Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah bentuk aturan atau sistem lambang yang digunakan
anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang
dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa
diekspresikan melalui bicara mengacu pada simbol verbal. Selain itu bahasa
dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda gestural dan musik. Bahasa
juga dapat mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural
atau pantomim.(1)
Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan
perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan bicara
adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua
kepada dokter. Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat.(1)
Laki-laki diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa hampir
dua kali lebih banyak daripada wanita. Menurut penelitian anak dengan
riwayat sosial ekonomi yang lemah memiliki insiden gangguan bicara dan
bahasa yang lebih tinggi daripada anak dengan riwayat sosial ekonomi
menengah ke atas.(2)
B. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui fisiologi bicara, fisiologi pendengaran, etiologi,
pemeriksaan penunjang dan deteksi dini delayed speech.
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. A
Usia
: 4 tahun
Berat Badan
: 16 kg
Tinggi Badan
: 103 cm
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
Tanggal Pemeriksaan
: 10 Oktober 2016
II.
ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap orang tua pasien
kata kata dan belum bisa menirukan bunyi kata-kata. Pasien belum bisa
mengenal nama dirinya sendiri, sulit menyebutkan nama-nama benda, dan
sulit mengungkapkan keinginannya.
Selain sulit berbicara, orangtua pasien juga mengeluhkan saat
dipanggil, pasien jarang menoleh, hanya menoleh ketika disentuh saja. Saat
ada suara keras seperti petir, pasien juga jarang menunjukkan respon apapun.
Pasien juga dirasakan jarang memahami perintah sederhana yang diberikan
kedua orang tuanya. Pasien tidak pernah mengeluhkan nyeri telinga, keluar
cairan dari telinga disangkal, riwayat trauma pada telinga disangkal, riwayat
benda asing pada telinga juga disangkal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang
: disangkal
: disangkal
: (+)
Riwayat dirawat di RS
: disangkal
: saudara
kembar
pasien
disangkal
: disangkal
: disangkal
(-)
Morbili
(-)
Pertusis
(-)
Difteri
(-)
Varicella
(-)
Polio
(-)
Cacingan
(-)
Gegar otak
(-)
Fraktur
(-)
waktu lahir 2700 gram, panjang badan saat lahir 48 cm. Bayi tidak pernah
dirawat di RS, sakit kuning disangkal, riwayat kejang disangkal.
I. Riwayat Pemeriksaan Post Natal
Rutin ke posyandu tiap bulan untuk timbang dan mendapatkan
imunisasi.
J. Riwayat Imunisasi
Imunisasi
Hep. B
Awal
Usia 1 hari
Ulangan
BCG
Usia 1 bulan
DPT-HB
Usia 2 bulan
Polio
Usia 1 bulan
Campak
Usia 9 bulan
Kesimpulan : pasien mendapatkan imunisasi dasar lengkap
K. Genogram
An. A
4 tahun
III.PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
1. Keadaan Umum
: baik
Kesadaran
: compos mentis
Status gizi
2. Tanda vital
S
: 36,5 oC
RR
: 26 x/menit, reguler
kelenjar
limfe
auricular,
submandibuler,
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
servikalis,
Kiri atas
: SIC II LPSS
Kiri bawah
: SIC IV LPSS
Kanan atas
: SIC II LPSD
Auskultasi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Batas paru-hepar
: SIC V kanan
14. Abdomen :
Redup relatif di
: SIC V kanan
Redup absolut
Auskultasi
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: tympani
Palpasi
15. Urogenital
16. Ekstremitas :
Akral hangat, CRT < 2 detik
17. Kuku
N. III, IV, VI
N. V
N. VII
N. VIII
: (-)
B. Status Lokalis
1.
Pemeriksaan telinga
No
Pemeriksaan
Telinga kanan
Telinga kiri
.
1.
2.
Telinga
Tragus
Auricula
3.
CAE
4.
Membran timpani
(-)
Intak. Retraksi (-), bulging (-), Intak. Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi
(-),
edema
(-), hiperemi
(-),
edema
(-),
Sinistra
Hidung
Bentuk normal
Bentuk normal
Sekret
V.
Pe
-
Mukosa
inferior
Meatus media
Meatus inferior
Septum
Deviasi (-)
Deviasi (-)
Massa
meriksaan Tenggorokan
Bibir
Mulut
Geligi
Ginggiva
Lidah
Uvula
Palatum mole
Faring
luka (-)
Bentuk normal, hiperemis (-), edema (-)
Ulkus (-), hiperemi (-)
Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-), eksudat
(-)
Tonsila palatine
Ukuran
Warna
Permukaan
Kripte
Detritus
Eksudat
Peri Tonsil
Fossa
Tonsillaris
Kanan
T1
Hiperemis (-)
rata
Tidak tampak
(-)
(-)
Abses (-)
hiperemi (-)
Kiri
T1
Hiperemis (-)
rata
Tidak tampak
(-)
(-)
Abses (-)
hiperemi (-)
Pemeriksaan Maksilofacialis
Bentuk
Edema
Massa
Parese
Kanan
Kiri
Simetris, tidak tampak facies adenoid
(-)
(-)
(-)
(-)
N Kranialis (-)
(-)
VII
Nyeri tekan
Krepitasi
(-)
(-)
(-)
(-)
V.
RESUME
Orang tua pasien datang ke poli THT RSUS Waled karena anaknya
yang sudah berusia 4 tahun, belum bisa bicara dengan lancar. Menurut
orangtuanya, kemampuan berbicara pasien dirasa lebih lambat dibandingkan
dengan anak seusianya. Di usia 4 tahun ini pasien baru bisa mengoceh dan
mengucapkan satu sampai dua kata saja, seperti mama, papa, makan,
dan kata-kata lain yang tidak spesifik. Pasien belum bisa mengkombinasikan
kata kata dan belum bisa menirukan bunyi kata-kata. Pasien belum bisa
mengenal nama dirinya sendiri, sulit menyebutkan nama-nama benda, dan
sulit mengungkapkan keinginannya.
Selain sulit berbicara, orangtua pasien juga mengeluhkan saat
dipanggil, pasien jarang menoleh, hanya menoleh ketika disentuh saja. Saat
ada suara keras seperti petir, pasien juga jarang menunjukkan respon apapun.
Pasien juga dirasakan jarang memahami perintah sederhana yang diberikan
kedua orang tuanya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal,
kesan status gizi cukup, ditemukan adanya serumen impacted pada telinga
kanan, tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan status generalis.
VI.
DIAGNOSIS KERJA
Speech delay + serumen impacted AD
VII.
PENATALAKSANAAN
1.
2.
Fisioterapi wicara
3.
VIII. PLANNING
1. Pemeriksaan OAE (Otoacoustic Emissions)
2. Pemeriksaan BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry)
3. Konsul Rehabilitasi Medik
4. Konsul Anak
IX.
PROGNOSIS
Ad vitam
: bonam
Ad sanam
: dubia
Ad fungsionam
: dubia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fisiologi Bicara
Menurut beberapa ahli komunikasi, bicara adalah kemampuan
anak
untuk
berkomunikasi
dengan
bahasa
oral
(mulut)
yang
B. Fisiologi Pendengaran
Saat
mendengar
pembicaraan
maka
getaran
udara
yang
C. Etiologi
Penyebab Gangguan Bicara dan Bahasa menurut Blager BF(4)
Penyebab
1. Lingkungan
a. Sosial ekonomi kurang
a. Terlambat
b. Tekanan keluarga
b. Gagap
c. Keluarga bisu
2. Emosi
a.
sa
b. Terlambat atau gangguan
perkembangan bahasa
3. Masalah pendengaran
a.
Kongenital
ra permanen
b.Terlambat atau gangguan bica
ra permanen
b.Didapat
4.Perkembangan terlambat
a. Perkembangan lambat
a. Terlambat bicara
b.Retardasi mental
5. Cacat bawaan
a.Palatoschizis
b.Sindrom Down
endah
6. Kerusakan otak
a.
a.
Kelainan neuromuscular
Mempengaruhi kemampua
n
menghisap, menelan, men
Kelainan sensorimotor
b.Mempengaruhi kemamp
uan menghisap,menelan,
akhirnya menimbulkan ga
ngguan artikulasi, seperti
dispraksia
c.Berpengaruh pada perna
pasan, makan dan timbul
c.
juga masalah artikulasi ya
Palsi serebral
ng dapat mengakibatkan
disartria dan dispraksia
d.Kesulitan membedakan
suara, mengerti bahasa, si
mbolisaasi, mengenal kon
sep, akhirnya menimbulk
d.Kelainan persepsi
an kesulitan belajar
di sekolah
Penyebab
Bahasa
reseptif
Bahasa
ekspresif
Kemampuan
Pola perkembangan
pemecahan
masalah visuomotor
Keterlambatan
fungsional
Normal
Kurang
normal
Normal
Gangguan
pendengaran
Kurang
normal
Kurang
normal
normal
Disosiasi
Redartasi mental
Kurang
normal
Kurang
normal
Kurang normal
Keterlambatan global
Gangguan
Kurang
komunikasi sentral normal
Kurang
normal
normal
Disosiasi, deviansi
Kesulitan belajar
normal,
kurang
normal
Normal
normal,
kurang normal
Disosiasi
Autis
Kurang
normal
normal,
Tampaknya
Deviansi, disosiasi
kurang normal normal, normal,
selalu lebih baik
dari bahasa
Mutisme elektif
Normal
Normal
normal,
kurang normal
D. Pemeriksaan Penunjang
a. TES
BERA
(Brainstem
Evoked
Response
Auditory)
atau
ABR
(un-invasive), tidak perlu respon aktif dari pasien dan hasilnya menyeluruh.
Tes ini adalah tes paling umum dalam mendeteksi gangguan pendengaran.
b. TES OAE (Oto Acoustic Emission).
Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai rumah siput tetapi
terutama rumah siput. Cara kerjanya dengan memberikan nada murni ke
telinga dan menangkap responnya melalui perubahan tekanan di saluran
telinga. Tesnya juga tidak menyakitkan dan tidak memerlukan respon aktif
dari pasien serta obyektif. Biasanya digunakan untuk mendeteksi gangguan
pendengaran khususnya akibat gangguan di telinga tengah karena OME,
OMA
atau
sensorinerual
hearing
loss
* audiometri tutur
Audiometri nada murni adalah tes dasar untuk mengetahui ada
tidaknya gangguan pendengaran. Selama tes, orang yang dites akan
mendengar nada murni yang diberikan pada frekwensi yang berbeda melalui
sebuah headphone atau ear phone. Intensitas nada berangsur-angsur dikurangi
sampai ambang dengar, titik dimana suara terkecil yang dapat didengar akan
diketahui. Hasilnya ditunjukkan dalam desibel (dB) dan dimasukkan ke
bentuk audiogram. (7)
Caranya dengan memberikan nada murni baik melalui earphone
(direct to ear) ataupun speaker (free field test) dan meminta respon balik dari
pasien apakah bunyi terdengar atau tidak. Tesnya tidak menyakitkan namun
agak subyektif dan memerlukan respon aktif dari pasien. Cukup sulit
dilakukan khususnya untuk anak anak.(8)
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien
pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frkwensi yang
berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada
diatas. Grafiknya terdiri dari skala desibel. Suara dipresentasikan dengan
earphone (air conduction) dan skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air
bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang
pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.(6)
Untuk anakanak biasanya dilakukan Play Audiometri yaitu uji
pendengaran dengan bermain dan diperlukan audiologist yang berpengalaman
untuk
mendapatkan
hasil
yang
baik.
Biasanya
untuk
menguji
kata-kata tertentu yang diberikan melalui headphone atau pengeras suara free
field. Kata-kata tersebut harus diulangi oleh orang yang dites. Setelah selesai,
persentase berapa kata yang dapat diulang dengan benar dapat diketahui. (7)
pasien
harus
diam
dan
tenang
dalam
waktu
yang
cukup
sulit,
diminta
mendeteksi
untuk
gangguan
tetap
tenang
dan diam.
pendengaran
pada
Digunakan
bayi
dan
Usia
0-1 bulan
Kemampuan
Respons bayi saat mendengar suara dengan
melebarkan mata atau perubahan irama pernafasan
Respons
bayi
dengan
memperhatikan
dan
6-9 bulan
9 bulan
10-12 bulan
13-15 bulan
16-18 bulan
22-24 bulan
2-2,5 tahun
3-4 tahun
Untuk memudahkan orangtua ada beberapa tahap bicara yang dapat dijadikan
parameter. Seperti telah dijelaskan bahwa semakin dini diketahui adanya gangguan
perkembangan, semakin cepat dapat dilakukan intervensi berupa stimulasi. Orangtua
harus mulai waspada bila : (9)
Pada usia 6 bulan, bayi tidak melirik atau menoleh pada sumber suara yang
datang dari belakang atau sampingnya
Pada usia 15 bulan, anak tidak mengerti atau merespons terhadap kata "tidak"
atau "jangan"
Pada usia 21 bulan, anak tidak merespons terhadap perintah : duduk, kesini,
atau berdiri
Pada usia 24 bulan, anak tidak dapat menunjuk dan menyebutkan bagian
tubuh seperti mulut, hidung, mata atau kuping.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Proses terjadinya bicara ada dua, yaitu proses sensoris dan motoris.
2. Etiologi delayed speech antara lain faktor lingkungan, emosi, masalah
pendengaran, perkembangan terlambat, cacat bawaan dan kerusakan otak.
3. Pemeriksaan penunjang pada delayed speech dapat berupa BERA, OAE,
tympanometri, audiometri dan ASSR.
4. Deteksi dini delayed speech sangat penting agar stimulasi dan intervensi dapat
segera dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA