Sie sind auf Seite 1von 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

DIAGNOSIS DAN INTERVENSI KOMUNITAS


Diagnosis dan intervensi komunitas adalah suatu kegiatan untuk
menentukan adanya suatu masalah kesehatan di komunitas atau masyarakat
dengan cara pengumpulan data di lapangan dan kemudian melakukan
intervensi sesuai dengan permasalahan yang ada. Diagnosis dan intervensi
komunitas merupakan suatu prosedur atau keterampilan dari ilmu
kedokteran komunitas. Dalam melaksanakan kegiatan diagnosis dan
intervensi komunitas perlu disadari bahwa yang menjadi sasaran adalah
komunitas atau sekelompok orang sehingga dalam melaksanakan diagnosis
komunitas sangat ditunjang oleh pengetahuan ilmu kesehatan masyarakat
(epidemiologi, biostatistik, metode penelitian, manajemen kesehatan,
promosi kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan
gizi).

2.2 PERILAKU
2.2.1. PENGERTIAN PERILAKU
Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan dan
aktivitas suatu organisme. Pada hakikatnya adalah suatu aktifitas dari
manusia sendiri yang mempunyai cakupan yang sangat luas antara lain :
berbicara, berjalan, berpakaian, bahkan kegiatan internal (internal activity)
seperti berfikir, persepsi, dan emosi juga merupakan prilaku manusia. Dari
uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun
secraa tidak langsung (Notoatmodjo, 2011).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2011),
merumuskan bahwa perilaku adalah hasil hubungan anatara perangsang
(stimulus) dan tanggapan serta respon. Dilihat dari bentuk respon terhadap
stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo,
2011) :
Responden respon atau reflexive response
Responden respon ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsanganrangsangan tertentu. Perangsangan-perngsangan yang semacam ini
48

disebut dengan eliciting stimulusi karena menimbulkan respon-respon


yang relatif tetap. Sebagai contoh makanan yang lezat menimbulkan
keluarnya air liur.
Responden respon ini mencangkup juga emosi respon atau
emotional behavior. Emotional behaviorini timbul karena hal yang
kurang mengenakkan yang bersangkutan, misalnya menangis karena

sedih atau sakit.


Instrumen respon atau Operant response
Instrumen respon ialah respon yang timbul dan berkembangnya
diikuti oleh perangsangan tertentu. Perangsangan ini disebut reinforcing
stimulus/reinforcer

karena

perangsangan-perangsangan

tersebut

memperkuat respon yang telah dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu
rangsangan mengikuti atau memperkuat suatu perilaku tertentu yang
telah dilakukan. Sebagai contoh seorang anak belajar kemudia
memperoleh suatu hadiah maka ia akan menjadi lebih giat belajar
dengan kata lain responnya akan menjadi lebih inntensif / lebih kuat
lagi.
2.2.2. PROSEDUR PEMBENTUKAN PERILAKU
Untuk membentuk suatu jenis respon atau perilaku ini perlu
diciptakan adanya suatu kondisi tertntu yang disebut operant conditioning.
Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning ini menurut
skinner adalah sebagai berikut :
1. Melakukan indentifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau
reinforcer berupa hadiah-hadiah bagi perilaku yang akan terbentuk .
2. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil
yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponenkomponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat menuju kepada
terbentuknya perilaku yang dimaksud.
3. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagian
tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk
masing-masing komponen tersebut.
4. Melakukan pembentukan perilaku

yang

menggunakan

urutan

komponen yang telah tersusun. Sampai seluruh perilaku yang


diharapkan terbentuk.

49

2.2.3. PERILAKU KESEHATAN


Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2011) adalah suatu respon
seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan
sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman,
serta lingkungan. Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif
(pengetahuan, persepsi, dan sikap) maupun bersifat aktif (tindakan nyata
atau praktis). Sedangkan stimulus terdiri dari empat unsur pokok yakni :
sakit, dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan
2.2.4. KLASIFIKASI PERILAKU KESEHATAN
Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2011) ini mencakup :
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit.
Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia
berespon baik secraa pasif (mengetahui, bersikap dan mempersepsikan
penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan diluar dirinya) maupun
aktif (tindakan yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit
tersebut).
Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai
dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit yakni :
a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan (health promotion behavior) misalnya makanan
bergizi, olahraga, dsb.
b. Perilaku pencegahan penyakit ( health prevention behavior)
misalnya tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan
nyamuk, imunisasi.
c. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health
seeking behavior) misal mengobati sendiri penyakitnya atau
mencari pengobatan ke puskesma, rs, dukun, dsb.
d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health
rehabilitation behavior) misal melakukan diet, mematuhi
anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatan.
2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan
Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang
terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan
moderen maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon terhadap
fasilitas kesehatan, cara pelayanan, petugas kesehatan, obat-obatan.

50

3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior)


Perilaku terhadap makanan adalah respon seseoramg terhadap makanan
sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Unsur-unsur yang terkandung
didalamnya zat gizi, pengolahan makanan, dsb.
4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan.
Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon seseorang
terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Perilaku ini
mencakup air bersih, pembuangan air kotor, limbah, rumah yang sehat,
pembersihan sarang-sarang nyamuk.
Menurut Becker (1979), seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo
(2011), mengajukan klasifikasi prilaku yang berhubungan dengan kesehatan
(health related behavior) :
1. Perilaku kesehatan (health behavior)
2. Perilaku sakit (sick behavior)
3. Perilaku peran sakit (the sick behavior)
2.2.5. DOMAIN PERILAKU
Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan pada tahun
1967, teori ini lebih memperhatikan hubungan antara kepercayaan yang
berhubungan dengan perilaku &norma, sikap, tujuan, dan perilaku. Pada tahun
1967, TRA mengalami perkembangan (oleh Fishbein) yaitu sebuah usaha untuk
mengerti/ memahami hubungan antara sikap dan perilaku. Banyak studi
sebelumnya dari hubungan ini yang menemukan secara relative korespondensi
yang rendah diantara sikap-sikap dan perilaku, serta beberapa teori yang bertujuan
menghapuskan sikap sebagai sebuah factor yang mendasari perilaku (Fishbein,
1993; Abelson, 1972; Wicker, 1969).
Theory of Reasoned Action mengambil sebuah rangkaian sebab musabab
yang menghubungkan kepercayaan yang berhubungan dengan perilaku dan
keyakinan norma untuk tujuan yang berhubungan dengan perilaku dan tingkah
laku, melalui sikap dan norma subjektif. Ukuran dari komponen model dan
hubungan sebab musabab diantara komponen yang ditentukan dengan jelas
(Ajzen dan Fishbein, 1980).Semua tipe ukuran menggunakan 5 atau 7 titik skala.
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk
kepentingan pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur dari :
51

1. Pengetahuan (knowlegde)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan
seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan
menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang :
a) Faktor Internal
Merupakan faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat
dan kondisi fisik.
b) Faktor Eksternal
Merupakan faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat,
atausarana.
c) Faktor pendekatan belajar
Merupakan faktor yang berhubungan dengan upaya belajar, misalnya
strategi dan metode dalam pembelajaran.
Ada enam tingkatan domain pengetahuan yaitu :
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) terhadap suatu materi
yang telah dipelajari sebelumnya.
2) Memahami (Comprehension)
Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3) Aplikasi
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya
4) Analisis
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi dan ada kaitannya dengan yang lain.
5) Sintesa
Sintesa menunjukkan suatu kemampuan untuk

meletakkan

atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan baru.


6) Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi / objek.
2. Sikap (attitude)

52

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari


seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954) menjelaskan
bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (obyek).
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila

ditanya,

mengerjakan,

dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.


c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
3. Praktik atau tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,
antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini
mempunyai beberapa tingkatan :
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan
yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
b. Respon terpimpin (guide response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.
c. Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mancapai praktik tingkat tiga.
d. Adopsi (adoption)

53

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang


dengan

baik.Artinya

tindakan

itu

sudah

dimodifikasi

tanpa

mengurangi kebenaran tindakan tersebut.


Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari
atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung,
yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
Menurut penelitian Rogers (1974) seperti dikutip Notoatmodjo (2003),
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri
orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :
1. Kesadaran (awareness)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu
terhadap stimulus (objek).
2. Tertarik (interest)
Dimana orang mulai tertarik pada stimulus.
3. Evaluasi (evaluation)
Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya.Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Mencoba (trial)
Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5. Menerima (Adoption)
Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
2.2.6. ASUMSI DETERMINAN PERILAKU
Menurut Spranger, membagi kepribadian manusia menjadi 6 macam nilai
kebudayaan. Kepribadian seseorang ditentukan oleh salah satu nilai budaya yang
dominan pada diri orang tersebut.Secara rinci perilaku manusia sebenarnya
merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan,
kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya.
Namun demikian realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala
kejiwaan tersebut dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya adalah pengalaman,
keyakinan, sarana/fasilitas, sosial budaya dan sebagainya.

54

Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari


tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok,
yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior
causes). Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :
1. Faktor-faktor perdisposisi (predisposing factors):
Pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,
sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial
ekonomi dan lain sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
Untuk perilaku kesehatan misalnya: pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil
diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa
hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya. disamping itu kadangkadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat
mendorong atau menghambat ibu tersebut untuk periksa kehamilan. Misalnya
orang hamil tidak boleh di suntik (periksa hamil termasuk suntik anti tetanus),
karena suntikan bisa menyebabkan anak cacat.Faktor-faktor ini terutama yang
positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor
pemudah.
2. Faktor-faktor pendorong (enabling factors):
1

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas


kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, temapat pembuangan
sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan
sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas,
rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan
praktek swasta, dan sebagainya. Untuk berprilaku sehat, masyarakat
memerlukan

sarana

dan

prasarana

pendukung,

misalnya:

perilaku

pemeriksaaan kehamilan. ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya
karena dia tahu dan sadar manfaat perikksa hamil saja, melainkan ibu tersebut
dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil,
misalnya : puskesmas, polindes, bidan praktek, ataupun rumah sakit. fasilitas
ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku

55

kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor


pemungkin.
3. Faktor-faktor pendukung (reinforcing factors):
Faktor-faktor ini meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),
tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas kesehatan.termasuk juga
disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah
daerah yang terkait dengan kesehatan. untuk berperilaku sehat, masyarakat
kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan
dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari
para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih pada petugas
kesehatan. disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat
perilaku masyarakat tersebut seperti perilaku periksa hamil, serta kemudahan
memperoleh fasilitas periksa hamil, juga diperlukan peraturan atau perundangundangan yang mengharuskan ibu hamil periksa hamil.
2.3. DEMAM BERDARAH DENGUE
2.3.1. Definis Demam Berdarah Dengue
Penyakit menular yang disebabkan oleh virus dari golongan
Arbovirosis group A dan B yang bermasalah di Indonesia adalah Demam
Berdarah Dengue (DBD), Chikungunya dan Japanese Encephalitis (JE).
Ketiga penyakit tersebut sama-sama ditularkan oleh gigitan vektor nyamuk
tetapi mempunyai beberapa perbedaan antara lain jenis/spesies nyamuk
penularnya, pola penyebaran, gejala penyakit, tata laksana pengobatan
maupun upaya pencegahannya.
Penyakit DBD mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1968 di
Surabaya dan Jakarta, dan setelah itu jumlah kasus DBD terus bertambah
seiring dengan semakin meluasnya daerah endemis DBD. Penyakit ini tidak
hanya sering menimbulkan KLB tetapi juga menimbulkan dampak buruk
sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena
menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga, dan
berkurangnya usia harapan penduduk.
Pada tiga tahun terakhir (2008-2010) jumlah rata-rata kasus
dilaporkan sebanyak 150.822 kasus dengan rata-rata kematian 1.321
56

kematian. Situasi kasus DBD tahun 2011 sampai dengan Juni 2011
dilaporkan sebanyak 16.612 orang dengan kematian sebanyak 142 orang
(CFR=0,85%). Dari jumlah kasus tersebut, proporsi penderita DBD pada
perempuan sebesar 50,33% dan laki-laki sebesar 49,67% . Disisi lain angka
kematian akibat DBD pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.
Situasi ini perlu diatasi dengan segera agar indikator kinerja/target
pengendalian DBD yang tertuang dalam dokumen RPJMN yaitu IR DBD
pada tahun 2014 adalah 51/100.000 penduduk, serta ABJ sebesar 95%
dapat dicapai. (Kemenkes RI, 2011)
2.3.2. Morfologi Nyamuk Demam Berdarah Dengue
Aedes aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan subtropis yang
ditemukan di bumi. Distribusi Aedes aegypti juga dibatasi oleh ketinggian
dan biasanya tidak ditemukan diatas ketinggian 1000 m. Nyamuk Aedes
aegypti berukuranlebihkeciljikadibandingkandenganukurannyamuk
rumah(Culex),mempunyaiwarnadasaryanghitamdenganbintikbintik
putihpadabagianbadannya,terutamapadakakidandikenaldaribentuk
morfologi yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lire
(Lyre form) yang putih pada punggungnya. Nyamuk Aedes albopictus,
sepintas seperti nyamuk Aedes aegypti, yaitu mempunyai warna dasar
hitamdenganbintikbintikputihpadabagiandadanya,tetapipadathorax
yaitu bagian mesotoumnya terdapat satu garis longitudinal (lurus dan
tebal)yangdibentukolehsisiksisikputihberserakan.
Seperti halnya jenis nyamuk lainnya, Aedes aegypti mengalami
metamorfosis sempurna
yaitu:
a. Stadium Telur
Aedes aegypti suka bertelur di air jernih yang tidak
berpengaruh langsung dengan tanah dan lebih menyukai
kontainer yang di dalam rumah dari pada di luar rumah. Hal ini
disebabkan suhu di dalam rumah relative lebih stabil. Seekor
nyamuk selama hidupnya dapat bertelur 4-5 kali dengan rata-

57

rata jumlah telur berkisar 10 100 butir dalam sekali bertelur.


Menurut WHO, setelah perkembangan embrio sempurna telur
dapat bertahan pada keadaan kering dalam waktu yang lama
(lebih dari satu tahun) dan akan menetas bila wadah tergenang
air.
b. Stadium Larva
Setelah menetas, telur akan berkembang menjadi larva atau
jentik. Pada stadium ini kelangsungan hidup larva dipengaruhi
oleh suhu, PH air, cahaya serta kelembaban disamping fertilitas
telur itu sendiri. Dalam kondisi optimal waktu yang dibutuhkan
sejak telur menetas hingga menjadi nyamuk dewasa adalah tujuh
hari termasuk dua hari masa pupa, sedang pada suhu rendah
dibutuhkan waktu beberapa minggu.
c. Stadium Pupa
Pada stadium pupa ini akan dibentuk alat-alat tubuh
nyamuk seperti sayap, kaki, alat kelamin, dan bagian tubuh
lainnya.
d. Staidum Dewasa
Nyamuk

betina

lebih

menyukai

darah

manusia

(antropofilik), sedang nyamuk jantan hanya makan cairan buahbuahan dan bunga. Nyamuk betina memerlukan darah untuk
mematangkan telurnya agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk
jantan dapat menetas. Jangka hidup nyamuk dewasa di alam sulit
ditentukan, nyamuk Aedes aegypti dapat hidup rata-rata 1 bulan.
Kebiasaan menggigit atau waktu menggigit nyamuk Aedes aegypti
lebih banyak pada waktu siang hari dari pada malam hari, lebih banyak
menggigit pukul 08.00 12.00 dan pukul 15.00 17.00 dan lebih banyak
menggigit di dalam rumah dari pada diluar rumah. Setelah menggigit
selama menunggu waktu pematangan telur nyamuk akan berkumpul di
tempat-tempat di mana terdapat kondisi yang optimum untuk beristirahat.

58

Tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat selama


menunggu waktu bertelur adalah tempat-tempat yang gelap, lembab, dan
sedikit angin, nyamuk Aedes aegypti biasa hinggap beristirahat pada bajubaju yang bergantungan atau benda-benda lain di dalam rumah yang
remang-remang (Depkes RI, 1990).
2.3.3. PENGENDALIAN NYAMUK DEMAM BERDARAH
Target pengendalian DBD tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (RENSTRA)
Kementerian Kesehatan 2010-2014 dan KEPMENKES 1457 tahun 2003
tentang Standar Pelayanan Minimal yang menguatkan pentingnya upaya
pengendalian penyakit DBD di Indonesia hingga ketingkat Kabupaten/Kota
bahkan sampai ke desa. Melalui pelaksanaan program pengendalian
penyakit DBD diharapkan dapat berkontribusi menurunkan angka kesakitan,
dan kematian akibat penyakit menular di Indonesia.
Pengendalian DBD yang tepat adalah pemutusan rantai penularan yaitu
dengan pengendalian vektornya, karena vaksin dan obat masih dalam proses
penelitian. Vektor DBD sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia, hal
ini disebabkan oleh adanya perubahan iklim global, kemajuan teknologi
transportasi, mobilitas penduduk, urbanisasi, dan infrastruktur penyediaan
air bersih yang
kondusif untuk perkembangbiakan vektor DBD, serta perilaku masyarakat
yang belum mendukung upaya pengendalian.
Pengendalian vektor terpadu atau dikenal sebagai Integrated Vector
Management (IVM) adalah pengendalian vektor yang dilakukan dengan
menggunakan
berdasarkan

kombinasi
pertimbangan

beberapa

metode

keamanan,

pengendalian

rasionalitas

dan

vektor,

efektivitas

pelaksanaannya serta kesinambungannya.(Kemenkes RI, 2011)


2.3.4. METODE PENGENDALIAN NYAMUK DEMAM BERDARAH
Beberapa metode pengendalian vektor antara lain dengan:
1.

Kimiawi dengan insektisida dan larvasida

59

Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan


insektisida merupakan salah satu metode pengendalian yang lebih
populer di masyarakat dibanding dengan cara pengendalian lain.
Sasaran insektisida adalah stadium dewasa dan pra-dewasa. Karena
insektisida

adalah

racun,

maka

penggunaannya

harus

mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan organisme


bukan sasaran termasuk mamalia. Disamping itu penentuan jenis
insektisida, dosis, dan metode aplikasi merupakan syarat yang penting
untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor. Aplikasi
insektisida yang berulang di satuan ekosistem akan menimbulkan
terjadinya resistensi serangga sasaran.
Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian DBD adalah :
a

Sasaran dewasa (nyamuk) adalah : Organophospat (Malathion,


methyl

pirimiphos),

cyhalotrine,

Pyrethroid

(Cypermethrine,

cyflutrine,Permethrine&

S-Bioalethrine).

lamdaYang

ditujukan untuk stadium dewasa yang diaplikasikan dengan cara


b
1.1.1.

pengabutan panas/Fogging dan pengabutan dingin/ULV


Sasaran pra dewasa (jentik) : Organophospat (Temephos).
Biologi dengan menggunakan musuh alamiseperti predator, bakteri

dll,
Pengendalian vektor biologi menggunakan agent biologi seperti
predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra
dewasa vektor DBD. Jenis predator yang digunakan adalah Ikan
pemakan jentik (cupang, tampalo, gabus, guppy, dll), sedangkan larva
Capung, Toxorrhyncites, Mesocyclops dapat juga berperan sebagai
predator walau bukan sebagai metode yang lazim untuk pengendalian
vektor DBD.
Jenis pengendalian vektor biologi :
Parasit : Romanomermes iyengeri
Bakteri : Baccilus thuringiensis israelensis
Golongan insektisida biologi untuk pengendalian DBD (Insect
Growth Regulator/IGR dan Bacillus Thuringiensis Israelensis/BTi),

60

ditujukan untuk stadium pra dewasa yang diaplikasikan kedalam


habitat perkembangbiakan vektor.
Insect

Growth

pertumbuhan

Regulators

nyamuk

di

(IGRs)

masa

pra

mampu
dewasa

menghalangi
dengan

cara

merintangi/menghambat proses chitin synthesis selama masa jentik


berganti kulit atau mengacaukan proses perubahan pupae dan nyamuk
dewasa. IGRs memiliki tingkat racun yang sangat rendah terhadap
mamalia (nilai LD50 untuk keracunan akut pada methoprene adalah
34.600 mg/kg ).
Bacillus

thruringiensis

(BTi)

sebagai

pembunuh

jentik

nyamuk/larvasida yang tidak menggangu lingkungan. BTi terbukti


aman bagi manusia bila digunakan dalam air minum pada dosis
normal. Keunggulan BTi adalah menghancurkan jentik nyamuk tanpa
menyerang predator entomophagus dan spesies lain. Formula BTi
cenderung secara cepat mengendap di dasar wadah, karena itu
dianjurkan pemakaian yang berulang kali. Racunnya tidak tahan sinar
dan rusak oleh sinar matahari
1.1.2. Managemen lingkungan seperti mengelola atau meniadakan habitat
perkembangbiakan nyamuk yang terkenal dengan 3 M plus atau
gerakan PSN (pengendalian sarang nyamuk), Lingkungan fisik
seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana penyediaan air, vegetasi
dan musim sangat berpengaruh terhadap tersedianya habitat
perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor DBD.Nyamuk Aedes
aegypti sebagai nyamuk pemukiman mempunyai habitat utama di
kontainer buatan yang berada di daerah pemukiman. Manajemen
lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan sehingga tidak
kondusif sebagai habitat perkembangbiakan atau dikenal sebagai
source reduction seperti 3M plus (menguras, menutup dan
memanfaatkan barang bekas, dan plus: menyemprot, memelihara
ikan predator, menabur larvasida dll); dan menghambat pertumbuhan
vektor (menjaga kebersihan lingkungan rumah, mengurangi tempattempat yang gelap dan lembab di lingkungan rumah dll)
61

1.1.3. Penerapan peraturan perundangan


1.1.4. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengendalian vektor.
Pengendalian Vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah
dengan memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik.
Pelaksanaannya

di

masyarakat

dilakukan

melalui

upaya

Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSNDBD) dalam bentuk kegiatan 3 M plus.
Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan 3 M Plus
ini

harus

dilakukan

secara

luas/

serempak

dan

terus

menerus/berkesinambungan.Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku


yang sangat beragam sering menghambat suksesnya gerakan ini.
Untuk itu sosialisasi kepada masyarakat/ individu untukmelakukan
kegiatan ini secara rutin serta penguatan peran tokoh masyarakat
untuk mau secara terus menerus menggerakkan masyarakat harus
dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan di media
masa, serta reward bagi yang berhasil melaksanakannya.

62

Pengetahuan
Sikap
Kepercayaan

Faktor Predisposisi

Kebiasaan
Nilai-nilai

Perilaku Kesehatan

Lingkungan
Faktor Pendukung
Sarana dan Prasarana

Perilaku Petugas Kesehatan


Faktor Pendorong

2.4. KERANGKA TEORI


Konsep yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada teori perilaku
Lawrence Green, yang menyatakan bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi
oleh 3 faktor, yaitu:

63

Gambar 2.1. Kerangka Teori Perilaku Lawrence Green


Sumber : (Lawrence Green dalam Notoatmodjo, 2011)
2.5 KERANGKA KONSEP
Berdasarkan teori sebelumnya, dapat dibuat suatu kerangka konsep yang
berhubungan dengan area permasalahan yang terjadi pada keluarga binaan
di Kampung Pangkalan Desa Pangkalan, Kabupaten Tangerang. Kerangka
konsep ini terdiri dari variabel independen dari kerangka teori yang
dihubungkan dengan area permasalahan.

64

Pengetahuan

Sikap

Sarana dan Prasarana

Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegept

Lingkungan

Perilaku Petugas Kesehatan

INDEPENDEN

DEPENDEN
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

65

2.6. DEFINISI OPERASIONAL


Tabel 2.1 Definisi Operasional Diagnosis dan Intervensi Komunitas Area
Masalah Perilaku Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegepty pada Keluarga
Binaan di RT 02 RW 06 Kampung Suka Karya, Desa Pangkalan Kecamatan
Teluk Naga Kabupaten Tangerang Provinsi Banten
NO.
1

VARIABEL
PERILAKU

DEFINISI

ALAT
UKUR

CARA
UKUR

HASIL UKUR /
KATEGORI

Kegiatan atau aktivitas


responden dalam
memberantas sarang
nyamuk Aedes aegypti

Kuisioner

Wawancara

Apabila mendapat nilai


4 7 maka tingkat
perilaku Baik
Apabila mendapat nilai
0 3 maka tingkat
perilaku Buruk

SKALA
PENGUKURAN
Nominal

PENGETAHUA
N

Segala sesuatu yang


diketahui oleh
responden mengenai
perilaku
pemberantasan sarang
nyamuk aedes aegepty

Kuisioner

Wawancara

Apabila mendapat nilai


4 7 maka tingkat
perilaku Baik
Apabila mendapat nilai
0 3 maka tingkat
perilaku Buruk

Nominal

SIKAP

Reaksi atau respon dari


individu terhadap
pemberantasan
nyamuk aedes aegepty

Kuisioner

Wawancara

Bila
mendapat
nilai 8 15 maka
tingkat
sikap
BAIK
Bila
mendapat
nilai 0 7 maka
tingkat
sikap
BURUK

Nominal

LINGKUNGAN

Keadaan lingkungan di
sekitar individu yang
berpengaruh terhadap
perilaku
pemberantasan
nyamuk aedes aegepty

Kuisioner

Wawancara

Apabila mendapat nilai


5 8 maka Sarana dan
Prasarana
MENDUKUNG
Apabila mendapat nilai
0 4 maka Sarana dan
Prasarana
TIDAK
MENDUKUNG

Nominal

66

SARANA DAN
PRASARANA

Segala sesuatu yang


dapat digunakan
sebagai alat bantu atau
penunjang dalam
memudahkan
pemberantasan
nyamuk Aedes
Aegepty

Kuisioner

Wawancara

Apabila mendapat nilai


5 8 maka Sarana dan
Prasarana
MENDUKUNG
Apabila mendapat nilai
0 4 maka Sarana dan
Prasarana
TIDAK
MENDUKUNG

Nominal

PERAN
PETUGAS
KESEHATAN

Kegiatan atau aktivitas


yang dilakukan oleh
petugas kesehatan
dalam upaya
pemberantasan
nyamuk aedes aegypti

Kuisioner

Wawancara

Apabila mendapat nilai


3 4 maka Petugas
Kesehatan
MENDORONG
Apabila mendapat nilai
0 2 maka Petugas
Kesehatan
TIDAK
MENDORONG

Nominal

67

Das könnte Ihnen auch gefallen