Sie sind auf Seite 1von 14

TUGAS FARMAKOGNOSI 1

Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik


(CPOTB)

DISUSUN OLEH :

Nur Fitriana (15010089)

PROGRAM STUDI STRATA 1 (S1) FARMASI


SEKOLAH TINGGI TEKHNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI
BOGOR
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa perlu terus dilestariakan dan
dikembangkan untuk menunjang pembangunan kesehatan sekaligus untuk meningkatkan
perekonomian
memperlihatkan

rakyat.

Produksi,

kecendrungan

dan

terus

penggunaan
meningkat,

obat
baik

tradisional
jenis

maupun

di

Indonesia
volumenya.

Perkembangan ini telah mendorong pertumbuhan usaha di bidang obat tradisional, mulai dari
usaha budidaya tanaman obat, usaha industry obat tradisional, penjaja dan penyeduh obat
tradisional atau jamu. Bersamaan itu upaya pemanfaatan obat tradisional dalam pelayanan
kesehatan formal juga terus digalakkan melalui berbagai kegiatan uji klinik kearah
pengembangan fito farmaka (Ditjen POM, 1999).
Meningkatkan produksi, peredaran dan penggunaan obat tradisional, di sisi lain
dicemari oleh beredarnya obat tradisional yang tidak terdaftar, obat tradisional yang
mengandung bahan kimia obat atau mengandung bahan-bahan berbahaya lainnya serta obat
tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu. Peredaran dan penggunaan obat
tradisional seperti ini selain sangat membahayakan kesehatan/jiwa konsumen juga merusak
citra obat tradisional secara keseluruhan.
Guna melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat tradisional yang tidak
terdaftar atau tidak memenuhi syarat , ditempuh berbagai langkah strategis, antara lain
penyebaran informasi yang cukup kepada masyarakat dan pengusaha, termasuk informasi
mengenai peraturan perundangan-undangan yang berlaku di bidang obat tradisional (Ditjen
POM, 1999)
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang
menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang
dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan
mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani.
Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem
jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Untuk itu sistem mutu hendaklah dibangun,
dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan

dapat dicapai. Dengan demikian penerapan CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk
obat tradisional Indonesia agar dapat bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di
pasar dalam negeri maupun internasional.
Mengingat pentingnya penerapan CPOTB maka pemerintah secara terus menerus
memfasilitasi industri obat tradisional baik skala besar maupun kecil untuk dapat menerapkan
CPOTB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram. Dengan adanya
perkembangan jenis produk obat bahan alam tidak hanya dalam bentuk Obat Tradisional
(Jamu), tetapi juga dalam bentuk Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, maka Pedoman
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik ini dapat pula diberlakukan bagi industri yang
memproduksi Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
1.2 Tujuan
1.2.1. Umum:
a. Melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan obat tradisional
yang tidak memenuhi persyaratan mutu.
b. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk obat tradisional Indonesia dalam era
pasar bebas .
1.2.2. Khusus
a. Dipahaminya penerapan CPOTB oleh para pelaku usaha industri di bidang obat tradisional
sehingga bermanfaat bagi perkembangan industri di bidang obat tradisional.
b. Diterapkannya CPOTB secara konsisten oleh industri di bidang obat tradisional.
1.3 Manfaat

Untuk menambah pengetahuan dan lebih mendalami tentang obat tradisional.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obat Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara
tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Pengobatan
tradisional. (Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan)
Adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatannya yang
mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun dan diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku dalam masyarakat.
Obat

tradisional

Peraturan

menurut

Menteri

Kesehatan

RI.No.

179/Men.Kes/Per/VII/1976 Tentang Produksi dan Distribusi Obat Tradisionil adalah obat jadi
atau obat berbungkus yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral dan atau
sediaan galeniknya atau campuran bahan-bahan tersebut yang belum mempunyai data klinis
dan dipergunakan dalam usaha pengobatan berdasarkan pengalaman :
- bahan alam
- bedasarkan pengalaman
obat

tradisional

menurut

Peraturan

Menteri

Kesehatan

RI.No.246/Men.Kes/Per/V/1990 Tentang Izin Usaha IOT dan Pendaftaran O.T Dan UndangUndang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan Adalah bahan atau ramuan bahan, yang
berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman.
Sejarah obat tradisional :

Tradisi : merupakan kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh berkembang, terpeliharah pada


sekelompok / golongan masyarakat, yang pada akhirnya melahirkan satu budaya

Kebiasaan lahir dari pengalaman

Pengalaman diperoleh dari berbagai cara, antara lain :

mencoba-coba

signatura

petunjuk dari yang kuasa

Tahun 1976, merupakan awal pengembangan O.T di Indonensia dengan dibentuknya


direktorat pengawasan obat tradisional, pada direktorat pengawan obat

dan makanan,

departemen kesehatan.
Lahir aturan-aturan tentang obat radisional yang dikenal dengan paket deregulasi, yaitu
Peraturan Menteri Kesehatan R.I :
1. No. 179/Men.Kes/Per/VII/76, Produksi dan Distribusi Obat TradisionL
2. No. 180/Men.Kes/Per/VII/76, Wajib Daftar Obat Tradisional
3. No. 181/Men.Kes/Per/VII/76, Pembungkusan dan Penandaan Obat Tradisional.
2.1.1 Izin Edar
Obat tradisional yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar yang
diberikan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pemberian izin edar
dilaksanakan melalui mekanisme registrasi sesuai dengan tatalaksana yang ditetapkan dan
berlaku selama 5(lima) tahun. Dikecualikan dari ketentuan kewajiban memiliki izin edar di
berlakukan terhadap:
a. obat tradisional yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong
b. simplisia dan sediaan galenik untuk keperluan industri dan keperluan layanan pengobatan
tradisional
c. obat tradisional yang digunakan untuk penelitian, sampel untuk registrasi dan pameran
dalam jumlah terbatas dan tidak diperjualbelikan.
Obat tradisional yang dapat diberikan izin edar harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a.
b.
c.
d.

menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu


dibuat dengan menerapkan CPOTB
memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan lain yang diakui
berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun temurun, dan/atau secara ilmiah,
penandaan

berisi

informasi

yang

objektif,

lengkap,

dan

tidak

menyesatkan.

Kewajiban Pemegang Nomor Izin Edar

Pemegang

nomor

izin

edar

wajib

melakukan

pemantauan

terhadap

keamanan,

khasiat/manfaat, dan mutu produk yang beredar. Dalam hal terjadi ketidaksesuaian terhadap
keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk, pemegang nomor izin edar wajib melakukan
penarikan produk dari peredaran dan melaporkan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

a. Peraturan

Menteri

Kesehatan

Nomor

181/Menkes/Per/VII/1976

tentang

Pembungkusan dan Penandaan Obat Tradisional


b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 230/Menkes/IX/1976 tentang Wajib Daftar
Simplisia Impor
c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha
Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional sepanjang yang
mengatur pendaftaran obat tradisional sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Menteri ini
d. Peraturan Menteri

Kesehatan

Nomor

661/Menkes/Per/VII/1994

tentang

Persyaratan Obat Tradisional


e. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1297/Menkes/Per/XI/1998 tentang Peredaran
Obat Tradisional Impor.
Obat tradisional dilarang mengandung:
a. etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang
pemakaiannya dengan pengenceran
b. bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat
c. narkotika atau psikotropika
d. dan atau bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan/atau
berdasarkan penelitian membahayakan kesehatan yang jenisnya ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makan.
Obat tradisional dilarang dibuat dan/atau diedarkan dalam bentuk sediaan:
a. Intravaginal
b. tetes mata
c. parenteral
Registrasi Obat Tradisional
Registrasi Obat Tradisional Produksi Dalam Negeri hanya dapat dilakukan oleh
Industri Obat Tradisional, Usaha Kecil Obat Tradisional atau Usaha Mikro Obat Tradisional
yang memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Registrasi Obat Tradisional Kontrak hanya dapat dilakukan oleh pemberi kontrak
dengan melampirkan dokumen kontrak. Obat tradisional kontrak adalah obat tradisional
yang seluruh atau sebagian tahapan pembuatan dilimpahkan kepada industri obat

tradisional atau usaha kecil obat tradisional berdasarkan kontrak.


Registrasi Obat Tradisional Lisensi hanya dapat dilakukan oleh Industri Obat
Tradisional, Usaha Kecil Obat Tradisional penerima lisensi yang memiliki izin sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan. Obat tradisional lisensi adalah obat


tradisional yang seluruh tahapan pembuatan dilakukan oleh industri obat tradisional

atau usaha kecil obat tradisional di dalam negeri atas dasar lisensi.
Registrasi Obat Tradisional Impor hanya dapat dilakukan oleh Industri Obat
Tradisional, Usaha Kecil Obat Tradisional, atau importir obat tradisional yang
mendapat penunjukan keagenan dan hak untuk melakukan registrasi dari industri di
negara asal. Obat tradisional impor adalah obat tradisional yang seluruh proses
pembuatan atau sebagian tahapan pembuatan sampai dengan pengemasan primer
dilakukan oleh industri di luar negeri, yang dimasukkan dan diedarkan di wilayah

Indonesia.
Registrasi Obat Tradisional Khusus Ekspor dilakukan oleh Industri Obat Tradisional,
Usaha Kecil Obat Tradisional atau Usaha Mikro Obat Tradisional yang memiliki izin
sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
Obat tradisional dibuat atau diramu dari bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan,

sediaan sarian (galenik), atau campuran bahan-bahan tersebut. Obat tradisional secara turuntemurun telah digunakan untuk kesehatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional telah
digunakan oleh berbagai aspek masyarakat mulai dari tingkat ekonomi atas sampai tingkat
bawah, karena obat tradisional mudah didapat, harganya yang cukup terjangkau dan
berkhasiat untuk pengobatan, perawatan dan pencegahan penyakit (Ditjen POM, 1994).
Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat tradisional
haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya mengikutkan pengawasan menyeluruh yang
bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang
berlaku. Keamanan dan mutu obat tradisional tergantung dari bahan baku, bangunan,
prosedur, dan pelaksanaan pembuatan, peralatan yang digunakan, pengemasan termasuk
bahan serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional (Dirjen POM, 1994).
Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan,
sediaan sarian atau galenik yang memiliki fungsi, pengaruh serta khasiat sebagai obat, dalam
pengertian umum kefarmasian bahan yang digunakan sebagai simplisia. Simplisia adalah
bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun
juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang dikeringkan (Dirjen POM, 1999).
2.1.2 Kelebihan dan kekurangan obat tradisional
A. Keuntungan obat tradisonal

Kelebihan Obat Tradisional Dibandingkan obat-obat modern, memang OT/TO


memiliki beberapa kelebihan, antara lain : efek sampingnya relatif rendah, dalam suatu
ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek saling mendukung, pada satu tanaman
memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit
metabolik dan degeneratif.
1.

Efek samping OT relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat
OT/TO akan bermanfaat dan aman jika digunakan dengan tepat, baik takaran, waktu dan
cara penggunaan, pemilihan bahan serta penyesuai dengan indikasi tertentu.
Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan

2.

obat

tradisional/komponen bioaktif tanaman obat. Dalam suatu ramuan OT umumnya terdiri


dari beberapa jenis TO yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain untuk
mencapai efektivitas pengobatan. Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat setepat
mungkin agar tidak menimbulkan kontra indikasi, bahkan harus dipilih jenis ramuan yang
saling menunjang terhadap suatu efek yang dikehendaki. Sebagai ilustrasi dapat
dicontohkan bahwa suatu formulasi terdiri dari komponen utama sebagai unsur pokok
dalam tujuan pengobatan, asisten sebagai unsur pendukung atau penunjang, ajudan untuk
membantu menguatkan efek serta pesuruh sebagai pelengkap atau penyeimbang dalam
formulasi. Setiap unsur bisa terdiri lebih dari 1 jenis TO sehingga komposisi OT lazimnya
cukup komplek.
Pada satu

3.

tanaman

bisa

memiliki

lebih

dari

satu

efek

farmakologi

Zat aktif pada tanaman obat umunya dalam bentuk metabolit sekunder, sedangkan satu
tanaman bisa menghasilkan beberapa metabolit sekunder; sehingga memungkinkan
tanaman tersebut memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Efek tersebut adakalanya
saling mendukung (seperti pada herba timi dan daun kumis kucing), tetapi ada juga yang
seakan-akan saling berlawanan atau kontradiksi (sperti pada akar kelembak). Sebagai
contoh misalnya pada rimpang temu lawak (Curcuma xanthoriza) yang disebutkan
memiliki beberapa efek farmakologi, antara lain : sebagai anti inflamasi (anti radang), anti
hiperlipidemia (penurun lipida darah), cholagogum (merangsang pengeluaran produksi
cairan empedu), hepatoprotektor (mencegah peradangan hati) dan juga stomakikum
(memacu nafsu makan).
Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif.

4.

Sebagaimana diketahui bahwa pola penyakit di Indonesia (bahkan di dunia) telah


mengalami pergeseran dari penyakit infeksi (yang terjadi sekitar tahun 1970 ke bawah) ke
penyakit-penyakit metabolik degeneratif (sesudah tahun 1970 hingga sekarang). Hal ini
seiring dengan laju perkembangan tingkat ekonomi dan peradaban manusia yang ditandai

dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi dengan berbagai penemuan baru yang
bermanfaat dalam pengobatan dan peningkatan kesejahteraan umat manusia.Pada periode
sebelum tahun 1970-an banyak terjangkit penyakit infeksi yang memerlukan
penanggulangan secara cepat dengan mengunakan antibiotika (obat modern). Pada saat itu
jika hanya mengunakan OT atau Jamu yang efeknya lambat, tentu kurang bermakna dan
pengobatannya tidak efektif. Sebaliknya pada periode berikutnya hinga sekarang sudah
cukup banyak ditemukan turunan antibiotika baru yang potensinnya lebih tinggi sehingga
mampu membasmi berbagai penyebab penyakit infeksi. Akan tetapi timbul penyakit baru
yang bukan disebabkan oleh jasad renik, melainkan oleh gangguan metabolisme tubuh
akibat konsumsi berbagai jenis makanan yang tidak terkendali serta gangguan faal tubuh
sejalan dengan proses degenerasi. Penyakit ini dikenal dengan sebutan penyakit metabolik
dan degeneratif. Yang termasuk penyakit metabolik antara lain : diabetes (kecing manis),
hiperlipidemia (kolesterol tinggi), asam urat, batu ginjal dan hepatitis; sedangkan penyakit
degeneratif diantaranya : rematik (radang persendian), asma (sesak nafas), ulser (tukak
lambung), haemorrhoid (ambaien/wasir) dan pikun (Lost of memory).
B. Kelemahan obat tradisonal
Disamping berbagai keuntungan, bahan obat alam juga memiliki beberapa kelemahan
yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional (termasuk dalam upaya
agar bisa diterima pada pelayanan kesehatan formal). Adapun beberapa kelemahan tersebut
antara lain : efek farmakologisnya yang lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat
higroskopis serta volumines, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai jenis
mikroorganisme. Menyadari akan hal ini maka pada upaya pengembangan OT ditempuh
berbagai cara dengan pendekatan-pendekatan tertentu, sehingga ditemukan bentuk OT yang
telah teruji khasiat dan keamanannya, bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah serta
memenuhi indikasi medis; yaitu kelompok obat fitoterapi atau fitofarmaka Akan tetapi untuk
melaju sampai ke produk fitofarmaka, tentu melalui beberapa tahap (uji farmakologi,
toksisitas dan uji klinik) hingga bisa menjawab dan mengatasi berbagai kelemahan tersebut.
Efek farmakologis yang lemah dan lambat karena rendahnya kadar senyawa aktif dalam
bahan obat alam serta kompleknya zat balast/senyawa banar yang umum terdapat pada
tanaman. Hal ini bisa diupayakan dengan ekstrak terpurifikasi, yaitu suatu hasil ekstraksi
selektif yang hanya menyari senyawa-senyawa yang berguna dan membatasi sekecil mungkin
zat balast yang ikut tersari.

2.1.3 CARA PRODUKSI OBAT TRADISIONAL YANG BAIK


CPOTB merupakan cara pembuatan obat tradisional yg diikuti dengan pengawasan
menyeluruh & bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yg senantiasa memenuhi
persyaratan yg berlaku (Kepmenkes No. 659/MENKES/SK/X/1991)
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang
menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang
dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan
mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani.
Dalam memproduksi obat tradisional setiap IOT/IKOT wajib melaksanakan CPOTB,
yang dituangkan dalam Kepmenkes RI No. 659/Menkes/SK/X/1991 tentang Cara Pembuatan
Obat Tradisional yang Baik.
CPOTB meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang
bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan
yang berlaku.
Aspek-aspek dalam CPOTB antara lain meliputi :
1. Ketentuan umum
2. Personalia
3. Bangunan
4. Peralatan
5. Sanitasi dan hygiene
6. Pengolahan dan pengemasan
7. Pengawasan mutu
8. Inspeksi diri
9. Dokumentasi
10. Penanganan terhadap hasil pengamatan produk di peredaran
Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem
jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Untuk itu sistem mutu hendaklah dibangun,
dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan
dapat dicapai. Dengan demikian penerapan CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk
obat tradisional Indonesia agar dapat bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di
pasar dalam negeri maupun internasional. Mengingat pentingnya penerapan CPOTB maka
pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri obat tradisional baik skala besar

maupun kecil untuk dapat menerapkan CPOTB melalui langkah-langkah dan pentahapan
yang terprogram. Dengan adanya perkembangan jenis produk obat bahan alam tidak hanya
dalam bentuk Obat Tradisional (Jamu), tetapi juga dalam bentuk Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka, maka Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik ini dapat pula
diberlakukan bagi industri yang memproduksi Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam CPOTB adalah:


1.

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau campuran daribahan tersebut,
yang secara turun menurun telah digunakan untuk pengobatanberdasarkan pengalaman.
Bahan awal adalah bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan dalam

2.

pembuatan suatu produk obat tradisional.


3. Bahan baku adalah simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau bahan lainnya,
baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah maupun yang tidak
berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat tradisional,walaupun tidak semua
bahan tersebut masih terdapat didalam produk ruahan.
4. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain merupakan bahan
yang dikeringkan.
5. Bahan pengemas adalah semua bahan yang digunakan untuk pengemasan produk
ruahan untuk menghasilkan produk jadi.
Produk antara adalah bahan atau campuran bahan yang masih memerlukan satu atau

6.

lebih tahap pengolahan lebih lanjut untuk menjadi produk ruahan.


7. Produk ruahan adalah bahan atau campuran bahan yang telah selesai diolah yang
masih memerlukan tahap pengemasan untuk menjadi produk jadi.
Produk jadi adalah produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan obat

8.

tradisional.
Pembuatan adalah seluruh rangkaian kegiatan yang meliputi pengadaan bahan awal

9.

termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, pengemasan, pengawasan mutu sampai


diperoleh produk jadi yang siap untuk didistribusikan.
10. Produksi adalah semua kegiatan pembuatan dimulai dari pengadaan bahan awal
termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, sampai dengan pengemasan untuk
menghasilkan produk jadi.
11. Pengolahan adalah seluruh rangkaian kegiatan mulai dari penimbangan bahan baku
sampai dengan dihasilkannya produk ruahan.
12. Pengemasan adalah kegiatan mewadahi, membungkus, memberi etiket dan atau
kegiatan lain yang dilakukan terhadap produk ruahan untuk menghasilkan produk jadi.
13. Pengawasan dalam proses adalah pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan dan
dilakukan dalam suatu rangkaian proses produksi, termasuk pemeriksaan dan pengujian

yang dilakukan terhadap lingkungan dan peralatan dalam rangka menjamin bahwa
produk akhir (jadi) memenuhi spesifikasinya.
14. Pengawasan mutu (quality control) adalah semua upaya pemeriksaan dan pengujian
selama pembuatan untuk menjamin agar obat tradisional yangdihasilkan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.
15. Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin kebersihan sarana
pembuatan, personil, peralatan dan bahan yang ditangani.
16. Dokumentasi adalah catatan tertulis tentang formula, prosedur, perintah dan catatan
tertulis lainnya yang berhubungan dengan pembuatan obat tradisional.
17. Verifikasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap
bahan, perlengkapan, prosedur kegiatan yang digunakan dalam pembuatan obat
tradisional senantiasa mencapai hasil yang diinginkan.
18. Inspeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua aspek, mulai dari
pengadaan bahan sampai dengan pengemasan dan penetapan tindakan perbaikan yang
dilakukan oleh semua personal industri obat tradisional sehingga seluruh aspek
pembuatan obat tradisional dalam industri obat tradisional tersebut selalu memenuhi
CPOTB.
19. Bets adalah sejumlah produk obat tradisional yang diproduksi dalam satu siklus
pembuatan yang mempunyai sifat dan mutu yang seragam.
20. Lot adalah bagian tertentu dari suatu bets yang memiliki sifat dan mutu yang seragam
dalam batas yang telah ditetapkan.
21. Kalibrasi adalah kombinasi pemeriksaan dan penyetelan suatu instrumen agar
memenuhi syarat batas keakuratan menurut standar yang diakui.
22. Karantina adalah status suatu bahan atau produk yang dipisahkan baik secara fisik
maupun secara sistem, sementara menunggu keputusan pelulusan atau penolakan untuk
diproses, dikemas atau didistribusikan.
23. Nomor bets atau nomor lot adalah suatu rancangan nomor dan atau huruf yang
menjadi tanda riwayat suatu bets atau lot secara lengkap, termasuk pemeriksaan mutu
dan pendistribusiannya.
24. Diluluskan (released) adalah status bahan atau produk yang boleh digunakan untuk
diproses, dikemas atau didistribusikan.
25. Produk kembalian adalah produk yang dikembalikan dari semua mata rantai distribusi
ke pabrik.
26. Penarikan kembali (recall) adalah kegiatan menarik kembali produk dari semua mata
rantai distribusi apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan
mutu, keamanan dan penandaan atau adanya efek yang merugikan kesehatan.
27. Keluhan adalah suatu pengaduan dari pelanggan atau konsumen mengenai kualitas,
kuantitas, khasiat dan keamanan.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara
tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem
jaminan mutu yang diakui dunia internasional
Aspek-aspek dalam CPOTB antara lain meliputi :
1. Ketentuan umum

2. Personalia
3. Bangunan
4. Peralatan
5. Sanitasi dan hygiene
6. Pengolahan dan pengemasan
7. Pengawasan mutu
8. Inspeksi diri
9. Dokumentasi
10. Penanganan terhadap hasil pengamatan produk di peredaran

3.2 SARAN
Seharusnya kita dapat lebih bijak untuk memanfaatkan tanaman herbal yang ada di sekitar
kita dengan sebaik mungkin. Serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup disekitar kita
agar tercipta lingkungan hidup yang sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2002. Ilmu Meracik Obat. Jakarta : UGM press.


Ditjen POM. 1995. Materia Medika Indonesia jilid IV. Jakarta : Trubus Agriwidya.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia ed.IV. Jakarta : Depkes RI.
Ditjen POM. 1986. Kodifikasi Peraturan Perundang-undangan Obat Tradisional. Jakarta : Depkes
RI.

Das könnte Ihnen auch gefallen