Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Prioritas pada anak pada dasarnya sama dengan orang dewasa. Walaupun jumlah darah, cairan,
obat, ukuran anak, kehilangan panas, dan pola perlukaan dapat berbeda, namun prioritas penilaian
Triase adalah cara pemilihan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang
dan resusitas adalah sama seperti pada orang dewasa. Prioritas pada orang hamil sama seperti orang
tersedia. Terapi didasarkan pada kebutuhan ABC (Airway dengan kontrol vertebra servikal),
tidak hamil, akan tetapi perubahan anatomis dan fisiologis dalam kehamilan dapat mengubah
Trauma adalah penyebab kematian nomor 5 pada usia tua. Dengan meningkatnya usia dari dewasa
menjadi tua. Resusitasi pada usia tua memerlukan perhatian khusus, karena cadangan fisiologis
1.
Musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak melampaui
penderita berkurang sebanding pertambahan umur. Kempuan bertahannya orang tua terhadap
kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini penderita dengan masalah gawat darurat
trauma akan berkurang karena adanya penyakit jantung, paru-paru dan metabolik yang khronis.
Penyakit penyerta seperti DM, penyakit paru obstruktip menahun (PPOM), penyakit koroner,
koagulopati, penyakit hati dan gangguan vaskular akan ditemukan lebih sering, dan akan
2.
memperberat keadaan. Pemakaian jangka panjang dari obat-obatan mungkin mengubah respon
terhadap trauma.
2.3.1
PRIMARY SURVEY
adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda
vital, dan mekanisme trauma. Pada penderita yang terluka parah, terapi diberikan berdasarkan
prioritas. Pengelolaan penderita berupa primary survey yang cepat dan kemudian resusitasi,
mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea. Usaha untuk membebaskan airway harus
melindungi vertebra servikal. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan
nafas bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan.
secondary survey dan akhirnya terapi definitif. Proses ini merupakan ABC-nya trauma, dan
berusaha untuk mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan
pada urutan berikut :
Penderita dengan gangguan kesadaran atau Glasgow Goma Scale sama atau kurang dari 8
biasanya memerlukan pemasangan airway definitif. Airway pada anak mempunyai kekhususan dari
segi posisi laring serta ukurannya sehingga penanganan airway pada anak memerlukan pengetahuan
a)
b)
c)
d)
e)
serta alat tersendiri. Selama memeriksa dan memperbaiki airway, harus diperhatikan bahwa tidak
boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher. Kecurigaan adanya kelainan vertebra
servikalis didasarkan pada riwayat perlukaan; pemeriksaan neurologis tidak sepenuhnya dapat
menyingkirkannya. Ke-7 vertebra servikalis dan vertebra torakalis pertama dapat dilihat dengan
foto lateral.
INGAT : anggaplah ada fraktur servikal pada setiap penderita multi-trauma, terlebih bila
Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang akan mengakibatkan
penurunan kesadaran (jangan dibalik : penderita yang sadar belum tentu normo-volemik)
b.
2.3.2
Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita trauma yang kulitnya
kemerahan, terutama pada wajah dan ekstrenitas, jarang yang dalam keadaan
Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada
hipovolemia. Sebaliknya, wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat,
saat benafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon-dioksida dari tubuh.
Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diagfragma.
c.
Dada penderita harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan. Auskultasi dilakukan
Nadi
Periksalah pada nadi yang besar seperti a.femoralis atau a.karotis (kiri kanan), untuk
untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara
kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Nadi yang tidak cepat, kuat dan teratur, biasanya
atau darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding dada
Perlukaan yang mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah tension pneumothorax, flali chest dengan kontusio paru, dan open pneumothorax. Keadaan-keadaan ini harus
dikenali pada saat dilakukan primary survey. Hemato-thorax, simple pneumo-thorax, patahnya
2.
tulang iga dan kontusio paru menggangu ventilasi dalam derajat yang lebih ringan dan harus
Perdarahan
Perdarahan luar harus dikelola pada primary survey. Perdarahan eksternal dihentikan dengan
penekanan pada luka. Splak udara (pneumatic splinting device) juga dapat digunakan untuk
mengontrol perdarahan. Splak jenis ini harus tembus cahaya untuk dapat dilakukannya
pengawasan perdarahan.
2.3.3
1.
distal, sehingga tourniquet hanya dipakai bila sudah ada amputasi traumatik. Sumber
perdarahan internal (tidak terlihat) adalah perdarahan dalam rongga toraks, abdomen, sekitar
Ada 3 penemuan klinis yang dalam hitungaan detik dapat memberikan informasi mengenai
fraktur dari tulang panjang, retro-peritoeal akibat fraktur pelvis, atau sebagai akibat dari luka
keadaan hemo-dinamik ini, yakni tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi.
tembus dada/perut.
a.
Tingkat kesadaran
2.3.4
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara
Airway harus dijaga dengan baik pada semua penderita. Jaw thrust atau chin lift dapat
cepat. Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil. Suatu cara
dipakai. Pada penderita yang masih sadar dapat dipakai nasa-pharyngeal airway. Bila penderita
tidak sadar dan tidak ada refleks bertahak (gag reflex) dapat dipakai oro-pharyngeal. Bila ada
keraguan mengenai kemampuan menjaga airway, lebih baik memasang airway definitif.
CGS (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring yang sederhana dan dapat meramal
Kontrol jalan nafas pada penderita yang airway terganggu karena faktor mekanik, ada
kesudahan (outcome) penderita. CGS ini dapat dilakukan sebagai pengganti AVPU. Bila belum
dilakukan pada survei primer, harus dilakukan pada secondry survey pada saat pemeriksaan
gangguan ventilasi atau ada gangguan kesadaran,dicapai dengan intubasi endo-trakel, baik oral
neurologis.
maupun nasal. Prosedur ini harus dilakukan dengan kontrol terhadap servikal. Surgical airway
(crico-thyroidotomy) dapat dilakukan bila intubasi endo-trakeal tidak memungkinkan karena
Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi atau dan penurunan perfusi
ke otak, atau disebabkan trauma langsung pada otak. Penurunan kesadaran menuntut dilakukannya
Adanya tension pneumothorax akan sangat menggangu ventilasi, dan bila curigai akan
adanya keadaan ini, harus segera dilakukan dekompresi. Setiap penderita trauma diberikan oksigen.
2.3.5
Bila tanpa intubasi, sebaiknya oksigen diberikan dengan face-mask. Pemakaian pulse oximeter baik
untuk menilai saturasi O2 yang adekuat.
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, sering dengan cara menggunting guna
memeriksa dan evaluasi penderita. Setelah pakaian dibuka, penting agar penderita tidak kedinginan.
Harus dipakai selimut hangat, ruangan cukup hangat dan diberikan cairan intra-vena yang sudah
dihangatkan. Yang penting adalah suhu tubuh penderita, bukan rasa nyaman petugas kesehatan.
2.4.3
gangguan sirkulasi harus dipasang sedikitnya 2 IV line. Karakter IV yang dipakai harus berukuran
2.4
RESUSITAS
besar. Besar arus (tetesan infus) yang didapat tidak tergantung dari ukuran vena melainkan
tergantung dari besar kateter IV dan berbanding terbalik dengan panjang kateter IV. Pada awalnya
Resusitasi yang agresif dan pengelolaan keadaan yang mengancam nyawa segera setelah dikenal
sebaiknya menggunakan vena pada lengan. Jenis IV line lain, vena seksi, atau vena sentralis
2.4.1
Airway
Pada saat memasang kateter IV harus diambil contoh darah untuk permintaan darah dan
pemeriksaan lab. rutin, termasuk tes kehamilan pada semua penderita wanita berusia subur.
Syok pada penderita trauma umumnya disebabkan hipovolemia. Pada saat datang
Dengan demikian maka pemasangan kateter urin tidak boleh dilakukan sebelumcolok
penderita di-infus cepat dengan 2-3 liter cairan kristaloid, sebaiknya Ringer Lactat. Bila tidak ada
respon dengan pemberian bolus kristaloid tadi, diberikan darah segolongan (type specific). Jangan
2.
berikan vesopresor, steroid atau Bic.Nat. Juga jangan terapi syok hipovolemik dengan infuus RL
Kateter Lambung
atau pemberian dara secara terus menerus; dalam keadaan ini harus dilakukan resusitasi operatip
untuk menghentikan perdarahan.hiportemia dapat terjadi pada penderita yang diberikan Ringer
Lactat yang tidak dihangatkan atau darah yang masih dingin terutama bila penderita juga dalam
kemungkinan muntah. Isi lambung yang pekat akan mengakibatkan NGT tidak berfungsi,
keadaan kedinginan karena tidak diselimuti. Untuk menghangatkan cairan dapat dipakai alat
lamina kribrosa patah atau diduga patah, kateter lambung harus dipasang melalui mulut
2.5
untuk mencegah masuknya NGT dalam rongga otak. Dalam keadaan ini semua pipa
Monitor EKG
Monitor EKG dipasang pada semua penderita trauma. Disritmia, (termasuk takikardia
yang tidak diketahui sebabnya), fibrilasi atrium atau ekstra-sistol dan perubahan segmen ST dapat
2.5.3
Monitor
tension pnemothorax, dan/atau hipovelemia berat. Bila ditemukan bradikardia, konduksi aberan
atau ekstra-sistol harus segera dicurigai adanya hipoksia dan hipoperfusi. Hipotermia yang berat
nadi, tekanan nadi, tekanan darah, ABG (Arterial Blood Gases), suhu tubuh dan keluaran (output)
urin.
2.5.2
1.
Laju nafas dan AGD dipakai untuk menilai airway dan breathing. ETT dapat berubah posisi
pada saat penderita berubah posisi. Monitoring dari End-Tidal CO2 merupakan cara yang baik
1.
untuk menetapkan bahwa posisi ETT dalam trakea, dan bukan dalam esofagus.
Kateter Uretra
Produksi urin merupakan indikator yang peka untuk menilai keadaan perfusi ginjal dan
2.
Pulse oxymetry sangat berguna. Pulse oxymeter mengukur kadar O2 saturasi, bukan PaO2.
3.
Pada penilaian tekanan darah harus disadari bahwa tekanan darah ini merupakan indikator
hemodinamik penderita.
yang kurang baik guna menilai perfusi jaringan.
Kateter urin jangan dipasang bila ada dugaan ruptur uretra yang ditandai oleh :
1)
2)
3)
2.5.4
Pemakaian foto ronsen harus selektip, dan jangan menggangu proses resusitasi. Pada
2.7
SECONDARY SURVEY
Servikal (lateral)
2.
Toraks (AP)
yang tidak sadar atau gawat cukup besar, sehingga diperlukan pemeriksaan teliti yang menyeluruh.
3.
Pelvis (AP)
Pada survai sekunder ini dilakukan pemeriksaan neurologi lengkap, termasuk mencatat skor GCS
bila belum dilakukan dalam survei primer. Pada secondary survei ini juga dikerjakan foto ronsen
Foto servikal lateral yang menunjukan fraktur merupakan penemuan sangat penting, tetapi
yang di perlukan.
bila tidak tampak fraktur belum menyingkirkan kemungkinan fraktur. Foto toraks mungkin dapat
menujukan gangguan yang mengancam nyawa. Foto pelvis dapat menunjukkan fraktur yang dapat
Prosedur khusus seperti lavase peritoneal, evaluasi radiologis dari pemeriksaan laboratorium juga
dikerjakan pada kesempatan ini. secondary survey ini juga dapat disebut sebagai every orifice.
Pada saat secondary survey dapat dilakukan foto servikal lengkap dan torako dan torakolumbal AP bila ada dugaan adanya fraktur vertebra dan bila tidak menggangu proses resusitasi.
2.7.1
Anamnesis
2.6
Setelah primary survey dan resusitasi, petugas mempunyai cukup informasi untuk
mempertimbangkan rujukan. Proses rujukan sudah dapat dimulai oleh petugas administrasi pada
Jenis perlukaan dapat diramalkan dari mekanisme kejadian perlukaan itu. Trauma
saat resusitasi. Pada saat keputusan diambil untuk merujuk, perlu komunikasi antara petugas
pengirim dan petugas penerima rujukan.
Ingat : tindakan resusitasi dilakukan pada saat masalahnya dikenali, bukan setelah primary survey
Trauma tumpul
selesai.
Trauma tumpul dapat disebabkan kecelakaan lalu lintas (KLL), terjatuh, rekreasi atau
pekerjaan. Pola perlukaan dapat diramalkan dari mekanisme trauma-nya. Pola perlukaan juga
sangat dipengaruhi usia dan aktivitas.
2.
Trauma tajam
a.
Acies visus
Trauma tajam akibat pisau, senjata api atau tertancap makin sering ditemukan. Faktor yang
b.
Ukuran pupil
c.
d.
e.
f.
Dislocatio lents
g.
menentukan jenis dan berat perlukaan ditentukan daerah tubuh yang terluka, organ yang
terkena dan velositas (kecepatan). Dengan demikian maka velositas, kaliber, arah dan jarak
dari senjata merupakan informasi yang penting diketahui.
3.
Acies visus dapat diperiksa dengan membaca gambar snellen, atau membaca huruf pada botol
penderita memakai pakaian yang basah, tidak bergerak aktif atau minum alkohol, sehingga
infus atau bungkus perban. Gerakan bola mata harus diperiksa karena kemungkinan
Kontak dengan bahan kimia, toksin atau radiasi perlu diketahui karena 2 sebab. Yang pertama
Trauma maksilofasial tanpa gangguan airway atau perdarahan hebat, baru dikerjakan setelah
karena bahan-bahan ini dapat mengakibatkan berbagai ragam kelainan pada jantung, paru atau
penderita stabil sepenuhnya dan pengelolaan definitif dapat ditunda dengan aman. Penderita
organ tubuh lain. Kedua, bahan-bahan ini dapat berbahaya untuk petugas kesehatan yang
dengan fraktur tulang wajah mungkin juga ada fraktur pada Alamina cribrosa. Dalam hal ini,
merawat pasien.
2.7.2
1.
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Maksilo-fasial
Survei sekunder mulai dengan evaluasi kepala. Seluruh kulit kepala dan kepala harus
kemungkinan fraktur servikal, dan tidak adanya fraktur servikal hanya ditegakkan setelah ada
diperiksa akan adanya luka, kontusio atau fraktur. Karena kemungkinan bengkaknya mata
foto servikal, dan foto ini telah diperiksa dokter yang perpengalaman.
yang akan mempersulit pemeriksaan kemudian, mata harus diperiksa akan adanya :
Pemeriksaan leher meliputi inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Nyeri daerah vertebra servikalis,
Melemahnya bising nafas dan hipersonor pada perkusi paru disertai syok mungkin satu-
emifisema subkutan, deviasi trakea dan fraktur laring dapat ditemukan pada pemeriksaan
satunya tanda akan adanya tension pneumo-toraks, yang kana menandakan perlunya
yang teliti. Dilakukan palpasi dan auskultasi pada a.karotis. adanya jejas daerah a.karotis
dekompresi segera.
harus dicatat karena kemungkinan adanya perlukaan pada a.karotis. Penyumbatan atau diseksi
Foto toraks dapat menunjukan adanya hemo atau pneumotoraks. Mungkin ada fraktur
a.karotis dapat terjadi secara lambat, tanpa gejala dini. Angiografi atau Doppler sonografi
iga yang tidak terlihat pada foto toraks. Mediastinum yang melebar atau menyimpangnya
5.
Abdomen
trombosis. Luka daerah leher yang menembus platisma, jangan dilakukan eksplorasi di bagian
Trauma abdomen harus ditangani dengan agresif. Diagnosa yang tepat tidak terlalu
emergensi, karena unit emergensi biasanya tidak siap menghadapi masalah ini.perlukaan ini
membutuhkan seorang ahli bedah,baik untuk supervisi pemeriksaan lanjutan yang akan
dibutuhkan, yang penting adalah adanya indikasi untuk operasi. Pada saat penderita baru
datang, tidak adanya kelainan pada pemeriksaan abdomen tidak menyingkirkan diagnosa
perlukaan abdomen, karena gejala mungkin timbul agak lambat.
Penemuan adanya perdarahan aktif, hematoma yang ekspanding, bruit atau gangguan airway
Penderita dengan hipotensi yang tidak dapat diterangkan, kelainan neurologis, gangguan
kesadaran karena alkohol dan/atau obat dan penemuan pemeriksaan fisik abdomen yang
meragukan, harus dipertimbangkan diagnostik peritoneal lavage (DPL), USG abdomen, atau
4.
Toraks
Inspeksi akan menunjukan adanya flail chest atau open pneumo-thorax. Palpasi harus
6.
dilakukan pada setiap iga dan klavikula. Penekanan pada sternum dapat nyeri bila ada fraktur
Perineum diperiksa akan adanya kontusio, hematoma, laserasi dan perdarahan uretra.
sternum atau ada costtochondral separation. Kontusio dan hematoma pada dinding dada
mungkin disertai kelainan dalam rongga toraks. Kelainan pada toraks akan disertai nyeri dan /
Colok dubur harus dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti akan
atau dispnoe.
kemungkinan adanya darah dari lumen rektum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis,
utuh tidaknya dinding rektum dan tonus m.sfinkter. Pada wanita, pemeriksaan colok vagina
dapat menentukan adanya darah dalam vagina atau laserasi. Juga harus dilakukan tes
Evaluasi toraks dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik disusul foto toraks. Bising
nafas diperiksa pada bagian atas toraks untuk menentukan pneumo-toraks, dan pada bagian
posterior untuk adanya hemo-toraks. Auskultasi mungkin sulit bila lingkungan berisik, tetapi
sangat bermanfaat. Bunyi jantung yang lemah disertai tekanan nadi yang kecil mungkin
7.
Muskulo-skeletal
Ekstremitas diperiksa untuk adanya luka atau defomitas. Fraktur yang kurang jelas dapat
ditegakkan dengan memeriksa adanya nyeri, krepitasi atau gerakan abnormal. Fraktur pada
pelvis dikenal dengan adanya jejas ala ossis ilii, pubis, labial atau skrotum. Nyeri pada
2.9
RE-EVALUASI
kompresi kedua SIAS, serta mobilitas pelvis dan simfisis osis pubis membantu diagnosis.
Penurunan keadaan dapat dikenal apabila dilakukan evaluasi ulang terus menerus, sehingga gejala
Penilaian pulsasi dapat menentukan adanya gangguan vaskular. Perlukaan berat pada
yang baru timbul segera dapat dikenali, dan dapat ditangani secepatnya. Penyakit penyerta dapat
ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai fraktur. Kerusakan ligamen dapat menyebabkan sendi
menjadi manifest. Kewaspadaan yang tinggi akan memungkinkan diagnosis dini dan terapi segera.
Monitoring tanda vital dan keluaran urin penting. Produksi urin pada orang dewasa sebaiknya
dijaga cc/kgBB/jam, pada anak 1cc/kg/BB/jam. Bila penderita dalam keadaan kritis dapat dipakai
kerusakan saraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako-lumabl dapat dikenal pada
pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan pada bagian lain mungkin menghilangkan
Penanganan rasa nyeri merupakan hal yang penting. Rasa nyeri dan ketakutan akan timbul pada
gejala fraktur torako-lumbal, dan dalam keadaan ini hanya dapat di diagnosa dengan foto
penderita trauma, terutama pada perlukaan muskola-skeletal. Golongan Opiat atau anksiolitika
ronsen.
harus diberikan secara intra-vena, dan sebaiknya jangan intra-muskolar. Obat-obat ini harus
diberikan secara hati-hati, dan cukup untuk mencapai analgesi atau menghilangkan keltakutan.
8.
Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang teliti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil, pemeriksaan motorik dan sensorik. Perubahan dalam status neurologis dapat dikenal
dengan pemakaian GCS. Adanya paralisis atau paresis dapat disebabkan kerusakan kolumna
vertebralis atau saraf perifer.imobilisasi penderita dengan short atau long spine board, kolar
servikal dan alat mobilisasi lain dilakukan sampai terbukti tidak ada fraktur servikal.
Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk melakukan fiksasi terbatas kepada kepala dan
SYOK
leher saja, sehingga penderita masih dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu.
4.1 PENGANTAR
2.8
Dalam melakukan secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih
klinisnya. Diagnosa awal didasarkan pada gejala dan tanda yang timbul akibat dari perfusi organ
spesifik seperti misalnya foto tambahan dari tulang belakang serta ekstremitas, CT scan kepala,
dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat. Definisi syok sebagai ketidak normalan dari sistem
dada, abdomen dan spine, urografi dan angiografi, USG transesofageal, bronkhoscopi, esofagoscopi
peredaran darah yang mengakibatkan perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat juga
dan prosedur diagnostik lain. Sering kali ini membutuhkan transportassi penderita ke ruangan
Langkah kedua dalam pengelolaan awal terhadap syok adalah mencari penyebab syok, yang untuk
Pemberian larutan elektrolit isotonis dalam jumlah yang cukup akan membantu melawan
penderita trauma berhubungan dengan mekanisme cedera. Kebanyakan penderita trauma akan
proses tersebut. Pengelolaan diarahkan kepada cara mengembalikan fenomenon ini yaitu dengan
mengalami syok hipovolemik, tetapi mereka mungkin menderita syok kardiogenik, neurogenik, dan
memberikan oksisgenasi yang cukup, ventilasi, dan resusitasi cairan yang tepat.
bahkan kadang-kadang syok septik. Syok neurogenik disebabkan oleh cedera berat pada sistem
saraf pusat atau pada medulla spinalis. Syok septik jarang ditemukan, namun harus
dipertimbangkan bagi penderita yang tiba terlambat di fasilitas gawat darurat.
4.2 PENILAIAN AWAL PENDERITA
4.2.1
Mengenal syok
pada kulit, ginjal dan sistem syaraf pusat mudah untuk dikenali. Kalau hanya mengandalkan
ditentuka oleh hasil detak jantung dan stroke volume. Stroke volume atau jumlah darah yang
tekanan darah sistolik sebagai tanda syok, maka akan timbul keterlambatan dalam mengetahui
dipompa dengan setiap kontraksi jantung, secara klasik ditentukan dengan preload, kontraksi
status syok. Takikardia dan vasokonstriksi kulit merupakan respon fisiologis yang biasa dan dini
Preload berarti volume pengembalian darah kejantung dan ditentukan oleh pengisian
vena, keadaan volume darah, dan perbedaan antara tekanan sistemik vena rata-rata dan tekanan
atrial kanan. Afterload adalah tahanan pembuluh darah sistematik atau, dengan kata lain, tahanan
4.2.2
Syok hemoragik
Perdarahan (hemorrhage) adalah penyebab syok yang paling umum setelah trauma, dan
hampir semua penderita dengan trauma multipel adakomponen hipovolemia. Harus diingat
bahwa walaupun syok bukan disebabkan oleh perdarahan, namun akan memberi respon
sedikit atau singkat terhadap resusitasi cairan.
Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi hanya sedikit mengatur
pengembalian darah dengan cara kontraksi volume darah di dalam sistem vena, tekanan vena
sistematik. Cara yang paling efektif untuk memulihkan cardiac output dan perfusi organ adalah
2.
Syok non-hemoragik
Syok kardiogenik
Disfungsi miokardinak dapat terjadi dari trauma tumpul jantung, tamponande jantung,
emboli udara, atau yang agak jarang infark miokard yang berhungan dengan cedera
penderita. Ekokardiografi dapat dipergunakan dalam menentukan diagnosis dari
tamponade atau ruptur dari katup jantung, tetapi tidak praktis dan jantung dapat
langsung digunakan di UGD. Tamponande jantung merupakan gejala yang paling sering
ditemukan pada trauma tembus toraks, tetapi dapat terjadi juga pada trauma tumpul
toraks. Takikardia, bunya jantung yang terendam, pelebaran dan penonjolan vena-vena
dileher dengan hipotensi yang tidak dapat diatasi dengan terapi cairan menandakan
Definisi dari perdarahan adalah kehilangan akut volume peredaran darah. Sistem
tamponande jantung.
klasifikasi ini berguna untuk memastikan tanda-tanda dini dan patofisiologi keadaan syok.
Pendarahan kelas I adalah ibatrat seseorang yang menyumbang satu unit darah. Kelas II
b.
Tension Pneumotoraks
adalah perdarahan tanpa komplikasi, namun resusitasi cairan kristaloid diperlukan. Kelas
III adalah keadaan perdarahan dengan komplikasi dimana harus diberikan infus kristaloid
dan mungkin penggantian darah. Perdarahan kelas IV harus dianggap sebagai kejadian
diagnosis dan penanganan segera. Tension pneumotoraks terjadi apabila ada udara yang
preterminal, dan kalau tidak diambil tindakan yang sangat agresif, penderita akan
masuk kerongga pleura tetapi karena suatu mekanisme ventil mencegah aliran
keluarnya. Tekanan intrapleural meningkat dan menyebabkan paru-paru kolaps total dan
c.
Syok neurogenik
1.
Usia penderita
Cedera intrakranial yang berdiri sendiri tidak menyebabkan syok. Cedera syaraf tulang
2.
Parahnya cedera, dengan perhatian khusus bagi jenis dan lokasi anatomis cederanya
3.
4.
Terapi cairan pra-rumah sakit dan penerapan pakaian antisyok pneumatis (PASG)
5.
Syok septik
Syok karena infeksi yang timbul segera setelah taruma jarang terjadi. Syok septik dapat
terjadi pada penderita dengan cedera perut yang tembus serta kontaminasi rongga
peritoneal dengan isi usus. Penderita septik yang hipotensif dan afebril secara klinis
sukar dibedakan dari yang terkena syok hipovolemik, karena kedua kelompok ini dapat
menunjukan takikardia, vasokontriksi kulit, produksi urine menurun, tekanan sistolik
KELAS I
KELAS II
KELAS III
KELAS IV
Sampai 750
750 - 1500
1500 2000
>2000
10
1.
Kehilangan Darah (% volume)
Sampai 15 %
15% - 30%
30%-40%
>40%
Denyut Nadi
<100
>100
>120
>140
Tekanan Darah
Normal
Normal
Menurun
Menurun
Normal/ Naik
Menurun
Menurun
Menurun
Frekuensi Pernafasan
14-20
2-0-30
30-40
>35
>30
20-30
5-15
Tidak berarti
Sedikit cemas
Agak cemas
Cemas,bingun
Bingung, Lesu
(lethargic)
Kristaloid dan
Kristaloid dan
darah
darah
2.
Kristaloid
Kristaloid
akses intravena yang akan cukup, dan menilai perfusi jaringan. PASG ( Pneumatic Anti Shock
Garment) dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau
ekstremitas bawah, namun tidak boleh menggangu resusitas cairan cepat.
3.
4.3.2
4.
Cedera jaringan lunak dan patah tulang yang berat memberi gangguan keadaan
hemodinamis penderita yang cedera dengan dua cara. Pertama, darah hilang ke tempat cederanya,
ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki sebagai bagian dari mencari
terutama pada patah tulang panjang. Fraktur tibia atau humerus dapat menyebabkan kehilangan 1.5
cedera.
unit (750ml) darah. Faktor kedua yang perlu diperhatikan ialah edema yang terjadi pada cedera
jaringan lunak dan tergantung dari beratnya cedera jaringan lunak. Cedera jaringan lunak
mengakibatkan aktivasi respon peradangan sistematik dan produksi serta pelepasan banyak cytokin.
5.
dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan, biasanya
berupa bradikardi dari stimulasi syaraf vagus yang berlebihan. Distensi lambung membuat
Pemeriksaan Jasmani
terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi lambung membesarkan
risiko aspirasi isi lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang menjadi fatal.
Pemeriksaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cedera yang mengancam nyawa dan
meliputi penilaian dari ABCDE. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan
tingkat kesadaran.
6.
11
Kateterisasi kandunga kencing memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan
evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin.
Pada dewasa urine keluar sekitar 0.5ml/kg/jam, pada anak 1ml/kg/jam, pada bayi
2ml/kg/jam. Bila kurang atau produksi urun menurun sedangkan berat jenis naik, menandakan
resusitasi yang tidak cukup, sehingga perlu ditambahnya pengantian volume.
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah atau pembuluh
darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer,
Alkalosis respiratorik sering disusul dengan alkalosis metabolik ringan yang tidak
maka digunakan akses pembuluh sentral dengan menggunakan teknik seldinger atau melakukan
memerlukan terapi. Asidosis metabolik berat dapat terjadi pada syok yang sudah lama atau akibat
vena seksi pada vena safena di kaki, tergantung tingkat keterampilan dan pengalaman dokternya.
syok berat. Asidosis yang persisten biasanya akibat resusitasi yang tidak adekuat atau kehilangan
darah terus menerus, yang diobati dengan cairan, darah, dan pertimbangkan intervensi operasi untuk
mengendalikan perdarahan.
4.6 RESPON TERHADAP PEMBERIAN CAIRAN AWAL
dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan
cairan berikutnya ke dalam ruang interstisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan
pilihan pertama. NaCI fisiologis adalah pilihan kedua.
Tanda vital
Respon cepat
Respon sementara
Tanpa Respon
Kembali ke normal
Tetap abnormal
Dugaan kehilangan
Minimal (10%-20%)
darah
Pulihnya tekanan darah ke normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda positif
Berat (>40%)
40%)
Kebutuhan kristaloid
Sedikit
Banyak
Banyak
Kebutuhan darah
Sedikit
Sedang - banyak
Segera
Persiapan darah
Type specific
Emergensi
yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke normal. Perbaikan pada status sistem syaraf
sentral dan peredaran kulit adalah bukti penting mengenai peningkatan perfusi, tetapi kuantitasnya
sukar ditentukan.
crossamatch
Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif untuk perfusi ginjal.
Perubahan pada tekanan vena sentralis dapat memberikan informasi yang berguna dan resiko
Operasi
Mungkin
Sangat mungkin
Hampir pasti
Perlu
Perlu
Perlu
pemasangan jalur vena sentral harus diambil bila kasusnya rumit. Pada kebanyakan penderita
pengukuran CVP sudah mencukupi.
bedah
4.5.2
Produksi Urine
12
volume dapat dicapai dengan pemberian larutan kristaloid, yang sekaligus akan memperbaiki
volume interstisial dan interselular.
1.
2.
Jenis darah spesifik dapat disediakan oleh hampir semua bank darah dalam
waktu 10 menit.
3.
Bila darah tipe spesifik tidak ada, maka packed cell tipe O di anjurkan untuk
penderita dengan perdarahan exsanguinating.
4.7.2
kristaloid adalah menghangatkan cairannya sampai 39 oC sebelum di gunakan. Hal ini dapat dicapai
CEDERA TORAKS
dengan menyimpan kristaloid di dalam penghangat atau dengan menggunakan oven microwave.
4.7.3 Koagulopati
5.1 PENDAHULUAN
Koagulopati jarang terjadi pada jam pertama terapi penderita dengan cedera multipel.
Transfusi masif akan menghasilkan dilusi platelet dan faktor-faktor pembekuan. Hipotermia akan
menyebabkan gangguan agregasi platelet dan clotting cascade. Kedua hal di atas merupakan
penyebab yang sering untuk terjadinya koagulopati pada penderita cedera.
Hipoksia, hiperkarbia dan asidosi sering disebabkan oleh cedera toraks. Hipoksia akibat dari
tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan karena hipovolemia(kehilangan darah).
Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan
intratoraks atau penurunan tingkat kesadaran. Untuk kasus-kasus seperti ini diperlukan suatu
pengelolaan, yaitu :
1.
13
a.
Primary survey
b.
c.
d.
Perawatan definitif
5.2.2
Breathing
Gejala yang terpenting dari cedera toraks adalah hipoksia termasuk peningkatan frekuensi
dan perubahan pada pola pernafasan, terutama pernafasan yang dengan lambat memburuk. Sianosis
adalah gejala hipoksia yang lanjut pada penderita trauma. Jenis cedera toraks yang penting dan
mempengaruhi breathing adalah keadaan-keadaan di bawah ini :
2.
Karena hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada cedera toraks, intervensi dini perlu
dilakukan untuk pencegahan dan mengoreksinya.
3.
1.
Tension pneumothorax
Cedera yang bersifat mengancam nyawa secara langsung, dilakukan terapi secepat dan
Tension pneumothorax berkembang ketika terjadi one way valve, kebocoran udara yang
sesederhana mungkin.
berasal dari paru-paru atau dari luar melalui dinding dada, masuk ke dalam rongga pleura dan
tidak dapat keluar lagi. Penyebab tersering dari Tension pneumothorax adalah komplikasi
4.
Kebanyakan kasus cedera toraks yang mengancam nyawa di terapi dengan mengontrol airway
penggunaan ventilasi mekanik dengan ventilasi tekanan positif pada penderita yang ada
atau melakukan pemasangan selang toraks atau dekompresi toraks dengan jarum.
kerusakan pada pleura viseral. Tension pneumothorax juga dapat timbul sebagai komplikasi
dari pneumotoraks sederhana akibat cedera toraks tembus atau tajam dengan perlukaan
5.
Secondary survei membutuhkan riwayat cedera dan kewaspadaan yang tinggi terhadap adanya
parenkim paru yang tidak menutup atau setelah salah arah pada pemasangan kateter subklavia
leher.
2.
Pneumothorax terbuka
Patensi airway dan ventilasi harus dinilai dengan mendengarkan gerakan udara pada hidung
Defek atau luka yang besar pada dinding dada akan menyebabkan pneumothoraks terbuka.
penderita, mulut dan dada serta dengan inspeksi pada daerah orofaring untuk sumbatan airway oleh
Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa oklusif steril yang diplester hanya pada 3
benda asing, dan dengan mengobservasi retraksi otot-otot interkostal dan supraklavikular.
sisinya saja. Kasa penutup sementara yang dapat digunakan adalah Plastic Wrap atau
Petrolatum Gauze sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi dengaan cepat dan dilanjutkan
Penanganan pada cedera ini adalah menstabilkan patensi dari airway yang terbaik dengan
intubasi endotrakeal, walaupun hal ini kemungkinan sulit dilakukan jika ada tekanan yang cukup
besar pada trakea. Yang paling penting dari cedera yang terjadi dengan cara mengeksteensikan
bahu, mengangkat klavikula dengan pointed clamp seperti towel clip dan melakukan reposisi
3.
Flail Chest
14
Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan
Tamponade jantung sering disebabkan oleh luka tembus. Diagnosis tamponade jantung tidak
keseluruhan dinding dada. Kesulitan utama pada kelainan Flail chest yaitu cedera pada
mudah. Diagnostik klasik adalah adanya trias beck yang terdiri dari peningkatan tekanan
parenkim paru yang mungkin terjadi. Yang menyebabkan hipoksia pada penderita ini terutama
vena, penurunan tekanan arteri dan suara jantung menjauh.Tanda Kussmaul adalah kelainan
disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada menjadi tertahan dan cedera
jaringan parunya.
Cara diagnosis yang dilakukan dapat berupa USG dan/atau perikardiosentesis. FAST bila
Terapi awal yang diberikan adalah pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan
dilakukan di UGD adalah cara yang cepat dan akurat untuk melihat jantung dan perikardium.
dan reduditasi cairan. Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa
Metode sederhana untuk mengeluarkan cairan dari perikard adalah dengan perikardiosintesis.
oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi.
Tindakan alternatif lain adalah melakukan operasi jendela perikard atau torakotomi dengan
perikardiotomi oleh seorang ahli bedah.
4.
Hemotoraks masif
5.3 TORAKOTOMI RESUSITASI
Terkumpulnya darah dan cairan di salah satu hemitoraks dapat menyebabkan gangguan usaha
bernapas akibat penekanan paru-paru dan menghambat ventilasi yang adekuat.
5.2.3
Circulation
2.
Cedera toraks yang akan mempengaruhi sirkulasi dan harus ditemukan pada primary
3.
4.
Klem silang aorta descendens untuk mengurangi kehilangan darah dibawah diafragma
survey adalah :
1.
Hemotoraks masif
Hemotoraks masif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500cc di dalam rongga
pleura. Diagnosis hematoraks ditegakkan dengan adanya syok yang disertai suara nafas
NYAWA
menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami trauma.
Delapan cedera toraks yang mungkin mematikan :
Terapi awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan
bersamaan dengan dekompresi rongga pleura.
2.
Tamponade jantung
1.
Pneumotoraks sederhana
Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube pada sela iga ke 4 atau
ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau
aspirasi saja, maka akan mengandung resiko.
15
2.
Hemotoraks
c.
Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah
d.
Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks.
e.
Kontusio paru
f.
Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan potentially lethal
g.
h.
Pelebaran paraspinal
i.
j.
Hemotoraks kiri
k.
interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh cedera tajam atau cedera tumpul.
3.
chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak
langsung terjadi setelah kejadian, sehingga rencana penanganan definitif dapat berubah
berdasarkan perubahan klinis.
4.
5.
7.
Ruptur diafragma traumatik lebih sering terdiagnosis pada sisi kiri, karena obliterasi hepar pada
Cedera tumpul jantung dapat menyebabkan kontusio otot jantung, ruptur atrium atau ventrikel,
sisi kanan atau adanya hepar pada sisi kanan sehingga mengurangi kemungkinan
ataupun kebocoran katup. Penderita dengan kontusio miokard akan mengeluh rasa tidak
terdiagnosisnya ataupun terjadinya ruptur diafragma kanan. Sementara itu adanya usus, gaster
nyaman pada dada tetapi keluhan tersebut juga bisa disebabkan kontusio dinding dada atau
Pelebaran mediastinum
b.
Cedera diafragma
8.
16
1.
Emfisema Subkutis
b.
Penderita yang akan dilakukan anastesi umum untuk terapi terhadap cedera yang lain,
yang dicurigai terdapat cedera paru-paru bermakna.
Dapat disebabkan oleh cedera airway, parenkim paru, atau yang jarang yaitu cedera ledakan.
c.
2.
Penderita yang membutuhkan ventilasi dengan tekanan positif yang dicurigai adanya
cedera dada.
Tergencetnya toraks akan menimbulkan kompresi yang tiba-tiba dan sementara terhadap vena
cava superior dan menimbulkan pletora serta petechiae yang meliputi badan bagian atas, wajah,
dan lengan.
3.
4.
5.
Secara selektif penderita yang dicurigai cedera paru berat terutama jika penderita akan
dikirim melalui udara atau darat.
17
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :
Fase hematoma
osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh
garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati
woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat dan
kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan
membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh
periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan
hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak. (4,5)
4
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan
kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang
yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
Woven bone atau kalus akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah
(4,5)
menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan
kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap. (4,5)
Fase remodelling
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang
berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi
remodelling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses
robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel
osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus
mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari
intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus
penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi
bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum. (4,5)
pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas.
Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu
daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa
yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung
tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen. (4,5)
18
Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis dan union
secara radiologis. Penilaian secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan daerah fraktur dengan
melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk mengetahui adanya
gerakan atau perasaan nyeri pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa atau oleh
penderita sendiri. Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis telah terjadi union
dari fraktur.
Union secara radiologis dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur dan dilihat adanya
garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang sudah menyambung
pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya medulla atau ruangan dalam daerah
fraktur.
19