Sie sind auf Seite 1von 19

TRIASE

Prioritas pada anak pada dasarnya sama dengan orang dewasa. Walaupun jumlah darah, cairan,
obat, ukuran anak, kehilangan panas, dan pola perlukaan dapat berbeda, namun prioritas penilaian

Triase adalah cara pemilihan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang

dan resusitas adalah sama seperti pada orang dewasa. Prioritas pada orang hamil sama seperti orang

tersedia. Terapi didasarkan pada kebutuhan ABC (Airway dengan kontrol vertebra servikal),

tidak hamil, akan tetapi perubahan anatomis dan fisiologis dalam kehamilan dapat mengubah

Breathing, dan Circulation dengan kontrol perdarahan.

respon penderita hamil terhadap trauma.

Dua jenis keadaan triase dapat terjadi :

Trauma adalah penyebab kematian nomor 5 pada usia tua. Dengan meningkatnya usia dari dewasa
menjadi tua. Resusitasi pada usia tua memerlukan perhatian khusus, karena cadangan fisiologis

1.

Musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak melampaui

penderita berkurang sebanding pertambahan umur. Kempuan bertahannya orang tua terhadap

kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini penderita dengan masalah gawat darurat

trauma akan berkurang karena adanya penyakit jantung, paru-paru dan metabolik yang khronis.

dan multi trauma akan dilayani terlebih dahulu.

Penyakit penyerta seperti DM, penyakit paru obstruktip menahun (PPOM), penyakit koroner,
koagulopati, penyakit hati dan gangguan vaskular akan ditemukan lebih sering, dan akan

2.

Musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya perlukaan melampaui


kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahulu adalah

memperberat keadaan. Pemakaian jangka panjang dari obat-obatan mungkin mengubah respon
terhadap trauma.

penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar, serta membutuhkan waktu,


perlengkapan, dan tenaga paling sedikit.

2.3.1
PRIMARY SURVEY

Airway, dengan kontrol servikal (Cervical Spine Control)


Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan

adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda
vital, dan mekanisme trauma. Pada penderita yang terluka parah, terapi diberikan berdasarkan
prioritas. Pengelolaan penderita berupa primary survey yang cepat dan kemudian resusitasi,

mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea. Usaha untuk membebaskan airway harus
melindungi vertebra servikal. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan
nafas bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan.

secondary survey dan akhirnya terapi definitif. Proses ini merupakan ABC-nya trauma, dan
berusaha untuk mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan
pada urutan berikut :

Penderita dengan gangguan kesadaran atau Glasgow Goma Scale sama atau kurang dari 8
biasanya memerlukan pemasangan airway definitif. Airway pada anak mempunyai kekhususan dari
segi posisi laring serta ukurannya sehingga penanganan airway pada anak memerlukan pengetahuan

a)
b)
c)
d)

Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal ( cervical spine control )


Breathing, menjaga pernapasan dengan ventilasi
Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrhage control)
Disability : status neurologis

e)

Exposure/environmental control : buka baju penderita, tetapi cegah hiportemia.

serta alat tersendiri. Selama memeriksa dan memperbaiki airway, harus diperhatikan bahwa tidak
boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher. Kecurigaan adanya kelainan vertebra
servikalis didasarkan pada riwayat perlukaan; pemeriksaan neurologis tidak sepenuhnya dapat
menyingkirkannya. Ke-7 vertebra servikalis dan vertebra torakalis pertama dapat dilihat dengan
foto lateral.

INGAT : anggaplah ada fraktur servikal pada setiap penderita multi-trauma, terlebih bila

Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang akan mengakibatkan

ada gangguan kesadaran atau perlukaan di atas klavikula.

penurunan kesadaran (jangan dibalik : penderita yang sadar belum tentu normo-volemik)
b.

2.3.2

Breathing dan ventilasi

Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita trauma yang kulitnya
kemerahan, terutama pada wajah dan ekstrenitas, jarang yang dalam keadaan

Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada

hipovolemia. Sebaliknya, wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat,

saat benafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon-dioksida dari tubuh.

merupakan tanda hipovolemia.

Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diagfragma.
c.
Dada penderita harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan. Auskultasi dilakukan

Nadi
Periksalah pada nadi yang besar seperti a.femoralis atau a.karotis (kiri kanan), untuk

untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara

kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Nadi yang tidak cepat, kuat dan teratur, biasanya

atau darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding dada

merupakan tanda normovolemia (bila penderita tidak minum obat beta-blocker).

yang mungkin menggangu ventilasi.


Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolmia, walaupun dapat disebabkan
keadaan yang lain. Nadi yang tidak teratur biasanya merupakan tanda gangguan jantung.

Perlukaan yang mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah tension pneumothorax, flali chest dengan kontusio paru, dan open pneumothorax. Keadaan-keadaan ini harus
dikenali pada saat dilakukan primary survey. Hemato-thorax, simple pneumo-thorax, patahnya

2.

tulang iga dan kontusio paru menggangu ventilasi dalam derajat yang lebih ringan dan harus

Perdarahan
Perdarahan luar harus dikelola pada primary survey. Perdarahan eksternal dihentikan dengan

dikenali pada saat melakukan secondary survey.

penekanan pada luka. Splak udara (pneumatic splinting device) juga dapat digunakan untuk
mengontrol perdarahan. Splak jenis ini harus tembus cahaya untuk dapat dilakukannya
pengawasan perdarahan.

2.3.3

Circulation dengan kontrol perdarahan


Tourniquet sebaiknya jangan dipakai karena merusak jaringan dan menyebabkan iskemia

1.

distal, sehingga tourniquet hanya dipakai bila sudah ada amputasi traumatik. Sumber

Volume darah dan cardiac output

perdarahan internal (tidak terlihat) adalah perdarahan dalam rongga toraks, abdomen, sekitar
Ada 3 penemuan klinis yang dalam hitungaan detik dapat memberikan informasi mengenai

fraktur dari tulang panjang, retro-peritoeal akibat fraktur pelvis, atau sebagai akibat dari luka

keadaan hemo-dinamik ini, yakni tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi.

tembus dada/perut.

a.

Tingkat kesadaran
2.3.4

Disability (Neurologic Evaluation)

Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara

Airway harus dijaga dengan baik pada semua penderita. Jaw thrust atau chin lift dapat

cepat. Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil. Suatu cara

dipakai. Pada penderita yang masih sadar dapat dipakai nasa-pharyngeal airway. Bila penderita

sederhana untuk menilai tingkat kesadaran adalah metoda AVPU :


A : Alert ( sadar )
V : Respons terhadap rangsangan vokal (suara)
P : Respons terhadap rangsangan nyeri ( pain )

tidak sadar dan tidak ada refleks bertahak (gag reflex) dapat dipakai oro-pharyngeal. Bila ada
keraguan mengenai kemampuan menjaga airway, lebih baik memasang airway definitif.

U : Unresponsive ( tidak ada respons )


2.4.2

Breathing/ ventilasi/ oksigenasi

CGS (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring yang sederhana dan dapat meramal
Kontrol jalan nafas pada penderita yang airway terganggu karena faktor mekanik, ada

kesudahan (outcome) penderita. CGS ini dapat dilakukan sebagai pengganti AVPU. Bila belum
dilakukan pada survei primer, harus dilakukan pada secondry survey pada saat pemeriksaan

gangguan ventilasi atau ada gangguan kesadaran,dicapai dengan intubasi endo-trakel, baik oral

neurologis.

maupun nasal. Prosedur ini harus dilakukan dengan kontrol terhadap servikal. Surgical airway
(crico-thyroidotomy) dapat dilakukan bila intubasi endo-trakeal tidak memungkinkan karena

Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi atau dan penurunan perfusi

kontra-indikasi atau karena masalh teknis.

ke otak, atau disebabkan trauma langsung pada otak. Penurunan kesadaran menuntut dilakukannya
Adanya tension pneumothorax akan sangat menggangu ventilasi, dan bila curigai akan

reevaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi dan perfusi.

adanya keadaan ini, harus segera dilakukan dekompresi. Setiap penderita trauma diberikan oksigen.
2.3.5

Exposure / kontrol lingkungan

Bila tanpa intubasi, sebaiknya oksigen diberikan dengan face-mask. Pemakaian pulse oximeter baik
untuk menilai saturasi O2 yang adekuat.

Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, sering dengan cara menggunting guna
memeriksa dan evaluasi penderita. Setelah pakaian dibuka, penting agar penderita tidak kedinginan.
Harus dipakai selimut hangat, ruangan cukup hangat dan diberikan cairan intra-vena yang sudah
dihangatkan. Yang penting adalah suhu tubuh penderita, bukan rasa nyaman petugas kesehatan.

2.4.3

Circulation (dengan kontrol perdarahan)


Lakukan kontrol perdarahan dengan tekanan langsung atau secara operatif. Bila ada

gangguan sirkulasi harus dipasang sedikitnya 2 IV line. Karakter IV yang dipakai harus berukuran
2.4

RESUSITAS

besar. Besar arus (tetesan infus) yang didapat tidak tergantung dari ukuran vena melainkan
tergantung dari besar kateter IV dan berbanding terbalik dengan panjang kateter IV. Pada awalnya

Resusitasi yang agresif dan pengelolaan keadaan yang mengancam nyawa segera setelah dikenal

sebaiknya menggunakan vena pada lengan. Jenis IV line lain, vena seksi, atau vena sentralis

merupakan hal yang mutlak bila ingin penderita tetap hidup.

tergantung dari kemampuan petugas yang melayani.

2.4.1

Airway

Pada saat memasang kateter IV harus diambil contoh darah untuk permintaan darah dan
pemeriksaan lab. rutin, termasuk tes kehamilan pada semua penderita wanita berusia subur.

Syok pada penderita trauma umumnya disebabkan hipovolemia. Pada saat datang

Dengan demikian maka pemasangan kateter urin tidak boleh dilakukan sebelumcolok

penderita di-infus cepat dengan 2-3 liter cairan kristaloid, sebaiknya Ringer Lactat. Bila tidak ada

dubur. Bila dicurigai ruptur uretra harus uretro-sistogram terlebih dahulu.

respon dengan pemberian bolus kristaloid tadi, diberikan darah segolongan (type specific). Jangan
2.

berikan vesopresor, steroid atau Bic.Nat. Juga jangan terapi syok hipovolemik dengan infuus RL

Kateter Lambung

atau pemberian dara secara terus menerus; dalam keadaan ini harus dilakukan resusitasi operatip
untuk menghentikan perdarahan.hiportemia dapat terjadi pada penderita yang diberikan Ringer

Kateter lambung dipakai untuk mengurangi distensi lambung dan mengurangi

Lactat yang tidak dihangatkan atau darah yang masih dingin terutama bila penderita juga dalam

kemungkinan muntah. Isi lambung yang pekat akan mengakibatkan NGT tidak berfungsi,

keadaan kedinginan karena tidak diselimuti. Untuk menghangatkan cairan dapat dipakai alat

lagipula pemasangannya sendiri dapat mengakibatkan muntah.darah dalam lambung dapat


disebabkan darah tertelan, pemasangan NGT yang traumatik atau perlukaan lambung.bila

pemanas cairan atau oven micowave sampai bersuhu 39 .

lamina kribrosa patah atau diduga patah, kateter lambung harus dipasang melalui mulut
2.5

untuk mencegah masuknya NGT dalam rongga otak. Dalam keadaan ini semua pipa

TAMBAHAN PADA PRIMARY SURVEY DAN RESUSITASI

jangan dimasukan lewat jalur naso-faringeal.


2.5.1

Monitor EKG
Monitor EKG dipasang pada semua penderita trauma. Disritmia, (termasuk takikardia

yang tidak diketahui sebabnya), fibrilasi atrium atau ekstra-sistol dan perubahan segmen ST dapat

2.5.3

Monitor

disebabkan kontusio jantung. Disosiasi elektro-mekanikal mungkin disebabkan tamponade jantung,


Monitoring hasil resusitasi sebaiknya didasarkan pada penemuan klinis seperti laju nafas,

tension pnemothorax, dan/atau hipovelemia berat. Bila ditemukan bradikardia, konduksi aberan
atau ekstra-sistol harus segera dicurigai adanya hipoksia dan hipoperfusi. Hipotermia yang berat

nadi, tekanan nadi, tekanan darah, ABG (Arterial Blood Gases), suhu tubuh dan keluaran (output)

juga dapat menyebabkan disritmia.

urin.

2.5.2

Kateter Urin dan Lambung

1.

Laju nafas dan AGD dipakai untuk menilai airway dan breathing. ETT dapat berubah posisi
pada saat penderita berubah posisi. Monitoring dari End-Tidal CO2 merupakan cara yang baik

1.

untuk menetapkan bahwa posisi ETT dalam trakea, dan bukan dalam esofagus.

Kateter Uretra

Produksi urin merupakan indikator yang peka untuk menilai keadaan perfusi ginjal dan

2.

Pulse oxymetry sangat berguna. Pulse oxymeter mengukur kadar O2 saturasi, bukan PaO2.

3.

Pada penilaian tekanan darah harus disadari bahwa tekanan darah ini merupakan indikator

hemodinamik penderita.
yang kurang baik guna menilai perfusi jaringan.

Kateter urin jangan dipasang bila ada dugaan ruptur uretra yang ditandai oleh :
1)
2)

Adanya darah di orifisium uretra eksterna


Hematom di skrotum atau

3)

Pada colok dubur prostat letak tinggi atau tidak teraba.

2.5.4

Pemeriksaan Ronsen dan Pemeriksaan Tambahan Lainnya

Pemakaian foto ronsen harus selektip, dan jangan menggangu proses resusitasi. Pada

2.7

SECONDARY SURVEY

penderita dengan trauma tumpul harus dilakukan 3 foto :


Secondary survey baru dilakukan setelah primary survey selesai, resusitas dilakukan dan ABC-nya
1.

Servikal (lateral)

penderita dipastikan membaik. Survai sekunder adalah pemeriksaan kepala-sampai-kaki, termasuk


re-evaluasi pemeriksaan tanda vital. Peluang untuk membuat kesalahan dalam penilaian penderita

2.

Toraks (AP)

yang tidak sadar atau gawat cukup besar, sehingga diperlukan pemeriksaan teliti yang menyeluruh.

3.

Pelvis (AP)

Pada survai sekunder ini dilakukan pemeriksaan neurologi lengkap, termasuk mencatat skor GCS
bila belum dilakukan dalam survei primer. Pada secondary survei ini juga dikerjakan foto ronsen

Foto servikal lateral yang menunjukan fraktur merupakan penemuan sangat penting, tetapi

yang di perlukan.

bila tidak tampak fraktur belum menyingkirkan kemungkinan fraktur. Foto toraks mungkin dapat
menujukan gangguan yang mengancam nyawa. Foto pelvis dapat menunjukkan fraktur yang dapat

Prosedur khusus seperti lavase peritoneal, evaluasi radiologis dari pemeriksaan laboratorium juga

menerangkan syok pada penderita.

dikerjakan pada kesempatan ini. secondary survey ini juga dapat disebut sebagai every orifice.

Pada saat secondary survey dapat dilakukan foto servikal lengkap dan torako dan torakolumbal AP bila ada dugaan adanya fraktur vertebra dan bila tidak menggangu proses resusitasi.
2.7.1

Anamnesis

Pemeriksaan DPL (Diagnostik peritoneal lavage) dan USG abdomen merupakan


pemeriksaan yang bermanfaat untuk menentukan adanya perdarahan intra-abdomen.

2.6

PERTIMBANGAN RUJUKAN PENDERITA

Setiap pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat perlukaan.


Riwayat AMPLE patut diingat :
A : Alergi
M : Medikasi (obat yang diminum saat ini)
P : Past illness (penyakit penyerta) / Preggnancy
L : Last meal
E : Event / environment (lingkungan) yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.

Setelah primary survey dan resusitasi, petugas mempunyai cukup informasi untuk
mempertimbangkan rujukan. Proses rujukan sudah dapat dimulai oleh petugas administrasi pada

Jenis perlukaan dapat diramalkan dari mekanisme kejadian perlukaan itu. Trauma

saat resusitasi. Pada saat keputusan diambil untuk merujuk, perlu komunikasi antara petugas
pengirim dan petugas penerima rujukan.
Ingat : tindakan resusitasi dilakukan pada saat masalahnya dikenali, bukan setelah primary survey

biasanya dibagi dalam 2 jenis : tumpul dan tajam.


1.

Trauma tumpul

selesai.
Trauma tumpul dapat disebabkan kecelakaan lalu lintas (KLL), terjatuh, rekreasi atau
pekerjaan. Pola perlukaan dapat diramalkan dari mekanisme trauma-nya. Pola perlukaan juga
sangat dipengaruhi usia dan aktivitas.

2.

Trauma tajam

a.

Acies visus

Trauma tajam akibat pisau, senjata api atau tertancap makin sering ditemukan. Faktor yang

b.

Ukuran pupil

c.

Perdarahan konjungtiva dan fundus

d.

Luka tembus pada mata

e.

Lensa kontak (ambil sebelum terjadi edema)

f.

Dislocatio lents

g.

Jepitan otot bola mata

menentukan jenis dan berat perlukaan ditentukan daerah tubuh yang terluka, organ yang
terkena dan velositas (kecepatan). Dengan demikian maka velositas, kaliber, arah dan jarak
dari senjata merupakan informasi yang penting diketahui.
3.

Perlukaan karena suhu panas / dingin


Luka bakar dapat terjadi sendiri atau dalam kombinasi dengan trauma tumpul ataupun tajam
akibat mobil terbakar, ledakan, benda yang jatuh, usaha penyelamatan diri ataupun serangan
pisau atau senjata api. Inhalasi atau keracunan karbon monosikda dapat menyertai luka bakar.
Hipotermia akut atau khronis dapat menyebabkan trauma umum ataupun lokal. Kehilangan
panas dalam jumlah besar dapat terjadi pada suhu yang tidak terlalu dingin ( 15-20 o C ) bial

Acies visus dapat diperiksa dengan membaca gambar snellen, atau membaca huruf pada botol

penderita memakai pakaian yang basah, tidak bergerak aktif atau minum alkohol, sehingga

infus atau bungkus perban. Gerakan bola mata harus diperiksa karena kemungkinan

tubuh tidak dapat menyimpan panas.


4.

Bahan berbahaya (HAZMAT, Hazardous Material)

terjepitnya otot mata oleh fraktur orbital.


2.

Kontak dengan bahan kimia, toksin atau radiasi perlu diketahui karena 2 sebab. Yang pertama

Trauma maksilofasial tanpa gangguan airway atau perdarahan hebat, baru dikerjakan setelah

karena bahan-bahan ini dapat mengakibatkan berbagai ragam kelainan pada jantung, paru atau

penderita stabil sepenuhnya dan pengelolaan definitif dapat ditunda dengan aman. Penderita

organ tubuh lain. Kedua, bahan-bahan ini dapat berbahaya untuk petugas kesehatan yang

dengan fraktur tulang wajah mungkin juga ada fraktur pada Alamina cribrosa. Dalam hal ini,

merawat pasien.

pemakaian kateter lambung harus melalui jalan oral.


3.

2.7.2
1.

Pemeriksaan Fisik
Kepala

Maksilo-fasial

Vertebra servikalis dan leher


Penderita dengan trauma kapitis atau maksilofasial dianggap ada fraktur servikal atau
kerusakan ligamentous servikal; pada leher kemudian dilakukan imobilisasi sampai vertebra
servikal telah diperiksa dengan teliti. Tidak adanya kelainan neurologis tidak menyingkirkan

Survei sekunder mulai dengan evaluasi kepala. Seluruh kulit kepala dan kepala harus

kemungkinan fraktur servikal, dan tidak adanya fraktur servikal hanya ditegakkan setelah ada

diperiksa akan adanya luka, kontusio atau fraktur. Karena kemungkinan bengkaknya mata

foto servikal, dan foto ini telah diperiksa dokter yang perpengalaman.

yang akan mempersulit pemeriksaan kemudian, mata harus diperiksa akan adanya :

Pemeriksaan leher meliputi inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Nyeri daerah vertebra servikalis,

Melemahnya bising nafas dan hipersonor pada perkusi paru disertai syok mungkin satu-

emifisema subkutan, deviasi trakea dan fraktur laring dapat ditemukan pada pemeriksaan

satunya tanda akan adanya tension pneumo-toraks, yang kana menandakan perlunya

yang teliti. Dilakukan palpasi dan auskultasi pada a.karotis. adanya jejas daerah a.karotis

dekompresi segera.

harus dicatat karena kemungkinan adanya perlukaan pada a.karotis. Penyumbatan atau diseksi
Foto toraks dapat menunjukan adanya hemo atau pneumotoraks. Mungkin ada fraktur

a.karotis dapat terjadi secara lambat, tanpa gejala dini. Angiografi atau Doppler sonografi

iga yang tidak terlihat pada foto toraks. Mediastinum yang melebar atau menyimpangnya

dapat menyingkirkan kelainan ini.

NGT ke arah kanan dapat merupakan tanda ruptur aorta.


Kebanyakan trauma arteri besar daerah leher disebabkan trauma tajam, namun trauma tumpul
leher atau cedera karena sabuk pengaman dapat menyebabkan kerusakan intima, diseksi dan

5.

Abdomen

trombosis. Luka daerah leher yang menembus platisma, jangan dilakukan eksplorasi di bagian
Trauma abdomen harus ditangani dengan agresif. Diagnosa yang tepat tidak terlalu

emergensi, karena unit emergensi biasanya tidak siap menghadapi masalah ini.perlukaan ini
membutuhkan seorang ahli bedah,baik untuk supervisi pemeriksaan lanjutan yang akan

dibutuhkan, yang penting adalah adanya indikasi untuk operasi. Pada saat penderita baru

dilakukan ataupun untuk tindakan operatif.

datang, tidak adanya kelainan pada pemeriksaan abdomen tidak menyingkirkan diagnosa
perlukaan abdomen, karena gejala mungkin timbul agak lambat.

Penemuan adanya perdarahan aktif, hematoma yang ekspanding, bruit atau gangguan airway
Penderita dengan hipotensi yang tidak dapat diterangkan, kelainan neurologis, gangguan

biasanya membutuhkan tindakan operatif. Monoparesis satu lengan sering disebabkan

kesadaran karena alkohol dan/atau obat dan penemuan pemeriksaan fisik abdomen yang

kerusakan pada radiks pleksus brakhialis.

meragukan, harus dipertimbangkan diagnostik peritoneal lavage (DPL), USG abdomen, atau
4.

bila keadaan umum memungkinkan, pemeriksaan CT Scan abdomen dengan kontras.

Toraks
Inspeksi akan menunjukan adanya flail chest atau open pneumo-thorax. Palpasi harus

6.

Perineum/ rektum/ vagina

dilakukan pada setiap iga dan klavikula. Penekanan pada sternum dapat nyeri bila ada fraktur
Perineum diperiksa akan adanya kontusio, hematoma, laserasi dan perdarahan uretra.

sternum atau ada costtochondral separation. Kontusio dan hematoma pada dinding dada
mungkin disertai kelainan dalam rongga toraks. Kelainan pada toraks akan disertai nyeri dan /

Colok dubur harus dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti akan

atau dispnoe.

kemungkinan adanya darah dari lumen rektum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis,
utuh tidaknya dinding rektum dan tonus m.sfinkter. Pada wanita, pemeriksaan colok vagina
dapat menentukan adanya darah dalam vagina atau laserasi. Juga harus dilakukan tes

Evaluasi toraks dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik disusul foto toraks. Bising

kehamilan pada semua wanita usia subur.

nafas diperiksa pada bagian atas toraks untuk menentukan pneumo-toraks, dan pada bagian
posterior untuk adanya hemo-toraks. Auskultasi mungkin sulit bila lingkungan berisik, tetapi
sangat bermanfaat. Bunyi jantung yang lemah disertai tekanan nadi yang kecil mungkin

7.

Muskulo-skeletal

disebabkan tamponade jantung.


Adanya tamponade jantung atau tension pneumo-thorax dapat terlihat dari adanya
distensi pada vena jugularis, walaupun adanya hipovolemia akan meniadakan tanda ini.

Ekstremitas diperiksa untuk adanya luka atau defomitas. Fraktur yang kurang jelas dapat
ditegakkan dengan memeriksa adanya nyeri, krepitasi atau gerakan abnormal. Fraktur pada
pelvis dikenal dengan adanya jejas ala ossis ilii, pubis, labial atau skrotum. Nyeri pada

2.9

RE-EVALUASI

kompresi kedua SIAS, serta mobilitas pelvis dan simfisis osis pubis membantu diagnosis.
Penurunan keadaan dapat dikenal apabila dilakukan evaluasi ulang terus menerus, sehingga gejala
Penilaian pulsasi dapat menentukan adanya gangguan vaskular. Perlukaan berat pada

yang baru timbul segera dapat dikenali, dan dapat ditangani secepatnya. Penyakit penyerta dapat

ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai fraktur. Kerusakan ligamen dapat menyebabkan sendi

menjadi manifest. Kewaspadaan yang tinggi akan memungkinkan diagnosis dini dan terapi segera.

menjadi tidak stabil, kerusakan oto-tendo akan menggangu pergerakan.

Monitoring tanda vital dan keluaran urin penting. Produksi urin pada orang dewasa sebaiknya
dijaga cc/kgBB/jam, pada anak 1cc/kg/BB/jam. Bila penderita dalam keadaan kritis dapat dipakai

Gangguan sensai dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan

pulse oximetry dan end-tidal CO2 monitoring.

kerusakan saraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako-lumabl dapat dikenal pada
pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan pada bagian lain mungkin menghilangkan

Penanganan rasa nyeri merupakan hal yang penting. Rasa nyeri dan ketakutan akan timbul pada

gejala fraktur torako-lumbal, dan dalam keadaan ini hanya dapat di diagnosa dengan foto

penderita trauma, terutama pada perlukaan muskola-skeletal. Golongan Opiat atau anksiolitika

ronsen.

harus diberikan secara intra-vena, dan sebaiknya jangan intra-muskolar. Obat-obat ini harus
diberikan secara hati-hati, dan cukup untuk mencapai analgesi atau menghilangkan keltakutan.

8.

Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang teliti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil, pemeriksaan motorik dan sensorik. Perubahan dalam status neurologis dapat dikenal

2.10 TERAPI DEFINITIF

dengan pemakaian GCS. Adanya paralisis atau paresis dapat disebabkan kerusakan kolumna
vertebralis atau saraf perifer.imobilisasi penderita dengan short atau long spine board, kolar
servikal dan alat mobilisasi lain dilakukan sampai terbukti tidak ada fraktur servikal.
Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk melakukan fiksasi terbatas kepada kepala dan

SYOK

leher saja, sehingga penderita masih dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu.

4.1 PENGANTAR
2.8

TAMBAHAN PADA SECONDARY SURVEY


Langkah awal dalam mengelola syok pada penderita trauma adalah mengetahui tanda-tanda

Dalam melakukan secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih

klinisnya. Diagnosa awal didasarkan pada gejala dan tanda yang timbul akibat dari perfusi organ

spesifik seperti misalnya foto tambahan dari tulang belakang serta ekstremitas, CT scan kepala,

dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat. Definisi syok sebagai ketidak normalan dari sistem

dada, abdomen dan spine, urografi dan angiografi, USG transesofageal, bronkhoscopi, esofagoscopi

peredaran darah yang mengakibatkan perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat juga

dan prosedur diagnostik lain. Sering kali ini membutuhkan transportassi penderita ke ruangan

menjadi perangkat untuk diagnosa dan terapi.

dimana tidak tersedia perlengkapan untuk resusitas.

Langkah kedua dalam pengelolaan awal terhadap syok adalah mencari penyebab syok, yang untuk

Pemberian larutan elektrolit isotonis dalam jumlah yang cukup akan membantu melawan

penderita trauma berhubungan dengan mekanisme cedera. Kebanyakan penderita trauma akan

proses tersebut. Pengelolaan diarahkan kepada cara mengembalikan fenomenon ini yaitu dengan

mengalami syok hipovolemik, tetapi mereka mungkin menderita syok kardiogenik, neurogenik, dan

memberikan oksisgenasi yang cukup, ventilasi, dan resusitasi cairan yang tepat.

bahkan kadang-kadang syok septik. Syok neurogenik disebabkan oleh cedera berat pada sistem
saraf pusat atau pada medulla spinalis. Syok septik jarang ditemukan, namun harus
dipertimbangkan bagi penderita yang tiba terlambat di fasilitas gawat darurat.
4.2 PENILAIAN AWAL PENDERITA
4.2.1

Mengenal syok

4.1.1 Fisiologi Dasar Jantung


Syok karena gangguan sirkulasi yang berat, yang ditandai oleh perfusi yang tidak adekuat
Definisi cardiac output adalah volume darah per menit yang dipompa oleh jantung, dan

pada kulit, ginjal dan sistem syaraf pusat mudah untuk dikenali. Kalau hanya mengandalkan

ditentuka oleh hasil detak jantung dan stroke volume. Stroke volume atau jumlah darah yang

tekanan darah sistolik sebagai tanda syok, maka akan timbul keterlambatan dalam mengetahui

dipompa dengan setiap kontraksi jantung, secara klasik ditentukan dengan preload, kontraksi

status syok. Takikardia dan vasokonstriksi kulit merupakan respon fisiologis yang biasa dan dini

miokard, dan afterload.

terhadap kehilangan volume pada kebanyakan orang dewasa.

Preload berarti volume pengembalian darah kejantung dan ditentukan oleh pengisian
vena, keadaan volume darah, dan perbedaan antara tekanan sistemik vena rata-rata dan tekanan
atrial kanan. Afterload adalah tahanan pembuluh darah sistematik atau, dengan kata lain, tahanan

4.2.2

Difrensiasi klinis dari etiologi syok

terhadap arus darah ke perifer.


1.

Syok hemoragik
Perdarahan (hemorrhage) adalah penyebab syok yang paling umum setelah trauma, dan
hampir semua penderita dengan trauma multipel adakomponen hipovolemia. Harus diingat

4.1.2 Patofisiologi Kehilangan Darah

bahwa walaupun syok bukan disebabkan oleh perdarahan, namun akan memberi respon
sedikit atau singkat terhadap resusitasi cairan.

Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi hanya sedikit mengatur
pengembalian darah dengan cara kontraksi volume darah di dalam sistem vena, tekanan vena
sistematik. Cara yang paling efektif untuk memulihkan cardiac output dan perfusi organ adalah

2.

Syok non-hemoragik

dengan memulihkan pengembalian darah kebatas normal dengan memperbaiki volumenya.


a.

Syok kardiogenik

Pembengkakan retikulum endoplasmatik merupakan tanda ultrastruktural pertama dari


hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagi akan diikuti cedera mitochondrial. Lisosom pecah dan
melepaskan ensim yang mencernakan struktur intre-seluler lainnya. Bila proses ini berjalan terus,
terjadilah cedera seluler yang progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel.

Disfungsi miokardinak dapat terjadi dari trauma tumpul jantung, tamponande jantung,
emboli udara, atau yang agak jarang infark miokard yang berhungan dengan cedera
penderita. Ekokardiografi dapat dipergunakan dalam menentukan diagnosis dari

tamponade atau ruptur dari katup jantung, tetapi tidak praktis dan jantung dapat

4.3 SYOK HEMORAGIK PADA PENDERITA TRAUMA

langsung digunakan di UGD. Tamponande jantung merupakan gejala yang paling sering
ditemukan pada trauma tembus toraks, tetapi dapat terjadi juga pada trauma tumpul

4.3.1 Definisi Perdarahan

toraks. Takikardia, bunya jantung yang terendam, pelebaran dan penonjolan vena-vena
dileher dengan hipotensi yang tidak dapat diatasi dengan terapi cairan menandakan

Definisi dari perdarahan adalah kehilangan akut volume peredaran darah. Sistem

tamponande jantung.

klasifikasi ini berguna untuk memastikan tanda-tanda dini dan patofisiologi keadaan syok.
Pendarahan kelas I adalah ibatrat seseorang yang menyumbang satu unit darah. Kelas II

b.

Tension Pneumotoraks

adalah perdarahan tanpa komplikasi, namun resusitasi cairan kristaloid diperlukan. Kelas
III adalah keadaan perdarahan dengan komplikasi dimana harus diberikan infus kristaloid

Tension pneumotoraks merupakan keadaan gawat darurat bedah yang memerlukan

dan mungkin penggantian darah. Perdarahan kelas IV harus dianggap sebagai kejadian

diagnosis dan penanganan segera. Tension pneumotoraks terjadi apabila ada udara yang

preterminal, dan kalau tidak diambil tindakan yang sangat agresif, penderita akan

masuk kerongga pleura tetapi karena suatu mekanisme ventil mencegah aliran

meninggal dalam beberapa menit.

keluarnya. Tekanan intrapleural meningkat dan menyebabkan paru-paru kolaps total dan

c.

terjadi penggeseran dari mediastinum ke sisi seberangnya diikuti terganggunya aliran

Beberapa faktor akan sangat menggangu penilaian respon hemodinamis terhadap

darah balik ke jantung dan penurunan output jantung.

perdarahan. Faktor-faktor itu meliputi :

Syok neurogenik

1.

Usia penderita

Cedera intrakranial yang berdiri sendiri tidak menyebabkan syok. Cedera syaraf tulang

2.

Parahnya cedera, dengan perhatian khusus bagi jenis dan lokasi anatomis cederanya

3.

Rentang waktu antara cedera dan permulaan terapi

4.

Terapi cairan pra-rumah sakit dan penerapan pakaian antisyok pneumatis (PASG)

5.

Obat-obat yang sebelumnya sudah diberikan karena ada penyakit kronis.

belakang mungkin mengakibatkan hipotensi karena hilangnya tonus simpatis kapiler.


Penderita yang menderita cedera tulang belakang seringkali mengalami trauma di
daerah tubuh lainnya. Karena itu, penderita yang diduga atau diketahui punya syok
neurogenik pada awalnya harus dirawat untuk hipovolemia.
d.

Syok septik
Syok karena infeksi yang timbul segera setelah taruma jarang terjadi. Syok septik dapat
terjadi pada penderita dengan cedera perut yang tembus serta kontaminasi rongga

PERKIRAAN KEHILANGAN CAIRAN DAN DARAH

peritoneal dengan isi usus. Penderita septik yang hipotensif dan afebril secara klinis
sukar dibedakan dari yang terkena syok hipovolemik, karena kedua kelompok ini dapat
menunjukan takikardia, vasokontriksi kulit, produksi urine menurun, tekanan sistolik

KELAS I

KELAS II

KELAS III

KELAS IV

yang menurun, dan tekanan nadi yang mengecil.


Kehilangan Darah (mL)

Sampai 750

750 - 1500

1500 2000

>2000

10

1.
Kehilangan Darah (% volume)

Sampai 15 %

15% - 30%

30%-40%

>40%

Denyut Nadi

<100

>100

>120

>140

Tekanan Darah

Normal

Normal

Menurun

Menurun

Tekanan Nadi (mmHg)

Normal/ Naik

Menurun

Menurun

Menurun

Frekuensi Pernafasan

14-20

2-0-30

30-40

>35

Produksi Urin (mL/jam)

>30

20-30

5-15

Tidak berarti

CNS/ Status Mental

Sedikit cemas

Agak cemas

Cemas,bingun

Bingung, Lesu

(lethargic)

Kristaloid dan

Kristaloid dan

darah

darah

Airway dan Breathing


Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi
dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih
dari 95%.

2.

Sirkulasi Kontrol Perdarahan


Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh

Penggantian Cairan (3:1)

Kristaloid

Kristaloid

akses intravena yang akan cukup, dan menilai perfusi jaringan. PASG ( Pneumatic Anti Shock
Garment) dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau
ekstremitas bawah, namun tidak boleh menggangu resusitas cairan cepat.
3.

Disability Pemeriksaan neurologi


Dilakukan pemeriksan neurologi sngkat untuk menentukan tingkat kesadaran, pergerakan
mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik.

4.3.2

Perubahan Cairan Sekunder Pada Cedera Jaringan Lunak

4.

Cedera jaringan lunak dan patah tulang yang berat memberi gangguan keadaan

Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus

hemodinamis penderita yang cedera dengan dua cara. Pertama, darah hilang ke tempat cederanya,

ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki sebagai bagian dari mencari

terutama pada patah tulang panjang. Fraktur tibia atau humerus dapat menyebabkan kehilangan 1.5

cedera.

unit (750ml) darah. Faktor kedua yang perlu diperhatikan ialah edema yang terjadi pada cedera
jaringan lunak dan tergantung dari beratnya cedera jaringan lunak. Cedera jaringan lunak
mengakibatkan aktivasi respon peradangan sistematik dan produksi serta pelepasan banyak cytokin.

5.

dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan, biasanya
berupa bradikardi dari stimulasi syaraf vagus yang berlebihan. Distensi lambung membuat

Pemeriksaan Jasmani

terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi lambung membesarkan
risiko aspirasi isi lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang menjadi fatal.

Pemeriksaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cedera yang mengancam nyawa dan
meliputi penilaian dari ABCDE. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan
tingkat kesadaran.

Dilatasi Lambung Dekompresi


Dilatasi lambung seringkali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-anak, dan

4.4 PENATALAKSANAAN AWAL DARI SYOK HEMORAGIK


4.4.1

Exposure Pemeriksaan Lengkap

6.

Pemasangan Kateter urin

11

Kateterisasi kandunga kencing memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan
evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin.

Pada dewasa urine keluar sekitar 0.5ml/kg/jam, pada anak 1ml/kg/jam, pada bayi
2ml/kg/jam. Bila kurang atau produksi urun menurun sedangkan berat jenis naik, menandakan
resusitasi yang tidak cukup, sehingga perlu ditambahnya pengantian volume.

4.4.2 Akses Pembuluh darah


4.5.3

Keseimbangan asam basa

Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah atau pembuluh
darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer,

Alkalosis respiratorik sering disusul dengan alkalosis metabolik ringan yang tidak

maka digunakan akses pembuluh sentral dengan menggunakan teknik seldinger atau melakukan

memerlukan terapi. Asidosis metabolik berat dapat terjadi pada syok yang sudah lama atau akibat

vena seksi pada vena safena di kaki, tergantung tingkat keterampilan dan pengalaman dokternya.

syok berat. Asidosis yang persisten biasanya akibat resusitasi yang tidak adekuat atau kehilangan
darah terus menerus, yang diobati dengan cairan, darah, dan pertimbangkan intervensi operasi untuk

4.4.3 Terapi Awal Cairan


Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitas awal. Jenis cairan ini mengisi intravaskuler

mengendalikan perdarahan.
4.6 RESPON TERHADAP PEMBERIAN CAIRAN AWAL

dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan
cairan berikutnya ke dalam ruang interstisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan
pilihan pertama. NaCI fisiologis adalah pilihan kedua.
Tanda vital

Respon cepat

Respon sementara

Tanpa Respon

Kembali ke normal

Perbaikan sementara Tensi

Tetap abnormal

dan nadi kembali turun


4.5 EVALUASI RESUSITASI CAIRAN DAN PERFUSI ORGAN
4.5.1 Umum

Dugaan kehilangan

Minimal (10%-20%)

darah
Pulihnya tekanan darah ke normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda positif

Sedang, masih ada (20%-

Berat (>40%)

40%)

Kebutuhan kristaloid

Sedikit

Banyak

Banyak

Kebutuhan darah

Sedikit

Sedang - banyak

Segera

Persiapan darah

Type specific dan

Type specific

Emergensi

yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke normal. Perbaikan pada status sistem syaraf
sentral dan peredaran kulit adalah bukti penting mengenai peningkatan perfusi, tetapi kuantitasnya
sukar ditentukan.

crossamatch

Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif untuk perfusi ginjal.
Perubahan pada tekanan vena sentralis dapat memberikan informasi yang berguna dan resiko

Operasi

Mungkin

Sangat mungkin

Hampir pasti

Kehadiran dini ahli

Perlu

Perlu

Perlu

pemasangan jalur vena sentral harus diambil bila kasusnya rumit. Pada kebanyakan penderita
pengukuran CVP sudah mencukupi.

bedah
4.5.2

Produksi Urine

12

4.7 TRANSFUSI DARAH


4.7.1

Darah crossmatch, Jenis-spesifik dan Tipe O


Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki oxygen-carrying capacit. Perbaikan

volume dapat dicapai dengan pemberian larutan kristaloid, yang sekaligus akan memperbaiki
volume interstisial dan interselular.
1.

Yang lebih baik adalah darah yang sepenuhnya crossmatched.

2.

Jenis darah spesifik dapat disediakan oleh hampir semua bank darah dalam
waktu 10 menit.

3.

Bila darah tipe spesifik tidak ada, maka packed cell tipe O di anjurkan untuk
penderita dengan perdarahan exsanguinating.

4.7.2

Pemasangan cairan Plasma dan Kristaloid


Untuk mencegah hipotermia pada seorang penderita yang menerima volume besar

kristaloid adalah menghangatkan cairannya sampai 39 oC sebelum di gunakan. Hal ini dapat dicapai
CEDERA TORAKS

dengan menyimpan kristaloid di dalam penghangat atau dengan menggunakan oven microwave.
4.7.3 Koagulopati
5.1 PENDAHULUAN

Koagulopati jarang terjadi pada jam pertama terapi penderita dengan cedera multipel.
Transfusi masif akan menghasilkan dilusi platelet dan faktor-faktor pembekuan. Hipotermia akan
menyebabkan gangguan agregasi platelet dan clotting cascade. Kedua hal di atas merupakan
penyebab yang sering untuk terjadinya koagulopati pada penderita cedera.

Hipoksia, hiperkarbia dan asidosi sering disebabkan oleh cedera toraks. Hipoksia akibat dari
tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan karena hipovolemia(kehilangan darah).
Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan
intratoraks atau penurunan tingkat kesadaran. Untuk kasus-kasus seperti ini diperlukan suatu
pengelolaan, yaitu :
1.

Pengelolaan penderita terdiri dari :

13

a.

Primary survey

b.

Resusitasi fungsi vital

c.

Secondary survey yang rinci

d.

Perawatan definitif

5.2.2

Breathing
Gejala yang terpenting dari cedera toraks adalah hipoksia termasuk peningkatan frekuensi

dan perubahan pada pola pernafasan, terutama pernafasan yang dengan lambat memburuk. Sianosis
adalah gejala hipoksia yang lanjut pada penderita trauma. Jenis cedera toraks yang penting dan
mempengaruhi breathing adalah keadaan-keadaan di bawah ini :
2.

Karena hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada cedera toraks, intervensi dini perlu
dilakukan untuk pencegahan dan mengoreksinya.

3.

1.

Tension pneumothorax

Cedera yang bersifat mengancam nyawa secara langsung, dilakukan terapi secepat dan

Tension pneumothorax berkembang ketika terjadi one way valve, kebocoran udara yang

sesederhana mungkin.

berasal dari paru-paru atau dari luar melalui dinding dada, masuk ke dalam rongga pleura dan
tidak dapat keluar lagi. Penyebab tersering dari Tension pneumothorax adalah komplikasi

4.

Kebanyakan kasus cedera toraks yang mengancam nyawa di terapi dengan mengontrol airway

penggunaan ventilasi mekanik dengan ventilasi tekanan positif pada penderita yang ada

atau melakukan pemasangan selang toraks atau dekompresi toraks dengan jarum.

kerusakan pada pleura viseral. Tension pneumothorax juga dapat timbul sebagai komplikasi
dari pneumotoraks sederhana akibat cedera toraks tembus atau tajam dengan perlukaan

5.

Secondary survei membutuhkan riwayat cedera dan kewaspadaan yang tinggi terhadap adanya

parenkim paru yang tidak menutup atau setelah salah arah pada pemasangan kateter subklavia

cedera toraks yang bersifat khusus.

atau vena jugularis interna.


Tension pneumothorax ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak yang berat, distrs pernafasan,
takikardi, hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara nafas pada satu sisi dan distensi vena

5.2 PRIMARY SURVEY : CEDERA YANG MENGANCAM NYAWA


5.2.1
Airway
Cedera berat pada airway harus dikenali dan dikoreksi saat melakukan primary survey.

leher.
2.

Pneumothorax terbuka

Patensi airway dan ventilasi harus dinilai dengan mendengarkan gerakan udara pada hidung
Defek atau luka yang besar pada dinding dada akan menyebabkan pneumothoraks terbuka.

penderita, mulut dan dada serta dengan inspeksi pada daerah orofaring untuk sumbatan airway oleh

Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa oklusif steril yang diplester hanya pada 3

benda asing, dan dengan mengobservasi retraksi otot-otot interkostal dan supraklavikular.

sisinya saja. Kasa penutup sementara yang dapat digunakan adalah Plastic Wrap atau
Petrolatum Gauze sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi dengaan cepat dan dilanjutkan

Penanganan pada cedera ini adalah menstabilkan patensi dari airway yang terbaik dengan

dengan penjahitan luka.

intubasi endotrakeal, walaupun hal ini kemungkinan sulit dilakukan jika ada tekanan yang cukup
besar pada trakea. Yang paling penting dari cedera yang terjadi dengan cara mengeksteensikan
bahu, mengangkat klavikula dengan pointed clamp seperti towel clip dan melakukan reposisi

3.

Flail Chest

fraktur secara manual.

14

Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan

Tamponade jantung sering disebabkan oleh luka tembus. Diagnosis tamponade jantung tidak

keseluruhan dinding dada. Kesulitan utama pada kelainan Flail chest yaitu cedera pada

mudah. Diagnostik klasik adalah adanya trias beck yang terdiri dari peningkatan tekanan

parenkim paru yang mungkin terjadi. Yang menyebabkan hipoksia pada penderita ini terutama

vena, penurunan tekanan arteri dan suara jantung menjauh.Tanda Kussmaul adalah kelainan

disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada menjadi tertahan dan cedera

paradoksal yang sesungguhnya dan menunjukan adanya tamponade jantung.

jaringan parunya.
Cara diagnosis yang dilakukan dapat berupa USG dan/atau perikardiosentesis. FAST bila
Terapi awal yang diberikan adalah pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan

dilakukan di UGD adalah cara yang cepat dan akurat untuk melihat jantung dan perikardium.

dan reduditasi cairan. Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa

Metode sederhana untuk mengeluarkan cairan dari perikard adalah dengan perikardiosintesis.

oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi.

Tindakan alternatif lain adalah melakukan operasi jendela perikard atau torakotomi dengan
perikardiotomi oleh seorang ahli bedah.

4.

Hemotoraks masif
5.3 TORAKOTOMI RESUSITASI
Terkumpulnya darah dan cairan di salah satu hemitoraks dapat menyebabkan gangguan usaha
bernapas akibat penekanan paru-paru dan menghambat ventilasi yang adekuat.

5.2.3

Tindakan terapi efektif yang dapat dikerjakan selama torakotomi adalah :


1.

Evaluasi daerah di perikard yang menyebabkan tamponade jantung

Circulation

2.

Kontrol langsung sumber perdarahan pada perdarahan intratoraks

Cedera toraks yang akan mempengaruhi sirkulasi dan harus ditemukan pada primary

3.

Pijatan jantung terbuka

4.

Klem silang aorta descendens untuk mengurangi kehilangan darah dibawah diafragma

survey adalah :
1.

Hemotoraks masif

dan meningkatkan perfusi ke otak dan jantung.

Hemotoraks masif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500cc di dalam rongga

5.4 SECONDARY SURVEY : CEDERA TORAKS YANG DAPAT MENGANCAM

pleura. Diagnosis hematoraks ditegakkan dengan adanya syok yang disertai suara nafas

NYAWA

menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami trauma.
Delapan cedera toraks yang mungkin mematikan :
Terapi awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan
bersamaan dengan dekompresi rongga pleura.
2.

Tamponade jantung

1.

Pneumotoraks sederhana
Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube pada sela iga ke 4 atau
ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau
aspirasi saja, maka akan mengandung resiko.

15

2.

Hemotoraks

c.

Deviasi trakea ke arah kanan

Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah

d.

Hilangnya ruangan antara arteri pulmonal dan aorta.

Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks.

e.

Bronkus utama kiri tertekan ke bawah

Kontusio paru

f.

Deviasi dari esofagus ke arah kanan

Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan potentially lethal

g.

Pelebaran paratrakeal tidak merata

h.

Pelebaran paraspinal

i.

Ditemukan adanya pleural atau apical cap

j.

Hemotoraks kiri

k.

Fraktur iga 1 atau ke 2 atau skapula

interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh cedera tajam atau cedera tumpul.

3.

chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak
langsung terjadi setelah kejadian, sehingga rencana penanganan definitif dapat berubah
berdasarkan perubahan klinis.
4.

Perlukaan percabangan trakeo-bronkial / cedera trakeobronkial


Cedera terhadap trakea dan bronkus utama merupakan perlukaan yang luar biasa dan
mempunyai potensial fatal yang sering kali sudah terlihat saat penilaian awal.

5.

Cedera tumpul jantung

7.

Ruptur diafragma traumatik lebih sering terdiagnosis pada sisi kiri, karena obliterasi hepar pada

Cedera tumpul jantung dapat menyebabkan kontusio otot jantung, ruptur atrium atau ventrikel,

sisi kanan atau adanya hepar pada sisi kanan sehingga mengurangi kemungkinan

ataupun kebocoran katup. Penderita dengan kontusio miokard akan mengeluh rasa tidak

terdiagnosisnya ataupun terjadinya ruptur diafragma kanan. Sementara itu adanya usus, gaster

nyaman pada dada tetapi keluhan tersebut juga bisa disebabkan kontusio dinding dada atau

atau selanag diagnostik mempermudah mendeteksi pada hemotoraks kiri.

fraktur sternum dan / atau fraktur iga.


6.

Cedera aorta / Ruptur Aorta


Ruptur aorta traumatik sering menyebakan kematian segera setelah kecelakaan mobil tabrakan
frontal atau jatuh dari ketinggian. Indikasi adanya cedera terhadap pembuluh darah besar
didalam rongga toraks :
a.

Pelebaran mediastinum

b.

Obliterasi lengkung aorta

Cedera diafragma

8.

Mediastinal traversing wound


Cedera penetrans melintasi mediastinum, dapat mencederai struktur utama di mediastinum
misalnya jantung, pembuluh darah besar, percabangan, trakeobronkial, atau esofagus.hematom
mediastinum atau pleural cap dicurigai adanya cedera pada pembuluh darah besar.

5.5 MANIFESTASI CEDERA TORAKS LAIN

16

1.

Emfisema Subkutis

b.

Penderita yang akan dilakukan anastesi umum untuk terapi terhadap cedera yang lain,
yang dicurigai terdapat cedera paru-paru bermakna.

Dapat disebabkan oleh cedera airway, parenkim paru, atau yang jarang yaitu cedera ledakan.
c.
2.

Crushing Injury to the Chest

Penderita yang membutuhkan ventilasi dengan tekanan positif yang dicurigai adanya
cedera dada.

Tergencetnya toraks akan menimbulkan kompresi yang tiba-tiba dan sementara terhadap vena
cava superior dan menimbulkan pletora serta petechiae yang meliputi badan bagian atas, wajah,
dan lengan.
3.

Fraktur Iga, Sternum dan Skapula


Iga merupakan komponen dari dinding toraks yang paling sering mengalami trauma. Perlukaan
yang terjadi pada iga sering bermakna. Fraktur sternum dan skapula secara umum disebabkan
oleh benturan langsung. Konstusio paru dapat menyertai fraktur sternum. Cedrea tumpul
jantung harus selalu dipertimbangkan bila ada fraktur sternum.
Yang paling sering mengalami cedera adalah iga bagian tengah. Kompresi anteroposterior dari
rongga toraks akan menyebabkan lengkung iga akan lebih melengkung lagi ke arah lateral
dengan akibat timbulnya fraktur pada titik tengah iga.

4.

Cedera Tumpul Esofagus


Cedera esofagus lebih sering disebabkan oleh karena cedera tembus. Cedera tumpul esofagus
walaupun jarang tetapi mematikan bila tidak teridentifikasi. Cedera tumpul esofagus disebabkan
oleh gaya kompresi dari isi gaster yang masuk ke dalam esofagus akibat cedera berat pada
abdomen bagian atas. Cedera esofagus dapat disebabkan oleh kesalahan pemasangan
instrumentasi.

5.

Indikasi Lain untuk Pemasangan Selang Dada


a.

Secara selektif penderita yang dicurigai cedera paru berat terutama jika penderita akan
dikirim melalui udara atau darat.

17

PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :

Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)


Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang
berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat

Fase hematoma

osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh
garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai

Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati

woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat dan

kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan

merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.(4,5)

membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh
periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan
hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak. (4,5)
4

Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)

Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan
kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang
yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.

Woven bone atau kalus akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah

(4,5)

menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan
kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap. (4,5)

Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal


5

Fase remodelling

Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang

Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang

berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum

menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase

membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi

remodelling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses

robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel

osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus

mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari

intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus

penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi

bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum. (4,5)

pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas.
Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu
daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa
yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung
tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen. (4,5)

18

Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis dan union
secara radiologis. Penilaian secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan daerah fraktur dengan
melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk mengetahui adanya
gerakan atau perasaan nyeri pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa atau oleh
penderita sendiri. Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis telah terjadi union
dari fraktur.
Union secara radiologis dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur dan dilihat adanya
garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang sudah menyambung
pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya medulla atau ruangan dalam daerah
fraktur.

19

Das könnte Ihnen auch gefallen