Sie sind auf Seite 1von 19

Dikta Ekonomi Jurnal Ekonomi dan Bisnis

PENGARUH STOCK SPLIT TERHADAP LIKUIDITAS


PERDAGANGAN DAN RETURN SAHAM
DI BURSA EFEK JAKARTA

PERDANA WAHYU SANTOSA1

KURNIAWAN EKA PRASETYA2

Abstract

In this paper we examine the relation between stock splits and liquidity of transaction and
individual stock’s return. The research of stock splits has often been done by researchers in many
implications to other variable such as significance change of price and others fundamental
factors. But Stock splits still have been a puzzling to capital market analyst. The reason of some
reactions after stock splits has not been clearly understood. There are two types of opinion in
stock splits. The first, stock splits have no implication to stock (cosmetics) and secondly it has
significance implication. The purposes of this paper is retest whether stock splits can implied
liquidity of stock transaction and associated with stock’s return itself at Jakarta Stocks Exchange
(JSX). This test use paired saemple t-test for each variable and multiple regression. The analysis
use data of the emitens at JSX in 2002 which announced stock splits policy and event study.
Research took 21 days tradding, where 10 days before splits and 10 days after splts and the day
of the first time of split. The results of this study are (1) Stock splits have implication to stock’s
price. (2) No implication to trade volume, # transaction per day, spread percentage and stok’s
abnormal return.

Key words: Stock splits, stock price, spread percentage, # transaction per day and abnormal
return.

PENDAHULUAN

Salah satu alternatif dalam kebijakan dividen adalah dengan mengeluarkan


kebijakan stock split atau melakukan pemecahan saham. Uniknya dari kebijakan ini
adalah bahwa saham yang telah diperjual belikan ternyata dapat dipermurah harganya
dengan menambah jumlah lembar sahamnya tanpa mengubah nilai nominalnya. Hal
ini akan mempengaruhi saham itu sendiri dalam aktifitasnya di dalam kegiatan pasar
modal.

1
Staf Dosen Keuangan dan Pasar Modal Fakultas Ekonomi Universitas YARSI Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih,
Jakarta 10510. Email: perdana.ws@gmail.com
2
Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas YARSI

1
Volume 2 Nomor 1, Januari 2005/ Dzulhijjah 1425 H ISSN 1411 - 0776
Dikta Ekonomi Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Para investor memerlukan informasi yang cukup mengenai proses pembentukan


harga di dalam pasar modal. Hal ini akan menentukan keputusan apa yang akan
diambil oleh investor tersebut. Apakah ia akan menjual sahamnya, ataukah akan
membeli saham lainnya. Informasi tersebut dapat mengurangi ketidakpastian yang
terjadi sehingga keputusan yang akan diambil diharapkan dapat sesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai.
Dalam pasar modal informasi yang dapat diperoleh oleh para investor banyak
sekali jenisnya. Salah satu informasi yang ada adalah pengumuman mengenai stock split
atau pemecahan saham. Informasi mengenai saham yang akan dipecah merupakan hal
yang sangat menarik untuk para investor. Hal ini agar investor tidak salah dalam
menganalisa saham guna pengambilan keputusan yang akan diambilnya.
Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai stock split dilakukan oleh para
peneliti dari berbagai periode waktu dan jumlah sampel perusahaan yang tidak sedikit.
Namun dari sekian banyak penelitian yang dilakukan terdapat hasil yang berbeda-beda
dan cenderung untuk saling mematahkan hasil penelitian sebelumnya.
Dari banyaknya penelitian yang telah dilakukan, dapat kita kelompokkan ke
dalam dua hal. Hal tersebut adalah bahwa stock split hanyalah perubahan yang bersifat
kosmetik dan yang kedua adalah bahwa stock split dapat mempengaruhi perdagangan,
resiko, keuntungan dan lain sebagainya. Hal inilah yang membuat peneliti ingin
mendalami dan meneliti tentang stock split dan bagaimana pengaruhnya terhadap pasar
modal di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA
Suatu perusahaan dapat memperbanyak jumlah sahamnya dengan cara
mengurangi nilai nominal sahamnya. “Pengurangan nilai nominal ini dapat menambah
jumlah lembar saham tanpa adanya penyetoran atau kapitalisasi dari laba tidak
dibagi”. (Baridwan, 241; 1997)
“Stock split merupakan suatu aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan go publik
untuk meningkatkan jumlah saham yang beredar.”(Sears & Trennepohl, 1993, 256). Jadi
stock split merupakan suatu kebijakan yang diambil guna memperbanyak jumlah
lembar saham yang beredar dengan cara melakukan pemecahan atas saham yang
beredar.
Dalam contoh diatas perusahaan melakukan stock split dengan perbandingan 1:2.
Artinya bahwa saham perusahaan tersebut dipecah dari satu lembar saham dengan
nilai nominal Rp. 1000 menjadi dua lembar saham dengan nilai nominal Rp. 500.
Pengurangan nilai nominal ini tidak mengubah struktur permodalan perusahaan.
Dalam hal ini yang berubah adalah jumlah lembar saham dan nilai nominalnya saja.
Dengan adanya stock split ini maka para pemegang saham akan mendapatkan dua
lembar saham untuk menukarkan tiap lembar saham yang dimilikinya. Jumlah harga
pokok saham tidak mengalami perubahan, tetapi karena jumlah lembar sahamnya
bertambah dua kali lipat maka harga pokok per lembar saham turun menjadi
setengahnya.

2
Volume 2 Nomor 1, Januari 2005/ Dzulhijjah 1425 H ISSN 1411 - 0776
Dikta Ekonomi Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Stock Split dan Stock Dividen


“Bagian yang tidak terlepaskan dari kebijakan dividen adalah mengeluarkan
dividen saham dan pemecahan saham.” (Petty et al, 1982; 490). Keduanya
mengeluarkan saham baru yang diberikan kepada pemegang saham secara
proporsional. Adapun fungsi dari stock dividen dan stock split adalah untuk
meningkatkan jumlah saham yang beredar.
Satu-satunya perbedaan antara stock dividend dan stock split berhubungan dengan
perlakuan akuntansinya. Dengan kata lain yaitu tidak ada perbedaan dalam hal
ekonomi antara stock dividend dan stock split. (Keown. et all, 2000; 628).
Hal ini dilakukan oleh karena sesuai dengan prinsip dasar keuangan. “Prinsip
dasar dalam keuangan adalah seluruh transaksi bisnis di catat dalam neraca dengan
nilai mata uang yang telah disepakati saat terjadi transaksi.”( James dan Chatton, 2003;
14)
Dengan stock deviden, nilai pari tidak berkurang, sedangkan dengan split nilai pari
tersebut menjadi berkurang. Dilihat dari struktur permodalannya antara sebelum dan
setelah split menunjukkan bahwa ekuitas pemegang saham tetap sama, yang berubah
hanya pada nilai pari dari saham tersebut.
Namun, bagaimana pun stock split biasanya dapat memberikan pertimbangan
kepada perusahaan yang menginginkan pengurangan pada harga/lembar saham.
“Masih jarang, perusahaan yang dapat mempertahankan dividen kasnya antara
sebelum dan setelah split, tetapi perusahaan dapat meningkatkan dividen kepada
pemegang saham secara efektif.” (Horne, 1998; 319)
Pemecahan saham biasanya digunakan untuk menurunkan harga secara besar-
besaran setelah saham mengalami kenaikan yang tajam. Deviden saham biasanya
diberikan secara teratur setiap tahunnya untuk menjaga kestabilan harga saham.
Misalnya jika laba dan deviden suatu perusahaan tumbuh 10 persen per tahun, maka
harga saham akan cenderung naik pada tingkat yang relatif sama dan hal itu akan
mengakibatkan saham sulit untuk diperdagangkan. Dividen saham tahunan sebesar 10
% akan mempertahankan harga saham dalam kisaran perdagangan yang optimal.
Namun dividen saham yang kecil menimbulkan masalah pembukuan dan beban yang
tidak perlu. Jadi perusahaan dewasa ini jauh lebih sering menggunakan pemecahan
saham daripada dividen saham. (Brhigham dan Auston, 2001; 1995)
Banyak penelitian yang mengindikasikan bahwa para investor sudah mengetahui
maksud yang sebenarnya dari kebijakan dividen tersebut. Jika stock dividen atau stock
split tidak disertai dengan peningkatan dividen kas dan trend postif terhadap laba,
maka peningkatan harga pada saat stock dividen dan stock split menjadi tidak
signifkan. Bagaimanapun, investor hendaknya waspada terhadap “iming-iming”
perusahaan yang memberikan gambaran peningkatan “nilai” bagi para investor pada
saat split maupun stock dividen.
Jika perusahaan mengalami masalah kas, maka perusahaan dapat menggantinya
dengan memberikan stock split ataupun stock dviden. Seperti sebelumnya, investor akan
melihat kemungkinan yang terjadi di luar dividen untuk memastikan agar dapat

3
Volume 2 Nomor 1, Januari 2005/ Dzulhijjah 1425 H ISSN 1411 - 0776
Dikta Ekonomi Jurnal Ekonomi dan Bisnis

melindungi kas. Jika stock dividen diberikan sebagai perlindungan atas kas dari investor
yang hanya menginginkan keuntungan jangka pendek, maka pemegang saham dapat
menawarkan harga yang tinggi pada saham tersebut. Bagaimana pun, jika kebijakan
untuk melindungi kas tersebut berhubungan dengan kesulitan keuangan perusahaan
tersebut, maka harga pasar akan memberikan reaksi yang kurang positif.

Nilai Investor
Stock split tidak dapat mengubah proporsi kepemilikan saham bagi pemegang
saham lama, begitu pula terhadap jumlah kekayaannya. Stock deviden dan stock split
memberikan nilai positif untuk membawa harga saham pada range yang lebih baik dan
wajar, membuat saham lebih menarik sehingga dapat meningkatkan jumlah investor
dan meningkatkan tingkat bunga pada saham tersebut. Peningkatan ini memberikan
sedikit kesan positif terhadap total nilai ekuitas pada perusahaan tersebut.
Secara teoritis, dividen saham dan maupun stock split tidak memberikan nilai bagi
investor. Mereka menerima sertifikat saham tambahan namun proporsi kepemilikan
atas saham tersebut tidak berubah.
Alasan Perusahaan Mengeluarkan Stock Split
Sebuah kebijakan diambil tentunya mempunyai alasan-alasan tertentu serta
mempunyai tujuan yang jelas. Demikian pula dengan kebijakan split yang dikeluarkan
oleh pihak manajemen perusahaan. Sebuah kebijakan diambil tentunya akan
menguntungkan bagi para pembuat keputusan sehingga tercapailah apa yang telah
digariskan oleh tujuan perusahaan.
Tujuan utama dari pemecahan saham ini sebenarnya adalah untuk membuat
saham lebih likuid dalam perdagagan (artinya lebih sering diperdagangkan). Ketidak
likuidan saham sering terjadi disebabkan oleh 2 unsur, yaitu (1) harga saham terlalu
mahal dan (2) jumlah lembar saham terlalu sedikit.(Husnan dan Pudjiastuti, 202; 345).
Inti dari tujuan mengeluarkan kebijakan stock split adalah terletak pada
meningkatnya likuiditas perdagangan saham. Hal ini untuk membuat saham menjadi
lebih atraktif di dalam bursa.

Likuiditas Saham
Dengan stock split dapat membuat saham menjadi lebih likuid untuk
diperdagangkan, oleh karena itu banyak menarik minat dari investor. Hal ini dapat
mempengaruhi komposisi pemegang saham, sehingga dapat meningkatkan jumlah
pemegang saham individual dan menurunkan pemegang saham yang bersifat
institusional. Volume perdagangan juga cenderung meningkat setelah split atau
deviden.
Likuiditas dari suatu saham dapat diukur dari execution cost-nya (Blake, 1990; 14).
Execution cost (biaya pelaksanaan) ini adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan
untuk mengubah suatu sekuritas menjadi kas atau sebaliknya. Ada dua macam

4
Volume 2 Nomor 1, Januari 2005/ Dzulhijjah 1425 H ISSN 1411 - 0776
Dikta Ekonomi Jurnal Ekonomi dan Bisnis

execution cost, yang pertama adalah biaya komisi broker dan bid ask spread. Semakin
kecil bid ask spread maka likuiditas saham menjadi lebih besar.

Bid Ask Spread


Bid ask spread merupakan selisih antara harga jual dan harga beli yang
mencerminkan kekuatan permintan (ask price) dan penawaran (bid price) dari suatu
saham tertentu. Semakin rendah bid ask spread maka likuiditasnya semakin meningkat.
Bid price merupakan harga yang diterima oleh pembeli yang potensial, sedangkan ask
price merupakan harga yang diminta oleh penjual. (Copeland & Weston, 1997; 155)

Abnormal Return
Dalam peristiwa di sekitar kebijakan stock split biasanya terdapat pengembalian
yang abnormal (abnormal return). Abnormal return adalah selisih antara return
sesungguhnya yang terjadi dengan return ekspektasi, yang dirumuskan sebagai berikut
:

Ab(R) = Rit – E(Rit)

Dimana:
Ab(R) : abnormal return sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t
Rit :return yang sesungguhnya terjadi untuk sekuritas ke-i pada periode peristiwa
ke-t
E(Rit) : return ekspektasi sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t
Kita dapat mengetahui apakah investor terlalu naïf dalam menilai stock split
dengan melihat perubahan dengan melihat perubahan abnormal pada harga saham
pada saat split. Untuk dapat mengestimasi pengembalian abnormal, seorang investor
harus mengetahui lebih banyak teknik perhitungannya, bukan sekedar menetapkannya
secara sembarang.

METODE PENELITIAN DAN HIPOTESIS


Data-data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah data sekunder yang
berasal dari Bursa Efek Jakarta. Data tersebut berasal dari Daftar Kurs Efek Harian
Bursa Efek Jakarta dan JSX Statistics. Data-data yang dipergunakan adalah data harian
harga saham, volume perdagangan, jumlah transaksi, harga bid, harga ask dan data
harian IHSG.
Penentuan sampel dilakukan dengan purposive sampling, dengan kriteria pemilihan
sampel sebagai berikut :
ƒ Sampel merupakan perusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta dan
mengeluarkan kebijakan stock split. Data diambil dari JSX Statistics tahunan.
ƒ Kebijakan stock split dilakukan pada periode tahun 2002.

5
Volume 2 Nomor 1, Januari 2005/ Dzulhijjah 1425 H ISSN 1411 - 0776
Dikta Ekonomi Jurnal Ekonomi dan Bisnis

ƒ Sampel saham yang dipilih aktif diperdagangkan minimal dua puluh satu hari
perdagangan.

RANCANGAN ANALISIS
Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
analisis deskriptif, Paired Sample T-test, dan regresi berganda beserta uji pendahuluanya
Perhitungannya dapat dilakukan dengan menggunakan program SPSS vol 11.5.
Teknik analisis ini digunakan untuk mencapai beberapa tujuan, antara lain :
1. Melihat apakah harga saham setelah split dinilai over value atau under value oleh
investor pada hari pertama perdagangan saham setelah split. Pengujian ini
dilakukan secara deskriptif.
2. Melihat apakah terdapat pola perubahan yang berarti selama 21 hari perdagangan
yaitu antara sebelum split dan setelah split. Pengujian ini dilakukan secara
deskriptif.
3. Melihat apakah aktifitas split mempengaruhi harga saham, volume perdagangan,
jumlah transaksi, dan bid ask spread. Bid ask spread ini dihitung dengan cara
mencari selisih antara bid price dan ask price kemudian dicari persentase spreadnya.
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan paired sample T-test.
4. Melihat apakah aktifitas split mempengaruhi return saham yang diukur dengan
abnormal return. Abnormal return merupakan selisih antara actual return dengan
expected return.

Abnormal return dihitung dengan menggunakan rumus :

Ab(R) = Rit – E(Rit)

Dimana:
Ab(R) : abnormal return sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t
Rit : return yang sesungguhnya terjadi untuk sekuritas ke-i pada periode
peristiwa ke-t
E(Rit) : return ekspektasi sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t
Dalam penelitian ini, abnormal return akan dihitung dengan menggunakan
Market Model.
Return sekuritas harian (Rit) dihitung dengan cara:

Pit – Pit-1
Rit =
Pit-1

6
Volume 2 Nomor 1, Januari 2005/ Dzulhijjah 1425 H ISSN 1411 - 0776
Dikta Ekonomi Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Sedangkan return pasar (Rmt) dihitung dengan cara:

IHSG t – IHSG t-1


Rmt =
IHSG t-1
Dimana :
Pit : Harga saham hari perdagangan
Pit-1 : Harga saham satu hari sebelum hari perdagangan
IHSG t : Indeks Harga Saham Gabungan hari perdagangan
IHSG t-1 : Indeks Harga Saham Gabungan satu hari sebelum hari perdagangan
Setelah diketahui abnormal return, maka selanjutnya dilakukan pengujian
dengan menggunakan paired sample T-test
5. Mengukur hubungan antara harga saham, volume perdagangan, jumlah transaksi
dan resiko terhadap spread. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan
model regresi berganda dimana spread sebagai variable dependennya.
6. Menguji apakah model yang didapatkan dari persamaan regresi yang telah
didapatkan dari pengukuran hubungan diatas untuk menentukan apakah model
yang didapat merupakan model yang baik. Pengujian ini dilakukan dengan
menggunakan uji linieritas, homoskedastisitas, non autokorelasi dan non
multikolinearitas.

PENILAIAN HARGA SAHAM


Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat dilihat dalam Tabel 1. Dari 12
emiten yang diteliti, terdapat lima emiten yang tidak mengalami perubahan nilai dari
sahamnya. Dalam hal ini bahwa harga setelah split nilainya sesuai dengan nilai
sebelum split (H–1). Ini menunjukkan bahwa kelima saham tersebut tidak dipengaruhi
oleh aktifitas split yang dilakukan oleh emiten-emiten tersebut. Kelima saham tersebut
adalah ACAP, BBIA, BLTA, PANS, dan SMRA.
Selain itu terdapat saham yang dinilai terlalu tinggi oleh investor (over value).
Emiten tersebut adalah ASDM, HEXA, JAKA, dan VOKS. ASDM dinilai Rp. 215,
sedangkan harga teoritis sebenarnya adalah Rp. 208. Sehingga ada selisih (capital gain)
sebesar Rp. 7. HEXA dinilai Rp. 575 oleh investor. Ternyata harga teoritis sebenarnya
adalah Rp. 625, sehingga mengakibatkan capital gain sebesar Rp. 50.
JAKA dinilai Rp. 195 oleh investor. Ternyata harga teoritis sebenarnya adalah Rp.
190, sehingga mengakibatkan capital gain sebesar Rp. 5. VOKS dinilai Rp. 195 oleh
investor. Ternyata harga teoritis sebenarnya adalah Rp. 78, sehingga mengakibatkan
capital gain sebesar Rp. 117.
Penilaian yang tinggi (over value) tersebut disebabkan karena para investor
beranggapan bahwa stock split yang dilakukan oleh emiten tersebut akan berdampak
baik bagi kinerja sahamnya. Hal ini membuat saham yang ada mempunyai daya tarik

7
Volume 2 Nomor 1, Januari 2005/ Dzulhijjah 1425 H ISSN 1411 - 0776
Dikta Ekonomi Jurnal Ekonomi dan Bisnis

yang lebih besar dari sebelumnya. Investor juga melihat kondisi fundamental dari
masing-masing emiten tersebut yang dinilai cukup baik.
Selain dari penilaian saham yang terlalu tinggi tersebut, ada juga saham yang
dinilai terlalu rendah oleh investor. Saham-saham tersebut adalah PNBN, FMII, dan
MRAT. PNBN dinilai Rp. 175 oleh investor, padahal harga teoritisnya adalah Rp. 235.
Hal ini mengakibatkan adanya selisih (caplital loss) sebesar Rp. 60.
FMII dinilai Rp. 200 oleh investor, padahal harga teoritisnya adalah Rp. 210. Hal
ini mengakibatkan adanya selisih (caplital loss) sebesar Rp. 10. MRAT dinilai Rp. 525
oleh investor, padahal harga teoritisnya adalah Rp. 550. Hal ini mengakibatkan adanya
selisih (caplital loss) sebesar Rp. 50.
Penilaian yang terlalu rendah ini disebabkan karena investor menilai saham-
saham tersebut memiliki kinerja yang kurang baik. Sehingga aktifitas split yang
dilakukan tidak membuat harga saham tersebut meningkat, bahkan sebaliknya harga
saham menurun nilainya.

Tabel 1 : Rasio Split, Harga Teoritis, Harga Saham Sebelum dan Setelah Split.

Kode Rasio Harga


No Nama Emiten Emiten Split
H - 1 Teoritis H
PT Andhi Chandra Automotive
1
Products Tbk ACAP 1:5 1,875 375 375
2 PT Asuransi Dayin Mitra Tbk ASDM 1:2 415 208 215
3 PT Bank Buana Indonesia Tbk BBIA 1:2 1,400 700 700
4 PT Bank Pan Indonesia Tbk PNBN 1:2 470 235 175
5 PT Berlian Laju Tanker Tbk BLTA 1:4 2,100 525 525
6 PT Fortune Mate Indonesia Tbk FMII 1:5 1,050 210 200
7 PT Hexindo Adiperkasa Tbk HEXA 1:2 1,150 575 625
8 PT Jaka Artha Graha Tbk JAKA 1 : 10 1,900 190 195
9 PT Mustika Ratu Tbk MRAT 1:4 2,200 550 525
10 PT Panin Sekuritas Tbk PANS 1:2 240 120 120
11 PT Summarecon Agung Tbk SMRA 1:5 525 105 105
12 PT Voksel Electric Tbk VOKS 1:5 390 78 195
Sumber : Bursa Efek Jakarta; Data Diolah sendiri

ANALISIS DESKRIPTIF
Dalam penelitian kali ini peneliti melakukan pengamatan dari 10 hari
perdagangan sebelum stock split dan 10 hari perdagangan setelah stock split serta pada
hari pertama perdagangan saham stock split.

8
Volume 2 Nomor 1, Januari 2005/ Dzulhijjah 1425 H ISSN 1411 - 0776
Dikta Ekonomi Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Deskriptif Volume Perdagangan


Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai mean dari volume perdagangan
menunjukkan bahwa sebelum stock split volume perdagangan saham rata-rata dari
perusahaan yang melakukan stock split berkisar antara 245,958 sampai 1,335,045 lembar
saham per hari perdagangan.
Pada hari H stock split volume perdagangan meningkat tajam dari 559,625 pada
satu hari menjelang split (H – 1) menjadi 5,193,917 pada hari split. Hal ini menunjukkan
antusiasme para investor akan saham yang telah melakukan stock split. Hal ini karena
investror mengharapkan agar saham yang dibelinya akan memberikan tingkat
keuntungan dikemudian hari. Investor mengharapkan agar saham lebih likuid dan
akan banyak diincar oleh investor lain karena harganya yang lebih murah.

Deskriptif Jumlah Transaksi


Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai mean dari jumlah transaksi menunjukkan
bahwa sebelum stock split jumlah transaksi saham rata-rata dari perusahaan yang
melakukan stock split berkisar antara 11 sampai 49 kali transaksi per hari perdagangan.
Nilai maksimum rata-rata tercapai pada enam hari (H-6) menjelang stock split. Nilai
minimum rata-rata terjadi pada sepuluh hari menjelang stock split ( H-10 ). Hal ini
terjadi karena para investor belum mendapatkan informasi mengenai split yang akan
dilakukan. Saham-saham tersebut masih belum likuid perdagangannya.
Pada hari H stock split frekwensi transaksi meningkat tajam dari 18 pada satu hari
menjelang split (H – 1) menjadi 82 kali transaksi pada hari split. Hal ini menunjukkan
antusiasme para investor akan saham yang telah melakukan stock split. Hal ini karena
investror mengharapkan agar saham yang dibelinya akan memberikan tingkat
keuntungan dikemudian hari. Investor mengharapkan agar saham dikemudian hari
akan lebih likuid dan akan banyak diincar oleh investor lain karena harganya yang
lebih murah.

Deskriptif Spread
Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase spread dari saham-saham yang
diamati menunjukkan bahwa sebelum stock split persentase spread saham rata-rata dari
perusahaan yang melakukan stock split berkisar antara 7.22 sampai 13.09 persen. Nilai
maksimum rata-rata tercapai pada satu hari (H–1) menjelang stock split. Nilai minimum
rata-rata terjadi pada sepuluh hari menjelang stock split ( H-10 ). Hal ini menunjukkan
persentase yang cukup besar dan sebagai tanda kalau likuiditas perdagangan saham
masih belum likuid.

Pada hari H stock split persentase spread menurun tajam dari 13.09 persen pada
satu hari menjelang split (H – 1) menjadi 4.99 persen pada hari split. Hal ini

9
Volume 2 Nomor 1, Januari 2005/ Dzulhijjah 1425 H ISSN 1411 - 0776
Dikta Ekonomi Jurnal Ekonomi dan Bisnis

menunjukkan perubahan yang cukup signifikan dan membuat saham-saham yang


melakukan stock split menjadi lebih likuid dari sebelumnya.

Deskriptif Abnormal Return


Dari Tabel 2 diketahui bahwa rata-rata abnormal return setelah split mengalami
penurunan. Rata-rata sebelum split sebesar 0.004 kemudian menurun menjadi –0.009
pada setelah split. Nilai ini menunjukkan bahwa tidak adanya peningkatan abnormal
return seperti apa yang diharapkan oleh investor dari aktifitas split yang terjadi.

UJI SAMPEL BERPASANGAN (PAIRED SAMPLE T-TEST)

Uji Sampel Berpasangan (Paired Sample T-test) Untuk Harga

Dari Tabel 3 kita dapat melihat nilai mean sebelum dan setelah mempunyai
perbedaan yang cukup jauh. Dari 12 emiten sampel terdapat nilai mean sebelum split
sebesar 1132.0417 sedangkan nilai mean setelah split sebesar 321.0417.
Selain itu standar deviasi sebelum split mempunyai perbedaan nilai yang cukup
jauh. Standar deviasi sebelum split sebesar 740.85161, sedangkan setelah split sebesar
60.39044. Hal ini mengindikasikan bahwa ukuran variabilitas data sebelum split
mempunyai tingkat variabilitas yang lebih besar dari pada setelah split. Hal ini
disebabkan karena rentang harga antara sebelum split lebih besar dari setelah split.
Dari Tabel 3 kita dapat mengetahui nilai mean antara sebelum dan setalah adalah
sebesar 811.000. Ini menunjukkan harga pertengahan antara sebelum dan setelah.
Kemudian data sebelum dan setelah mempunyai nilai standar deviasi sebesar
632.33313. Hal ini menunjukkan tingkat variabilitas yang cukup tinggi. Nilai korelasi
sebesar 0.622 menunjukkan hubungan keeratan antara sebelum dan setelah split
sebesar 62.2 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel ini mempunyai tingkat
hubungan yang substansial.
Berdasarkan Tabel 3 juga dapat kita ketahui bahwa nilai t hitung sebesar 4.443,
sedangkan besarnya t Tabel (11; 0.25) adalah 2,201 dengan nilai signifikansi yang digunakan
sebesar 5%, sehingga Hipotesa nul (Ho) dapat kita tolak. Artinya dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara harga saham sebelum
dilakukan kebijakan stock split dengan harga saham setelah split. Hal ini juga dapat
dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,001 yang lebih kecil dari signifikansi yang
digunakan yaitu 0,05. Dan ini berarti bahwa dalam tingkat signifikansi 1 % Hipotesa
nul (Ho) masih dapat kita tolak.

Uji Sampel Berpasangan (Paired Sample T-Test) Volume Perdagangan


Dari Tabel 3 kita dapat melihat nilai mean utuk volume perdagangan sebelum dan
setelah mempunyai perbedaan. Dari 12 emiten sampel terdapat nilai mean sebelum
split sebesar 697,016 sedangkan nilai mean setelah split sebesar 3,589,396.

10
Volume 2 Nomor 1, Januari 2005/ Dzulhijjah 1425 H ISSN 1411 - 0776
Dikta Ekonomi Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Selain itu standar deviasi sebelum split mempunyai perbedaan nilai yang cukup
besar yaitu standar deviasi sebelum split sebesar 1,611,498.074, sedangkan setelah split
sebesar 2,905,751. Hal ini mengindikasikan bahwa ukuran variabilitas data sebelum
split mempunyai tingkat variabilitas yang lebih besar dari pada setelah split. Hal ini
disebabkan karena terjadinya volume perdagangan yang sedikit meningkat ketika
setelah split.
Dari Tabel 3 kita dapat mengetahui nilai mean antara sebelum dan setalah adalah
sebesar –2,892,379. Ini menunjukkan volume perdagangan antara sebelum dan setelah
lebih banyak setelah. Kemudian data sebelum dan setelah mempunyai nilai standar
deviasi sebesar 10,312,533.42. Hal ini menunjukkan tingkat variabilitas yang cukup
tinggi. Nilai korelasi yaitu sebesar –0.075 menunjukkan hubungan keeratan antara
sebelum dan setelah split sebesar 7.5 persen dan. Hal ini menunjukkan bahwa kedua
variabel ini mempunyai tingkat hubungan sangat rendah.
Berdasarkan Tabel 3 juga dapat kita ketahui bahwa nilai t hitung sebesar –0.972 (jika
diharga mutlakkan sebesar 0.972), sedangkan besarnya t Tabel (11; 0.25) adalah 2,201 dengan
nilai signifikansi yang digunakan sebesar 5%, sehingga Hipotesa nul (Ho) dapat kita
terima. Artinya dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang cukup
signifikan antara harga saham sebelum dilakukan kebijakan stock split dengan harga
saham setelah split. Hal ini juga dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,352 yang
lebih besar dari signifikansi yang digunakan yaitu 0,05.

Uji Sampel Berpasangan (Paired Sample T-Test) Jumlah Transaksi


Dari Tabel 3 kita dapat melihat nilai mean untuk jumlah transaksi sebelum dan
setelah mempunyai perbedaan. Dari 12 emiten sampel terdapat nilai mean sebelum
split sebesar 24.78 sedangkan nilai mean setelah split sebesar 98.33.
Selain itu standar deviasi sebelum split mempunyai perbedaan nilai yang cukup
jauh. Standar deviasi sebelum split sebesar 41.367, sedangkan setelah split sebesar
246.117. Hal ini mengindikasikan bahwa ukuran variabilitas data setelah split
mempunyai tingkat variabilitas yang lebih besar dari pada sebelum split. Hal ini
disebabkan karena terjadinya jumlah transaksi yang sedikit meningkat ketika setelah
split.
Dari Tabel 3 kita dapat mengetahui nilai mean antara sebelum dan setalah adalah
sebesar –73.55. Ini menunjukkan volume perdagangan antara sebelum dan setelah
lebih banyak setelah. Kemudian data sebelum dan setelah mempunyai nilai standar
deviasi sebesar 255.61. Hal ini menunjukkan tingkat variabilitas yang cukup tinggi.
Nilai korelasi yaitu sebesar –0.150 menunjukkan hubungan keeratan antara sebelum
dan setelah split sebesar 15 persen dan. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel ini
mempunyai tingkat hubungan sangat rendah.
Berdasarkan Tabel 3 juga dapat kita ketahui bahwa nilai t hitung sebesar –0.972 (jika
diharga mutlakkan sebesar 0.972), sedangkan besarnya t Tabel (11; 0.25) adalah 2,201 dengan
nilai signifikansi yang digunakan sebesar 5%, sehingga Hipotesa nul (Ho) dapat kita
terima. Artinya dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang cukup

11
Volume 2 Nomor 1, Januari 2005/ Dzulhijjah 1425 H ISSN 1411 - 0776
Dikta Ekonomi Jurnal Ekonomi dan Bisnis

signifikan antara jumlah transaksi sebelum dilakukan kebijakan stock split dengan
jumlah transaksi setelah split. Hal ini juga dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar
0,352 yang lebih besar dari signifikansi yang digunakan yaitu 0,05.

Uji Sampel Berpasangan (Paired Sample T-Test) Persentase Spread


Dari Tabel 3 kita dapat melihat nilai mean untuk jumlah transaksi sebelum dan
setelah mempunyai perbedaan. Dari 12 emiten sampel terdapat nilai mean sebelum
split sebesar 10.0658 sedangkan nilai mean setelah split sebesar 5.3183.
Selain itu standar deviasi sebelum split mempunyai perbedaan nilai yang cukup
jauh. Standar deviasi sebelum split sebesar 9.67108, sedangkan setelah split sebesar
3.50329. Hal ini mengindikasikan bahwa ukuran variabilitas data sebelum split
mempunyai tingkat variabilitas yang lebih besar dari pada setelah split. Hal ini
disebabkan karena terjadinya likuiditas yang meningkat yang ditandai dengan
menurunnya persentase spread.
Dari Tabel 3 kita dapat mengetahui nilai mean antara sebelum dan setalah adalah
sebesar 4.7475. Ini menunjukkan selisih rata-rata volume perdagangan antara sebelum
dan setelah split. Kemudian data sebelum dan setelah mempunyai nilai standar deviasi
sebesar 11.0009647. Hal ini menunjukkan tingkat variabilitas yang cukup tinggi. Nilai
korelasi yaitu sebesar –0.150 menunjukkan hubungan keeratan antara sebelum dan
setelah split sebesar 15 persen dan bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa kedua
variabel ini mempunyai tingkat hubungan sangat rendah.
Berdasarkan Tabel 3 juga dapat kita ketahui bahwa nilai t hitung sebesar 1.482,
sedangkan besarnya t Tabel (11; 0.25) adalah 2,201 dengan nilai signifikansi yang digunakan
sebesar 5%, sehingga Hipotesa nul (Ho) dapat kita terima. Artinya dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara persentase spread
sebelum dilakukan kebijakan stock split dengan persentase spread setelah split. Hal ini
juga dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0.166 yang lebih besar dari signifikansi
yang digunakan yaitu 0,05.

Uji Sampel Berpasangan (Paired Sample T-Test) Abnormal Return

Dari Tabel 3 kita dapat melihat nilai mean untuk jumlah transaksi sebelum dan
setelah mempunyai perbedaan. Dari 12 emiten sampel terdapat nilai mean sebelum
split sebesar 0.0044 sedangkan nilai mean setelah split sebesar –0.0098
Selain itu standar deviasi sebelum split mempunyai perbedaan nilai yang cukup
jauh. Standar deviasi sebelum split sebesar 0.00447, sedangkan setelah split sebesar
0.0082. Hal ini mengindikasikan bahwa ukuran variabilitas data sebelum split
mempunyai tingkat variabilitas yang lebih rendah dari pada setelah split. Namun
perbedaannya tidak terlalu jauh, sehingga dapat dikatakan bahwa abnormal return
mempunyai variabilitas data yang tidak jauh berbeda antara sebelum dan setelah split.
Dari Tabel 3 kita dapat mengetahui nilai mean antara sebelum dan setalah adalah
sebesar 0.0142. Ini menunjukkan selisih rata-rata volume perdagangan antara sebelum

12
Volume 2 Nomor 1, Januari 2005/ Dzulhijjah 1425 H ISSN 1411 - 0776
Dikta Ekonomi Jurnal Ekonomi dan Bisnis

dan setelah split. Kemudian data sebelum dan setelah mempunyai nilai standar deviasi
sebesar 0.03444. Hal ini menunjukkan tingkat variabilitas yang cukup tinggi. Nilai
korelasi yaitu sebesar –0.159 menunjukkan hubungan keeratan antara sebelum dan
setelah split sebesar 15,9 persen dan bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa
kedua variabel ini mempunyai tingkat hubungan sangat rendah.
Berdasarkan Tabel 3 juga dapat kita ketahui bahwa nilai t hitung sebesar 1.1426,
sedangkan besarnya t Tabel (11; 0.25) adalah 2,201 dengan nilai signifikansi yang digunakan
sebesar 5%, sehingga Hipotesa nul (Ho) dapat kita terima. Artinya dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara persentase spread
sebelum dilakukan kebijakan stock split dengan persentase spread setelah split. Hal ini
juga dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0.182 yang lebih besar dari signifikansi
yang digunakan yaitu 0,05.

Tabel 3 : Uji Sampel Berpasangan

Keterangan Mean Standar Korel t Sig (2


Deviasi asi tailed)
Sebelum 1132.0417 740.85161 - - -
Harga
Setelah 321.0417 60.39044 - - -
Sebelum - 811.000 632.33313 0.622 4.443 0.001
setelah
Volume Sebelum 697016 1611498.074 - - -
Perdagang Setelah 3589396 2905751 - - -
an Sebelum - -2892379 10312533.42 - - 0.352
setelah 0.075 0.972
Sebelum 24.7833 41.36764 - - -
Jumlah
Setelah 98.3292 246.11725 - - -
Transaksi
Sebelum - -73.5458 255.61003 - - 0.340
setelah 0.150 0.997
Sebelum 10.0658 9.67108 - - -
Persentase
Setelah 5.3183 3.50329 - - -
Spread
Sebelum - 4.7475 11.0009647 - 1.482 0.166
setelah 0.256
Sebelum 0.0044 0.00447 - - -
Abnormal
Setelah -0.0098 0.00820 - - -
Return
Sebelum - 0.0142 0.03444 - 1.142 0.182
setelah 0.159 6
Sumber : BEJ diolah sendiri

13
Volume 2 Nomor 1, Januari 2005/ Dzulhijjah 1425 H ISSN 1411 - 0776
Dikta Ekonomi Jurnal Ekonomi dan Bisnis

UJI REGRESI BERGANDA


Uji F-Test

Dari Tabel 4, maka didapat nilai F hitung sebesar 4.655. Nilai ini lebih besar dari
dari nilai F Tabel (19; 4) yang bernilai 2.90 (Tabel distribusi F dengan tingkat
signifikansi 5 %). Nilai F hitung > F Tabel ini berarti bahwa kita dapat menolak Ho.
Artinya bahwa terdapat hubungan linier antara volume, jumlah, harga dan risk
terhadap persenrase spread. Hal ini dapat kita lihat juga dari taraf signifikansi yang
mencapai 0.009 yang artinya bahwa tingkat signifikansi sampai pada taraf 1 %.

Uji R² (Koefisien Determinasi)


Pada Tabel 4 dapat kita peroleh nilai R² sebesar 0.495. Artinya bahwa seluruh
variabel bebas yang dihitung dapat menjelaskan variabilitas variabel tak bebas sebesar
49.5 % dari persentase spread. Sedangkan sisanya diterangkan oleh faktor-faktor lainnya
diluar persamaan regresi tersebut.

Uji signifikansi koefisien regresi

Untuk pengujian signifikan koefisien regresi dapat dilakukan sebagai berikut


(lihat lampiran output SPSS Tabel coefficients) :

ƒ Konstanta
Pada taraf signifikansi 5 % nilai t Tabel atau t (0.025; 11) sebesar 2.201. Sedangkan
nilai t hitung sebesar 3.785 yang lebih besar dari t Tabel (t hitung > t Tabel . Dengan
demikian kita dapat menolak (reject) Ho. Artinya bahwa konstanta berpengaruh
(significant) secara statistik terhadap persentase spread. Hal ini dapat kita lihat pada
nilai sig. = 0.001 yang lebih kecil dari taraf signifikansi 1%.

ƒ Volume (X1)
Pada taraf signifikansi 5 % nilai t Tabel atau t (0.025; 11) sebesar 2.201. Sedangkan
nilai t hitung sebesar 2.579 yang lebih besar dari t Tabel (t hitung > t Tabel . Dengan
demikian kita dapat menolak (reject) Ho. Artinya bahwa volume berpengaruh secara
statistik terhadap persentase spread. Hal ini dapat kita lihat pada nilai sig. = 0.018 yang
lebih kecil dari taraf signifikansi 5 %.

ƒ Jumlah Transaksi (X2)


Pada taraf signifikansi 5 % nilai t Tabel atau t (0.025; 11) sebesar 2.201. Sedangkan
nilai t hitung sebesar – 2.642 (diharga mutlakkan menjadi 2.642) yang lebih besar dari t
Tabel (t hitung > t Tabel ). Dengan demikian kita dapat menolak (reject) Ho. Artinya

14
Volume 2 Nomor 1, Januari 2005/ Dzulhijjah 1425 H ISSN 1411 - 0776
Dikta Ekonomi Jurnal Ekonomi dan Bisnis

bahwa jumlah transaksi berpengaruh secara statistik terhadap persentase spread. Hal
ini dapat kita lihat pada nilai sig. = 0.016 yang lebih kecil dari taraf signifikansi 5 %.

ƒ Harga (X3)
Pada taraf signifikansi 5 % nilai t Tabel atau t (0.025; 11) sebesar 2.201. Sedangkan
nilai t hitung sebesar 3.072 yang lebih besar dari t Tabel (t hitung > t Tabel ). Dengan
demikian kita dapat menolak Ho. Artinya bahwa harga berpengaruh secara statistik
terhadap persentase spread. Hal ini dapat kita lihat pada nilai sig. = 0.006 yang lebih
kecil dari taraf signifikansi 1 %.

ƒ Risk (X4)
Pada taraf signifikansi 5 % nilai t Tabel atau t (0.025; 11) sebesar 2.201. Sedangkan
nilai t hitung sebesar – 1.733 (diharga mutlakkan menjadi 1.733) yang lebih besar dari t
Tabel (t hitung > t Tabel ). Dengan demikian kita dapat menolak Ho. Artinya bahwa
resiko tidak berpengaruh secara statistik terhadap persentase spread. Hal ini dapat kita
lihat pada nilai sig. = 0.099 yang lebih besar dari taraf signifikansi 5 %.
Dari hasil pengujian diatas, maka hanya variabel resiko yang tidak berpengaruh
terhadap persentase spread. Untuk itu kita mendapatkan model regresi yang dibentuk
dari uji diatas, yaitu :

Spread = 9.048 + 5.842E-06 X1 – 0.268 X2+ 6.188E-02 X3

Keterangan :
X1 = Volume Perdagangan
X2 = Jumlah Transaksi
X3 = Harga Saham
Tabel 4 : Hasil Analisis Regresi

F table
Keterangan (Koefisien t Sig
anova
Determinasi)
Keseluruhan 4,655 0,495
Konstanta - - 3,785 0,001
Volume - - 2,579 0,018
Perdagangan
Jumlah - - -2,642 0,016
Transaksi
Harga - - 3,072 0,006
Resiko - - -1,733 0,099

15
Volume 2 Nomor 1, Januari 2005/ Dzulhijjah 1425 H ISSN 1411 - 0776
Dikta Ekonomi Jurnal Ekonomi dan Bisnis

PENGUJIAN MODEL
Setelah diperoleh model regresi, maka kita akan menguji apakah model tersebut
termasuk BLUE (Best Unbiased Estimator) atau tidak. Berikut ini pengujiannya :

Linieritas
Uji linearitas telah dibuktikan dalam pembahasan diatas

Homoskedastisitas
Untuk pengujian signifikan koefisien regresi dapat dilakukan sebagai berikut:

ƒ Konstanta
Pada taraf signifikansi 5 % nilai t Tabel atau t (0.025; 11) sebesar 2.201. Sedangkan
nilai t hitung sebesar 3.228 yang lebih besar dari t Tabel (t hitung > t Tabel . Dengan
demikian kita dapat menolak Ho. Artinya bahwa konstanta berpengaruh secara
statistik terhadap persentase spread. Hal ini dapat kita lihat pada nilai sig. = 0.004 yang
lebih kecil dari taraf signifikansi 5 %.

ƒ Volume
Pada taraf signifikansi 5 % nilai t Tabel atau t (0.025; 11) sebesar 2.201. Sedangkan
nilai t hitung sebesar 2.433 yang lebih besar dari t Tabel (t hitung > t Tabel ). Dengan
demikian kita dapat menolak (reject) Ho. Artinya bahwa volume berpengaruh secara
statistik terhadap persentase spread. Hal ini dapat kita lihat pada nilai sig. = 0.024 yang
lebih kecil dari taraf signifikansi 5 %.
ƒ Jumlah
Pada taraf signifikansi 5 % nilai t Tabel atau t (0.025; 11) sebesar 2.201. Sedangkan
nilai t hitung sebesar – 2.493 (diharga mutlakkan menjadi 2.493) yang lebih besar dari t
Tabel (t hitung > t Tabel ). Dengan demikian kita dapat menolak Ho. Artinya bahwa
jumlah transaksi berpengaruh secara statistik terhadap persentase spread. Hal ini dapat
kita lihat pada nilai sig. = 0.22 yang lebih kecil dari taraf signifikansi 5 %.

ƒ Harga
Pada taraf signifikansi 5 % nilai t Tabel atau t (0.025; 11) sebesar 2.201. Sedangkan
nilai t hitung sebesar 2.468 yang lebih besar dari t Tabel (t hitung > t Tabel ). Dengan
demikian kita dapat menolak Ho. Artinya bahwa harga berpengaruh secara statistik
terhadap persentase spread. Hal ini dapat kita lihat pada nilai sig. = 0.23 yang lebih
kecil dari taraf signifikansi 5 %.
Dari pengujian diatas dapat kita simpulkan bahwa asumsi homoskedastisitas
terpenuhi.

16
Volume 2 Nomor 1, Januari 2005/ Dzulhijjah 1425 H ISSN 1411 - 0776
Dikta Ekonomi Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Non Autokolerasi
Dari Tabel 5 diperoleh nilai Durbin Watson = 1.661. Dikaitkan dengan pengujian
yang dilakukan Durbin Watson, nilai yang terletak 1.65<d<2.35 artinya tidak terjadi
autololerasi. Dalam perhitungan ini memenuhi kriteria tersebut dan disimpulkan
bahwa model regresi ini tidak terjadi autokolerasi.

Non Multikolinearitas
Dari hasil analisis regresi (table 5) diperoleh nilai R² sebesar 0.415. Angka ini
dibawah dari 0.7 yang mengindikasikan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.

Jadi kesimpulan adalah model :

Spread = 9.048 + 5.842E-06 X1 – 0.268 X2 + 6.188E-02 X3

Model diatas dikatakan BLUE (Best Unbiased Estimator).

Tabel 5 : Hasil Analisis Tiga Variabel


R² (Koef.
Keterangan DW t Sig
Det.)
Keseluruhan 1,661 0,415

Konstanta - - 3,228 0,004


Volume Perdagangan - - 2,433 0,024
Jumlah Transaksi - - -2,493 0,022
Harga - - 2,468 0,023

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa kesimpulan, yaitu :
ƒ Pada hari split, terdapat hasil yang beragam dalam hal harga saham. Dari sampel
yang ada, terdapat 5 sampel yang harga saham pada saat split sesuai dengan harga
teoritisnya. Sedangkan 4 sampel dinilai terlalu tinggi dari harga teoritisnya dan 3
sampel yang dinilai terlalu rendah dari harga teoritisnya.
ƒ Secara deskriptif pola perubahan dari variabel, yaitu harga, volume perdagangan,
jumlah transaksi, persentase spread, dan abnormal return saham tidak dapat
diprediksi secara pasti pola-pola perubahan dari masing-masing variabel.

17
Volume 2 Nomor 1, Januari 2005/ Dzulhijjah 1425 H ISSN 1411 - 0776
Dikta Ekonomi Jurnal Ekonomi dan Bisnis

ƒ Stock split mempengaruhi harga saham dengan tingkat kepercayaan 95 %


berdasarkan uji sampel berpasangan.
ƒ Stock split tidak mempengaruhi volume perdagangan saham dengan tingkat
kepercayaan 95 % berdasarkan uji sampel berpasangan.
ƒ Stock split tidak mempengaruhi jumlah transaksi harian saham dengan tingkat
kepercayaan 95 % berdasarkan uji sampel berpasangan.
ƒ Stock split tidak mempengaruhi persentase spread dengan tingkat kepercayaan 95
% berdasarkan uji sampel berpasangan.
ƒ Stock split tidak mempengaruhi abnormal return saham dengan tingkat
kepercayaan 95 % berdasarkan uji sampel berpasangan.
ƒ Variabel-variabel konstanta, volume, jumlah transaksi, dan harga memberikan
pengaruh yang nyata terhadap persentase spread berdasarkan hasil uji t dan uji F
dengan tingkat kepercayaan 95 %. Sementara variabel resiko tidak berpengaruh
terhadap persentase spread pada tingkat kepercayaan 95 %.
ƒ Dari uji regresi berganda diperoleh model regresi sebagai berikut :

Spread = 9.048 + 5.842E-06 X1 – 0.268 X2 + 6.188E-02 X3

Saran
ƒ Dari penelitian yang dilakukan, maka saran dari hasil penelitian ini adalah :
ƒ Untuk emiten yang melakukan stock split sebaiknya kebijakan untuk melakukan
stock split janganlah hanya sebagai alat kosmetik saja.
ƒ Untuk peneliti lain diharapkan agar memperbanyak sampel perusahaan dan jumlah
hari perdagangan serta faktor-faktor kondisi perekonomian.

18
Volume 2 Nomor 1, Januari 2005/ Dzulhijjah 1425 H ISSN 1411 - 0776
Dikta Ekonomi Jurnal Ekonomi dan Bisnis

DAFTAR PUSTAKA

Brigham, Eugene F dan Houston, “Manajemen Keuangan”, Buku 2, Erlangga, Jakarta,


2002.
Blake, D. “Financial Market Analysis”, 6th Edition, Europe: Mcgraw-Hill Book
Company, 1990
Copeland, Thomas E & Weston, “Manajemen Keuangan”, Ed. 9, Jilid 2 Binarupa
Aksara, Jakarta, 1997.
Gill, James O dan Moira Chalton, “Memahami Laporan Keuangan”, Penerbit PPM,
Jakarta, 2003.
Hair, Anderson, Tatham & Black, “Multivariate Data Analysis” Fifth Edition, Prentice
Hall International, Inc. 1998
Horne, James C Van, “Financial Management And Policy”, Eleventh Edition, Prentice
Hall International Inc, 1998.
Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti, “Dasar Dasar Manajemen Keuangan”, Edisi 3, UPP
YKPN, Yogyakarta, 2002.
Keown, Arthur J et al, “Dasar Dasar Manajemen Keuangan”, Buku 2, Salemba Empat,
Jakarta, 2000
Petty, William J et.al, “Basic Financial Management”, 5 th Edition, Prentice Hall, New
Jersey, 1982

19
Volume 2 Nomor 1, Januari 2005/ Dzulhijjah 1425 H ISSN 1411 - 0776

Das könnte Ihnen auch gefallen