Sie sind auf Seite 1von 15

JOURNAL READING

Azis Aimaduddin
PPDS BEDAH FK UNS/RSDM

The management of complex


pancreatic
Injuries
J. E. J. KRIGE1,3, M.B. CH.B., F.A.C.S., F.R.C.S. (ED.), F.C.S. (S.A.)
S. J. BENINGFIELD2, M.B. CH.B., F.F.RAD. (S.A.)
A. J. NICOL1,4, M.B. CH.B., F.C.S. (S.A.)
P. NAVSARIA1,4, M.B. CH.B., F.C.S. (S.A.)

Divisions of Surgery1 and Radiology2, Faculty of Health Sciences, University of Cape Town, and
Surgical
Gastroenterology3 and Trauma Unit4, Groote Schuur Hospital, Cape Town
VOL 43, NO. 3, AUGUST 2005

SAJS JOURNAL

MANAJEMEN DARI CIDERA PANKREAS KOMPLEK


RINGKASAN
Cedera berat pada pankreas jarang terjadi, namun dapat mengakibatkan morbiditas yang
cukup besar dan kematian karena besarnya pembuluh darah yang terkait dan cedera
duodenum atau luasnya cedera pankreas yang tidak terdeteksi. Prognosisnya dipengaruhi oleh
penyebab dan kompleksitas cedera pankreas, jumlah darah yang hilang, durasi dari syok,
kecepatan resusitasi, kualitas dan intervensi bedah. Kematian yang cepat biasanya dari
perdarahan yang tidak terkendali atau perdarahan yang massive karena pembuluh darah
terkena dan cedera organ yang berdekatan. Kematian yang terjadi lebih lambat karena
konsekuensi dari infeksi atau kegagalan organ multiple. Cedera duktus pankreas yang tidak
tertangani segera dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa termasuk
pseudocysts, fistula, pankreatitis, sepsis dan perdarahan sekunder. Penilaian operasi yang baik
untuk menentukan tingkat kerusakan kelenjar dan kemungkinan cedera duktus biasanya
cukup untuk membuat perencanaan pengelolaan lebih lanjut. Strategi ini memberikan
pendekatan sederhana untuk pengelolaan cedera pankreas terlepas dari penyebabnya.
Empat kondisi berdasarkan tingkat dan lokasi cedera: (i) laserasi minor, luka tusuk atau
tembak dari perbatasan superior atau inferior tubuh atau ujung pankreas (mis: jauh dari
saluran pankreas), tanpa terlihat keterlibatan duktus, sebaiknya dikelola oleh drainase
1

eksternal; (Ii) laserasi besar atau luka tembak atau tusuk di tubuh atau bagian ujung dengan
terlihat keterlibatan duktus atau transeksi lebih dari setengah lebar pankreas di terapi dengan
pancreatectomy distal; (Iii) luka tusuk, luka tembak dan memar dari kepala pankreas tanpa
devitalisasi jaringan pankreas diterapi dengan drainase eksternal, asalkan cedera duodenum
setuju untuk dilakukan repair sederhana; dan (iv) cedera non-reconstructable dengan
gangguan ampullary-bilier-pankreas atau cedera devitalisasi utama dari kepala pankreas dan
duodenum pada pasien yang stabil paling baik diobati dengan pancreatoduodenectomy.
Drainase internal atau prosedur defungsi kompleks tidak berguna dalam penanganan darurat
cedera pankreas, dan dapat dihindari tanpa meningkatkan morbiditas. Pasien yang tidak stabil
mungkin memerlukan pengendalian kerusakan lebih awal sebelum operasi definitif.
Keberhasilan pengobatan luka kompleks pankreas tergantung pada penilaian awal yang benar
dan pengobatan yang tepat. Pengelolaan cedera pankreas proksimal yang berat tetap menjadi
salah satu tantangan yang paling sulit dalam operasi trauma abdomen, dan hasil yang optimal
ditentukan oleh tim multidisiplin yang berpengalaman.
INSIDENSI
trauma pada pankreas terjadi pada 2-3% dari trauma perut yang parah, data terbaru,
menunjukan, meningkatnya insiden trauma pankreas karena kecelakaan mobil berkecepatan
tinggi dan meluasny kekerasan yang dilakukan masyarakat melibatkan penggunaan senjata
api, di Amerika Utara, luka tembus perut dari luka tembak adalah penyebab paling sering dari
trauma pancreas sedangkan di Eropa Barat, Inggris dan Australia kecelakaan lalu lintas yang
terbanyak. variasi geografis ini, dalam hal penyebabnya cukup besar, dan dilaporkan menurut
tingkat keparahanya dan jenis cedera pankreas.

MEKANISME TRAUMA
Anatomi yang unik dari pankreas mempengaruhi lokasi dan jenis cedera. dekatnya pembuluh
darah besar dan dikelilingi oleh organ viceral menambah kompleks cedera pankreas.
Kebocoran eksokrin pankreas dengan gangguan saluran sekresi merupakan efek cedera
pancreas secara langsung, dengan edema peri-pankreas dan jaringan dan necrosis.

Dasar dan konsekuensi dari luka tembus tergantung pada jenis dan energi kinetik yang
melukai. Luka tembus dengan kontusio yang berdekatan terjadi pada luka peluru tunggal,
sementara fragment pankreas berat dapat terjadi pada luka tembak. peluru-kecepatan tinggi
dapat menghasilkan cedera perut dan sering mematikan.
Trauma tumpul pankreas dan duodenum biasanya merupakan hasil dari pukulan langsung ke
perut bagian atas yang disebabkan oleh serangan, kecelakaan dapat terjadi pada supir karena
trauma benturan yang terjadi pada supir yang tidak memakai sabuk pengaman
Mekanisme cedera pada trauma tumpul berkaitan dengan besar dan arah gaya serta posisi
2

retro peritoneal pada pankreas yang berdekatan dengan vertebra lumbal. trauma tumpul pada
garis tengah bagian atas perut penekanan posterior dari dinding perut anterior terhadap tulang
belakang, dengan cedera pankreas di sebelah kiri vena portal dan pembuluh darah
mesenterium. Dampak terkonsentrasi di sebelah kanan luka garis tengah bagian depan
pankreas dan duodenum terhadap tulang belakang, sedangkan untuk kerusakan kiri belakang,
cedera serius termasuk laserasi hati dan cedera avulsi dari saluran empedu dan
gastroduodenal, pembuluh darah kanan dan tengah nyeri hebat efek dari trauma pankreas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat itu angka kematian termasuk tingkat dan durasi
syok pra operasi, jumlah dan besarnya cedera terkait dan lokasi dan kompleksitas trauma
pankreas.

TRAUMA
Cedera pada pankreas, Insiden cedera berkisar dari 50% sampai 90%, dengan rata-rata 3,5
organ cedera. cedera ini sebagian besar menyebabkan angka kesakitan dan kenatian pada
pasien dengan trauma pankreas. Organ yang paling sering cedera adalah hati (42%), lambung
(40%), pembuluh darah besar (35%), trauma thorax (31%), usus besar dan usus kecil (29%),
sistem saraf pusat dan saraf tulang belakang, tulang dan ekstremitas (25%) dan duodenum
(18%). cedera pada kolon akibat luka tembus dari trauma tumpul, akan meningkatkan risiko
sepsis pasca operasi, trauma tembus mengakibatkan kerusakan pembuluh retroperitoneal dari
tiga
pasien,
Prinsip-prinsip manajemen dari trauma pankreas termasuk kebutuhan untuk diagnosis dini
dan definisi akurat dari lokasi dan luasnya cedera dalam rangka mengoptimalkan tindakan
bedah. kegagalan menangani mengakibatkan dampak yang serius, jika cedera diremehkan
atau tidak tepat penanganan. manajemen penanganan cedera pankreas dan duodenum sangat
kompleks, terutama di mana pemulihan jaringan dan terkait kerusakan struktur penting yang
berdekatan termasuk saluran empedu, portal vena, vena cava, aorta atau usus besar present.
Major komplikasi termasuk pankreas fistula, pseudokista, abses atau perdarahan terjadi pada
satu dari tiga pasien yang bertahan hidup. cedera pankreas utama dan komplikasi yang
berpotensi serius memerlukan pendekatan komprehensif dan nelibatkan multidisiplin ilmu
untuk pengelolaannya.
Klasifikasi Trauma
Perbandingan antara berbagai bentuk tatalaksana kerapkali sulit untuk dianalisis, di mana
trauma pancreas yang terisolasi tidaklah sering, pengalaman di berbagai pusat terbatas, dan
tidak ada sistem klasifikasi trauma yang diterima secara universal. Beberapa klasifikasi telah
diajukan untuk digunakan dalam trauma pancreas, dengan sistem yang awalnya dibuat oleh
Lucas merupakan sistem klasifikasi yang saat ini paling banyak digunakan (Tabel 1).
Tabel 1. Klasifikasi Lucas yang dimodifikasi untuk Trauma Pankreas
Derajat 1

Kontusio superficial sederhana atau laserasi perifer dengan kerusakan


3

parenkim minimal. Bagian pancreas dapat terkena, tetapi duktus


pankreatik utama tetap intak.
Derajat 2

Laserasi dalam, perforasi atau transeksi dari collum, corpus, atau cauda
pancreas dengan atau tanpa trauma pada duktus pancreas.

Derajat 3

Kerusakan berat, perforasi atau transeksi dari caput pancreas dengan atau
tanpa trauma duktus.

Derajat 4

Gabungan trauma pancreaticoduodenal, dibagi menjadi


a) Trauma pancreas minor
b) Trauma pancreas berat dan gangguan duktus

Diagnosis
Keterlambatan diagnosis dan intervensi adalah faktor penting yang menyebabkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas. Posisi retroperitoneal dari pancreas berkontribusi
dalam keterlambatan diagnosis, karena tanda klinis yang muncul mungkin tidak tampak atau
pada onset akhir. Trauma tumpul pada pancreas dapat tersamar secara klinis, dan jejas pada
parenkim dan duktus dapat tidak terdeteksi pada saat evaluasi awal dan selama operasi.
Kesadaran terhadap faktor-faktor ini dan mekanisme trauma seharusnya meningkatkan
kecurigaan terhadap trauma pancreas.
Kadar amylase serum tidak mencerminkan ada tidaknya trauma pancreas. Kadar amylase
dapat normal pada kerusakan pancreas yang berat atau dapat meningkat tanpa adanya jejas
yang tampak. Angka kejadian hiperamylasaemia pada pasien yang terbukti terkena trauma
tumpul pancreas sebanyak 3-75%. Sebaliknya, pancreas diketahui mengalami trauma dari 1090% pasien dengan hiperamylasaemia setelah terbukti mengalami trauma tumpul abdomen.
Bahkan menghitung kadar isoamylase serum dapat membawakan hasil yang mengecewakan.
Bouwman et al. mengevaluasi peran amylase serum dan isoenzymnya dalam mendiagnosis
trauma pancreas setelah trauma tumpul. Mereka melaporkan bahwa 33% (20/61) pasien
mengalami hiperamylasaemia, tetapi hanya 2 (3%) yang benar-benar mengalami trauma
pancreas. Pengukuran kadar isoenzym tidak banyak membantu dalam meningkatkan
sensitivitas atau spesifisitas dari studi ini.
Akan tetapi, studi retrospektif oleh Takishima telah mengevaluasi kadar amylase serum pada
73 pasien dengan trauma tumpul pancreas dan mengarah pada kesimpulan yang berbeda.
Hiperamylasaemia ditemukan pada 84% (61/73) pasien. Sebanyak 12 pasien dengan kadar
amylase serum normal ditemukan tiga jam atau kurang setelah trauma terjadi. Terdapat
hubungan yang signifikan (p<0.001) antara waktu terjadinya trauma hingga masuk ke rumah
sakit dengan kadar amylase serum. Pengukuran kadar amylase serum lebih dari 3 jam setelah
trauma tumpul dapat menghindarkan hasil negatif palsu dalam trauma pancreas, dan
peningkatan serial kadar amylase serum pada pasien dengan nyeri abdomen dan abdomen
yang lunak dapat menjadi indikator yang lebih baik dari trauma pancreas. Penyebab
peningkatan kadar amylase serum lainnya setelah trauma tumpul antara lain konsumsi
alkohol akut, infark saluran pencernaan atau jejas pada duodenum, gaster, atau ileum.
4

PENCITRAAN
Foto Polos Abdomen
Foto radiologi polos abdomen dapat meningkatkan kecurigaan trauma pancreas, terutama bila
tampak adanya tanda jejas di duodenum. Gelembung udara di retroperitoneum yang
berdekata ndengan muskulus psoas dextra, di sekitar ren atau anterior dari vertebrae lumbal
bagian superior yang tampak di bagian frontal atau radiografi cross-table mengindikasikan
adanya jejas pada duodenum. Udara bebas intraperitoneal dapat pula muncul. Fraktur dari
prosesus transversus vertebra lumbal adalah bukti lain yang menyokong trauma
retroperitoneal. Tanda tidak langsung lain dari trauma pancreas adalah adanya perubahan
posisi atau displacement dari gaster atau colon transversus, atau disebut juga ground-glass
appearance. Kontras iodine oral dapat menunjukkan kebocoran duodenal, dengan atau tanpa
distorsi dari lengkung C dari duodenum.
Ultrasound
Sebagai bagian dari inisial assesment pada pasien trauma, ultrasound telah dibuktikan sebagai
teknik imaging yang efektif dan dapat dipercaya untuk mendapatkan penampakan cairan
bebas abdomen, yang kebanyakan merupakan darah. Focused abdominal ultrasound in
trauma (FAST) telah banyak digunakan di banyak tempat sebagai cara imaging pertama
untuk mendiagnosis pasien trauma. Bagaimanapun, evaluasi ultrasound direk pada trauma
pankreas sering didapatkan kesulitan untuk mendapatkan hubungan nya dengan cedera
abdominal, udara pada usus, kegemukan dan emfisema subkutan.
Computed tomography
Computed tomography (CT) adalah cara evaluasi yang paling tepat terhadap trauma pankreas
dan lebih spesifik dan sensitif dari ultrasound. Indikasi utama dari CT pasien dengan
hemodinamik yang stabil dengan nyeri Abdomen atau ketidaknyamanan setelah trauma yang
dicurigai cedera pankreas, dan sebagai assesment lanjut pada trauma pankreas. Suatu bolus
kontras intravena menampilkan penampakan kontras yang optimal pada pankreas yang
diperlukan untuk mengidenfikasi fraktur iga. Penggunaan CT pada post traumatik
pankreatitis adalah tergantung waktu dan belum tentu dapat dilihat pada scan segera setelah
trauma. Penampakan cedera atau pankreatitis post trauma adalah pembesaran difus atau
vokal, edema dan infiltrasi dari peripankreatic soft tissue dan penipisan dari fascia pararenal
anterior, dengan atau tanpa sejumlah cairan akut disekitar pankreas. Penemuan CT non
spesifik lainnya dari trauma pankreas termasuk darah atau cairan yang berjalan sesuai dengan
pembuluh darah mesenterika, cairan di kantung kemih, di antara pankreas dan Vena splenika
atau penipisan fascia pararenal anterior.
Penampakan trauma pankreas dapat tertutup, sebagian pada periode segera setelah cedera dan
pada dewasa dengan lemak retroperitoneal yang sedikit. Kontusio pankreas dapat terlihat
sebagai pembesaran pankreas difus atau fokal. Laserasi pankreas dapat terlihat sebagai linear,
ireguler, area rendah dari normal parenkim. Walaupun dua batas fraktur atau pankreas yang
5

terpotong dipisahkan oleh cairan letak rendah atau hematom, diagnosis dari transeksi
pankreas sulit dengan CT. Lokasi laserasi atau fraktur, ke kanan atau ke kiri dari arteri
mesenterika superior, dan kedalaman laserasi dapat memperkirakan rusaknya duktus
pankreatikus.
Kelebihan CT yang utama dalam mendiagnosis cedera pankreas termasuk usus yang tampak
hitam atau cairan letak rendah menggambarkan pembesaran pankreas fokal atau kontusio,
gambaran nyata atau penggantian lemak fokal dari parenkim pankreas sesuai dengan laserasi
nya. Penemuan CT lainnya yang menggambarkan cedera pankreas termasuk darah atau cairan
sekitar pankreas dari cedera pada duodenum, limpa atau ginjal kiri, hematom pelvis superior
dalam retroperitoneum dan edema retroperitoneal dari volume resusitasi intravaskuker.
Kemampuan CT untuk mendiagnosis cedera pankreas secara akurat tergantung pada kualitas
alatnya, teknik yang digunakan, dan pengalaman pengguna dan waktu pemeriksaan terhadap
cedera tersebut. CT mempunyai 85% sensitivitas pada 24 jam pertama setelah cedera
pankreas akut, dan 90% sensitivitas keseluruhan. Dalam 12 jam setelah cedera pankreas, CT
scan mungkin normal dalam proporsi yang signifikan terhadap fraktur, darah atau batas
tertutup pada cedera pankreas. Pengulangan scaning 12-24 jam setelah cedera dapat
menemukan kelainan yang sebelumnya tidak ditemukan.
Sensitivitas imaging keseluruhan dalam memastikan tingkatan cedera pankreas telah
diperkirakan sekitar 80%, tetapi deteksi cedera duktus yang utama telah dilaporkan sebesar
43%, walaupun dengan teknik imaging moderen. Analisis lanjut terhadap cedera yang
terlewatkan juga menggambarkan bahwa ketidakakuratan CT dalam penentuan derajat cedera
pankreas dan atau cedera derajat rendah lainnya yang didiagnosis oleh CT dan ditemukan
pada laparotomi.
ERCP

Sampai saat ini, ERCP merupaka metode yang paling akurat dalam mendeteksi duktus
pankeratikus yang berkestravasasi dengan kontras dari ductus. Preoperative ERCP
menunjukan kemudahan dalam mendeteksi trauma akut pancreas,pada banyak pasien
laparotomi yang dilakukan akibat perdarahan atau berhubungan dengan kerusakan.
Penggunaan ERCP pada pasien yang stabil setelah trauma yang terkena bagian kepala atau
leher pancreas,termasuk batas mukosa ,termasuk papilla yang diakibatkan intramural
hematoma tau peripancreatic edema. Konsep dalam operasi ERCP adalah untuk melihat
anatomi duktus pancreas,menunjukan pembukan dari duodenum dan mekanisme apakah ada
kesulitan pada operasi biasa melihat saluran papilla pada laparotomy saat ditegakan diagnosis
kerusakan saluran empedu.Bagaimanapun kesulitan pada operasi yang menggunakan ERCP
tetap memperlihatkan keuntungan. Ditambah lagi,dengan posisi pasien yang dibaringkan
supine ,yang membutuhkan kualitas baik dari fasilitas x ray,dan membutuhkan visualisasi
yang baik
ERCP merupakan prosedur invasive yang memiliki komplikasi,termasuk kompikasi
terjadinya radang ada pancreas sebanyak 3%. Hasil tersebut tergantung dari operator,dan
6

baik atau tidaknya saluran ampulla atau juga mengisi secara komplit pada duktu
pankreas,sebanyak 10%. Pasien yang termasuk minor injury tanpa rembesan dari parenkim
pancreas,bias di tanganti secara non invasif. Memperhatikan kembali kerusakan ductus
dengan ekstravasasi,membutuhkan intervensi operasi,meskipun ada fasilitas endoskopi
pancreas.
MAGNETIC RESONANCE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (MRCP)
MRCP merupakan pilihan pemeriksaan yang baik secara non invasive,akurat dan cepat.
MRCP memperihatkan gambaran dengan cara mengisi cairan kedalam struktur empedu dan
salurannya tanpa kontras,menghindari resiko komplikasi ERCP. MRCP bekerja dengan
menemukan adanya mekanisme kerusakan dari saluran pancreas termasuk kerusakan
saluran,focal atau dilatasi yang difus(diameter 3mm atau lebih),dan hubungan antara duktus
dan
intrapankreas
atau
kumpulan
cairan
pancreas,tak
seperti
retrograde
pancreatography,MRCP bisa digunakan meliha saluran dalam kondisi apapun.
Perkembangan dari pemeriksaan cepat tekhnik gambaran MR dan MR kompatibel
,pengawasan fisik,dan ventilasi bisa digunakan pada pasien dengak akut injury,meskipun
dirasa sulit. Pada beberapa gambaran memang dibutuhkan beberapa sisi dalam
pengambilannya,scan dapat melengkapi kurang dari 10 menit pada pasien yang mengalami
trauma berat. Beberapa MRCP tidak membutuhkan tekhnik menahan nafas,dengan sedikit
menurunkan kualitas dari hasil gambar,walau pasien tidak kooperatif. Pada kasus special
juga menurunkan angka gambaran artefak dari objek besi sperti surgical clips atau pecahan
peluru.MRCP dengan MRI konvensional memakai evualasi berkepanjangan untuk melihat
gambaran parenkim pancreas.
MANAJEMEN
Manajemen atau tatalaksana awal dari pasien dengan trauma pancreas sama dengan setiap
pasien trauma abdomen berat lainnya. Prioritas dari manajemen awal/primer adalah
membebaskan jalan napas, resusitasi segera, dan dukungan ventilator dan sirkulasi. Akses
vena, penggolongan darah dan cross-match, penggantian volume, dan pengukuran
konsentrasi hemoglobin, hitung jenis leukosit, volume packed cell, urea, creatinine, elektrolit,
dan analisa gas darah harus segera dilakukan. Mekanisme dan tipe trauma yang didapatkan
melalui pemeriksaan fisik dan resusitasi harus tetap berjalan. Pada pasien dengan trauma
tumpul abdomen, informasi harus digali terutama mengenai mekanisme dari trauma dan
vector atau arah dari sumber gaya (contoh: setir kendaraan, setir sepeda atau motor, trauma
olah raga, atau penyerangan). Trauma atau cedera mungkin tampak sepele dan tidak
berbahaya dan penilaian awal mungkin saja salah akibat tanda klinis yang sedikit karena
lokasi pancreas yang berada di retroperitoneal. Selang nasogastrik dan kateter urin
diperlukan. Laparotomy segera dibutuhkan untuk semua pasien dengan bukti adanya
perdarahan intraperitoneal mayor, berhubungan dengan trauma visceral, atau peritonitis.

Insisi panjang di midline menampakkan lapang pandang yang maksimal. Pada keadaan syok
dan hemoperitoneum, prioritas utama adalah menentukan sumber perdarahan. Survival segera
didasarkan pada kontrol perdarahan yang baik dan repair dari perlukaan pada pembuluh
darah. Letak retropancreatic yang sulit diakses dari vena mesenterika superior, sphlenicus,
dan porta menyebabkan clamping proksimal dan distal atau kontrol melingkar dari pembuluh
darah tersebut ketika perdarahan masif menjadi tidak praktis/sulit. Kontrol inisial segera, oleh
karena itu, didapatkan secara sempurna dengan surgical packing atau tekanan dengan jari.
Mobilisasi duodenum yang awal dan kompresi bimanual pada lokasi perdarahan dapat
membantu jika terdapat kecurigaan trauma pada vena mesenterika superior atau vena porta
mayor. Resusitasi yang cepat dengan darah atau komponen darah harus terus diteruskan
hingga perdarahan telah teratasi dan normovolemia. Perhatian kemudian diarahkan kepada
trauma visceral lain sebelum mengatasi trauma pancreas.
Evaluasi pancreas intraoperatif
Pada sebagian besar pasien, diagnosis trauma pancreas dibuat pada saat laparotomi. Hal yang
penting adalah bahwa trauma tumpul yang mengenai pancreas dapat menyebabkan kerusakan
pada duktus pankreatik utama tanpa adanya transeksi dari kelenjar. Kontusio minor atau
laserasi dari pancreas biasanya tidak membutuhkan terapi definitive, tetapi keputusan ini
hanya dapat diambil setelah eksplorasi yang hati-hati dan teliti untuk menyingkirkan trauma
duktus mayor. Menentukan adanya trauma pancreas selama intraoperatif membutuhkan
perhatian dari tanda-tanda yang mengindikasikan potensial trauma pancreas, penampakan
parenkim yang cukup, dan perlu mendefinisikan keutuhan dari parenkim pancreas dan
keadaan duktus pankreatikus. Hal ini dapat dikomplikasi dengan luas dan tingkat keparahan
dari trauma yang berkaitan. Inspeksi gross dan palpasi dari pancreas sendiri dapat membawa
klinisi kepada kesalahan yaitu hematoma retroperitoneal atau subkapsular dan edema
peripankreatik yang menyerupai trauma parenkim dan duktus pancreas.
Petunjuk yang mengarah kepada adanya trauma pancreas yaitu adanya kantong kecil yang
berisi akumulasi cairan, pewarnaan empedu pada retroperitoneal, atau krepitus atau
hematoma yang berada di atas pancreas di dasar mesocolon transverus atau tampak melalui
ligamentum gastrohepatica. Nekrosis lemak di omentum atau retroperitoneum dapat terlihat
jika terdapat delay sebelum laparotomi. Dengan temuan-temuan seperti di atas, visualisasi
menyeluruh terhadap kelenjar dan penentuan yang akurat mengenai keutuhan duktus
pancreas sangatlah krusial, mengingat kegagalan dalam menyadari trauma duktus pancreas
akan menjadi penyebab utama morbiditas perioperatif.
Kantung kecil dimasukkan melalui omentum gastrocolica diluar gastroepiploica dan, dengan
meretraksi colon transversus ke arah inferior dan gaster ke arah superior, penampakan bagian
tepi anterior, superior, dan inferior dari corpus dan cauda pancreas akan didapatkan.
Hematoma yang mengelilingi dapat mengkomplikasi bagian cauda dan membutuhkan
evaluasi yang detail mengenai perlekatan dengan peritoneum lateral. Jika dibutuhkan, lien,
cauda dan corpus pancreas direfleksikan ke depan-medial dengan membentuk bidang antara
ren dan pancreas. Manuver ini memberikan eksposur maksimal dan memungkinkan palpasi
bimanual terhadap corpus dan cauda pancreas. Tanda intraoperatif yang mengindikasikan
trauma duktus pancreas antara lain pancreas yang tertranseksi, trauma duktus yang tampak,
8

laserasi yang melibatkan lebih dari setengah lebar dari pancreas atau perforasi central yang
luas.
Untuk inspeksi caput pancreas dan prosesus uncinatus yang lebih baik, dibutuhkan baik
maneuver ekstensif Koucher untuk mobilisasi bagian kedua dari duodenum ke medial ke arah
pembuluh darah mesenterika superior dan mobilisasi lengkap pada ligamentum treitz. Diseksi
dan refleksi inferior flexura hepatica colon dan mesocolon transversus dextra meningkatkan
visualisasi dari bagian kedua duodenum dan prosesus uncinatus. Seluruh trauma penetratif
harus dicari melalu bagian intraabdomen untuk mengeekslusikan trauma visceral lainnya.
Evaluasi intraoperatif dari caput pancreas termasuk penilaian integritas dari duktus pancreas,
meskipun caput pancreas atau duodenum tampak baik, adanya trauma duodenum yang luas,
ampula yang rusak, atau jika duktus biliaris intak atau terdapat jejas pada pembuluh darah.

Intraoperative Pancreatography
Beberapa metode radiologis dari intraoperatif pancreatography untuk menggambarkan
saluran pankreas telah direkomendasikan. Yang termudah dan paling nyaman untuk
melakukan cholangiogram secara konvensional melalui saluran kistik dengan menghapus
kandung empedu, atau alternatif dengan memasukkan jarum butterfly 25-gauge ke saluran
empedu dan menyuntikkan kontras 10 ml air iodinated dengan kontrol fluoroscopic. Gambar
yang diperoleh berguna untuk menilai intrapancreatic saluran empedu, juga dapat melihat
integritas ampula dan kontinuitas duktus pancreas jika ada refluks kontras ke saluran
pancreas. Dalam kaitannya dengan cedera duodenum terbuka, papilla mudah diakses dan
dideteksi letaknya. Probe lacrimalis halus yang melewati papila ke saluran di leher pankreas
dapat memberikan informasi untuk menunjukkan posisi muara dari wilayah cedera. Pediatric
Feeding tube 5Fr soft bias digunakan untuk operasi pancreatography dengan membuat
saluran ke ampula Vater. Sebelumnya disarankan reseksi pankreas distal untuk mendapatkan
retrograde pancreatogram tidak lagi dapat diterima. Endoscopist yang terampil dapat
membantu dalam melakukan ERCP intraoperative.

Treatment

Kelas 1: Kontusio dan laserasi tanpa cedera duktus


Tujuh puluh persen dari cedera pankreas adalah minor dan mencakup kontusio, haematomas,
dan superfisial kapsular tanpa cedera duktal utama. Kontrol perdarahan dan drainase
eksternal yang sederhana tanpa perbaikan luka pada kapsular merupakan perawatan yang
cukup. Baik Penrose drain atau soft closed suction dapat dipergunakan. Closed silastic
suction lebih dipilih, karena sekresi pancreas lebih efektif pengendaliannya, kulit ekskoriasi
di pengeluaran drain berkurang, dan bakteri kolonisasi berkurang daripada menggunakan
gravity drain.
9

Kelas 2 : Cedera distal dengan gangguan pada duktus


Cedera pada leher, tubuh atau ekor pankreas dengan laserasi yang besar atau transections dan
terkait cedera saluran pancreas dirawat dengan distal pancreatectomy. Manajemen yang
optimal dari pembagian duktus pankreas dan reseksi margin setelah distal pancreatectomy
masih kontroversial. Beberapa ahli bedah menganjurkan penggunaan Roux-en-Y
pancreatojejunostomy untuk mencegah perkembangan fistula pankreas. Pada pasien dengan
multiple injury, risiko kebocoran anastomosis tidak dibenarkan oleh karena itu tidak
dianjurkan. Saluran pancreas yang terlihat pada tepi reseksi harus diligasi dengan jahitan
transfixing. Oversewing atau stapling pada akhir transected pankreas dan menggunakan
metode sederhana untuk menutup potongan margin dirasa cukup, dan tidak menimbulkan
pembentukan fistula.

Kelas 3: Cedera proximal dengan kemungkinan gangguan duktus distal


Hal ini terutama penting untuk mengeluarakn cedera duktus pancreas di trauma ke kepala
pancreas. Cedera kepala pancreas yang tidak melibatkan duktus pancreas utama ditanagani
dengan eksternal drainase simple. Bahkan jika terdapat kecurigaan cedera duktus pancreas,
karena tidak terdapat devitalisasi dan ampula intak, drainase eksternal dari area yang cedera
sering
menjadi pilihan terbaik. Fistula yang terkontrol sehingga demikian dibuat
menenangkan spontan atau mungkin nanti butuh drainase internal elektif setelah definisi
lokasi sesungguhnya dari kebocoran duktus. Teknik yang menggambarkan anastomosis TouxenY loop tidak dianjurkan karena kesulitan memastikan integritas anastomosis pada kondisi
akut.

Kelas 4: Kombinasi cedera pankreastikduodenal mayor


Cedera kombinasi berat kepala pancreas dan duodenum jarng, dan biasanya hasil dari luka
tembak atau cedera tumpul. Pada penebtuan pilihan terbaik untuk pasien dengan cedear
kombinasi. Hal ini krusial untuk menentukan integritas duktus komunis, duktus pancreas, dan
ampulla dan viabilitas duodenum. Jika cedera pada bagian kedua duodenum, retraksi yang
hati-hati pada pinggir luka papilla mungkina membantu exposure yang adekuat. Jalur
melewati ampula sufficien secera umum untuk mengeluarkan cedera ke duktus bilier dan
ampula. Secara alternative, cholangiogram dilakukan lewat gallbladder, kistik atatu duktus
bilier mungkin memberikan informasi yang sama. Jika terdapat aliran unobstruktif tanpa
ekstravasasi, ini dapat diasumsikan bahwa duktus biler komunis dan ampula intak. Jika
cedera duodenum melibatkan bagian ketiga dan keempat duodenum dari ampula dan terdapat
concern tentang integritas duktus, duodetomy yang berlawanan papilla dapat digunakan
untuk mengevaluasi system duktus.

Jika duktus bilier komunis dan ampula terlihat intak, laserasi duodenum diperbaiki dan
cedera pancreas diobati. Sesuai cedera kelas 3, keruskan duktus pancreas utama dan parenkim
10

dekat hubungan antara kepala dan leher dirawat dengan reseksi colum, corpus, dan duktus.
Cedera penetrasi tanpa devitalisasi dirawat paling baik dengan drainase. Iskemik local pada
cedera duodenum harus didebridment sebelum peneutupan duodeunum, decompresi
menggunakan NGT sangat berguna.

Cedera duodenum berat dengan cedera kepala pancreas, beberap penulis menganjurkan
diversi gastric da nisi bilier jauh dari repair duodenum. Beberapa complex dan teknik inovatif
telah digambarkan dengan situasi ini, termasuk diversi dengan prosedur divertikulasi
duodenal dengan penutupan primer luka duodenum. Tujuan utama adalah mengubah fistula
duodenum lateral menjadi end-fistula terkontrol dengan diversi gastrik da nisi bilier menjauhi
cedera duodenum, sememtara membuat provision untuk nutrisi enteral melewati
gastrojejunostomy. Pilihan alternative menghindari vagotomy dan antrectomy adalah
prosedur pyloric eksklusi. Pylorus ditutup dengan benang absorble melalui gastrotomy.
Pylorus mdmbuka saat jahitan menyatu 3 atau 4 minggu kemudian atau jahitan dapat
diangkat secara endoskopik setelah duodemum intak. Pada jumlah kecil pasien, eksklusi
pilorik dibuktikan berguna pada manajemen cedera duodenum berat . Kami percaya, bahawa
tujuan yang sama dapat dicapai dengan prosedur yang lebih sederhana dan dalam gal ini kami
menggunakan peneutupan duodenum primer, drainase kateter eksternal dekat lokasi
perbaikan, gastrojejunostomy tanpa penutupan pylorus dan tube pemberian makan fine-bore
silastic nasojejunal.

Pancreaticoduodenectomy
Rekonstruksi tidak mungkin dalam beberapa luka gabungan dari duodenum proksimal dan
kepala pankreas dengan devitalisasi jaringan yang meluas, dengan gangguan lengkap ampula
yang melibatkan saluran proksimal pankreas dan distal saluran empedu, atau avulsi
duodenum dari pancreas. Dalam situasi ini, satu-satunya pilihan rasional adalah reseksi
(Gambar. 5). Pankreatikoduodenektomi memiliki keuntungan menghilangkan semua jaringan
yang terluka dan memungkinkan rekonstruksi saluran pencernaan dan preservasi fungsi
pankreas. Keputusan untuk menggunakan pankreatikoduodenektomi didasarkan pada sejauh
mana cedera pankreas, ukuran dan vaskular status cedera duodenum, integritas saluran distal
dan ampula Vater, status struktur pembuluh darah utama peripancreatic dan pengalaman ahli
bedah. Indikasi spesifik yang telah diusulkan untuk pankreatikoduodenektomi untuk trauma
adalah: (i) devitalisation ekstensif kepala pankreas dan duodenum sehingga rekonstruksi tidak
memungkinkan; (Ii) gangguan duktus kepala pankreas dalam hubungannya dengan luka pada
duodenum dan distal saluran empedu; (Iii) cedera pada ampula Vater, dengan gangguan
saluran pankreas utama dari duodenum; (Iv) perdarahan yang tidak terkendali dari pembuluh
darah di kepala pankreas; dan (v) exsanguinating retropancreatic portal yang tidak bisa
diakses atau superior mesenteric vein injury.

11

Prosedur teknis dari pankreatikoduodenektomi darurat untuk trauma mirip dengan operasi
elektif, tetapi dengan modifikasi yang tepat jika pasiennya hipotensi dengan perdarahan aktif
dari pankreas. Dalam situasi di mana ada perdarahan exsanguinating akibat cedera pada
sistem vena mesenterika Portal retropancreatic, langkah-langkah perubahan prosedur dan
diarahkan untuk eksposur yang dipercepat dan kontrol dari lokasi perdarahan. Duodenum dan
kepala pankreas secara cepat dimobilisasi medial oleh manuver Kocher dan sistem vena
mesenterika Portal dikompresi secara manual antara ibu jari pada aspek anterior pankreas dan
jari-jari kedua dan ketiga, dimasukkan di belakang kepala pankreas. Sementara asisten
pertama mengontrol perdarahan dengan kompresi dengan cara ini, kantung yang lebih kecil
dibawahnya dibuka, perut diretraksi ke arah superior, fleksura hepatik dari usus besar
dimobilisasi inferior, vena mesenterika superior diidentifikasi di inferior pada leher pankreas
dan vena portal diidentifikasi di arah superior. Leher pankreas dibagi untuk mendapatkan
akses langsung ke daerah cedera. Setelah paparan dari pertemuan vena porta-mesenterikalimpa telah dicapai, cedera pembuluh darah diidentifikasi dan diperbaiki.

Laserasi vena cava yang terkait lebih baik diperbaiki dengan teknik jahitan langsung (direct
suture). Dimungkinkan untuk memperbaiki vena cava baik anterior dan posterior tanpa
memobilisasi dan menjepit cava di atas atau di bawah cedera. Tekanan digital atau tekanan
tongkat-spons superior dan inferior biasanya mengontrol perdarahan sementara saat defek
ditutup. Sebuah defek posterior kava kecil sering dapat dijahit melalui rent anterior yang
lebih besar tanpa merotasi pembuluh darah. Hal ini bermanfaat ketika luka di vena kava
adalah pada tingkat pembuluh darah ginjal. Jika rent posterior tidak dapat divisualisasikan di
daerah ini, ginjal kanan dimobilisasi, dielevasi dan dirotasi secara medial, memperlihatkan
persimpangan vena ginjal kanan dan vena cava.
Pancreaticoduodenectomy mungkin perlu dilakukan dalam 1-2% dari cedera pankreas
terisolasi dan hingga 10% dari cedera pancreaticoduodenal gabungan. Kebutuhan untuk
reseksi biasanya jelas pada pemeriksaan pertama ketika ada kerusakan besar-besaran disertai
kerusakan duodenum atau pancreatobiliary, duodenum dan adanya gangguan ampullary.
Trauma tumpul secara nyata dapat mengakibatkan pancreaticoduodenectomy. Lima puluh
lima publikasi telah mendokumentasikan pancreaticoduodenectomy pada trauma pankreas
pada 205 pasien, dengan angka kematian 35%. Enam seri tercatat 10 atau lebih pasien (tabel
II). Sepuluh pasien menjalani pancreaticoduodenectomy akibat tembakan maupun trauma
tumpul pada pankreas di Los Angeles County-University of Southern California Medical
Center. Tujuh pasien memiliki reseksi standar dan menjalani 3 total pancreatectomy. Empat
dari 10 pasien selamat. 117 pasien dengan cedera pankreas diobati selama 6 tahun di Seattle,
10 menjalani pancreaticoduodenectomy cedera ampula non-reconstructable atau cedera parah
gabungan pancreaticoduodenal. Tujuh luka-luka karena luka tembak dan 3 untuk trauma
tumpul. Sembilan puluh persen dari pasien yang telah terkait cedera intra-abdomen, dengan
rata-rata 3.4 sistem organ yang terlibat. Semua 10 pasien selamat. Tiga belas dari 129 pasien
dengan cedera pancreaticoduodenal dirawat selama 18 tahun di Houston menjalani
pancreaticoduodenectomy untuk trauma kompleks. Sepuluh dengan reseksi standar dan 3
total pancreatectomy. Enam dari 13 pasien meninggal.
12

Selama periode 121/2 tahun di Los Angeles County University, Southern California Medical
Center, 18 pasien dengan luka-luka kompleks pancreaticoduodenal menjalani
pancreaticoduodenectomy. Rerata revised trauma Skor 6.84 2.13, dan Skor tingkat
keparahan cedera berarti adalah 27 8. Tujuh belas pasien dengan cedera tembus (94%) dan
1 cedera tumpul (6%). Salah satu dari 18 pasien menjalani thoracotomy darurat dan mati; 5
dari 17 sisa pasien menjalani thoracotomies di ruang operasi, dan hanya 1 Selamat (80%
kematian). Indikasi untuk pancreaticoduodenectomy pada pendarahan retropancreatic yang
tak terkendali dan cedera kepala pankreas non-reconstructable dan bagian intrapancreatic dari
saluran empedu distal. Kehilangan darah yang bermakna sebesar 6.888 ml dan kelangsungan
hidup secara keseluruhan adalah 67% (12 18 pasien).
Tujuh belas dari 270 pasien dengan cedera pankreas menjalani reseksi Whipple untuk trauma
di rumah sakit kami selama 20 tahun period. Sebelas dengan luka tembak yang melibatkan
kepala pankreas, 5 mengalami trauma tumpul ke perut dan 1 dengan ditikam di epigastrium.
Sembilan dari pasien 17 terkejut pada penerimaan ke trauma unit. Jumlah rata-rata cedera
terkait adalah 3.4; 6 pasien telah terkait cedera caval rendah vena dan 3 telah vena portal atau
unggul mesenterika cedera. Dua belas menjalani pancreaticoduodenectomy pylorusmelestarikan dan 5 Whipple standar reseksi. Empat pasien 17 diperlukan operasi
pengendalian kerusakan awal dan menjalani reseksi berikutnya setelah mereka yang stabil.
Tiga pasien meninggal pascaoperasi gagal organ multi. Semua selamat itu komplikasi. Lima
pasien mengembangkan anastomosis pankreas, empedu atau fistula duodenojejunal. Dua
pasien telah tertunda pengosongan lambung dan drainase diperlukan percutaneous kateter 3
intra-abdomen cairan koleksi. Tiga pasien memiliki komplikasi akhir, termasuk alkoholinduced pancreas, malabsorpsi (yang diselesaikan pada terapi penggantian enzim pankreas)
dan hepatic duct batu 10 tahun setelah reseksi Whipple. Faktor-faktor rumit reseksi dan
memprediksi hasil miskin adalah kejutan pada impor, jumlah terkait cedera, koagulopati,
hipotermia, ditandai edema jejunal dan traumatis pankreatitis.
Masalah teknis pada rekonstruksi pancreas dan anastomosis bilier mungkin timbul akibat
ukuran yang kecil dari duktus yang tidak terdilatasai dan udema jejunum. Parenkim sisa
pancreas juga bengkak seringnya jika terdapat penundaan antara cedera dan operasi, dan
duktus pancreas mungkin kecil atau tidak jelas jika posterior pada kelenjar. Invaginasi dari
ujung pancreas ke simpul Rouxen-Y jejunum sudah menjadi yang paling sering digunakan
pada anastomosis pancreas. Kami telah memamkai pancreatogastrostomy pada situasi ini,
dengan morbiditas minimal. Kontinuitas bilier-enterik sering dikembalikan oleh
hepaticojejunostomy, mengguanakan teknik rekonstrukis duktus empedu tinggi. Pada
keadaan putus asa, gallbladder dapat diggunakan untuk anastomosis setelah meligasi duktus
empedu dibawah insersi duktus kistik. Semenjak cedera vaskules sering terjadi, kehilangan
darah masiv, koagulopati dan hipotermia sering hadir pada saat perbaikan pancreas
dikerjakan.

Pada pasien yang tidak stabil dengan cedera serius, drainasi simple yang terkontrol dan
rekonstruksi yang tertunda mungkin menjadi prosedur yang paling bijaksana. Operasi
damage control dianjurkan pada pasien dengan instabilitas hemodinamik walaupun resusitasi
13

penuh, koagulopati klinis, hipotermia, cedera multiple vicera mayor, asidosis metabolic berat
dan transfuse darah intraoperative yang telah melampaui 10 unit PRC.

KOMPLIKASI
Komplikasi utama dan umum dari trauma pancreas adalah fistula pancreas. Hal ini terjadi
pada 10-20% trauma mayor dari pancreas. Kebanyakan fistula bersifat minor dan sembuh
secara spontan dalam 1-2 minggu setelah trauma, dan didukung oleh drainage eksternal yang
adekuat. Fistula high-output (>700 ml/hari) biasanya mengindikasikan gangguan duktus
pancreas yang besar. Sinogram dapat berguna untuk mengetahui letak fistula, dan dapat
membantu dalam merencanakan plan terapi jika fistula high-output gagal menurun atau
persisten lebih dari 10 hari. Dukungan nutrisi tambahan merupakan tatalaksana standar, tetapi
peran somatostatin dan octreotide belum terbukti. Fistula yang persisten membutuhkan
endoskopik pancreatography dan insersi stent transpapillary, atau jika keduanya gagal,
intervensi operatif dengan reseksi pancreas bagian distal untuk kebocoran di cauda pancreas
atau Rouxen-Y cystjejunostomi untuk kebocoran di bagian proksimal.
Kumpulan cairan pada peripankreas, subhepatik, dan subphrenik dapat terlihat di ultrasound
atau CT setelah trauma pancreas. Kumpulan cairan yang terinfeksi harus dicurigai pada
pasien dengan peningkatan suhu, hitung jenis leukosit, ileus prolong atau perlunakan
abdomen bagian atas yang tak dapat dijelaskan setelah operasi. US dan CT scan dibutuhkan
untuk menegakkan diagnosis. Bukti klinis dari sepsis intraabdomen membutuhkan aspirasi
cairan untuk mendapatkan sampel bakteriologi dan kadar amylase. Terapi antibiotik empiris
spektrum luas secara parenteral harus segera diberikan selagi menunggu hasil kultur untuk
terapi definitif. Aspirasi perkutaneus dan drainase kateter biasanya efektif pada pasien dengan
unilocular collections dan tidak ada bukti adanya nekrosis pancreas.
Adanya jaringan nekrosis pada pancreas membutuhkan operasi segera dengan debridement
jaringan yang non-viable dan drainase kateter eksternal, walaupun insersi perkutaneus dari
kateter drainase bore besar dapat menguntungkan untuk beberapa kasus. Perdarahan sekunder
dari pancreas atau pembuluh darahs sekitar sebagai akibat dari jaringan yang terinfeksi dan
autodigesti retroperitoneal dari drainase pancreas yang tidak terkontrol tidaklah sering tetapi
merupakan komplikasi yang patut diawasi setelah trauma pancreas.
Pseudokista setelah trauma abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari gangguan duktus
pancreas yang tidak terdeteksi dengan kebocoran yang terus terjadi dari enzim pancreas dan
dapat muncul berminggu hingga berbulan setelah trauma pancreas awal. Strategi operatif
dalam manajemen pseudokista traumatic tergantung dari tempat dan sifat dari trauma duktus,
kematangan dinding kista, dan kegawatannya. Jika pseudokista simtomatis atau ukurannya
membesar, MRCP atau ERCP memberikan gambaran anatomik yang akurat dari trauma
duktus. Jika terdapat hubungan minimal dengan tepi duktus atau jika kebocoran mengenai
bagian distal duktus, aspirasi perkutaneus dengan panduan ultrasound dapat dilakukan.
Pseudokista dengan trauma duktus proksimal sebaiknya didrainase secara endoskopi jika
14

terdapat penjajaran yang adekuat dengan gaster atau duodenum dan jika terdapat tonjolan
yang tampak intraluminal secara endoskopi dan dinding yang tipis (<10mm) pada pencitraan.
Jika drainase endoskopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan bedah drainase internal
seperti cystgastrotomi, cystduodenostomi, atau cystjejunostomi.
KESIMPULAN
Luka pada pankreas jarang terjadi namun dapat mengakibatkan morbiditas yang cukup besar
dan kematian karena terkait besarnya trauma dan keterlambatan diagnosis. Prognosa
ditentukan oleh penyebab cedera, banyaknya kehilangan darah, ada tidaknya shock,
kecepatan resusitasi, terkait besarnya cedera dan lokasi cedera pankreas. kematian dini
disebabkan tidak terkendalinya atau perdarahan yang besar dari pembuluh darah yang terkait
atau visceral injuries. Akhir kematian adalah konsekuensi dari infeksi dan kegagalan organ
multiple. Terabainya cedera duktus utama mungkin mengakibatkan komplikasi serius
termasuk fistula, pembentukan pseudokista, sepsis, pankreatitis, dan perdarahan.
Sebagian besar cedera pankreas yang ringan dan dapat tangani dengan drainage. cedera
utama yang paling umum adalah laserasi prevertebral dari bagian proksimal atau leher
pancreas yang membutuhkan distal pancreatectomy. Patahnya mayor vena portal kanan
dengan duct empedu yang utuh diobati dengan reseksi distal. Pankreatikoduodenektomi
dilakukan untuk cedera maksimal untuk Kepala pankreas dan / atau duodenum dimana
penyelamatan atau rekonstruksi tidak memungkinkan. Semua prosedur harus mencakup
drainase yang efektif dari cedera pankreas. Kecenderungan untuk operasi mennjadi
konservatif untuk kebanyakan cedera pancreas tanpa anastomosis enterik atau intraoperatif
wajib Pancreatography dimana merupakan penyederhanaan metode masa lalu dan
memungkinkan menjaga jaringan pankreas tanpa meningkatkan morbidity. Dengan penilaian
yang hati-hati dari cedera dengan cara inspeksi, komplikasi pankreas dapat dikurangi tanpa
perlu reseksi yg kompleks, mengalihkan usus dan anastomosis pancreaticoenteric.

15

Das könnte Ihnen auch gefallen