karbon monoksida (CO) dengan metode non
direct infra red menggunakan method of air sampling analysis no 128.
h. Cara uji penetapan kadar dioksida (CO) 2 dengan metode pembacaan
langsung sesuai prosedur pengujian manual alat.
i. Cara uji penetapan angka kuman dengan metode total plate count (TPC)
menggunakan manual of environmental microbiology (aerobiology).
j. Cara uji ventilasi dengan metode pembacaan langsung sesuai prosedur
pengujian manual alat.
k. Cara uji penetapan kadar volatile organic compounds (VOCs) dengan
menggunakan method of air sampling analysis N O 135 atau pembacaan
langsung sesuai manual alat.
l. Cara uji penetapan debu total dengan metode gravimetric atau
menggunakan SNI 16-7058-2004.
m. Cara uji penetapan nitrogen dioksida (NO2) menggunakan SNI 19-7119.22005.
n. Cara uji penetapan sulfur dioksida (SO2) dengan metode colometry
menggunakan SNI 19-7119.7-2005.
o. Cara uji penetapan timah hitam (Pb) dengan metode statis dan dianalisis
menggunakan spektro serapan atom (SSA).
p. Cara uji penetapan parameter lain yang mampu tertelusur dan tervalidasi.
2.4

Peraturan Pemerintah Tentang Kualitas Udara Dalam Ruang Rumah


Pedoman mengenai Kualitas Udara Dalam Ruang Rumah diatur dalam

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

1077/Menkes/PER/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang


Rumah. Pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) terutama rumah
sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena pada umumnya orang lebih
banyak menghabiskan waktu untuk melakukan kegiatan di dalam rumah sehingga
rumah menjadi sangat penting sebagai lingkungan mikro yang berkaitan dengan
risiko dari pencemaran udara.
Dampak dari adanya pencemar udara dalam ruang rumah terhadap
kesehatan dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan
kesehatan secara langsung dapat terjadi setelah terpajan, antara lain yaitu iritasi
mata, iritasi hidung dan tenggorokan, serta sakit kepala, mual dan nyeri otot
30

(fatigue), termasuk asma, hipersensitivitas pneumonia, flu dan penyakit-penyakit


virus lainnya.
Sedangkan gangguan kesehatan secara tidak langsung dampaknya dapat
terjadi beberapa tahun kemudian setelah terpajan, antara lain

penyakit paru,

jantung, dan kanker, yang sulit diobati dan berakibat fatal (USEPA, 2007). Selain
penyakit tersebut di atas, Bronkhitis kronis, Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK), kanker paru, kematian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), kematian bayi
usia kurang dari satu minggu, otitis media dan ISPA, tuberculosis sering dijumpai
pada lingkungan dengan kualitas udara dalam ruang yang tidak baik.
Persyaratan kualitas udara dalam ruang rumah meliputi :
a.

Kualitas fisik, terdiri dari parameter: partikulat (Particulate Matter/PM2,5


dan PM10), suhu udara, pencahayaan, kelembaban, serta pengaturan dan

b.

pertukaran udara (laju ventilasi);


Kualitas kimia, terdiri dari parameter: Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen
dioksida (NO2), Karbon monoksida (CO), Karbon dioksida (CO2), Timbal
(Plumbum=Pb), asap rokok (Environmental Tobacco Smoke/ETS), Asbes,

c.

Formaldehid (HCHO), Volatile Organic Compound (VOC); dan


Kualitas biologi terdiri dari parameter: bakteri dan jamur.

Tabel 20. Persyaratan Fisik

Tabel 21. Persyaratan Kimia

31

Persyaratan Kontaminan Biologi


Tabel 22. Parameter kontaminan biologi dalam rumah adalah parameter yang
mengindikasikan kondisi kualitas biologi udara dalam rumah seperti bakteri, dan
jamur.

Catatan :
- CFU= Coloni Form Unit
- Bakteri patogen yang harus diperiksa : Legionela, Streptococcus aureus,
Clostridium dan bakteri patogen lain bila diperlukan.
Upaya penyehatan udara dalam ruang rumah meliputi upaya penyehatan
terhadap sumber pencemar fisik, kimia, dan biologi.
A. Sumber pencemar Fisik
Upaya penyehatan terhadap sumber pencemar fisik yang terdiri dari suhu,
pencahayaan, kelembaban, laju ventilasi, PM2.5, PM10. Kualitas udara yang
tidak memenuhi persyaratan fisik akibat faktor risiko dapat menimbulkan
dampak kesehatan dan perlu dilakukan upaya penyehatan.
1. Suhu
a. Dampak
Suhu dalam ruang rumah yang terlalu rendah dapat menyebabkan
gangguan kesehatan hingga hypotermia, sedangkan suhu yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan dehidrasi sampai dengan heat stroke.

32

b. Faktor risiko
Perubahan suhu udara dalam rumah dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain:
- Penggunaan bahan bakar biomassa
- Ventilasi yang tidak memenuhi syarat
- Kepadatan hunian
- Bahan dan struktur bangunan
- Kondisi Geografis
- Kondisi Topografi
c. Upaya Penyehatan
- Bila suhu udara di atas 30C diturunkan dengan cara
meningkatkan sirkulasi udara dengan menambahkan ventilasi
-

mekanik/buatan.
Bila suhu kurang dari 18C, maka perlu menggunakan pemanas
ruangan dengan menggunakan sumber energi yang aman bagi

lingkungan dan kesehatan.


2. Pencahayaan
a. Dampak
Nilai pencahayaan (Lux) yang terlalu rendah akan berpengaruh
terhadap proses akomodasi mata yang terlalu tinggi, sehingga akan
berakibat terhadap kerusakan retina pada mata. Cahaya yang terlalu
tinggi akan mengakibatkan kenaikan suhu pada ruangan.
b. Faktor Risiko
Intensitas cahaya yang terlalu rendah, baik cahaya yang bersumber
dari alamiah maupun buatan.
c. Upaya Penyehatan
Pencahayaan dalam ruang rumah diusahakan agar sesuai dengan
kebutuhan untuk melihat benda sekitar dan membaca berdasarkan
persyaratan minimal 60 Lux.
3. Kelembaban
a. Dampak
Kelembaban yang terlalu tinggi maupun rendah dapat menyebabkan
suburnya pertumbuhan mikroorganisme.
b. Faktor risiko
Konstruksi rumah yang tidak baik seperti atap yang bocor, lantai, dan
dinding rumah yang tidak kedap air, serta kurangnya pencahayaan
baik buatan maupun alami.
c. Upaya Penyehatan
- Bila kelembaban udara kurang dari 40%, maka dapat dilakukan
upaya penyehatan antara lain :
33

a) Menggunakan alat untuk meningkatkan kelembaban seperti


humidifier (alat pengatur kelembaban udara)
b) Membuka jendela rumah
c) Menambah jumlah dan luas jendela rumah
d) Memodifikasi fisik bangunan (meningkatkan pencahayaan,
-

sirkulasi udara)
Bila kelembaban udara lebih dari 60%, maka dapat dilakukan
upaya penyehatan antara lain :
a) Memasang genteng kaca
b) Menggunakan alat untuk menurunkan kelembaban seperti
humidifier (alat pengatur kelembaban udara)

4. Laju Ventilasi
a. Dampak
Pertukaran udara yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan
suburnya

pertumbuhan

mikroorganisme,

yang

mengakibatkan

gangguan terhadap kesehatan manusia.


b. Faktor Risiko
1) Kurangnya ventilasi (jumlah dan luas ventilasi tidak cukup, sesuai
persyaratan kesehatan).
2) Tidak ada pemeliharaan AC secara berkala.
c. Upaya Penyehatan
Upaya penyehatan dapat dilakukan dengan mengatur pertukaran
udara, antara lain yaitu :
1) Rumah harus dilengkapi dengan ventilasi, minimal 10% luas
lantai dengan sistem ventilasi silang
2) Rumah ber-AC (Air Condition) pemeliharaan AC dilakukan secara
berkala sesuai dengan buku petunjuk, serta harus melakukan
pergantian udara dengan membuka jendela minimal pada pagi hari
secara rutin
3) Menggunakan exhaust fan
4) Mengatur tata letak ruang
5. Partikel debu diameter 2,5 (PM2,5) dan Partikel debu diameter 10
(PM10)
a. Dampak

34

PM2,5 dan PM10 dapat menyebabkan pneumonia, gangguan sistem


pernapasan, iritasi mata, alergi, bronchitis khronis. PM2,5 dapat
masuk kedalam paru yang berakibat timbulnya emfisema paru, asma
bronchial, dan kanker paru-paru serta gangguan kardiovaskular atau
kardiovascular (KVS).
b. Faktor Risiko
Secara umum PM2,5 dan PM10 timbul dari pengaruh udara luar
(kegiatan manusia akibat pembakaran dan aktifitas industri). Sumber
dari dalam rumah antara lain dapat berasal dari perilaku merokok,
penggunaan energi masak dari bahan bakar biomasa, dan penggunaan
obat nyamuk bakar.
c. Upaya Penyehatan
Upaya penyehatan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan
konsentrasi PM2,5 antara lain:
1) Rumah dibersihkan dari debu setiap hari dengan kain pel basah
atau alat penyedot debu.
2) Memasang penangkap debu (electro precipitator) pada ventilasi
rumah dan dibersihkan secara berkala.
3) Menanam tanaman di sekeliling rumah untuk mengurangi
masuknya debu ke dalam rumah.
4) Ventilasi dapur mempunyai bukaan sekurang-kurangnya 40% dari
luas lantai, dengan sistem silang sehingga terjadi aliran udara, atau
menggunakan teknologi tepat guna untuk menangkap asap dan zat
pencemar udara.
B. Sumber pencemar Kimia
Upaya penyehatan terhadap sumber pencemar kimia terdiri dari Sulfur
dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2), Karbon monoksida (CO), Karbon
dioksida (CO2), Timbal (Plumbum = Pb), Asbes, Formaldehid (HCHO), Volatile
Organic Compounds/VOCs (senyawa organik yang mudah menguap), Asap rokok
(Environmental Tobacco Smoke/ETS). Kualitas udara yang tidak memenuhi
persyaratan kimia akibat faktor risiko dapat menimbulkan dampak kesehatan dan
perlu dilakukan upaya penyehatannya.
1. Sulfur dioksida (SO2)
a. Dampak
Sulfur dioksida (SO2) dapat mempengaruhi sistem pernapasan dan
gangguan fungsi paru, menyebabkan iritasi pada mata, inflamasi pada

35

saluran pernapasan menyebabkan batuk, sekresi lendir, memicu asma


dan bronkhitis kronis serta tekanan darah rendah, nadi cepat, dan
sakit kepala.
b. Faktor Risiko
1) Penggunaan bahan bakar seperti arang, kayu, minyak bumi dan
batu bara.
2) Merokok di dalam rumah.
c. Upaya Penyehatan
Upaya penyehatan yang dapat dilakukan dalam mengendalikan kadar
SO2 antara lain:
1) Menggunakan ventilasi alami atau mekanik dalam rumah agar
terjadi pertukaran udara;
2) Menggunakan bahan bakar rumah tangga yang ramah lingkungan,
seperti Liquid Petroleum Gas (LPG) dan listrik;
3) Tidak merokok di dalam rumah.
2. Nitrogen dioksida (NO2)
a. Dampak
Nitrogen dioksida (NO2) dapat menimbulkan gangguan sistem
pernapasan seperti lemas, batuk, sesak napas, bronchopneumonia,
edema paru, dan cyanosis serta methemoglobinemia.
b. Faktor Risiko
1) Penggunaan bahan bakar seperti arang, kayu, minyak bumi
dan batu bara.
2) Merokok di dalam rumah.
c. Upaya Penyehatan
Upaya penyehatan yang dapat dilakukan dalam mengendalikan
kadar NO2 antara lain:
1) Menggunakan ventilasi alami atau mekanik dalam rumah agar
terjadi pertukaran udara;
2) Menggunakan bahan bakar rumah tangga yang ramah
lingkungan, seperti LPG dan listrik;
3) Tidak merokok di dalam rumah.

3. Karbon monoksida (CO)


a. Dampak
1) Efek toksik CO menyebabkan kegagalan transportasi O2 ke
jaringan dan mengakibatkan anoksia jaringan, gangguan
sistem syaraf pusat (kehilangan sensitifitas ujung jari,
penurunan daya ingat, pertumbuhan mental buruk terutama
36

pada balita, berat badan bayi lahir rendah, kematian janin dan
gangguan kardiovaskular).
2) Gejala yang muncul akibat keracunan gas CO, antara lain
pusing, mual, gelisah, sesak napas, sakit dada, bingung, pucat,
tidak sadar, kegagalan pernapasan dan kematian.
b. Faktor Risiko
1) Penggunaan bahan bakar seperti arang, kayu, minyak bumi,
dan batu bara.
2) Merokok di dalam rumah.
c. Upaya Penyehatan
Upaya penyehatan yang dapat dilakukan dalam mengendalikan
kadar CO antara lain:
1) Menggunakan ventilasi alami atau mekanik dalam rumah agar
terjadi pertukaran udara untuk mengalirkan udara sisa hasil
pembakaran
2) Menggunakan bahan bakar rumah tangga yang ramah
lingkungan, seperti LPG dan listrik
3) Tidak merokok di dalam rumah
4) Tidak menghidupkan mesin kendaraan bermotor dalam
ruangan tertutup
5) Melakukan pemeliharaan

peralatan

pembakaran

secara

berkala.

4. Karbon dioksida (CO2)


a. Dampak
1) Pada konsentrasi di atas nilai ambang batas yang dipersyaratkan,
dapat menyebabkan mengantuk, sakit kepala, dan menurunkan
aktivitas fisik.
2) Pada konsentrasi 3% (30.000 ppm), bersifat narkotik ringan dan
menyebabkan

peningkatan

tekanan

darah

serta

gangguan

pendengaran.
3) Pada konsentrasi 5% (50.000 ppm), menyebabkan stimulasi
pernapasan, pusing-pusing, dan kesulitan pernapasan yang diikuti
oleh sakit kepala.
4) Pada konsentrasi >8% (80.000 ppm,) dapat menyebabkan sakit
37

kepala, berkeringat terus menerus, tremor, dan kehilangan


kesadaran setelah paparan selama 5-10 menit.
b. Faktor Risiko
1) Penggunaan bahan bakar seperti arang, kayu, minyak bumi, dan
batu bara
2) Merokok di dalam rumah
3) Kepadatan penghuni dalam ruang tinggi
c. Upaya Penyehatan
Upaya penyehatan yang dapat dilakukan dalam mengendalikan
kadar CO2 antara lain:
1) Menggunakan ventilasi alami atau mekanik dalam rumah agar
terjadi pertukaran udara
2) Menggunakan bahan bakar rumah tangga yang ramah
lingkungan, seperti LPG dan listrik
3) Tidak merokok di dalam rumah
4) Tidak meghidupkan mesin kendaraan bermotor dalam ruangan
tertutup
5) Pemeliharaan kendaraan bermotor secara berkala (lulus uji
emisi gas buang)
6) Menanam tanaman di sekeliling rumah
5.

Timbal (Plumbum;Pb)
a. Dampak
1) Gangguan pada sistem saraf pusat, sel darah, dan ginjal.
2) Dalam konsentrasi tinggi, dapat menyebabkan konvulsi/kejang,
koma, bahkan kematian.
3) Pajanan pada anak-anak atau janin dapat lebih parah, karena
menyebabkan pertumbuhan yang terlambat, penurunan kecerdasan,
mengurangi konsentrasi, dan gangguan perilaku.
b. Faktor Risiko
1) Cat yang bahan dasarnya mengandung Pb
2) Gas timbal dapat pula berasal dari luar rumah
c. Upaya Penyehatan
1) Membersihkan lantai dan ruangan tempat anak-anak bermain,
menggunakan campuran air dan deterjen yang mengandung fosfat

38

berkonsentrasi tinggi, sehingga dapat membersihkan timbal yang


2)
3)
4)
5)

ada beserta debu


Membiasakan anak-anak selalu mencuci tangan dengan sabun
Mencuci mainan dan boneka anak-anak secara rutin
Tidak menggunakan cat yang mengandung Pb
Tidak membakar, membersihkan, atau mengerok/mengelupas kayu

bercat karena kemungkinan cat tersebut mengandung Pb


6) Bagi pekerja yang berhubungan dengan Pb (pekerja pabrik aki
bekas/pemulung) sebaiknya mengganti pakaian kerja serta mencuci
tangan dan kaki dengan sabun sebelum memasuki rumah
7) Mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium dan zat besi
yang tinggi
8) Pemeliharaan kendaraan bermotor secara berkala (lulus uji emisi
gas buang)
6. Asbes
a. Dampak
Asbes dapat memicu kanker (bersifat karsinogenik), dan asbestosis
(kerusakan paru permanen).
b. Faktor Risiko
Bahan bangunan yang mengandung asbes (atap dan langit-langit), dan
sebagai isolasi tahan api.
c. Upaya Penyehatan
1) Pastikan bahan yang mengandung asbes dalam kondisi baik,
periksa secara berkala dan mengganti bahan bangunan sebelum
mengalami kerusakan (pelapukan).
2) Jangan memotong, mengamplas, atau menggunakan bahan
bangunan yang mengandung bahan asbes.
3) Jangan membuang bahan yang mengandung asbes secara
sembarangan.

Apabila

akan

memusnahkan

bahan

yang

mengandung asbes, sebaiknya menggunakan tenaga terlatih.


4) Menggunakan alat pelindung diri pada saat melakukan kegiatan
7.

yang berkaitan dengan asbes.


Formaldehid (HCHO)
a. Dampak
1) Gas formaldehid dapat menyebabkan mata berair, rasa terbakar
pada mata dan tenggorokan, sulit bernapas terutama dalam
konsentrasi lebih dari 0,1 ppm.
2) Pada konsentrasi lebih tinggi dapat menjadi pencetus serangan
asma dan mungkin dapat menyebabkan kanker pada manusia.
b. Faktor risiko:
39

1) Bahan bangunan dan produk-produk rumah tangga.


2) Hasil samping dari pembakaran bahan bakar biomasa dan proses
alamiah lainnya, sehingga gas ini secara alamiah berada dalam
ruang maupun luar ruang.
3) Dalam rumah, berasal dari kayu olahan yang diawetkan dengan
resin formaldehid urea atau fenol formaldehid, cat, lem dan
produk-produk kayu olahan lainnya.
c. Upaya Penyehatan
1) Menggunakan produk kayu untuk perabotan (pressed woods) yang
direkomendasikan aman bagi kesehatan, yaitu yang beremisi lebih
rendah karena mengandung fenol resin dan bukan urea resin.
2) Mencari tahu tentang kadar formaldehida dalam perabotan atau
bahan baku bangunan sebelum anda membelinya.
3) Menggunakan penyejuk udara (Air Conditioning/AC) dan pengatur
kelembaban untuk mempertahankan suhu sedang (tidak terlalu
panas atau dingin) serta mengurangi tingkat kelembaban.
4) Rumah harus dilengkapi dengan ventilasi.
8. Volatile Organic Compounds/VOCs (senyawa organik yang mudah
menguap)
a. Dampak
1) Gangguan kesehatan akibat pajanan VOCs cukup bervariasi
tergantung dari jenis senyawanya seperti iritasi mata, hidung,
tenggorokan, sakit kepala, mual, kehilangan koordinasi sampai
dengan kerusakan ginjal, hati dan sistem syaraf pusat.
2) Produk-produk yang mengandung methylene chloride termasuk cat,
pelarut dan aerosol cat diketahui menyebabkan kanker pada hewan.
Senyawa ini juga dapat dikonversi menjadi karbon monoksida
dalam tubuh dan dapat menimbulkan gejala seperti keracunan
karbon monoksida.
b. Faktor risiko
1) Dikeluarkan sebagai gas oleh beragam produk seperti cat dan
vernis, cairan pembersih dan disinfektan, pestisida, bahan-bahan
bangunan dan pelapis, peralatan kantor seperti mesin fotokopi dan
printer, bahan-bahan kerajinan dan grafis, termasuk lem dan dan
perekat, spidol permanen, dan pelarut fotografi.
2) Penggunaan maupun penyimpanan bahan bakar minyak atau
pelarut organik.

40

3) Formaldehid adalah salah satu senyawa VOCs dengan mudah


diukur.
Benzena adalah karsinogen
Asap tembakau
Cat pasokan
Bahan bakar
Emisi mobil di garasi
Emisi dari pakaian yang dicuci dengan cara dry-clean berupa
senyawa perchloroethylene.
c. Upaya Penyehatan
1) Meningkatkan ventilasi ketika menggunakan produk yang
4)
5)
6)
7)
8)
9)

memancarkan VOCs.
2) Tidak menyimpan kontainer bahan yang mengandung VOCs baik
yang masih terpakai maupun yang tidak terpakai.
3) Kurangi pajanan dengan melindung/menutup semua permukaan
panel dan perabotan lainnya yang terbuka.
4) Menggunakan teknik-teknik pengelolaan hama terpadu untuk
mengurangi kebutuhan akan pestisida.
5) Gunakan produk rumah tangga sesuai dengan petunjuk pabriknya.
6) Jauhkan bahan-bahan yang mengandung VOCs dari jangkauan
anak-anak dan hewan peliharaan.
7) Jangan pernah mencampur produk perawatan rumah tangga,
kecuali sesuai dengan petunjuk pada label kemasan.
8) Ikuti petunjuk penggunaan apabila menggunakan bahan yang
mengandung VOCs.
9) Dilarang merokok.
9. Asap rokok (Environmental Tobacco Smoke/ETS)
a. Dampak
1) ETS dapat memperparah gejala anak-anak penderita asma
2) Senyawa dalam asap rokok menyebabkan kanker paru pada
manusia, impotensi, serangan jantung, gangguan kehamilan dan
janin, bersifat iritan yang kuat.
3) Bayi dan anak-anak yang orang tuanya perokok mempunyai risiko
lebih besar terkena gangguan saluran pernapasan dengan gejala
sesak napas, batuk dan lendir berlebihan.
b. Faktor Risiko
Asap rokok yang terhirup oleh pernapasan.
c. Upaya Penyehatan
1) Merokok di luar rumah yang asapnya dipastikan tidak masuk
kembali ke dalam rumah.

41

2) Merokok di tempat yang telah disediakan apabila berada di


fasilitas/tempat-tempat umum.
3) Penyuluhan kepada para perokok.
4) Penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya menghirup asap
rokok.
C. Sumber Pencemar Biologi
Upaya penyehatan terhadap sumber pencemar biologi terdiri dari parameter
jamur, bakteri patogen dan angka kuman. Kualitas udara yang tidak memenuhi
persyaratan biologi akibat faktor risiko dapat menimbulkan dampak kesehatan dan
perlu dilakukan upaya penyehatannya.
Jamur, bakteri patogen, dan angka kuman;
a. Dampak
1) Penyakit yang berhubungan dengan bioaerosol dapat berupa penyakit
infeksi seperti flu, hipersensitivitas (asma, alergi), dan juga toxicosis
yaitu toksin dalam udara di ruangan yang terkontaminasi sebagai
penyebab gejala Sick Building Syndrome/SBS. Gejala SBS antara lain
sakit kepala, kehilangan konsentrasi, tenggorokan kering, iritasi mata
dan kulit.
2) Beberapa bentuk penyakit yang berhubungan dengan SBS yaitu iritasi
mata dan hidung, kulit dan lapisan lendir yang kering, kelelahan
mental, sakit kepala, Infeksi Saluran Pernapasan Akut/ISPA, batuk,
bersin-bersin, dan reaksi hipersensitivitas.
3) Gejala fisik yang biasa dijumpai akibat kontaminan biologis adalah
batuk, dada sesak, demam, menggigil, nyeri otot, dan reaksi alergi
seperti iritasi membran mukosa dan kongesti saluran napas atas. Salah
satu bakteri kontaminan udara dalam ruang yaitu Legionella sp.,
menyebabkan Legionnaires disease.
b. Faktor Risiko
1) Serangga
2) Bakteri
3) Kutu binatang peliharaan
4) Jamur
5) Serbuk sari yang masuk kedalam ruang
6) Bakteri Legionella yang berasal dari soil borne yang menembus dalam
ruang Alga yang tumbuh dekat kolam/danau masuk ke dalam ruangan
melalui hembusan angin
7) Serangga di luar ruang yang dapat menembus bangunan tertutup
42

8) Kontaminasi yang berasal dari dalam ruang dengan kelembaban tinggi,


maka spora jamur akan meningkat
c. Upaya Penyehatan
1) Perabotan rumah tangga dibersihkan secara rutin
2) Rumah harus dilengkapi dengan ventilasi yang adequate
3) Membersihkan AC minimal 3 atau 6 bulan sekali
4) Membersihkan dan mengeringkan karpet yang basah atau lembab.
5) Apabila hendak menggunakan basement sebagai salah satu ruang
tempat tinggal, pastikan tidak ada kebocoran dan ruangan memiliki
system ventilasi yang baik. Apabila perlu, gunakan mesin pengatur
kelembaban untuk menjaga kelembaban udara antara 40 - 60%
6) Lantai selalu dibersihkan dengan antiseptik secara berkala
7) Mengisolasi anggota rumah tangga yang mempunyai penyakit menular
dan mencegah kontaminasi dari bahan dan peralatan yang telah dipakai
oleh penderita dengan cara disinfeksi.
8) Mengupayakan sinar matahari pagi dapat memasuki rumah terutama
setiap kamar tidur.
9) Mengelola sampah basah dengan baik.
2.5

Peraturan Pemerintah Tentang Kualitas Udara Dalam Ruang Rumah


Sakit

Peraturan pemerintah mengenai udara di Rumah sakit di atur dalam


Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1204/menkes/sk/x/2004
tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit .
A. Kualitas Udara Ruang
1. Tidak berbau (terutama bebas H2S dan amoniak)
2. Kadar debu (particulate matter) berdiameter kurang dari 10 micron dengan
rata-rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi 150 ug/m3, dan
tidak mengandung debu asbes.
Tabel 23. Indeks angka kuman untuk setiap ruang/unit

43

Konsentrasi gas dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum seperti dalam
tabel berikut:
Tabel 24. Indeks Kadar Gas dan Bahan Berbahaya dalam Udara Ruang Rumah
Sakit
NO.

Parameter Kimiawi

Waktu
pengukuran

Konsentrasi Maksimal

1.

Karbon Monoksida (CO)

8 jam

10.000 ug/m3

2.

Karbon dioksida (CO2)

8 jam

1 ppm

3.

Timbal (Pb)

1 tahun

0,5 ug/m3

4.

Nitrogen Dioksida (NO2)

1 jam

200 ug/m3

5.

Radon (Rn)

4 pCi/Liter

6.

Sulfur Dioksida (SO2)

24 jam

125 ug/m3

7.

Formaldehida (HCHO)

30 menit

100 g/m3

44

8.

2.6

Total Senyawa organik


mudah menguap

1 ppm

Rata-Rata AQI udara Area Palembang Dalam Bulan Juni-Juli 2016


AQI atau Air Quality Index merupakan suatu ukuran atau indeks yang

digunakan untuk melaporkan kualitas udara harian. AQI menunjukkan seberapa


bersih atau tercemar suatu udara dan apa efek yang mungkin timbul dari keadaan
tersebut. Ini digunakan untuk melaporkan lima gas pencemar yang umum yaitu
ozon, pertikulat, CO, SO2 dan NO2. Standar lain yang berkaitan yaitu Pollutan
Standar Index (PSI) adalah sebuah ukuran konsentrasi polutan di udara dalam
satuan part per million (ppm). PSI merupakan salah satu indikator yang digunakan
untuk menentukan kualitas udara. Ini dikembangkan oleh Environmental
Protection Agency (EPA) bersama South Coast Air Quality Management District
of El Monte, California. Angka pada indeks ini merefleksikan nilai PSI tertinggi
pada spesifik area dalam periode 24 jam sebelumnya. Jadi Air Quality Index
(AQI) dan Pollutan Standar Index (PSI) merupakan sama-sama indikator
pencemaran udara dengan rentang indeks yang sama, tetapi PSI lebih spesifik dari
segi daerah maupun parameter pencemar udaranya.
Tabel 25. Indeks PSI
Indeks PSI

Dampak Kesehatan

Baik

50

Sedang

100

Tidak Sehat

200

Sangat tidak sehat

Status Kewaspadaan

Waspada: Orang tua dan sakit


harus tinggal di dalam rumah
dan mengurangi aktivitas fisik.

300

Berbahaya

Peringatan:

Populasi

umum

harus tinggal di dalam rumah


dan mengurangi aktivitas fisik.
400

Sangat berbahaya

Darurat: Semua orang harus


tetap berada di dalam ruangan,
dendela tertutup dan tidak
beraktivitas fisik.

45

500

Toksik

Sangat membahayakan; sama


seperti di atas

Tabel 26. Parameter AQI

Sumber: World Air Quality, 2016 (http://aqicn.org/forecast/palembang/)

Gambar 4. Kualitas Udara di Palembang pada Selasa, 14 Juni 2016.


Sumber: World Air Quality, 2016 (http://aqicn.org/city/indonesia/palembang/)

46

Gambar 5. Kualitas Udara di Palembang pada 15-18 Juni 2016.


Sumber: World Air Quality, 2016 (http://aqicn.org/city/indonesia/palembang/)

Gambar 6. Kualitas Udara di Palembang pada 22-26 Juni 2016.


Sumber: World Air Quality, 2016 (http://aqicn.org/forecast/palembang/)

Tabel 27. Rangkuman Data AQI bulan Juni 2016 Kota Palembang
Tanggal
AQI
14 Juni 2016
1-69 (35)
15 Juni 2016
300-400 (350)
16 Juni 2016
300-400 (350)
17 Juni 2016
300-400 (350)
18 Juni 2016
300-400 (350)
22 Juni 2016
4-16 (6)
23 Juni 2016
1-12 (4,7)
24 Juni 2016
1-4 (2,1)
25 Juni 2016
1-4 (3,3)
26 Juni 2016
1-4 (2,7)
Rata-rata
145,38
Dari hasil pengumpulan data di atas didapatkan rata rata AQI di Kota
Palembang pada tanggal 14 Juni hingga 26 Juni 2016 sebesar 145,38 dan
tergolong Tidak Sehat bagi Kelompok Sensitif dalam status level polusi
udara.
47

Das könnte Ihnen auch gefallen