Sie sind auf Seite 1von 25

No. ID dan Nama Peserta : dr.

Friskha Yuliana

Presenter : dr. Friskha Yuliana

No. ID dan Nama Wahana : RSUD dr. Soetrasno Pendamping :dr. Intaningtyas S
Rembang
TOPIK : Shock Hipovolemik ec Abortus Inkomplet
Tanggal (kasus) : 25 Agustus 2016
Nama Pasien

: Ny. K, 30 thn

No. RM : 379423

Tanggal Presentasi

: 6

Oktober 2016

Pendamping : dr. Intaningtyas S

Tempat Presentasi

: RSUD dr. Soetrasno Rembang

OBJEKTIF PRESENTASI
o Keilmuan

o Keterampilan

o Penyegaran

o Tinjauan Pustaka

Diagnostik

Manajemen

o Masalah

o Istimewa

o Neonatus

o Bayi

o Remaja

o Anak

Dewasa

o Lansia

Bumil

o Deskripsi :
Seorang ibu, 30 tahun, dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak jam 22.00 ( 5
jam SMRS), darah berwarna kemerahan dan sedikit kehitaman, ada prongkolan warna
hitam dan sedikit keputihan. Darah yang keluar sekitar 2 pembalut, awalnya pasien
mengeluh nyeri perut dikarenakan kecapean bekerja. Kemudian keluar darah. Sewaktu Di
IGD pasien keluar lagi darah banyak beserta prongkolan sekitar 2 pampers besar . Ibu
mengaku sudah dilakukan PP test dan USG kandungan hasilnya positif hamil. ANC
dilakukan di bidan dan dr Obsgyn. Menarche usia 13 tahun, haid siklus teratur 28 hari,
Ganti pembalut 2x perhari penuh, nyeri disangkal
o Tujuan:
1. Mengetahui diagnosis Shock Hipovolemik
2. Mengetahui penatalaksanaan Shock hipovolemik
Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka o Riset
Kasus

o Audit

Cara Membahas

o Pos

Diskusi

Presentasi o E-mail

DATA PASIEN

dan Diskusi
Nama : Ny. K / 30 th

No Registrasi : 366242

Nama klinik : Obstetri

Telp : -

Terdaftar sejak : 25 Agustus


2016

Data utama untuk bahan diskusi:


1. Diagnosis : Shock Hipovolemik
Gambaran Klinis :
Seorang ibu, 30 tahun, dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak jam
22.00 ( 5 jam SMRS), darah berwarna kemerahan dan sedikit kehitaman, ada
prongkolan warna hitam dan sedikit keputihan. Darah yang keluar sekitar 2
pembalut, awalnya pasien mengeluh nyeri perut dikarenakan kecapean bekerja.
Kemudian keluar darah. Sewaktu Di IGD pasien keluar lagi darah banyak beserta
prongkolan sekitar 2 pampers besar . Ibu mengaku sudah dilakukan PP test dan
USG kandungan hasilnya positif hamil. ANC dilakukan di bidan dan dr Obsgyn.
Menarche usia 13 tahun, haid siklus teratur 28 hari, Ganti pembalut 2x perhari
penuh, nyeri disangkal. Ku pasien tampak lemas pucat, dari hasil pemeriksaan
TTV Nadi 120 menit, regular, isi kecil kualitas menurun regular cepat, akral teraba
dingin, CRT >2 detik, ADP tidak teraba
2. Riwayat Pengobatan : 3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit : 4. Riwayat Keluarga : 5. Riwayat Pekerjaan : Ibu rumah tangga
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : pasien tinggal bersama suami dan anak
7. Lain-lain : (-)
DAFTAR PUSTAKA
1.

Kolecki P, author. Hypovolemic shock [monograph on the Internet].


Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/760145-treatment

2.

Varon A, Smith C. Essentials of Trauma Anesthesia. Cambridge University Press.


New York: 2012.

3.

Hardisman. Jurnal Kesehatan Andalas: Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis


Syok

Hipovolemik:

Update

dan

Penyegar.

2013.

Tersedia

http://jurnal.fk.unand.ac.id.
4.

Jong de. Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC. 2010.

di:

HASIL PEMBELAJARAN:
1. Pengetahuan tentang diagnosis Shock Hipovolemik
2. Pengetahuan tentang tatalaksana Shock Hipovolemik

1. SUBJEKTIF
RPS Seorang ibu, 30 tahun, dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak jam 22.00
( 5 jam SMRS), darah berwarna kemerahan dan sedikit kehitaman, ada prongkolan
warna hitam dan sedikit keputihan. Darah yang keluar sekitar 2 pembalut, awalnya
pasien mengeluh nyeri perut dikarenakan kecapekan bekerja. Kemudian keluar
darah. Sewaktu Di IGD pasien keluar lagi darah banyak beserta prongkolan sekitar
2 pampers besar . Ibu mengaku sudah dilakukan PP test dan USG kandungan
hasilnya positif hamil. ANC dilakukan di bidan dan dr Obsgyn. Menarche usia 13
tahun, haid siklus teratur 28 hari, Ganti pembalut 2x perhari penuh, nyeri
disangkal.
RPD : riwayat serupa (-)
Hipertensi (-)
DM (-)
Asma (-)
RPK : keluhan serupa (-)
ROBS :
Laki-laki, 6 thn, 3000, CB, Partus Normal di Bidan
Perempuan, 3 thn, 2800, CB, Partus Normal di Bidan
Hamil ini HPHT 10/6/2016 HPL 17/3/2017 UK 10+5minggu
2. OBJEKTIF
a. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

: Tampak Kesakitan, lemah

Kesadaran

: Somnolen

Tanda Vital
TD : 70 Perpalpasi
HR : 120 /menit, regular.
RR : 18x/menit,
T : 36,5 C
Kepala

: Normocephali, Ca +/+, Si -/-, Pupil isokor, RCL -/-, RCTL -/-,

Pulmo

Inspeksi

: Simetris pengembangan dada kanan kiri

Palpasi

: Fremitus raba kanan kiri seimbang

Perkusi

: Sonor

Auskultasi : SDV +/+, Rh -, Wh


Jantung
Inspeksi

:-

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS 5 2cm ke medial

Perkusi

: dalam batas Normal

Auskultasi : Bunyi jantung 1-11 murni, reguler -, Bising-, Gallop-,


Abdomen
Inpeksi

: distanded -, massa-, venektasi-, striae -,

Auskultasi

: bising usus +

Perkusi

: timpani, pekak alih -, liver span -, undulasi -, area traube

Palpasi

: supel , Nyeri tekan + hipogastric, massa -, TFU 2 jari di


atas simfisis

Pemeriksaan Ekstremitas
Akral dingin, CRT > 2 detik, ADP tidak teraba, Nadi kecil lemah cepat teratur.
VT Obs
Tampak darah mengalir dari vagina, OUE membuka 2 jari teraba jaringan.
b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboraturium tgl 18 Desember 2015
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Limfosit
Monosit
Basofil
Eosinofil
Neutrofil Segmen

HASIL
11,5
34,0
12,5
4,5
227
70
25,5
31,7
38,4
5,3
76,8

SATUAN
g/dl

103/l
106/l
103/l
Mikro m3
pg
g/dl
%
%
%
%
%

RUJUKAN
10,8 - 12,8
35 47
5,5 - 15,5
4,0 - 6,0
229 553
73 101
26 31
26 34
25 50
16
01
15
56 70

3. ASSESSMENT
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akibat berkurangnya volume
plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik),
trauma yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh non
fungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat.
Kasus-kasus syok hipovolemik yang paling sering ditemukan disebabkan oleh perdarahan
sehingga syok hipovolemik dikenal juga dengan syok hemoragik. Perdarahan hebat dapat
disebabkan oleh berbagai trauma hebat pada organ- organ tubuh atau fraktur yang yang
disertai dengan luka ataupun luka langsung pada pembuluh arteri utama. Pada pasien
dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit penting untuk
menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan lansung. Syok hipovolemik
akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah didiagnosis.
Pasien dengan tersangka shock hipovolemik sangat mudah dikenali. Melalui
anamnesa Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan,
sebaiknya dinilai pada semua pasien. Pada pasien ini pasien mengalami kelemahan,
penglihatan mulai kabur.

Dari pemeriksaan fisik dapat di nilai dari mulai airway,

breathing dan circulation. sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejalagejala syok. Tidak boleh hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator
utama syok. Pada pasien ini tanda shock melalui evaluasi circulation sangat jelas.
Ketika melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik harus di gali penyebab shock,
pada pasien ini penyebab shock cukup jelas karena gynecology. Sehingga perlu
dikumpukan informasi mengenai hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko
kehamilan ektopik, perdarahan pervaginam (termasuk jumlah dan durasinya), produk
konsepsi pada saluran vagina, dan nyeri. Semua wanita usia subur sebaiknya menjalani
tes kehamilan, untuk meyakinkan apakah mereka hamil. Pada pasien ini sudah pernah
menjalani PP test hasil positif dan juga USG terdapat gestasional sac.
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan, langkah diagnosis selanjutnya
tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan stabilitas dari kondisi
pasien itu sendiri.
Pada umumnya diperiksa . Hemoglobin dan hematokrit, Urin, Pemeriksaan analisa
gas darah, Pemeriksaan elektrolit serum, Pemeriksaan fungsi ginjal , Pemeriksaan faal
hemostasis. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan DL, Golda , CT/BT.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang


dilakukan terhadap pasien, diagnosis kerja kasus ini adalah Shock hipovolemik ec
perdarahan karena Abortus Incomplet.
4. PLAN
a. Diagnosis
Penegakan diagnosis dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang sudah
cukup mengarah pada Shock hipovolemik ec perdarahan AB incomplet.
b. Penatalaksanaan
Terapi :
1. Posisi tredelenberg dengan modifikasi tungka 20 derajat
2. IVFD RL 2 jalur 2liter
3. IVFD HES 1 plabot
4. Transfusi PRC 2 kolf
5. SP Epineprin (1 amp + 50cc NACL ) kec 3cc/jam
6. Inj SA 2 amp
7. Inj Dexametason 1amp/12jam
8. Inj Kalnex 1 gr IV
9. Inj ephedrine hcl
10. Curretage
Monitoring:
- Keadaan umum dan tanda vital
- Balance cairan dan diuresis
- Awasi perdarahan

5. HASIL PEMBELAJARAN
5.1.

Definisi
Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung

dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah
yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan.
Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah,

termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume
darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada
pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Syok hipovolemik didefinisikan sebagai penurunan perfusi dan oksigenasi jaringan
disertai kolaps sirkulasi yang disebabkan oleh hilangnya volume intravaskular akut
akibat berbagai keadaan bedah atau medis (Greenberg, 2005).
5.2.

ETIOLOGI
Penurunan volume intravaskular yang terjadi pada syok hipovolemik dapat

disebabkan oleh hilangnya darah, plasma atau cairan dan elektrolit (Tierney, 2001).
Menurut Sudoyo et al. (2009), penyebab syok hipovolemik, antara lain:
1. Kehilangan darah
a. Hematom subkapsular hati
b. Aneurisma aorta pecah
c. Perdarahan gastrointestinal
d. Trauma
2. Kehilangan plasma
a. Luka bakar luas
b. Pankreatitis
c. Deskuamasi kulit
d. Sindrom Dumping
3. Kehilangan cairan ekstraselular
a. Muntah (vomitus)
b. Dehidrasi
c. Diare
d. Terapi diuretik yang agresif
e. Diabetes insipidus
f. Insufisiensi adrenal
5.3.

Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non perdarahan

serta perdarahan adalah sama meskipun ada sedikit perbedaan dalam kecepatan

timbulnya syok (Baren et al., 2009).


Gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika kekurangan darah
kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat ini masih dapat dikompensasi
oleh tubuh. Bila perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara umum, syok
hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan nadi (takikardi),
pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek, ujung-ujung
ekstremitas dingin, dan pengisian kapiler lambat (Hardisman, 2013).
Pasien hamil bisa saja menunjukkan tanda dan gejala syok hipovolemik yang
atipikal hingga kehilangan 1500 ml darah tanpa terjadi perubahan tekanan darah
(Strickler, 2010).
Keparahan dari syok hipovolemik tidak hanya tergantung pada jumlah kehilangan
volume dan kecepatan kehilangan volume, tetapi juga usia dan status kesehatan individu
sebelumnya (Kelley, 2005). Secara klinis, syok hipovolemik diklasifikasikan menjadi
ringan, sedang dan berat. Pada syok ringan, yaitu kehilangan volume darah 20%,
vasokonstriksi dimulai dan distribusi aliran darah mulai terhambat. Pada syok sedang,
yaitu kehilangan volume darah 20-40%, terjadi penurunan perfusi ke beberapa organ
seperti ginjal, limpa, dan pankreas. Pada syok berat, dengan kehilangan volume darah
lebih dari 40%, terjadi penurunan perfusi ke otak dan jantung (Kelley,2005).

Perubahan dari syok hipovolemik ringan menjadi berat dapat terjadi bertahap atau malah
sangat cepat, terutama pada pasien lanjut dan yang memiliki penyakit berat (Baren et al.,
2009).

5.4.

Patofisiologi
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah mekanisme kompensasi tubuh
yang berupa vasokonstriksi di kulit, otot, dan sirkulasi viseral untuk menjaga aliran
darah yang cukup ke ginjal, jantung, dan otak. Respon terhadap berkurangnya volume
sirkulasi akut yang berkaitan dengan trauma adalah peningkatan detak jantung sebagai
usaha untuk menjaga cardiac output. Dalam banyak kasus, takikardi adalah tanda syok
paling awal yang dapat diukur (American College of Surgeons Committee on Trauma,
2008).
Pelepasan katekolamin endogen akan meningkatkan tahanan vascular perifer. Hal
ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan menurunkan tekanan nadi tetapi
hanya sedikit meningkatkan perfusi organ. Hormon-hormon lainnya yang bersifat
vasoaktif dilepaskan ke sirkulasi selama kondisi syok, termasuk histamin, bradikinin,
dan sejumlah prostanoid dan sitokin-sitokin lainnya. Substansi-substansi ini mempunyai
pengaruh besar terhadap mikrosirkulasi dan permeabilitas vaskular (American College
of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
Pada syok perdarahan yang dini, mekanisme pengembalian darah vena dilakukan
dengan mekanisme kompensasi dari kontraksi volume darah dalam sistem vena yang
tidak berperan dalam pengaturan tekanan vena sistemik. Namun kompensasi
mekanisme ini terbatas. Metode yang paling efektif dalam mengembalikan cardiac
output dan perfusi end-organ adalah dengan menambah volume cairan tubuh/darah
(American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
Pada tingkat selular, sel-sel dengan perfusi dan oksigenasi yang tidak memadai
mengalami kekurangan substrat esensial yang diperlukan untuk proses metabolisme
aerobik normal dan produksi energi. Pada tahap awal, terjadi kompensasi dengan proses
pergantian menjadi metabolisme anaerobik yang mengakibatkan pembentukan asam
laktat dan berkembang menjadi asidosis metabolik. Bila syok berkepanjangan dan
pengaliran substrat esensial untuk pembentukan ATP tidak memadai, maka membran sel
akan kehilangan kemampuan untuk mempertahankan kekuatannya dan gradien elektrik
normal pun akan hilang (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
Pembengkakan retikulum endoplasma adalah tanda struktural pertama dari
hipoksia seluler, menyusul segera kerusakan mitokondria, robeknya lisosom, dan

lepasnya enzim-enzim yang mencerna elemen-elemen struktur intraseluler lainnya.


Natrium dan air masuk ke dalam sel dan terjadilah pembengkakan sel.
Penumpukan kalium intraseluler juga terjadi. Bila proses ini tidak membaik, maka
akan terjadi kerusakan seluler yang progresif, penambahan pembengkakan jaringan, dan
kematian sel. Proses ini meningkatkan dampak kehilangan darah dan hipoperfusi
jaringan (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
5.5.

Langkah Diagnostik

Anamnesis
Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit
penting untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan lansung.
Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah
didiagnosis. Perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya
mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan status mental.
Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan,
sebaiknya dinilai pada semua pasien. Pada pasien trauma, menentukan mekanisme
cedera dan beberapa informasi lain akan memperkuat kecurigaan terhadap cedera
tertentu. Jika sadar, pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri.Tanda vital,
sebelum dibawa ke unit gawat darurat sebaiknya dicatat. Nyeri dada, perut, atau
punggung mungkin menunjukkan gangguan pada pembuluh darah. Tanda klasik pada
aneurisma arteri torakalis adalah nyeri yang menjalar ke punggung.Aneurisma aorta
abdominalis biasanya menyebabkan nyeri perut, nyeri punggung, atau nyeri panggul.
Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan keterangan tentang
hematemesis, melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat anti-inflamasi non
steroid yang lama, dan koagulopati (iatrogenik atau selainnya) adalah sangat penting.
1. Kronologi muntah dan hematemesis harus ditentukan.
2. Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang muntah yang hebat
kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaave atau Mallory-Weiss tear, sedangkan
pasien dengan riwayat hematemesis sejak sejak awal kemungkinan mengalami ulkus
peptik atau varises esophagus.
Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu dikumpukan informasi

mengenai hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko kehamilan ektopik,
perdarahan pervaginam (termasuk jumlah dan durasinya), produk konsepsi pada saluran
vagina, dan nyeri. Semua wanita usia subur sebaiknya menjalani tes kehamilan, untuk
meyakinkan apakah mereka hamil. Tes kehamilan negatif bermakna untuk
menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik.
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas,
pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan,
sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Jangan
hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini
menyebabkan diagnosis lambat. Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan
darah sistolik secara signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari volume darah.
Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan. Juga, pasien
yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi, tanpa
memperhatikan derajat syoknya.
Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah yang
hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik sering
tidak nyata. Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada respon
terapi dibandingkan klasifikasi awal.
Gejala-gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika kekurangan
darah kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat ini masih dapat
dikompensasi oleh tubuh dengan meningkatkan tahanan pembuluh dan frekuensi dan
kontraktilitas otot jantung. Bila perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak mampu
lagi mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara umum syok
hipovolemik

menimbulkan gejala peningkatan

frekuensi

jantung

dan

nadi

(takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek, ujungujung ektremitas yang dingin dan pengisian kapiler yang lambat.
Berdasarkan persentase volume kehilangan darah, syok hipovolemik dapat
dibedakan menjadi empat tingkatan atau stadium.
Perkiraan kehilangan cairan dan darah berdasarkan presentasi penderita.

Berdasarkan perjalanan klinis syok seiring dengan jumlah kehilangan darah terlihat
bahwa penurunan refiling kapiler, tekanan nadi dan produksi urin lebih dulu terjadi dari
pada penurunan tekanan darah sistolik. Penurunan tekanan darah sistolik lebih lambat
terjadi karena adanya mekanisme kompensasi tubuh terhadap terjadinya hipovolemia.
Pada awal- awal terjadinya kehilangan darah, terjadi respon sistim saraf simpatis yang
mengakibatkan peningkatan kontraktilitas dan frekuensi jantung. Dengan demikian
pada tahap awal tekanan darah sistolik dapat dipertahankan. Namun kompensasi yang
terjadi tidak banyak pada pembuluh perifer sehingga telah terjadi penurunan diastolik
sehingga secara bermakna akan terjadi penurunan tekanan nadi rata-rata.
Berdasarkan kemampuan respon tubuh terhadap kehilangan volume sirkulasi
tersebut maka secara klinis tahap syok hipovolemik dapat dibedakan menjadi tiga
tahapan yaitu tahapan kompensasi, tahapan dekompensasi dan tahapan ireversibel. Pada
tahapan kompensasi, mekanisme autoregulasi tubuh masih dapat mempertahankan
fungsi srikulasi dengan meningkatkan respon simpatis. Pada tahapan dekompensasi,
tubuh

tidak mampu lagi mempertahankan fungsinya dengan baik untuk seluruh

organ dan sistim organ. Pada tahapan ini melalui mekanisme autoregulasi tubuh
berupaya memberikan perfusi ke jaringan organ-organ vital terutama otak dan terjadi
penurunan aliran darah ke ekstremitas. Akibatnya ujung-ujung jari lengan dan tungkai
mulai pucat dan terasa dingin.Selanjutnya pada tahapan ireversibel terjadi bila

kehilangan darah terus berlanjut sehingga menyebabkan kerusakan organ yang menetap
dan tidak dapat diperbaiki. Kedaan klinis yang paling nyata adalah terjadinya kerusakan
sistim filtrasi ginjal yang disebut sebagai gagal ginjal akut.
Pada pasien dengan trauma, perdarahan biasanya dicurigai sebagai penyebab dari
syok. Namun, hal ini harus dibedakan dengan penyebab syok yang lain. Diantaranya
tamponade

jantung (bunyi

jantung melemah,

distensi vena leher),

tension

pneumothorax (deviasi trakea, suara napas melemah unilateral), dan trauma medulla
spinalis (kulit hangat, jarang takikardi, dan defisit neurologis).
Ada empat daerah perdarahan yang mengancam jiwa meliputi: dada, perut, paha,
dan bagian luar tubuh.
1. Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar bunyi pernapasan yang melemah,
karena perdarahan yang mengancam hidup dapat berasal dari miokard, pembuluh
darah, atau laserasi paru.
2. Abdomen seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada nyeri atau distensi, yang
menunjukkan cedera intraabdominal.
3. Kedua paha harus diperiksa jika terjadi deformitas atau pembesaran (tanda-tanda
fraktur femur dan perdarahan dalam paha).
4. Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk melihat jika ada perdarahan luar.
Pada

pasien

tanpa

trauma,

sebagian

besar

perdarahan

berasal

dari

abdomen.Abdomen harus diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri, distensi, atau


bruit.Mencari bukti adanya aneurisma aorta, ulkus peptikum, atau kongesti hepar.Juga
periksa tanda-tanda memar atau perdarahan.
Penyebab-penyebab

syok

hemoragik

adalah

trauma,

pembuluh

darah,

gastrointestinal, atau berhubungan dengan kehamilan.


1. Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus atau trauma benda tumpul.
Trauma yang sering menyebabkan syok hemoragik adalah sebagai berikut: laserasi
dan ruptur miokard, laserasi pembuluh darah besar, dan perlukaan organ padat
abdomen, fraktur pelvis dan femur, dan laserasi pada tengkorak.
2. Kelainan pada pembuluh darah yang mengakibatkan banyak kehilangan darah antara
lain aneurisma, diseksi, dan malformasi arteri-vena.
3. Kelainan gastrointestinal yang menyebabkan syok hemoragik antara lain: perdarahan
varises oesofagus, perdarahan ulkus peptikum, Mallory-Weiss tears, dan fistula

aortointestinal.
4. Kelainan yang berhubungan dengan kehamilan, yaitu kehamilan ektopik terganggu,
plasenta previa, dan solutio plasenta. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik
umum terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan tes
kehamilan negatif jarang terjadi, tetapi pernah dilaporkan.
Riwayat adanya hipertensi dan penyakit jantung dapat dijadikan pertimbangan
dalam hasil pemeriksaan klinis pasien. Khususnya pada pasien geriatri, perlu didapatkan
anamnesa ada atau tidaknya konsumsi obat obatan jantung. Penggunaan Beta-blocker
dan Ca-channel blocker dapat menghambat respon fisiologis takikardia pada pasien
dengan syok hipovolemik. Standar tekanan darah normal juga dapat berubah secara
signifikan pada pasien dengan riwayat hipertensi, sehingga mengaburkan diagnosis
penemuan hipotensi.
Pasien geriatri memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami syok
dibandingkan dengan pasien berusia lebih muda dengan paparan yang sama. Syok pada
geriatri lebih sulit untuk dikenali dan pasien dapat tampak stabil dan tidak disadari
sekalipun pasien sudah berada dalam tahap hipoperfusi sistemik yang serius. Selain itu,
pasien geriatri lebih rentan terhadap deplesi volume yang kronik diakibatkan oleh
kurangnya asupan cairan dan penggunaan obat diuretik. Penemuan syok pada tahap
awal merupakan hal yang sulit dikarenakan tekanan darah dan respon jantung terhadap
hilangnya cairan dapat sangat bervariasi pada pasien dengan usia lanjut.
Pemeriksaan Laboratorium
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis dlakukan, langkah diagnosis selanjutnya
tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan stabilitas dari kondisi
pasien itu sendiri.
Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain:
1. Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masih
tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan
berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan
hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau cairan
tubuh seperti pada dengue fever atau diare dengan dehidrasi akatn terjadi

haemokonsentrasi.
2. Urin
Produksi urin akan menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin menigkat
>1,020. Sering didapat adanya proteinuria
3. Pemeriksaan analisa gas darah
pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung terus maka
proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda
kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2
dan HCO3. Terdapat perbedaan yang jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan
vena.
4. Pemeriksaan elektrolit serum
Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit
seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada penderita
dengan asidosis
5. Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN (Blood urea nitrogen) dan serum
kreatinin penting pada renjatan terutama bila ada tanda-tanda gagal ginjal
6. Pemeriksaan faal hemostasis
7. Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer
Pemeriksaan Radiologi
Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali
diresusitasi secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan radiologi
dan menjadi intervensi segera dan membawa pasien cepat ke ruang operasi.
Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia
langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan. Pasien trauma
dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di unit gawat
darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi
perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage
harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi
atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien
tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.
Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto polos
dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau CT-scan.
Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST
(Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang

stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang stabil. Jika
dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi.
Tes kehamilan dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur. Jika pasien
hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis harus
segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok
hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat
kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun pernah
dilaporkan

Terapi
Keadaan syok hipovolemia biasanya terjadi berbarengan dengan kecelakaan
sehingga diperlukan tatalaksana prehospital untuk mencegah komplikasi, Prinsip
pengelolaan dasar adalah menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.
I.

Penatalaksanaan awal

A. Pemeriksaan jasmani
Meliputi penilaian ABCDE, serta respon penderita terhadap terapi, yakni melalui
tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.
1. Airway dan Breathing
Tujuan: menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan
oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi >95%.
Pada pasien cedera servikal perlu dilakukan imobilisasi. Untuk memfasilitasi
ventilasi maka dapat diberikan oksigen yang sifat alirannya high flow. Dapat
diberikan dengan menggunakan non rebreathing mask sebanyak 10-12 L/menit.
Pasien geriatri lebih rentan untuk terjadinya desaturasi oksigen secara cepat, maka
preoksogenasi yang memadai merupakan langkah yang penting dan diperlukan
waktu pemberian yang lebih lama.
2. Sirkulasi

Kontrol pendarahan dengan:


-

Mengendalikan pendarahan

Memperoleh akses intravena yang cukup

Menilai perfusi jaringan

Pengendalian pendarahan:
Dari luka luar tekanan langsung pada tempat pendarahan (balut tekan).
Pendarahan patah tulang pelvis dan ekstremitas bawah PASG (Pneumatic Anti
Shock Garment).
Pendarahan internal operasi
Posisi pasien juga dapat mempengaruhi sirkulasi. Pada pasien dengan hipotensi
dengan menaikkan kakinya lebih tinggi dari kepala dan badannya akan
meningkatkan venous return. Pada pasien hipotensi yang hamil dengan cara
memiringkan posisinya ke sebelah kiri juga meningkatkan aliran darah balik ke
jantung.
3. Disability : pemeriksaan neurologi
Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik
dan sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan
neurologi dan meramalkan pemulihan.
4. Exposure : pemeriksaan lengkap
Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta
pencegahan terjadi hipotermi pada penderita.
5. Dilatasi Lambung: dekompresi
Dilatasi lambung pada penderita trauma, terutama anak-anak mengakibatkan
terjadinya hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan. Pada
penderita yang tidak sadar, distensi lambung menyebabkan resiko aspirasi isi
lambung. Dekompresi dilakukan dengan memasukkan selang melalui mulut atau
hidung dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.

6. Pemasangan kateter urin


Memudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi perfusi ginjal dengan
memantau produksi urin.
Kontraindikasi: darah pada uretra, prostat letak tinggi.
B. Akses pembuluh darah
Harus segera didapatkan akses ke pembuluh darah. Paling baik dengan 2
kateter intravena ukuran besar, sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kateter
yang digunakan adalah kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan
cairan dalam jumlah besar. Tempat terbaik jalur intravena orang dewasa adalah lengan
bawah. Bila tidak memungkinkan digunakan akses pembuluh sentral atau melakukan
venaseksi. Pada anak-anak < 6 tahun, teknik penempatan jarum intraosseus harus
dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Selain itu, teknik intraoseus juga
dapat dilakukan pada pasien dewasa dengan hipotensi.Jika kateter vena telah
terpasang, diambil darah untuk crossmatch, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
toksikologi, serta tes kehamilan pada wanita subur serta analisis gas darah arteri.
C. Terapi Awal Cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan sebagai terapi cairan awal. Jenis cairan
ini mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler
dengan mengganti volume darah yang hilang berikutnya ke dalam ruang intersisial
dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama sedangkan NaCl
fisologis adalah pilihan kedua. Pemberian cairan ini tidak bersifat mutlak, sehingga
perlu dinilai respon penderita untuk mencegah kelebihan atau kekurangan cairan.Bila
sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan melebihi perkiraan, maka
diperlukan penilaian ulang yang teliti dan mencari cedera yang belum diketahui atau
penyebab syok yang lain.Singkatnya untuk bolus cairan inisial dapat diberikan 1-2 L
cairan kristaloid, pada anak diberikan 20 cc/kg BB
II. Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ
A. Umum
Pulihnya tekanan darah menjadi normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan

tanda positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke keadaan normal,
tetapi tidak memberi informasi tentang perfusi organ.
B. Produksi urin
Jumlah produksi urin merupakan indikator penting untuk perfusi ginjal. Penggantian
volume yang memadai menghasilkan pengeluaran urin sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada
orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi. Jika
jumlahnya kurang atau makin turunnya produksi dengan berat jenis yang naik
menandakan resusitasi yang tidak cukup.
C. Keseimbangan Asam-Basa
Penderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan karena
takipneu. Alkalosis respiratorik disusul dengan asidosis metabolik ringan dalam tahap
syok dini tidak perlu diterapi. Asidosis metabolik yang berat dapat terjadi pada syok
yang terlalu lama atau berat. Asidosis yang persisten pada penderita syok yang
normothermic harus diobati dengan cairan darah dan dipertimbangkan intervensi
operasi untuk mengendalikan pendarahan. Defisit basa yang diperoleh dari analisa gas
darah arteri dapat memperkirakan beratnya defisit perfusi yang akut. Defisit basa (<
-6mEq/L) pada analisa gas darah arteri, peningkatan laktat > 2 mmol/L pada geriatri
menandakan adanya hipoperfusi dan berkaitan dengan peningkatan angka mortalitas.
III. Respon Terhadap Resusitasi Cairan Awal
Respon penderita terhadap resusitasi awal merupakan kunci untuk menentukan terapi
berikutnya. Pola respon yang potensial tersebut, dibagi dalam 3 kelompok:
1. Respon cepat
Penderita cepat memberi respon ketika bolus cairan awal dan tetap hemodinamis
normal kalau bolus cairan awal selesai dan cairan kemudian diperlambat sampai
kecepatan maintenance.
2. Respon sementara (transient)
Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun bila
tetesan diperlambat hemodinamik menurun kembali karena kehilangan darah yang

masih berlangsunya.
3. Respon minimal atau tanpa respon
Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa respon, perlu operasi
segera.
Perbedaan masing-masingnya tampak pada tabel berikut.

Respon Terhadap Pemberian Cairan Awal


Respon Cepat

Respon

Tanpa Respon

Sementara
Tanda vital

Kembali

ke Perbaikan

normal

sementara

Tetap abnormal
tek.

Darah dan nadi


kemudian
kembali turun
Dugaan

Kehilangan Minimal

(10- Sedang-masih

Berat (>40%)

darah

20%)

ada (20-40%)

Kebutuhan kristaloid

Sedikit

Banyak

Banyak

Kebutuhan darah

Sedikit

Sedang-banyak

Banyak

Persiapan darah

Type specific &

Type specific

Emergency

Sangat mungkin

Hampir pasti

Perlu

Perlu

crossmatch
Operasi
Kehadiran
bedah

Mungkin
dini

ahli Perlu

Keberhasilan manajemen syok hemoragik atau lebih khusus lagi resusitasi cairan bisa dinilai
dari parameter-parameter berikut:

Capilary refill time < 2 detik

MAP 65-70 mmHg

O2 sat >95%

Urine output >0.5 ml/kg/jam (dewasa) ;> 1 ml/kg/jam (anak)

Shock index = HR/SBP

CVP 8 to12 mm Hg

KO

(normal 0.5-0.7)

IV.Transfusi Darah
Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari
volume darah. Pemberian darah juga tergantung respon penderita terhadap pemberian cairan.
a. Pemberian darah packed cell vs darah biasa
Tujuan utama transfusi darah: memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen
dari volume darah. Dapat diberikan darah biasa maupun packed cell.
Pemberian cairan adekuat dapat memperbaiki cardiac output tetapi tidak
memperbaiki oksigensi sebab tidak ada penambahan jumlah dari media transport
oksigen yaitu hemoglobin. Pada keadaan tersebut perlu dilakukan tranfusi. Beberapa
indikasi pemberian tranfusi PRC adalah:16
1. Jumlah perdarahan diperkirakan >30% dari volume total atau perdarahan derajat
III
2. Pasien hipotensi yang tidak berespon terhadap 2 L kristaloid
3. Memperbaiki delivery oksigen
4. Pasien kritis dengan kadar hemoglobin 6-8 gr/dl.
Fresh frozen plasma diberikan apabila terjadi kehilangan darah lebih dari 2025% atau terdapat koagulopati dan dianjurkan pada pasien yang telah mendapat 5-10
unit PRC. Tranfusi platelet diberikan apada keadaan trombositopenia (trombosit
<20.000-50.000/m) dan perdarahan yang terus berlangsung. Berikut indikasi dan unit

pemberian:

Tabel 2.3. Indikasi dan unit pemberian tranfusi produk darah

b. Darah crossmatch, jenis spesifik dan tipe O


-

Lebih baik darah yang sepenuhnya crossmatched.

Darah tipe spesifik dipilih untuk penderita yang responnya sementara atau
singkat.

Jika darah tipe spesifik tidak ada, maka packed cell tipe O dianjurkan untuk
penderita dengan pendarahan exsanguinating.

c. Pemanasan cairan plasma dan kristaloid


Hipotermia harus dihindari dan dikoreksi bila penderita saat tiba di RS dalam keadaan
hipotermi. Untuk mencegah hipotermi pada yang menerima volume kristaloid adalah
menghangatkan cairannya sampai 39C sebelum digunakan.
d. Autotransfusi
Pengumpulan darah keluar untuk autotransfusi sebaiknya dipertimbangkan untuk
penderita dengan hemothoraks berat.
e. Koagulopati
Koagulopati jarang ditemukan pada jam pertama.
Penyebab koagulopati:

Transfusi masif akan menghasilkan dilusi platelet dan faktor-faktor


pembekuan

Hipotermi menyebabkan gangguan agregasi platelet dan clotting cascade.

f. Pemberian Kalsium
Kalsium tambahan dan berlebihan dapat berbahaya.
Komplikasi paling umum pada syok hemoragik adalah penggantian volume yang tidak
adekuat.
1. Pendarahan yang berlanjut
Pendarahan yang tidak terlihat adalah penyebab paling umum dari respon buruk
penderita terhadap cairan, dan termasuk kategori respon sementara.
2. Kebanyakan cairan (overload) dan pemantauan CVP (central venous pressure)
Setelah penilaian penderita dan pengelolaan awal, resiko kebanyakan cairan diperkecil
dengan memantau respon penderita terhadap resusitasi, salah satunya dengan CVP
dan kateter PA (Pulmonary Artery). CVP merupakan pedoman standar untuk menilai
kemampuan sisi kanan jantung untuk menerima beban cairan.
3. Menilai masalah lain
Jika penderita tidak memberi respon terhadap terapi, maka perlu dipertimbangkan
adanya tamponade jantung, penumothoraks tekanan, masalah ventilator, kehilangan
cairan yang tidak diketahui, distensi akut lambung, infark miokard, asidosis
diabetikum, hipoadrenalisme dan syok neurogenik. Beberapa medikasi lain yang
diperlukan adalah pemberian antibiotik dan antasida atau H 2blocker. Pasien syok
perdarahan memiliki resiko terjadinya sepsis akibat iskemi pada sistem saluran
cerna.Pemberian antasida atau H2blocker bertujuan untuk mengurangi stress ulcer.
4. Sekuele neurologis
5. Penurunan signifikan pada perfusi koroner dan infark miokardium dapat terjadi
sekalipun pada kondisi tidak terdapatnya penyakit jantung koroner pada geriatri, hal
ini mengakibatkan adanya asosiasi kuat antara syok hipovolemik dan syok
kardiogenik untuk terjadi secara bersamaan

6. Kematian

Das könnte Ihnen auch gefallen