Sie sind auf Seite 1von 41

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian dan Tujuan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
Menurut The national patient safety (2003), keselamatan pasien adalah proses
yang dijalankan oleh organisasi yang bertujuan membuat layanan kepada pasien
menjadi lebih aman. Proses tersebut mencakup pengkajian risiko, identifikasi dan
pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisa insiden, dan kemampuan belajar dari
suatu kejadian, menindaklanjuti suatu kejadian, dan menerapkan solusi untuk
meminimalkan risiko berulangnya kejadian serupa.
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS) adalah suatu sistem dimana RS
membuat asuhan pasien lebih aman.(KKP-RS PERSI 2005). Sedangkan menurut
penjelasan UU 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 43 yang dimaksud dengan
keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu Rumah Sakit yang
memberikan pelayanan pasien yang lebih aman.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/KKP-RS (2008) mendefinisikan
bahwa keselamatan (safety) adalah bebas dari bahaya atau risiko (hazard).
Keselamatan pasien (Patientsafety) adalah pasien bebas dari harm/cedera yang tidak
seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera
fisik, sosial, psikologi, cacat, kematian dan lain-lain), terkait dengan pelayanan
kesehatan.

Untuk menghindarkan kesalahpahaman akan pengertian dan yang menjadi


ranah keselamatan pasien, maka yang perlu kita garis bawahi adalah bahwa yang
termasuk ke dalam keselamatan pasien adalah segala kesalahan yang terjadi di rumah
sakit yang dilakukan oleh semua profesi yang menangani pasien secara langsung
dalam memberikan asuhannya. Termasuk di dalamnya asesmen risiko, identifikasi,
dan manajemen risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi
serta meminimalisir timbulnya risiko.
Adapun tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit adalah agar terciptanya
budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatnya akuntabilitas rumah sakit
terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di
rumah sakit dan terlaksananya program program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan (Depkes RI,2008)
2.2. Insiden Keselamatan Pasien dan Jenisnya
Insiden Keselamatan Pasien (IKP) atauPatient Safety Incident adalah setiap
kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm
yaitu seperti penyakit, cedera, cacat, atau bahkan kematian yang tidak seharusnya
terjadi.
Adapun jenis jenis insiden dalam keselamatan pasien adalah 1) Kondisi
Potensial Cidera - KPC (A reportable circumtance) adalah situasi yang sangat
berpotensi untuk menimbulkan cidera tetapi belum terjadi cidera dan kondisi atau

situasi ini termasuk yang perlu untuk dilaporkan contohnya ruangan ICU yang sangat
sibuk tetapi jumlah personil selalu kurang (understaffed), penempatan defibrilator di
IGD ternyata diketahui bahwa alat tersebut rusak, walaupun belum diperlukan, 2)
Kejadian Nyaris Cidera KNC (A near Miss) adalah terjadinya insiden yang belum
sampai terpapar atau terkena pasien, contohnya unit transfusi darah sudah terpasang
pada pasien yang salah tetapi kesalahan tersebut segera diketahui sebelum transfusi
dimulai sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, 3) Kejadian Tidak Cidera
KTC (A No Harm Incident) adalah suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi
tidak timbul cidera, contohnya darah transfusi yang salah sudah dialirkan tetapi tidak
timbul gejala inkompatibiltas, 4) Kejadian Tidak Diharapkan KTD (A Harmful
incident/adverse event) adalah insiden yang mengakibatkan cidera pada pasien,
contohnya transfusi yang salah mengakibatkan pasien meninggal karena reaksi
hemolysis.
Setelah keempat jenis insiden di atas dapat dimengerti, maka ada satu
kejadian lagi yang sangat fatal dan penting untuk dilaporkan dalam keselamatan
pasien yaitu kejadian sentinel (sentinel event) yang artinya suatu Kejadian Tidak
Diharapkan KTD yang mengakibatkan kematian atau cidera yang serius, biasanya
dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti
operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata sentinel terkait dengan
keseriusan cedera yang terjadi misalnya amputasi pada kaki yang salah dan
sebagainya sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya
masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.

Setiap insiden dilaporkan secara internal kepada TKPRS (Tim Keselamatan


Pasien Rumah Sakit) dalam waktu paling lambat 2x24 jam sesuai format laporan
yang ada. TKPRS melakukan analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi atas
insiden yang dilaporkan. TKPRS melaporkan hasil kegiatannya kepada rumah sakit.
Rumah sakit harus melaporkan insiden, analisis, rekomendasi dan solusi Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD) secara tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien
Rumah Sakit. Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan
pengkajian dan memberikan umpan balik (feedback) dan solusi atas laporan secara
nasional (Permenkes 1691/Menkes/Per/VIII/2011).
2.3. Pelaksanaan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
2.3.1. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit ( TKPRS)
Menurut Permenkes Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 bahwa rumah sakit
dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib melaksanakan program
dengan mengacu pada kebijakan nasional Komite Nasional Keselamatan Pasien
Rumah Sakit. Setiap rumah sakit wajib membetuk Tim Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (TKPRS) yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit sebagai pelaksana kegiatan
keselamatan pasien. TKPRS yang dimaksud bertanggungjawab kepada kepala rumah
sakit. Keanggotaan TKPRS terdiri dari manajemen rumah sakit dan unsur dari profesi
kesehatan di rumah sakit. TKPRS melaksanakan tugasnya sebagai berikut :
1) Mengembangkan program keselamatan pasien di rumah sakit sesuai dengan
kekhususan rumah sakit tersebut

2) Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan pasien


rumah sakit
3) Menjalankan
pamantauan

peran

untuk

(monitoring)

melakukan
dan

motivasi,

penilaian

edukasi,

(evaluasi)

konsultasi,

tentang

terapan

(implementasi) program keselamatan pasien rumah sakit


4) Bekerjasama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk
melakukan pelatihan internal keselamatan pasien rumah sakit
5) Melakukan

pencatatan,

pelaporan

insiden,

analisa

insiden

serta

mengembangkan solusi untuk pembelajaran


6) Memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala rumah sakit dalam
rangka pengambilan kebijakan keselamatan pasien rumah sakit, dan
7) Membuat laporan kegiatan kepada kepala rumah sakit (DepKes RI, 2008).
2.3.2. Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Setiap rumah sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien Rumah
Sakit. Standar ini diusun merujuk pada Hospital Patient Safety Standards yang
dikeluarkan oleh Joint Comission on Accreditation of Health Organizations,
Illionis, USA, tahun 2002 dan di Indonesia sudah dijadikan Permenkes
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit. Dalam
penerapannya, standar ini akan dinilai menggunankan Instrumen Akreditasi Rumah
Sakit.Adapun standar tersebut adalah sebagai berikut :
1) Hak Pasien
2) Mendidik pasien dan keluarga

3) Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan


4) Penggunaaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Standar keselamatan pasien di atas jika diurai satu per satu maka akan lebih jelas
maksud dan tujuannya.
1) Standar I : Hak Pasien
Standar :
Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
Kejadian Tidak Diharapkan.
Kriteria :
a.

Harus ada dokter penanggungjawab pelayanan

b.

Dokter penanggungjawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan

c.

Dokter penanggungjawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara


jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil
pelayanan,

pengobatan

atau

prosedur

untuk

kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.

pasien

termasuk

2) Standar II : Mendidik pasien dan keluarga


Standar :
Rumah Sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggungjawab pasien dalam asuhan pasien
Kriteria :
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena
itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan
keluarga tentang kewajiban dan tanggungjawab pasien dalam asuhan pasien.
Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
a.

Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur

b.

Mengetahui kewajiban dan tanggungjawab pasien dan keluarga

c.

Mengajukan pertanyaan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti

d.

Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan

e.

Memenuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit

f.

Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa

g.

Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

3) Standar III : Keselamatan Pasien dan kesinambungan pelayanan


Standar :
Rumah sakit menjamim kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriteria :
a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk,

pemeriksaan,

diagnosis,

perencanaan

pelayanan,

tindakan

pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.


b. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien
dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada
seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik
dan lancar.
c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan
sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak
lanjut lainnya
d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman, dan
efektif.
4) Standar IV : Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standar :
Rumah sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses
yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.

Kriteria :
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang
baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien,
petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang
sehat, dan faktor faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai
dengan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah sakit
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara
lain terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko,
utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi terkait dengan semua
Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu
proses kasus risiko tinggi.
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja
dan keselamatan pasien terjamin.
5) Standar V : Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standar :
a.

Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan


pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit

b.

Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi


risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi
Kejadian Tidak Diharapkan

c.

Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi


antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.

d.

Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,


mengkaji dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien.

e.

Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam


meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien

Kriteria :
a.

Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.

b.

Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan


program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis Kejadian
yang memerlukan perhatian, mulai Kejadian Nyaris Cedera (NearMiss)
sampai dengan Kejadian Tidak Diharapkan (AdverseEvent)

c.

Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari


rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan
pasien.

d.

Tersedia prosedur cepat tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan


kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis

e.

Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan


insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang
Analisis Akar Masalah (RCA) Kejadian Nyaris Cedera (NearMiss)dan
Kejadian Sentinel pada saat program keselamatan pasien mulai
dilaksanakan.

f.

Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya


menangani Kejadian Sentinel (SentinelEvent) atau kegiatan proaktif
untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf
dalam kaitan dengan Kejadian Sentinel

g.

Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit


dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan
antar disiplin.

h.

Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam


kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien,
termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut

i.

Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan


kriteria objektif untuk mengevaluasi efektifitas perbaikan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan
implementasinya.

6) Standar VI : Mendidik staf tentang keselamatan pasien


Standar :
a.

Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk


setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien
secara jelas.

b.

Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang


berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

Kriteria :
a. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan serta
orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai
dengan tugasnya masing masing.
b. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam
setiap kegiatan in service training dan memberi pedoman yang jelas
tentang pelaporan insiden.
c. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7) Standar VII : Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien.

Standar :
a. Rumah sakit merencanakan dan merancang proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat
Kriteria :
a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan merancang proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal hal terkait
dengan keselamatan pasien.
b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada
2.3.3. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Mengacu kepada standar keselamatan pasien di atas, maka rumah sakit harus
merancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitoring dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisa secara intensif
Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja
serta Keselamatan pasien.
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi dan tujuan rumah
sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik
bisnis yang sehat, dan faktor faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai
dengan Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Berkaitan hal tersebut di

atas maka perlu ada kejelasan perihal tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit
tersebut.
Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah
sebagai berikut :
1) Bangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan Pasien
Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
Langkah penerapan :
a. Bagi Rumah Sakit
Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang
harus dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah
langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang harus
diberikan kepada staf, pasien dan keluarga.
i.

Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran


dan akuntabilitas individual bilamana ada insiden

ii.

Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi


di rumah sakit

iii.

Lakukan

asesment

dengan

menggunakan

survei

penilaian

keselamatan pasien
b. Bagi Unit/ Tim
i.

Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara


mengenai kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada
insiden

ii.

Demonstrasikan kepada tim anda ukuran ukuran yang dipakai di


rumah sakit anda untuk memastikan semua laporan dibuat secara
terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yang tepat.

2) Pimpin dan Dukung Staf Anda


Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di
rumah sakit anda.
Langkah penerapan :
a. Untuk Rumah Sakit
i.

Pastikan

ada

anggota

Direksi

atau

Pimpinan

yang

bertanggungjawab atas keselamatan


ii.

Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang orang yang dapat


diandalkan untuk menjadi penggerak keselamatan pasien

iii.

Prioritaskan

keselamatan

pasien

dalam

agenda

rapat

direksi/pimpinan maupun rapat rapat manajemen rumah sakit


iv.

Masukkan keselamatan pasien dalam semua program latihan staf


rumah sakit anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur
efektifitasnya

b. Untuk Unit/Tim
i.

Nominasikan penggerak dalam tim anda sendiri untuk


memimpin Gerakan Keselamatan Pasien

ii.

Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat


bagi mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien

iii.

Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan insiden

3) Integrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko


Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan
assesmen hal yang paling potensial bermasalah.
Langkah Penerapan :
a. Untuk Rumah sakit
i.

Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen


risiko klinis dan non klinis, serta pastikan hal tersebut
mencakup
kembangkan

dan

terintegrasi

indikator

dengan

indikator

keselamatan
kinerja

bagi

pasien
sistem

pengelolaan risiko yang dapat dimonitor oleh direksi/pimpinan


rumah sakit
ii.

Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari


sistem pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara
proaktif meningkatkan kepedulian terhadap pasien

b. Untuk Unit/Tim
i.

Bentuk forum forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan


isu isu keselamatan pasien guna memberikan umpan balik
kepada manajemen yang terkait

ii.

Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses


asesmen risiko rumah sakit

iii.

Lakukan

proses

asesmen

risiko

secara

teratur,

untuk

menentukan akseptibilitas setiap risiko dan ambillah langkah


langkah yang tepat untuk memperkecil risiko tersebut
iv.

Pastikan

penilaian

risiko

tersebut

disampaikan

sebagai

masukan ke proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit


4) Kembangkan sistem pelaporan
Pastikan staf dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden, serta rumah sakit
mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
Langkah penerapan :
a. Untuk rumah sakit
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke
luar, yang harus dilaporkan ke KKPRS PERSI
b. Untuk Unit/Tim
Berikan semangat kepada rekan sekerja untuk secara aktif melaporkan setiap
insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga,
karena mengandung bahan pelajaran yang penting
5) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
Kembangkan cara cara komunikasi yang terbuka dengan pasien

Langkah penerapan :
a. Untuk rumah sakit
i.

Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas


menjabarkan cara cara komunikasi terbuka selama proses
asuhan tentang insiden dengan para pasien dan keluarganya

ii.

Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang


benar dan jelas bilamana terjadi insiden

iii.

Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada


staf agar selalu terbuka kepada pasien dan keluarganya

b. Untuk Unit/Tim
i.

Pastikan tim menghargai dan mendukung keterlibatan pasien


dan keluarganya bilamana telah terjadi insiden

ii.

Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga


bilamana terjadi insiden dan segera berikan kepada mereka
informasi yang jelas dan benar secara tepat

iii.

Pastikan segera setelah kejadian tim menunjukkan empati


kepada pasien dan keluarganya

6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien


Dorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul

Langkah penerapan :
a. Untuk rumah sakit
i.

Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian


insiden

secara

tepat,

yang

dapat

digunakan

untuk

mengidentifikasi penyebab
ii.

Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria


pelaksanaan

Analisis

Akar

Masalah

(Root

cause

Analysis/RCA)yang mencakup insiden yang terjadi dan


minimum satu kali per tahun melakukan Failure Modes and
Effects Analysis (FMEA) untuk proses risiko tinggi.
b. Untuk Unit/Tim
i.

Diskusikan dalam tim tentang pengalaman dari hasil analisis


insiden

ii.

Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak


di masa depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih
luas

7) Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien


Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan
perubahan pada sistem pelayanan

Langkah penerapan :
a. Untuk Rumah Sakit
i.

Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari


sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta
analisis untuk menentukan solusi setempat

ii.

Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem


(struktur dan proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau
kegiatan

klinis

termasuk

pengguanaan

instrumen

yang

menjamin keselamatan pasien


iii.

Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang


direncanakan

iv.

Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS


PERSI

v.

Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang


diambil atas insiden yang dilaporkan

b. Untuk Unit/Tim
i.

Libatkan tim dalam mengembangkan berbagai cara untuk


membuat asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman

ii.

Telaah kembali perubahan perubahan yang dibuat tim dan


pastikan pelaksanaannya

iii.

Pastikan tim menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut


tentang insiden yang dilaporkan

Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang


komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut
secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam pelaksanaan
tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilihlah
langkah langkah yang paling strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah
sakit. Bila langkah langkah ini berhasil maka kembangkan langkah langkah yang
belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan baik, maka
rumah sakit dapat menambah metode metode lainnya (DepKes RI, 2008).
2.3.4. Sasaran Keselamatan Pasien
Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua
rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan
sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari World
Health Organization (WHO) Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKP-RS, PERSI), dan dari Joint
Comission International (JCI). Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah
mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagianbagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta
solusi dari konsensus berbasis bukti keahliaan atas permasalahan ini. Diakui bahwa
desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum
difokuskan pada solusi solusi yang menyeluruh. Enam sasaran keselamatan pasien
adalah tercapainya hal hal sebagai berikut :

1) Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien


Standar SKP I :
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/
meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.
Maksud dan tujuan sasaran I :
Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di
hampir semua aspek/ tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan
identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/
tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar/
lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain.
Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu:
pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima
pelayanan dan pengobatan, dan kedua, untuk kesesuain pelayanan atau
pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan dan/ atau prosedur yang
secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi,
khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat,
darah, atau produk darah, pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis, atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan
dan/ atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi
seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir,
gelang identitas pasien dengan barcode, dan lain - lain. Nomor kamar pasien
atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan atau

prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda dilokasi yang


berbeda dirumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat,
atau ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas.
Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/
atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat
diidentifikasi.
Elemen Penilaian Sasaran I :
a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien misalnya nama dan
tanggal lahir pasien. Tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi
pasien.
b. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis.
d. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/
prosedur.
e. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi.
2) Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif
Standar SKP II :
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan
efektivitas komunikasi antar pemberi layanan.

Maksud dan Tujuan Sasaran II :


Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang
dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik,
lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan
terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan
kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laporan
laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan. Rumah sakit
secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan atau prosedur untuk
perintah lisan dan telepon termasuk : mencatat (atau memasukkan ke
komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima
perintah, kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back)
perintah atau hasil pemeriksaan, dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah
dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan atau prosedur
pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan
pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar
operasi dan situasi gawat darurat di Instalasi GawatDarurat atau Intensive
Care Unit.
Elemen Penilaian Sasaran II :
Perintah lengkap secara lisan dan melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.

a. Perintah lengkap lisan dan telepon atau hasil pemeriksaan dibacakan


kembali secara lengkap oleh penerima perintah.
b. Perintah atau pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan.
c. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.
3) Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High
Alert).
Standar SKP III :
Rumah Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki
keamanan obat obat yang perlu diwaspadai (High Alert).
Maksud dan Tujuan Sasaran III :
Bila obat obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien
manajemen harus berperan secar kritis untuk memastikan keselamatan pasien.
Obat obatan yang perlu diwaspadai (High Alert Medications) adalah obat
yang sering menyebabkan terjadi kesalahan - kesalahan serius (Sentinel Event),
obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse
outcome) seperti obat obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip
(Nama Obat, Rupa, dan Ucapan Mirip/ NORUM, atau Look AlikeSoundAlike/
LASA). Obat obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien
adalah pemberian elektrolit konsentrat. Secara tidak sengaja (misalnya, kalium
klorida 2 meq/ ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida

lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat sama dengan 50% atau lebih
pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi
dengan baik diunit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak
diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat
darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi
kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat obat
yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit
pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan
suatu kebijakan dan/ atau prosedur untuk membuat daftar obat obat yang
perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada dirumah sakit. Kebijakan dan/ atau
prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit
konsentrat, seperti di Instalasi Gawat Darurat atau kamar operasi, serta
pemberian label secara benar pada elektrolit yang benar dan bagaimana
penyimpanannya di area tersebut sehingga membatasi akses, untuk mencegah
pemberian yang tidak sengaja/ kurang hati hati.
Elemen Penilaian Sasaran III :
a. Kebijakan dan/ atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
b. Implementasi kebijakan dan prosedur
c. Elekrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang kurang hati hati diarea tersebut sesuai kebijakan.

d. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi
label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
4) Sasaran IV : Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien
Operasi.
Standar SKP IV :
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan
tepat - lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi.
Maksud dan Tujuan Sasaran IV :
Salah lokasi, salah prosedur, salah - pasien pada operasi, adalah
sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit.
Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak
adekuat antara anggota tim bedah, kurang/ tidak melibatkan pasien di dalam
penandaan lokasi (site marking) dan tidak ada prosedur verifikasi lokasi
operasi. Disamping itu, asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang
catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi
terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan
tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible hand writing) dan pemakaian
singkatan adalah faktor faktor kontribusi yang sering terjadi. Rumah sakit
perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/ atau
prosedur yang efektif didalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan
ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di
Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga The Joint

Commitions Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong


Procedure, Wrong Persont Surgary. Penandaan lokasi operasi perlu
melibatkan pasien dan dilakukan atas satu tanda yang dapat dikenali. Tanda
itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh
operator/ orang melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan
sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat.
Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi
(laterality), multiple struktur (jari tangan, jari kaki lesi), atau multiple level
(tulang belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
a) Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar
b) Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan
yang relevan yang tersedia, diberi label dengan baik dan dipampang.
c) Verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/ atau inplant inplant yang
dibutuhkan.
Tahap sebelum insisi (time out) memungkinkan semua pertanyaan
atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan ditempat dimana tindakan
akan dilakukan tepat sebelum tindakan dimulai dan melibatkan seluruh tim
operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan
secara ringkas, misalnya menggunakan checklist.

Elemen Penilaian Sasaran IV :


a. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien didalam proses
penandaan.
b. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat praoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, tepat
pasien operasi dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia
tepat dan fungsional.
c. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur sebelum
insisi (time out). Tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/ tindakan
pembedahan.
d. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang
seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien,
termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan diluar kamar
operasi.
5) Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
Standar SKP V :
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi
risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Maksud dan Tujuan Sasaran V :
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan tantangan terbesar
dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi

infeksi

yang

berhubungan

dengan

pelayanan

kesehatan

merupakan

keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan.


Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk
infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (bloodstream infections) dan
pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pusat dari
eliminasi infeksi ini maupun infeksi infeksi lain adalah Cuci Tangan (hand
hygiene yang tepat). Pedoman hand hygiene bisa dibaca dikepustakan WHO
dan berbagai organisasi Nasional maupun Internasional. Rumah sakit
mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan atau
prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang
diterima secara umum dan untuk implementasi sebagai petunjuk di rumah
sakit.
Elemen Penilaian Sasaran V :
a. Rumah sakit mengadopsi dan mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru
yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (antara lain dari WHO
Patient Safety).
b. Rumah sakit menerapkan hand hygiene yang efektif
c. Kebijakan

dan

atau

prosedur

dikembangkan

untuk

mengarahkan

pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan


kesehatan.

6) Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh


Standar SKP VI : Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk
mengurangi risiko pasien dari cedera karena jatuh.
Maksud dan Tujuan Sasaran VI :
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi
pasien rawat inap. Dalam konteks populasi atau masyarakat yang dilayani,
pelayanan yang disediakan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko
pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila
pasien jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap
konsumsi obat, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu yang digunakan
oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan oleh rumah sakit.
Elemen Penilaian Sasaran VI :
Rumah sakit merupakan proses assesmen awal atas pasien terhadap
risiko jatuh dan melakukan asessment ulang pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain lain.
a.

Langkah langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka


yang pada hasil asessment berisiko jatuh

b.

Langkah langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan


cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan.

c.

Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan


pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh dirumah
sakit.

2.4. Kewajiban dan Hak Rumah Sakit


Bedasarkan Undang Undang RI no. 44 tahun 2009, rumah sakit memiliki
kewajiban sebagai berikut :
1) Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada
masyarakat
2) Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan rumah sakit
3) Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya
4) Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai
dengan kemampuan pelayanannya
5) Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin
6) Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas
pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang
muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa atau
bakti sosial bagi misi kemanusiaan
7) Membuat, melaksanakan dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di
rumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien
8) Menyelenggarakan rekam medik

9) Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana
ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak
anak, lanjut usia.
10) Melaksanakan sistem rujukan
11) Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika
serta peraturan perundang undangan
12) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien
13) Menghormati dan melindungi hak hak pasien
14) Melaksanakan etika rumah sakit
15) Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana
16) Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional
maupun nasional
17) Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau
kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya.
18) Menyusun dan melaksanakan peraturan internal rumah sakit (hospital by
laws).
19) Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas rumah sakit
dalam melaksanakan tugas.
20) Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawan tanpa rokok.

Apabila kewajiban tersebut tidak dapat dijalankan secara baik, maka rumah
sakit akan mendapatkan konsekuensi berupa :
1) Teguran lisan
2) Teguran tertulis
3) Denda dan pencabutan izin rumah sakit
Dalam Undang undang ini juga diatur beberapa hal yang menjadi hak rumah
sakit (Pasal 30 UU No. 44 Tahun 2009) sebagai berikut :
1) Menentukan jumlah, jenis dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai
dengan klasifikasi rumah sakit
2) Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif dan
penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan
3) Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan
pelayanan
4) Menerima bantuan dari pihak lin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan
5) Mendapatkan insentif pajak bagi rumah sakit publik dan rumah sakit
pendidikan
2.5. Peran Perawat dalam Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Berdasarkan

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Nomor

1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat pada pasal 1 ayat


1 yang berbunyi Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik

di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang


undangan yang berlaku.
Taylor C. Lillis C. Lemone (1989) mendefinisikan perawat adalah seseorang
yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dengan melindungi
seseorang karena sakit, luka dan proses penuaan.
Menurut

ICN

(International

Council

of

Nursing)

tahun

1965,

perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan yang


memenuhi syarat serta berwenang di negeri bersangkutan untuk memberikan
pelayanan keperawatan yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan,
pencegahan penyakit dan pelayanan penderita sakit.
Peran Perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dapat
dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi
keperawatan yang bersifat konstan.
Sesuai dengan yang tercantum di Permenkes 1691 tahun 2011 tentang
keselamatan pasien rumah sakit pada pasal 8 yang berisikan Rumah sakit dan tenaga
kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib melaksanakan program dengan mengacu
pada kebijakan nasional Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Hal ini
dapat didefinisikan bahwa perawat memiliki kewajiban dan berperan penting dalam
keselamatan pasien di rumah sakit.

2.6. Landasan Teori


Rumah sakit sebagai sistem terdiri dari input, proses dan output/outcome.
Untuk ketiganya saling berpengaruh, terjadi saling interaksi dan interdependensi yang
kuat. Mutu pelayanan yang berorientasi keselamatan pasien dapat dipandang sebagai
output/outcome, sedang SDM (Sumber Daya Manusia) dalam hal ini perawat sebagai
input. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang bertugas di garis depan pelayanan
sangat dibutuhkan dukungannya dalam penerapan sistem keselamatan pasien di
rumah sakit.
Konsep James Reason (1990) seperti yang dikutip dari Vincent C., Taylor
Adam (2003) bahwa error lebih banyak disebabkan oleh kegagalan sistem
dibandingkan dengan kelalaian individu. Kegagalan sistem ini yang dikenal dengan
latent error, termasuk didalamnya adalah tidak adekuatnya komunikasi, staffing dan
kepemimpinan yang lemah serta lingkungan kerja yang penuh stress.
Direktur dari Agency for Healthcare Research and Quality (2004)
menyatakan bahwa untuk membangun keselamatan pasien, harus ada lingkungan atau
budaya yang memungkinkan para profesi di rumah sakit untuk berbagi informasi
mengenai masalah masalah keselamatan pasien kemudian melakukan tindakan
untuk perbaikan (Hamdani, 2007).
Ada dua teori yang dapat menerangkan terjadinya Insiden Keselamatan Pasien
(IKP), yaitu sebagai berikut :
1) The Swiss Cheese Model (Model Keju Swiss)
2) Blunt End/ Sharp End Model (Model Ujung Tumpul/Ujung Tajam)

Kedua teori tersebut pada hakekatnya memberi penjelasan bahwa IKP terjadi
karena adanya multiple faktor yang saling berpengaruh dan berinteraksi antara
petugas pemberi layanan langsung dengan sistem, kebijakan, prosedur dan tata
regulasi yang dibangun.
Gambar berikut di bawah ini mengilustrasikan kedua model penyebab
terjadinya IKP :

Gambar 2.1. The Swiss Cheese Model (Model Keju Swiss)

Gambar 2.2.Blunt End/ Sharp End Model

Keterangan :
a. Tujuan penerapan Keselamatan Pasien adalah untuk mencegah atau
menurunkan Insiden Keselamatan Pasien
b. Terjadinya IKP dapat dipengaruhi ujung tajam dan ujung tumpul, active
error dan latent error.
c. Ujung tajam/ active error : petugas pemberi layanan kesehatan di garis
depan rumah sakit, dalam penelitian adalah perawat yang bertugas di unit
kerja pelayanan pasien di rumah sakit
d. Ujung tumpul/latent error : kebijakan, prosedur, peraturan regulasi
sistem.
Dalam penerapan sistem keselamatan pasien rumah sakit tidak boleh terfokus
pada sistem mikro, tetapi harus terintegrasi dalam sistem mikro ke sistem makro
(oganisasi

dan

lingkungan)

dalam

bentuk

adanya

dukungan

sistem

dan

kebijakan/strategi, sehingga akan ada penyusunan kebijakan dan infrastruktur pada


level institusi dan adanya sikap profesional dan fokus kepada pasien pada level
individu/tenaga kasehatan (Unyainah, 2006)
Menurut Ripley (1985) dalam Purwanto (2012) implementasi kebijakandapat
dilihat dari dua perspektif sebagaimana ia jelaskan : Implementation studies have
two major foci : compliance and whats happenning? Perspektif pertama
(compliance perspective) memahami keberhasilan implementasi dalam arti sempit
yaitu sebagai kepatuhan para implementer dalam melaksanakan kebijakan yang
tertuang dalam dokumen kebijakan (dalam bentuk undang undang, peraturan

pemerintah, atau program). Berbeda dengan perspektif pertama, perspektif kedua


tidak hanya memahami implementasi dari aspek kepatuhan para implementer
kebijakan dalam mengikuti standart operating procedure (SOP) semata
mata.Mengikuti pendapat Ripley (1985) tersebut maka ukuran keberhasilan
implementasi tidak hanya dilihat dari segi kepatuhan para implementer dalam
mengikuti SOP namun demikian juga diukur dari keberhasilan mereka dalam
merealisasikan tujuan tujuan kebijakan yang wujud nyatanya berupa munculnya
dampak kebijakan (Purwanto, 2012)
Evaluasi dari penerapan keselamatan pasien (patient safety) dilihat dari angka
kejadian insiden di rumah sakit tersebut, semakin kecil insiden maka semakin baik
mutu pelayanan di rumah sakit tersebut. Dengan adanya kebijakan ini yang paling
diharapkan sebagai tujuan utamanya adalah pasien yang dirawat di rumah sakit
menjadi selamat dan tidak mengalami cedera akibat proses perawatannya.

2.7. Kerangka Berpikir


Penerapan
keselamatan
pasien
(patient safety) sesuai dengan 6
Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) :
1. Ketepatan Identifikasi Pasien
2. Peningkatan
Komunikasi
yang Efektif
3. Peningkatan keamanan obat
yang perlu diwaspadai (highalert medications)
4. Kepastian tepat-lokasi, tepatprosedur dan tepat-pasien
operasi
5. Pengurangan risiko infeksi
terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan risiko pasien
jatuh

Tujuan :
mencegah Insiden
Keselamatan Pasien (IKP)

Gambar 2.3. Skema Kerangka Berpikir Penelitian


Dari skema kerangka berpikir di atas kita dapat melihat bahwa pemerintah
telah membuat kebijakan yang dituangkan dalam Undang Undang nomor 44 tahun
2009 tentang rumah sakit. Dalam kebijakan ini dijelaskan beberapa hal yang
menjadikewajiban dan hak rumah sakit. Di dalam salah satu pasalnya dijelaskan
bahwa rumah sakit mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu danterstandar untuk mencapai keselamatan pasien yang terjamin.
Selanjutnya

berdasarkan

Peraturan

Menteri

Kesehatan

RI

Nomor

1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien di Rumah Sakit dijelaskan


bahwa setiap rumah sakit yang ada di Indonesia wajib untuk menerapkan keselamatan
pasien (patient safety) dan membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit

(TKPRS) yang bertugas untuk melaporkan setiap insiden yang terjadi di rumah sakit
kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) yang berskala nasional.
Dari 2 kebijakan pemerintah tersebut di atas, sudah dapat menjadi pedoman
dasar bagi rumah sakit untuk menerapkan keselamatan pasiennya (patient safety).
Adapun tujuan dari proses penerapan tersebut adalah agar keselamatan pasien di
rumah sakit dapat terlindungi dan lebih terjamin serta mutu pelayanan di rumah sakit
dapat ditingkatkan terus menerus sesuai standarnya. Selain itu dengan penerapan
keselamatan pasien (patient safety ) di rumah sakit, insiden keselamatan pasien dapat
dicegah kejadiannya.

Das könnte Ihnen auch gefallen

  • Selulitis Orbitalis
    Selulitis Orbitalis
    Dokument23 Seiten
    Selulitis Orbitalis
    Agnes Pretty
    Noch keine Bewertungen
  • Urolithiasis
    Urolithiasis
    Dokument43 Seiten
    Urolithiasis
    shanaokun
    Noch keine Bewertungen
  • Surat Ali Imran
    Surat Ali Imran
    Dokument17 Seiten
    Surat Ali Imran
    Nana Sri Rahayu Wissenschaft
    Noch keine Bewertungen
  • Struktur Dan Fungsi Sel
    Struktur Dan Fungsi Sel
    Dokument62 Seiten
    Struktur Dan Fungsi Sel
    Nana Sri Rahayu Wissenschaft
    Noch keine Bewertungen
  • Surat Al Alaq
    Surat Al Alaq
    Dokument14 Seiten
    Surat Al Alaq
    Nana Sri Rahayu Wissenschaft
    Noch keine Bewertungen
  • Mitokondria
    Mitokondria
    Dokument6 Seiten
    Mitokondria
    Nana Sri Rahayu Wissenschaft
    Noch keine Bewertungen
  • Terrarium
    Terrarium
    Dokument16 Seiten
    Terrarium
    Nana Sri Rahayu Wissenschaft
    Noch keine Bewertungen
  • Susunan Acara Mini Workshop
    Susunan Acara Mini Workshop
    Dokument1 Seite
    Susunan Acara Mini Workshop
    Nana Sri Rahayu Wissenschaft
    Noch keine Bewertungen
  • Komposisi Bahasa
    Komposisi Bahasa
    Dokument11 Seiten
    Komposisi Bahasa
    Nana Sri Rahayu Wissenschaft
    Noch keine Bewertungen