Sie sind auf Seite 1von 17

Teknik

Wawancara

Umum

untuk

Survei

Suksesnya wawancara tergantung dari banyak hal, antara lain tingkat sensibilitas,
taktik, kiat, kemampuan hubungan personal dan kepribadian dan juga memahami
prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya.
1. Membangun hubungan baik dengan responden, hal ini pewawancara
membuat responden dapat merasa terbantu untuk membuat perannya, dapat
memahami instruksi yang diberikan secara jelas, memperkuat kinerja, dan
menyiapkan sikap yang ramah dan bersahabat serta masih dalam batas
interaksi sosial yang profesional.
2. Mempertahankan kenetralan, pewawancara tetap bersikap obyektif, dan
profesional, karena sikap pewawancara akan mempengaruhi persepsi
responden mengenai sebuah pertanyaan.
3. Mempertahankan diri dan menjelaskan tujuan survei, kehadiran pewawancara
pertama kali dengan kandidat responden adalah tugas yang tidak ringan
karena saat itulah kontrak pertama kali untuk berinteraksi dengan responden.
4. Mengajak responden bekerjasama, pewawancara mempunyai sikap peka
terhadap situasi wawancara, melakukan pendekatan manusiawi, melalui
sikap empati dan segera menyesuaikan diri dengan responden dan dapat
menerima sebagaimana adanya.
5. Probing adalah teknik yang digunakan oleh pewawancara untuk merangsang
pikiran responden sehingga memperoleh informasi lebih banyak, dalam hal ini
pewawancara harus mampu komunikatif, rileks, interaktif, akrab dan kritis tapi
tidak memojokkan responden dan tidak bernada interogasi.
6. Mencatat hasil wawancara, suatu pengisian kuesioner yang baik harus hanya
mencatat apa yang dikatakan responden, tidak menafsirkan jawaban, dengan
catatan

Interview atau wawancara survey tidak lain adalah penggunaan metode wawancara

dalam

kegiatan

survey

untuk

tujuan

pengumpulan

data/informasi

terkait

topik/permasalahan yang akan diteliti. Tidak jauh bereda dengan wawancara pada
umumnya, dalam wawancara survey berlangsung proses interview, dimana terdapat
2 (dua) pihak dengan kedudukan yang berbeda. Pihak pertama berfungsi sebagai
penanya, disebut pula sebagai interviewer, sedang pihak kedua berfungsi sebagai
pemberi informasi (Information supplyer), interviewer atau informan. Interviewer
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, meminta keterangan atau penjelasan, sambil
menilai jawaban-jawabannya. Sekaligus ia mengadakan paraphrase (menyatakan
kembali isi jawaban interviewee dengan kata-kata lain), mengingat-ingat dan
mencatat jawaban-jawaban. Disamping itu juga menggali keterangan-keterangan
lebih lanjut dan berusaha melakukan probing (rangsangan, dorongan) untuk
memperoleh

informasi

lebih

lengkap

dan

akurat.

Pihak interviewer diharap mau memberikan keterangan serta penjelasan, dan


menjawab semua pertanyaan yang diajukan kepadanya. Kadang kala bahkan
membalas dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pula. Hubungan antara
interviewer dengan interviewee itu disebut sebagai a face to face non-reciprocal
relation (relasi muka berhadapan muka yang tidak timbal balik). Maka interview ini
dapat dipandang sebagai metoda pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak,
yang dilakukan secara sistematis dan berdasarkan tujuan research (Kartono, 1980).
Menurut Banister dkk. (dalam Poerwandari, 1998) wawancara adalah percakapan
dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara
kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang
makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti,
dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak
dapat

dilakukan

melalui

pendekatan

lain.

Menurut Denzin & Lincoln (1994) interview merupakan suatu percakapan, seni tanya
jawab dan mendengarkan. Ini bukan merupakan suatu alat yang netral,
pewawancara menciptakan situasi tanya jawab yang nyata. Dalam situasi ini
jawaban-jawaban diberikan. Maka wawancara menghasilkan pemahaman yang
terbentuk oleh situasi berdasarkan peristiwa-peristiwa interaksional yang khusus.
Metoda tersebut dipengaruhi oleh karakteristik individu pewawancara, termasuk ras,

kelas,

kesukuan,

dan

gender.

Ada dua cara membedakan tipe wawancara dalam tataran yang luas: terstruktur dan
tak terstruktur atau baku dan tak baku. Dalam wawancara standar (terstruktur),
pertanyaan-pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah harga
mati, artinya sudah ditetapkan dan tak boleh diubah-ubah. Mungkin pewawancara
masih memiliki kebebasan tertentu dalam mengajukan pertanyaan, tetapi itu relatif
kecil. Kebebasan pewawancara itu telah dinyatakan lebih dulu secara jelas.
Wawancara standar mempergunakan tahapan wawancara yang telah dipersiapkan
secara cermat untuk memperoleh informasi yang relevan dengan masalah
penelitian.
Wawancara tak standar bersifat lebih luwes dan terbuka. Meskipun pertanyaan yang
diajukan oleh maksud dan tujuan penelitian, muatannya, runtunan dan rumusan
kata-katanya terserah pada pewawancara. Singkatnya wawancara tak standar atau
wawancara tak terstruktur merupakan situasi terbuka yang kontras dengan
wawancara standar atau terstruktur yang tertutup. Ini tidaklah berarti bahwa
wawancara tak standar adalah suatu yang gampang-gampangan saja. Wawancara
jenis ini pun haruslah direncanakan secara cermat sebagaimana halnya wawancara
standar. Dalam hal ini yang kita perhatikan memang hanya wawancara standar.
Akan tetapi, diakui bahwa banyak masalah penelitian sering kali membutuhkan tipe
wawancara

kompromi,

yakni

pewawancara

diijinkan

untuk

menggunakan

pertanyaan-pertanyaan alternatif yang dinilainya cocok untuk responden tertentu dan


pertanyaan

tertentu.

Dengan demikian dapat disimpulkan wawancara (interview) survey merupakan suatu


kegiatan tanya jawab dengan tatap muka (face to face) antara pewawancara
(interviewer) dengan yang diwawancarai (interviewee), dengan tujuan untuk
memperoleh data/informasi tentang persepsi, opini, pendapat ataupun sikap dari
yang

diwawancarai

TEKNIK
Wawancara

terkait

dengan

masalah

yang

diteliti.

WAWANCARA
Mendalam

Teknik wawancara mendalam (in depth interview) pada prinsipnya adalah


wawancara dimana penelitian dan responden bertatap muka langsung di dalam
wawancara yang dilakukan. Peneliti mengharapkan perolehan informasi dari
responden mengenai suatu masalah yang ditelitinya, yang tidak dapat terungkap
melalui penggunaan teknik kuesioner. Oleh karena itu dalam pelaksanaan
wawancara mendalam, pertanyaan-pertanyaan yang akan dikemukakan kepada
responden tidak dapat dirumuskan secara pasti sebelumnya, melainkan pertanyaanpertanyaan tersebut akan banyak bergantung dari kemampuan dan pengalaman
peneliti untuk mengembangkan pertanyaan-pertanyaan lanjutan sesuai dengan
jawaban

responden.

Dengan perkataan lain di dalam wawancara mendalam berlangsung suatu diskusi


terarah diantara peneliti dan responden menyangkut masalah yang diteliti. Di dalam
diskusi

tersebut

peneliti

harus

dapat

mengendalikan

diri,

sehingga

tidak

menyimpang jauh dari pokok masalah serta tidak memberikan penilaian mengenai
benar atau salahnya pendapat atau opini responden. Melihat jenis pertanyaan yang
digunakan dalam teknik wawancara mendalam maka jenis pertanyaan yang
digunakan

adalah

pertanyaan

terbuka.

Dibandingkan dengan pertanyaan tertutup, jenis pertanyaan terbuka mempunyai


kelebihan-kelebihannya misalnya memungkinkan perolehan variasi jawaban sesuai
dengan pemikiran responden; responden dapat memberikan jawabannya secara
lebih terinci serta responden diberikan kesempatan mengekspresikan caranya dalam
menjawab pertanyaan. Serentak dengan itu terdapat pula kelemahan pertanyaan
terbuka, misalnya: kemungkinan terdapatnya jumlah yang cukup besar dari jawaban
yang tidak relevan serta jawaban responden yang tidak standar atau baku sehingga
mempersulit pengolahan data. Seringkali pula peneliti harus pandai-pandai
menanyakan

responden

untuk

memperoleh

jawaban

misalnya

dengan

mempergunakan teknik-teknik probing (mengorek jawaban responden agar terarah


pada
Kriteria

tujuan
Penulisan

penelitian).
Pertanyaan

Menurut Kerlinger (1990) berdasarkan pengalaman penelitian telah dikembangkan

kriteria atau tata aturan penulisan pertanyaan. Terdapat 7 (tujuh) hal yang harus
diperhatikan dalam menyusun pertanyaan, sebagai berikut :
1. Apakah pertanyaan ini berkaitan dengan masalah penelitian dan sasaransasaran penelitian ? Kecuali pertanyaan-pertanyaan untuk memperoleh
informasi faktual dan sosiologis, semua pertanyaan dalam pedoman
wawancara harus mempunyai fungsi tertentu dalam masalah penelitiannya.
Ini berarti bahwa kegunaan setiap pertanyaan adalah untuk memancing
informasi

yang

dapat

digunakan

untuk

menguji

hipotesis/pertanyaan

penelitian.
2. Tepatkan tipe pertanyaan ini ? Ada informasi tertentu yang dapat diperoleh
dengan sebik-baiknya bila menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka
alasan perilaku, itikad/niat, dan sikap. Sebaiknya informasi lain tertentu dapat
diperoleh dengan lebih cepat dan efisien bila kita menggunakan pertanyaan
tertutup. Jika yang diminta responden hanyalah menyatakan pilihan yang
lebih disukai di antara dua alternatif atau lebih, sedangkan alternatif-alternatif
itu dapat diungkapkan secara jernih, sungguh tidak efisien bila kita
menggunakan pertanyaan terbuka.
3. Apakah butir pertanyaan itu jelas dan tidak mengundang tafsir majemuk?
Suatu pertanyaan yang tidak ambigu adalah yang tidak memungkinkan atau
mengundang tafsir yang berlainan serta jawaban yang berbeda-beda sebagai
hasil dari tafsir majemuk itu. Pertanyaan yang bersifat ambigu apabila
pertanyaan itu menyodorkan 2 (dua) kerangka acuan atau lebih. Contoh:
Bagaimana perasaan anda mengenai pengembangan suatu sistem transit
kilat antara pusat kota dengan daerah pemukiman perkotaan, dan
pengembangan kembali wilayah pemukiman di pusat kota? Andaikan
responden tidak mengalami kesulitan oleh kerumitan dan alternatif-alternatif
yang diajukan oleh pertanyaan itu, dia tidak akan dapat menjawab dengan
menggunakan satu kerangka pikir dan pemahaman yang sama mengenai apa
yang diinginkan oleh penanya. Ambiguitas dapat pula muncul dalam
pertanyaan-pertanyaan yang jauh lebih sederhana, misalnya: Bagaimana
kehidupan

anda

bersama

keluarga

anda

tahun

ini?

Ini

dapat

membingungkan responden untuk menjawab karena tidak jelas hal apa yang

ingin diketahui oleh peneliti, apakah hal keuangan, kebahagiaan, perkawinan,


kesehatan, status atau apa?
4. Apakah pertanyaan itu menggiring responden untuk memberikan alternatif
jawaban tertentu? Pertanyaan semacam ini tidak menjamin adanya validitas
(untuk penelitian kualitatif disebut kredibilitas). Misalnya anda membuat
pertanyaan: Apakah anda telah membaca tulisan-tulisan tentang situasi
pendidikan di daerah ini ? Anda mungkin akan mendapatkan jawaban Ya
oleh sebagian besar dari responden, bila ditujukan kepada sekelompok
responden. Mengapa? Karena pertanyaan ini mencerminkan tidak baik
apabila orang tidak membaca artikel mengenai situasi pendidikan di daerah
itu.
5. Apakah pertanyaan ini menuntut pengetahuan dan informasi yang tidak
dimiliki oleh reponden ? Untuk menjaga agar tidak ada jawaban yang tidak
valid karena kurangnya informasi, akan bijaksana apabila kita menggunakan
pertanyaan-pertanyaan saringan. Sebelum responden ditanya pendapatnya
tentang UNESCO, seyogya ditanya lebih dahulu apakah dia mengetahui apa
UNESCO itu dan apa artinya. Terdapat kemungkinan pendekatan lain.
Seyogyanya diberikan penjelasan singkat terlebih dulu tentang UNESCO,
baru kemudian responden diminta pendapatnya tentang UNESCO.
6. Apakah pertanyaan ini menuntut ihwal yang bersifat pribadi dan peka
sehingga responden mungkin menolak menjawabnya? Diperlukan teknikteknik khusus untuk memperoleh informasi yang bersifat pribadi, peka, atau
kontroversial. Pertanyaan tentang penghasilan misalnya dan hal-hal lain yang
bersifat pribadi hendaknya diletakkan di bagian belakang dalam wawancara,
yaitu setelah tercapai kedekatan dan keakraban/hubungan yang baik
(rapport) antara pewawancara dengan responden. Apabila menanyakan
sesuatu yang secara sosial tidak disetujui, hendaknya anda tunjukkan bahwa
sebagian

orang

berpandangan

tertentu,

sementara

orang-orang

lain

berpandangan yang sebaliknya. Janganlah sampai membuat responden


menyangkal atau menolak dirinya sendiri.

7. Apakah pertanyaan ini menyiratkan hal-hal yang dianggap baik atau buruk
oleh masyarakat? Orang cenderung untuk memberikan jawaban yang sesuai
dengan

yang

dipandang

baik

oleh

umum,

jawaban-jawaban

yang

menunjukkan atau mencerminkan kesetujuan pada tindakan-tindakan atau


hal-hal yang umumnya dinilai baik. Misalnya menanyakan kepada seseorang
mengenai perasaannya terhadap kanak-kanak. Setiap orang diharap
mengasihi anak-anak. Jika kita tidak hati-hati, kita akan mendapatkan
jawaban stereotip atau klise mengenai anak-anak dan kasih sayang. Juga,
jika kita menanyakan apakah seseorang menggunakan hak pilihnya, kita
harus hati-hati karena setiap orang diharapkan menggunakan hak pilihnya.
Begitu pula jika kita menanyakan kepada orang tentang reaksinya terhadap
kelompok minoritas, kita menghadapi resiko mendapatkan jawaban yang
tidak valid (kredibel). Kebanyakan orang yang berpendidikan, entah
bagaimana sikap mereka yang sesungguhnya, menyadari bahwa prasangka
terhadap minoritas merupakan sesuatu yang tidak dibenarkan. Demikianlah
maka pertanyaan yang baik adalah yang tidak mengarahkan responden untuk
mengungkapkan sentimen-sentimen yang dipandang baik secara sosial
belaka. Karena itu kitapun hendaknya tidak mengajukan pertanyaan tertentu
sehingga responden terpojok untuk memberikan jawaban yang secara sosial
dipandang tidak baik.

Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pewawancara (interviewers) saat


pelaksanaan wawancara di lapangan, diantaranya adalah sebagai berikut :

Jangan pernah terjebak dalam penjelasan yang panjang dari studi itu;
gunakan penjelasan standar yang diberikan peneliti. (Never get involved in
long explanations of the study; use standard explanation provided by
supervisor).

Jangan pernah menyimpang dari pengantar studi yang sudah disampaikan,


baik urutan pertanyaan atau rumusan pertanyaan. (Never deviate from the
study introduction, sequence of questions, or question wording).

Jangan pernah membiarkan individu lain melakukan interupsi wawancara,


membiarkan individu lain menjawab untuk responden, atau memberikan
saran, atau pandangannya pada pertanyaan itu. (Never let another person
interupt the interview; do not let another person answer for the respondent or
offer his or her opinions on the questions).

Jangan pernah mengarahkan suatu jawaban dan setuju atau tidak setuju
dengan jawaban uang akan diberikan. Jangan memberikan kepada
responden suatu ide dari pandangan pribadi anda pada topik dari pertanyaan
atau survey. (Never suggest an answer or agree or disagree with an answer.
Do not give the repondent any idea of your personal views on the topic of
questions or survey).

Jangan pernah menafsirkan arti suatu pertanyaan, cukup hanya mengulangi


pertanyaan dan memberikan instruksi atau klarifikasi seperti yang diberikan
dalam latihan atau dijelaskan oleh peneliti. (Never interpret the meaning of a
question; just repeat the questions and give instructions or clarifications that
are provided in training or by supervisors).

Jangan

pernah

memperbaiki,

seperti

menambahkan

kategori-kategori

jawaban, atau membuat perubahan pada susunan kata-kata. (Never


improvise, such as by adding answer categories, or make wording changes)
(Denzin & Lincoln, 1994).
http://www.ilmupsikologi.com/2015/08/pengertian-wawancara-survey-menurutahli.html
Bina rapport adalah suatu kondisi dimana klien/interviewee merasa nyaman dan
dapat berbicara secara jujur dan bebas namun tetap berkaitan dengan topik yang
akan dibicarakan. Rapport dapat dibangun dengan senyum yang hangat, sambutan
yang bersahabat, berjabat tangan, dan mempersilahkan duduk kepada klien. Pada
umumnya bina rapport yang baik tidak akan tercipta secara 'langsung' melainkan
secara perlahan-lahan. Inti dari membina rapport adalah melakukan pendekatan
antara pewawancara dan klien serta membuat klien merasa nyaman sejak awal
memulai percakapan sampai selesainya wawancara.

Pada saat melakukan wawancara sangat disarankan untuk menghindari raut


wajah yang datar ataupun bersikap judgemental. Raut wajah yang datar
menunjukkan kesan bahwa pewawancara tidak tertarik dengan topik pembicaraan
klien, sementara bersikap judgemental dapat membuat klien merasa tidak nyaman.
Karakteristik ruangan seperti ukuran ruangan (terlalu kecil/besar), terlalu banyak
accessories/hiasan diatas meja, ukuran meja (terlalu besar/kecil) dan ketinggian
bangku juga mempengaruhi rapport yang akan didapat.
Saat melakukan wawacara, hindari penggunaan hp agar dapat memusatkan
perhatian dan menunjukkan ketertarikan terhadap perkataan klien. Penggunaan hp
selama wawancara berlangsung dapat mengganggu proses percakapan. Saat
melakukan wawancara sangat diharapkan untuk menjaga sikap terhadap klien.
Sikap-sikap yang harus dijaga adalah humor yang dilontarkan, cara bicara dan
bahasa yang digunakan, dan tidak bersikap sok tahu. terhadap klien.
Empathy adalah suatu perilaku yang mengerti, menerima, dan merasakan semua
perasaan klien tanpa melakukan judgement terhadapnya (apa yang dirasakan oleh
orang lain, kita dapat merasakannya). Empathy sendiri merupakan 'kunci' keefektifan
dalam membangun rapport ataupun dalam proses wawancara terhadap klien.
Kunci dari attending behavior adalah dengan mengurangi kuantitas bicara
pewawancara/interviewer

dan

memberikan

klien/interviewee

waktu

untuk

menceritakan tentang diri mereka. Attending dapat dilakukan dengan mudah jika
interviewer memfokuskan perhatiannya kepada klien untuk mencatat pembicaraan,
bertanya, dan memberikan komentar tentang topik yang berkaitan dengan
pembicaraan klien. Ada 4 Critical Dimension pada Attending Behavior, yaitu:
1. Visual (eye contact) : tidak mengalihkan pandangan dari klien.
2. Vocal Qualities (Tone and speach rate) : nada dan kecepatan bicara
mengindikasikan seberapa besar ketertarikan dan rasa empati.
3. Verbal Tracking (Following the client or changing the topic) : tidak mengubah
tujuan pembicaraan yang ditetapkan sejak awal.

4. Body Language (Attentive and authentic) : tidak melipatkan kedua tangan


atau menaikkan salah satu lutut keatas kursi.
Survey adalah suatu teknik mengunpulkan informasi dari masyarakat dengan cara
menanyakan sejumlah pertanyaan terstruktur kepada responden. Kunci sukses
pengumpulan informasi adalah dilihat dari proses wawancara dan kecakapan dari
pewawancara dalam berintraksi dengan responden untuk mendapatkan informasi
yang

berkualitas.

Kunci sukses wawancara adalah pewawancara mampu mengajak berpartisipasi


responden untuk diwawancarai, menjamin kerasiaaan serta berhasil untuk
menerangkan
Hal-hal

secara

baik

yang

tujuan

harus

dari

diperhatikan

survey.
pewawancara

1.Responden mempunyai hak untuk mengetahui prihal survey dan wawancara


sebelum

mereka

sujutu

diwawancara.

Pewawancara

harus

siap

untuk

mengantisipasi pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan oleh responden seperti


a.Maksud

dan

tujuan

b.Pertanyaan-pertanyaan
c.Bagaimana
d.Bagaimana

yang

responden
data

e.Berapa

lama

f.Manfaat

survey

g.Apakah

kedatangan

identitas

akan

bisa

terpilih

itu

untuk

nantinya

pewawancara
diajukan
diwawancara
dipergunanakan

waktu

wawancara

bagi

masyarakat

responden

dirahasiakan.

2.Menjaga kerahasiaan semua informasi dari responden karena responden


membutuhkan kepastian bahwa pewawancara dapat menjaga privasi mereka.
Jangan mendiskusikan tentang apapun yang dikatakan responden kepada orang
yang tidak berkepentingan kecuali kepada tim survey. Pewawancara tidak terlibat
lansung dalam permasalahan atau peristiwa yang sedang atau akan terjadi terjadi di
lokasi survey. Jika mendengar permasalahan atau peristiwa yang terjadi di suatu
wilayah, hal tersebut dapat dijadikan bahan informasi untuk memperkaya data isian
kusioner

tanpa

harus

terlibat

jauh.

3.Teknis penyampaian persetujuan informasi . beberapa wawancara dapat dilakukan

mudah, dan yang lainnya tidak mudah bahkan sangat sulit untuk menyakinkan
responden agar berperan serta. Menghadapi situasi yang demikian pewawancara
harus sanggup menjelaskan pada responden akan arti pentinya keterlibatan
responden

dalam

Teknik

survey

ini.

Wawancara

Umum

Suksesnya wawancara tergantung dari banyak hal diantaranya adalah tingkat


sensitivitas pewawancara, taktik, kiat, dan kemampuan hubungan personal dan
kepribadian. Teknik wawancara yang akan digariskan berikut guna menyertai
prosedur

yang

1.Memperkenlkan

akan
diri

ditetapkan

dan

sebelumnya.

menjelaskan

tujuan

survey

Pewawancara harus menciptakan kesan pertama yang dapat membuat responden


bisa menerima kehadiran anda dan dapat melakukan proses wawancara. Sebelum
memulai wawancara perkenalkan diri dan jelaskan maksud kedatangan anda.
Hal

yang

perlu

diperhatikan:

a.Cara anda memperkenalkan diri secara ramah dan sopan merupakan kunci
pembuka hubungan dengan calon responden. Menjaga sikap rendah hati sebagai
seseorang yang membutuhkan bantuan dari responden dengan selalu bermuka
manis

(senyum),

sekalipun

sikap

responden

kurang

berkenan.

b.Sampaikan tujuan dulu kesediaan responden untuk diwawancara. Jika saat itu
responden belum bersedia diwawancara karena kesibukan tertentu buatlah janji
untuk datang diwaktu lain. Jangan memaksa responden untuk diwawancarai saat ia
sedang

punya

kesibukan

lain.

c.Bila responden tidak bersedia diwawancarai, anda boleh mencoba menyakinkan


sekali lagi bahwa tidak ada jawaban yang salah atau benar dan semua jawaban
akan
2.Membangun

dirahasiakan.
hubungan

baik

dengan

responden

Tugas utama seorang pewawancara adalah membangun rapport atau suatu


perasaan saling memahami antara pewawancara dan responden yang akan
berdampak baik sehingga akan timbul rasa saling percaya. Usahakan menggunakan
pendekatan empati kepada responden dengan cara memahami situasi lingkungan
social, budaya, ekonomi responden. Pewawancara menerangkan pertanyaan yang
dilontarkan. Aspek lain yang dapat membangun hubungan baik dengan maksud

pertanyaan yang dilontarkan. Aspek lain yang dapat membangun hubungan baik
dengan

responden

a.Memotivasi

responden

b.Mempertahankan

agar

sikap

menjadi
netral

adalah:
sumber

tepat

informasi

seperti

yang

yang

baik
tertulis

c.Melakukan probing untuk menambah kejelasan informasi yang dibutuhkan


3.Mempertahankan

kenetralan

Survey menginginkan pewawancara tetap bersikap objektif dan professional. Sikap


pewawancara akan sangat mempengaruhi persepsi responden mengenai sebuah
pertanyaan.

Menjaga

sikap

pewawancara

selama

melakukan

a.Jangan

menyarankan

sebuah

b.Jangan

mengintepretasikan

Jawaban

c.Jangan

Menduga

jawaban

sebelum

wawancara:
jawaban
responden

responden

menjawab.

d.Jangan memberikan pendapat meskipun responden meminta bantuan anda.


e.Jangan menyarankan bahwa satu jawaban lebih disukai oleh responden lain.
f.Jangan berikan setuju atau tidak setuju dengan komentar atau pendapat anda
g.Jangan

menghakimi

jawaban

responden.

4.Probing
Kualitas dari wawancara ditentukan oleh kemampuan pewawancara berkomunikasi
dan kritis. Salah satu aspek yang menarik dan penting dari tugas wawancara adalah
probing. Probing adalah seni dalam mencari informasi tambahan dengan cara
menggali informasi lebih mendalam. Hal-hal yang harus dihindari saat probing
adalah kesan yang memojokkan responden, jangan bernada interrograsi seperti
polisi

menginterrograsi

pencuri.

Usahakan situasi probing berlangsung secara rileks, interaktif, komunikatif dan akrab
sehingga

responden

5.Probing
Jenis-jenis
a.Mengulangi

tidak

merasa

mempunyai

dicerca
dua

pertanyaan

yang

fungsi

bertubi-tubi.
utama:
Probing
pertanyaan

Pewawancara mengulangi pertanyaan sekali lagi karena bisa jadi responden tidak
mendengar pertanyaan secara utuh atau kehilangan titik dari pertanyaan. Mungkin
pewawanca terlalu cepat saat membacakan pertanyaan. Ulangi sekali lagi
pertanyaan agak pelan dengan intonasi tepat sampai responden mengerti apa yang

dimaksud

dari

pertanyaan

yang

b.Mengulangi

dibacakan

pewawancara.

jawaban

responden

Terkadang dengan mengulangi jawaban dari responden dapat merangsang


pemikiran lebih jauh dari responden sehingga mendapat jawaban yang sesuai
dengan

tujuan

c.Menggunakan

pertanyaan

pertanyaan.
pancingan

yang

netral

Seperti bagaimana, Apa yang anda maksud, mengapa memilikim pikiran seperti
itu

atau

pertanyaan

lainnya.

d.Mohon

penjelasan

Pewawancara boleh menyatakan belum memahami jawaban dari responden, maka


meminta

responden

e.Jangan
Sebelum

menjelaskan

tergesa-gesa
mendapatkan

pindah

jawaban

yang

ke
selengkap

kembali.
pertanyaan

mungkin

dan

lain.
mendekati

kebenaran/ kenyataan jangan tergesa-gesa pindah ke pertanyaan berikutnya. Sikap


tergesa-gesa dapat menyebabkan responden bingung dan sukar mengungat
kembali

informasi

f.Menghadapi

yang

jawaban

yang

akan

saya

tidak

diberikan.
tahu

Salah satu jawaban yang menggambarkan tanggapan responden yang meragukan


adalah jawaban tidak tahu. Jawaban tersebut dapat berarti salah satu dari berikut:
Responden

tidak

mengerti

apa

yang

ditanyakan

Responden sedang memikirkan pertanyaan itu dan mengatakan saya tidak tahu
untuk mengisi kesunyian dan guna memperoleh waktu untuk berpikir. Pewawancara
harus sensitive terhadap kemampuan responden dan mengubah teknik bertanya
sesuai dengan kemampuannya, harus sabar dan memberi waktu yang cukup untuk
responden

berpikir.

Responden berusaha menghindari pertanyaan karena ia takut salah menjawab atau


ragu atau karena pertanyaan itu menyinggung perasaan. Dalam kedaan seperti ini
pewawancara harus menjelaskan bahwa keseluruhan jawaban akan dijaga
kerahariaannya, pewawancara yang bijak selalu menyakinkan responden akan
kerahasiaan

setiap

jawaban

terhadap

pertanyaan

yang

diragukan.

Responden bisa jadi tidak tahu atau ia tidak memiliki pendapat. Penggunaan
beberapa teknik mungkin membantu pewawancara untuk menentukan kenyataan
dan kesungguhan bahwa responden tidak tahu.

Hubungan

dengan

Orang

yang

Diwawancara

Keberhasilan suatu wawancara sangat ditentukan oleh bagaimana hubungan antara


subjek dan pewawancara (Lerbin,2007). Suasana hubungan yang kondusif (disebut
juga sebagai rapport) untuk keberhasilan suatu wawancara mencakup adanya sikap
saling mempercayai dan kerja sama di antara mereka. Suasana yang demikian
dapat diusahakan melalui beberapa cara, diantaranya pewawancara sebaiknya lebih
dulu memperkenalkan diri dan mengemukakan secara jelas dan lugas tujuan
wawancara yang akan dilakukannya. Hal itu dilakukan dengan sikap rendah hati dan
bahwa yang berkepentinagan adalah pewawancara. Pada awal pertemuan,
pewawancara juga harus menciptakan suasana yang santai dan bebas serta tidak
formal agar proses wawancara dapat berlangsung secara lebih alamiah.
Pewawancara sebaiknya mengawali pembicaraan dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan pemanasan sebagai pendahuluan, sekalipun pertanyaan itu mungkin
tidak berkaitan langsung dengan tujuan penelitian. Kemudian, secara perlahanlahan, pewawancara mengarahkan pembicaraan pada tujuan penelitian. Hal itu
dilakukan untuk memperlancar proses wawancara. Hal-hal yang ditanyakan pada
pendahuluan itu sebaiknya adalah hal-hal yang menarik minat subjek. Dalam
keadaan yang demikian, penggunaan bahasa ibu dari subjek mungkin akan sangat
membantu.
Pada pelaksanaan wawancara, pewawancra jangan menunjukkan sikap tidak
percaya terhadap dan kurang menghargai jawaban yang diberikan subjek dan
ajngan menunjukkan siakp yang tergesa-gesa. Adakalanya subjek mengalami
blocking, pikirannya tersumbat sehingga proses wawancara tidak berjalan dengan
lancar. Dalam keadaan yang demikian, pewawancara harus dapat membantu subjek
untuk keluar dari keadaan itu. Itu dapat dilakukan, misalnya denagn mengalihkan
topik

pembicaraan

ke

topik

lain

untuk

sementara

waktu.

Hal lain yang perlu diperhatikan oleh pewawancara adalah bahwa ia harus dapat
memahami keadaan subjek, ia harus memiliki empati. Dengan cara yang demikain,
pewawancara akan lebih dapat mengarahkan wawancara sesuai dengan kondisi
subjek.
Suatu hal yang penting dalam wawancara adalah si pewawancara dapat mengganti
subjeknya (Nazir, 1988). Jika seorang responden misalnya tidak ingin memberikan
keterangan tentang suatu hal, maka peneliti dapat pindah mencari responden lain.
Tidak demikian halnya dalam pengamatan langsung. Karena itu, si peneliti harus

dapat mencari jalan supaya pengamatan terhadap kejadian yang ingin diamati tidak
boleh

gagal.

Sebelum pewawancara turun untuk melaksanakan wawancara, maka dia harus lebih
dahulu memeutuskan apakah ia akan memperkenalkan dirinya sebagai peneliti,
ataukah ia akan bekerja sebagai incognito. Tetapi, pengalaman memprlihatkan
bahwa sebaiknya si peneliti atau pewawancara memperkenalkan dirinya sebagai
peneliti kelompok objek. Hal ini memberikan beberapa keuntungan antara lain:
Hal tersebut adalah hal yang sederhana untuk dilakukan, karena dengan
pemunculan

orang

asing

secara

tiba-tiba

dapat

menimbulkan

kecurigaan.

Akan mempertinggi kemungkinan memperoleh keterangan yang diinginkan.


Jika ia bekerja secara incognito, maka ada perasaan kesalahan secara etika dalam
diri si peneliti dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh objek yang
sedang

diteliti.

Yang paling penting dalam hal hubungan antara pengamat denagn yang diamati
adalah si pengamat harus dapat meyakinkan objek atau harus dapat memberikan
alasan-alasan yang tepat mengapa ia harus mengadakan pengamatan terhadap
perilaku atau fenomena yang ingin diamati. Dalam partisipasi langsung untuk
pengamatan kejadian atau fenomena maka adalah sangat penting bagi si peneliti
untuk membuat dirinya dapat diterima dalam anggota kelompok di mana
pengamatan akan dilakukan.

Qc story
QC story merupakan prosedur untuk pemecahan masalah kualitas.
Masalah merupakan hasil yang tak sesuai dengan yang diharapkan dari suatu
aktivitas
pekerjaan.
Penyelesaian dari sebuah masalah yaitu dengan melakukan perbaikan ke tingkat
yang
disepakati.
Countermeasure dilakukan untuk mencegah masalah yang sama supaya tidak
berulang
lagi.
Prosedur ini adalah sejenis cerita dari kegiatan pengendalian kualitas (QC) sehingga
disebut
QC
Story
Sebuah
masalah
dapat
dipecahkan
melalui
tujuh
langkah
:
1.
Masalah
:
Identifikasi
masalah
2.
Observasi
Masalah:
Mengenali
jenis
masalah.
3.
Analisa
Masalah
:
Menemukan
penyebab
utama.
4.
Tindakan
:
Tindakan
untuk
menghilangkan
penyebab.
QC
Story
5. Memeriksa Hasil / Check : Mengkonfirmasi keefektifan tindakan.

6. Standarisasi : Menghilangkan penyebab masalah secara permanent.


7. Rencana Selanjutnya : Review improvement yg sudah dilakukan & merencanakan
tindakan
improvement
berikutnya.
Masalah
Aktivitas
:
1. Tunjukkan bahwa masalah yang ditangani merupakan yang terbesar dibanding
masalah
yang
lain.
2.
Tunjukkan
apa
yang
menjadi
latar
belakang
masalah.
3. Menyatakan kerugian-kerugian biaya yang diakibatkan hasil yg buruk ini &
menunjukkan
berapa
banyak
yang
harus
diperbaiki.
4.
Menetapkan
topik
dan
target.
5. Menunjuk pic yang bertanggung jawab, apabila tim maka tunjuk anggota dan
leadernya.
6.
Memperkirakan
budget
untuk
improvement.
7.
Membuat
schedule
untuk
improvement.
Observasi
Masalah
Aktivitas
:
1. Menyelidiki masalah (when, where, what / tipe dan symtoms / gejala)
2. Mengamati dari berbagai sudut pandang untuk melihat variasi hasil.
3. Meninjau lokasi masalah dan mengumpulkan informasi yang diperlukan yang
tidak
didapat
dari
data
tertulis.

Analisa
Masalah
Aktivitas
:
1.
Set
up
hipotesa
(pilih
calon
penyebab
utamanya).
a.
Buatlah
cause
&
effect
diagram.
b. Gunakan informasi yang didapat dari pengamatan lapangan dan hilangkan
beberapa element yang jelas-jelas tidak relevan. Revisi cause & effect diagram.
c. Tandai unsur-unsur yang mempunyai kemungkinan menjadi penyebab utama.
2.
Uji
hipotesa
:
a. Dari unsur-unsur yang mempunyai kemungkinan besar menjadi penyebab utama,
buatlah rencana untuk memastikannya dengan mendapatkan data-data baru
maupun
dengan
melakukan
percobaan.
b. Menggabungkan seluruh informasi yang sudah diperoleh dan memutuskan
penyebab
utamanya.
c. Jika memungkinkan, lakukan produksi ulang part yang bermasalah tersebut.
Tindakan
Aktivitas
:
1. Bedakan antara tindakan pengatasan masalah sementara dan tindakan untuk
menghilangkan
akar
permasalahan
permanent
(pencegahan
masalah).
2. Pastikan bahwa tindakan yang diambil tidak menimbulkan efek samping. Apabila
tidak memungkinkan, maka rencanakan tindakan untuk mengatasi efek samping
tersebut.
3. Merencanakan beberapa proposal untuk alternatif tindakan, buat masing-masing

keuntungan dan kerugiannya dan pilihlah yang semua pihak bisa menerimanya.
Memeriksa
Hasil
/
Check
Aktivitas
:
1. Dalam format yang sama (tabel, grafik, diagram) bandingkan data sebelum dan
setelah
improvement.
2. Konversikan hasilnya dalam bentuk biaya yang dihemat dan bandingkan
terhadap
target
nilai.
3. Buatlah daftar efek samping yang ditimbulkan, yang baik maupun yang buruk.
Standarisasi
Aktivitas
:
1. 5 Ws dan 1 H (who, when, where, what, why & how) untuk improvement harus
jelas
teridentifikasi
dan
dijadikan
standar.
2. Persiapan-persiapan yg diperlukan & komunikasi dg bagian terkait dibutuhkan
untuk
memperkenalkan
standar
baru
ini
dengan
benar.
Standarisasi
3. Pendidikan dan pelatihan ke pic yang terkait harus diimplementasikan.
4. Set-up pic yang bertanggungawab agar standarisasi dapat dilaksanakan
seterusnya
sehingga
masalah
tidak
berulang
lagi.
Rencana
Selanjutnya
Aktivitas
:
1.
Lihat
masalah-masalah
yang
masih
tersisa.
2. Rencanakan tindakan yg harus dikerjakan untuk memecahkan masalah-masalah
tersebut.
3. Review kelebihan dan kekurangan dari a
Latief, Y., & Utami, R. P. (2009). Penerapan pendekatan metode six sigma dalam
penjagaan kualitas pada proyek konstruksi. Makara, Teknologi, 13(2), 67-72.

Lestari, Fatma, and Hari Suryo Utomo. "Faktor-faktor yang berhubungan dengan
dermatitis kontak pada pekerja di PT Inti Pantja Press Industri." Makara Kesehatan
11.2 (2007): 61-8.

Moleong, Lexi J. "Metode penelitian." Kualitat1Y, Remaja Rosda Karya, Bandung


(1995).
Sukmadinata, Nana Syaodih. "Metode penelitian." Bandung: PT Remaja Rosda
Karya (2007).
Agusta, Ivanovich. "Teknik pengumpulan dan Analisis Data kualitatif." Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi. Litbang Pertanian, Bogor 27 (2003).

http://e-journal.uajy.ac.id/885/3/2TS11568.pdf

Das könnte Ihnen auch gefallen