Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tonsilektomi merupakan prosedur yang paling sering dilakukan dalam sejarah
operasi. Kontroversi mengenai tonsilektomi dilaporkan lebih banyak bila dibandingkan
dengan prosedur operasi manapun. Konsensus umum yang beredar sekarang menyatakan
bahwa tonsilektomi telah dilakukan dalam jumlah yang tidak tepat (seharusnya) pada
anak-anak pada tahun-tahun yang lalu. Besarnya jumlah ini karena keyakinan para dokter
dan orangtua tentang keuntungan tonsilektomi dan bukan berdasarkan bukti ilmiah atau
studi klinis. Pada dekade terakhir, tonsilektomi tidak hanya dilakukan untuk tonsilitis
berulang, namun juga untuk berbagai kondisi yang lebih luas termasuk kesulitan makan,
kegagalan penambahan berat badan, overbite, toungethrust, halitosis, mendengkur,
gangguan bicara dan enuresis.1,3
Pada pertengahan abad yang lalu, mulai terdapat pergeseran dari hampir tidak
adanya kriteria yang jelas untuk melakukan tonsilektomi menuju kriteria yang lebih tegas
dan jelas. Selama ini telah dikembangkan berbagai studi untuk menyusun indikasi formal
yang ternyata menghasilkan perseteruan berbagai pihak terkait. Dalam penyusunannya
ditemukan kesulitan untuk memprediksi kemungkinan infeksi di kemudian hari sehingga
dianjurkan terapi dilakukan dengan pendekatan personal dan tidak berdasarkan peraturan
yang kaku. American Academy of Otolaryngology - Head and Neck Surgery telah
mengeluarkan rekomendasi resmi mengenai tindakan tonsilektomi yang merupakan
kesepakatan para ahli.1
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
EMBRIOLOGI TONSIL
Pada pertumbuhan tonsil terjadi invaginasi kantong brakial ke II ke dinding faring
akibat pertumbuhan faring ke lateral. Selanjutnya terbentuk fosa tonsil pada bagian dorsal
kantong tersebut, yang kemudian ditutupi epitel. Bagian yang mengalami invaginasi akan
membagi lagi dalam beberapa bagian, sehingga terjadi kripta. Kripta tumbuh pada bulan
ke 3-6 kehidupan janin, berasal dari epitel permukaan. Pada bulan ke 3 tumbuh limfosit di
dekat epitel tersebut dan terjadi nodul pada bulan ke 6, yang akibatnya terbentuk jaringan
ikat limfoid. Kapsul dan jaringan ikat lain tumbuh pada bulan ke 5 dan berasal dari
mesenkim, dengan demikian terbentuklah massa jaringan tonsil.1
2.2
ANATOMI TONSIL
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan
ikat dengan kriptus di dalamnya. Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang
mengelilingi faring. Bagian terpentingnya adalah tonsil palatine dan tonsil faringeal
(adenoid). Unsur lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjarkelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, dibawah mukosa dinding posterior
faring dan dekat orifisium tuba eustachius.1,2
a. Tonsil Palatina
Tonsil palatine adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa
tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval
dengan panjaang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris,
daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilaris. Tonsil terletak
di lateral orofaring dan dibatasi oleh:
- Lateral
: M. konstriktor faring superior
- Anterior : M. palatoglosus
- Posterior : M. palatofaringeus
- Superior : Palatum mole
- Inferior : Tonsil lingual
hati-hati agar pilar posterior tidak terluka. Pilar anterior dan pilar posterior
bersatu di bagian atas pada palatum mole, ke arah bawah terpisah dan
masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring.1,2
Kapsul Tonsil
Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membrane jaringan ikat
yang disebut kapsul. Kapsul adalah jaringan ikat putih yang mempunyai 4/5
bagian tonsil.1
Plika Triangularis
Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat
plika triangularis yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada
sejak masa embrio. Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat
pengakatan tonsil.1
Perdarahan
Tonsil mendapat perdarahan dari cabang-cabang A.karotis eksterna, yaitu:
1) A.maksilaris eksterna (A.Fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris
dan A. palatina asenden,
2) A. maksilaris interna dengan cabangnya A. palatine desenden,
3) A. lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal,
4) A. faringeal asenden.
Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh A. lingualis dorsal dan
bagian posterior oleh A. palatine asenden, di antara kedua daerah tersebut
diperdarahi oleh A. tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh oleh A.
faringeal asenden dan A. palatine desenden. Vena-vena dari tonsil
membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran
balik melalui pleksus vena disekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus
faringeal.1,2
Gambar 2.2
Perdarahan
Tonsil
Aliran
getah bening
Aliran getah bening dari tonsil akan menuju rangkaian getah bening
servikal profunda bagian superior di bawah M. sternokleidomastoideus,
selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil
hanya mempunyai pembuluh getah bening eferen.1
Persarafan
Tonsil bagian atas endapat sensasi dari serabut saraf ke saraf trigeminus
melalui ganglion sfenopalatina dan tonsil bagian bawah dari saraf
glosofaringeus.1
Imunologi tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2%
dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Pada tonsil terdapat
sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membrane), makrofag,
sel dendrite dan APCs (antigen presenting cells) yang berperan dalam
proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis
immunoglobulin spesifik, juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma
dan sel pembawa IgG. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang
diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah
disensitisasi.1
b. Tonsil Faringeal (Adenoid)
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan
limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Adenoid tidak memiliki
5
Faringeal (Adenoid)
c. Tonsil Lingua
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen
sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata.1,2
d. Ukuran Pembesaran Tonsil
Thane & Cody membagi pembesaran tonsil dalam ukuran T1-T4:
1) T1: batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai jarak pilar
anterior-uvula
2) T2: batas medial tonsil melewati pilar anterior-uvula sampai jarak plar
anterior-uvula
3) T3: batas medial tosnsil melewati pilar anterior-uvula sampai jarak
pilar anterior-uvula
4) T4: batas medial tonsil melewati pilar anterior-uvula sampai uvula atau
lebih.
Gambar 2.4.
Klasifikasi
Pembesaran Tonsil
2.3.
FISIOLOGI
TONSIL
Tonsil palatine merupakan jaringan limfoepitel yang berperan penting sebagai
sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk ke saluran
makanan atau masuk ke saluran nafas. Mekanisme pertahanan dapat bersifat spesifik
atau nonspesifik. Apabila pathogen menembus lapisan epitel maka sel-sel fagositik
mononuclear akan mengenal dan mengeliminasi antigen.1
Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan
asing dengan efektif dan sebagai organ utama produksi antibody serta sensitisasi sel
limfosit T dengan antigen spesifik. Dalam keadaan normal tonsil akan membantu
mencegah terjadinya infeksi. Tonsil bertindak sebagai filter untuk memperangkap
bakteri dan virus yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga
menstimulasi sistem imun untuk memproduksi antibody untuk melawan infeksi.
Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing dan pathogen, selanjutnya
membawanya ke sel limfoid. Jika tonsil tidak mampu melindungi tubuh, maka akan
timbul inflamasi dan akhirnya terjadi infeksi yaitu tonsillitis. Aktivasi imunologi
terbesar tonsil ditemukan pada usia 3-10 tahun.1
2.4. TONSILEKTOMI
2.4.1. Definisi Tonsilektomi
kenaikan
jumlah
operasi
tonsilektomi
dan
penurunan
jumlah
operasi
tonsiloadenoidektomi.5
2.4.3. Indikasi Tonsilektomi
Indikasi tonsilektomi dahulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat
perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini.
Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat
ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil. 5
Indikasi tonsilektomi dibagi atas 2 kategori berdasarkan America Academy of
Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS):
Indikasi absolut5
a) Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia
berat,gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner.
b) Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan
drainase.
c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam.
d) Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi.
Indikasi relatif5
a) Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik
adekuat.
b) Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian
terapi medis.
c) Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten.
d) Perbesaran tonsil unilateral yang diduga keganasan
Pada keadaan tertentu seperti pada keadaan abses peritonsil (quincy), tonsilektomi
dapat dilakukan bersamaan dengan insisi abses.
Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus dibedakan
apakah mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya sebagai kandidat.
Dugaan keganasan dan obstruksi saluran nafas merupakan indikasi absolut untuk
tonsilektomi. Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan atas
indikasi tersebut, kebanyakan karena infeksi kronik. Akan tetapi semua bentuk
tonsilitis kronik tidak sama, gejala dapat sangat sederhana seperti halitosis, debris
kriptus dari tonsil (cryptic tonsillitis) dan pada keadaan yang lebih berat dapat
timbul gejala seperti nyeri telinga dan nyeri atau rasa tidak enak di tenggorok yang
menetap. Indikasi tonsilektomi mungkin dapat berdasarkan terdapat dan beratnya
satu atau lebih dari gejala tersebut dan pasien seperti ini harus dipertimbangkan
sebagai kandidat untuk tonsilektomi karena gejala tersebut dapat mempengaruhi
kualitas hidup walaupun tidak mengancam nyawa.5,6
2.4.4. Kontraindikasi Tonsilektomi
Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun
bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap
memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut adalah5:
a) Gangguan perdarahan
b) Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat
c) Anemia
d) Infeksi akut yang berat
2.4.5. Persiapan Operasi Tonsilektomi
Keputusan untuk melakukan operasi tonsilektomi pada seorang pasien
terletak di tangan dokter ahli di bidang ini, yaitu dokter spesialis telinga, hidung
dan tenggorok atau dokter yang bertanggungjawab bila dalam keadaan tertentu
tidak ada dokter spesialis THT. Penilaian preoperasi pada pasien rawat jalan dapat
mengurangi lama perawatan di rumah sakit dan meminimalkan pembatalan atau
penundaan operasi. Penilaian preoperasi secara umum terdiri dari penilaian klinis
yang diperoleh dari anamsesis, rekam medik dan pemeriksaan fisik. Penilaian
laboratoris dan radiologik kadang dibutuhkan. Sampai saat ini masih terdapat
10
asma,
alergi,
epilepsi,
kelainan
dosisnya.
iv. Riwayat operasi terdahulu dan riwayat anestesi.
b) Pemeriksaan Fisik8
i.
Keadaan umum
ii.
Status gizi: malnutrisi
iii.
Penilaian jantung dan paru: peningkatan tekanan darah, murmur
pada jantung, tanda-tanda gagal jantung kongestif dan penyakit paru
iv.
obstruktif menahun.
Perlu perhatian khusus terutama bagi dokter spesialis THT untuk
pasien dengan penyulit berupa kelainan anatomis, kelainan
kongenital di daerah orofaring dan kelainan fungsional. Pada pasien
ini, kelainan yang telah ada dapat menyulitkan proses operasi.
Selain itu penting untuk mendokumentasikan semua temuan
2.4.6.
12
pasien, kondisi kesehatan dan keadaan umum, sarana prasarana serta keterampilan
dokter bedah, dokter anestesi dan perawat anestesi. Di Indonesia, tonsilektomi
masih dilakukan di bawah anestesi umum, teknik anestesi lokal tidak digunakan
lagi kecuali di rumah sakit pendidikan dengan tujuan untuk pendidikan.9
Dalam kepustakaan disebutkan bahwa anestesi umum biasanya dilakukan
untuk tonsilektomi pada anak-anak dan orang dewasa yang tidak kooperatif dan
gelisah. Pilihan untuk menggunakan anestesi lokal bisa merupakan keputusan
13
14
2) Teknik Diseksi
Kebanyakan tonsilektomi saat ini di lakukan dengan metode diseksi.
Walaupun telah ada modifikasi teknik dan penemuan peralatan dengan desain
15
yang lebih baik untuk tonsilektomi, prinsip dasar teknik tonsilektomi tidak
berubah. Pasien menjalani anestesi umum.4,5
Teknik operasi diseksi:
a) Bila menggunakan anestesi umum, posisi pasien terlentang dengan
kepala sedikit ekstensi. Posisi operator di proksimal pasien.
b) Dipasang alat pembuka mulut Boyle-Davis gag.
c) Tonsil dijepit dengan cunam tonsil dan ditarik ke medial.
d) Dengan
menggunakan
respatorium/enukleator
tonsil,
tonsil
ini
harus
dilakukan
dengan
visualisasi
langsung
untuk
dasar lidah ditutupi oleh bilah dan kutub superior dan inferior tonsil terlihat.
Kepala di ekstensikan dan mouth gag dielevasikan. Sebelum memulai operasi,
harus dilakukan inspeksi tonsil, fosa tonsilar dan palatum durum dan molle.5
Mouth gag yang dipakai sebaiknya dengan bilah yang mempunyai alur
garis tengah untuk tempat pipa endotrakeal (ring blade). Bilah mouth gag
tersedia dalam beberapa ukuran. Anak dan dewasa (khususnya wanita)
menggunakan bilah no. 3 dan laki-laki dewasa memerlukan bilah no. 4. Bilah
no. 2 jarang digunakan kecuali pada anak yang kecil.5
listrik 2 arah (AC) dan pasien termasuk dalam jalur listrik (electrical
pathway). Teknik bedah listrik yang paling paling umum adalah
monopolar blade, monopolar suction, bipolar dan prosedur dengan
bantuan mikroskop. Tenaga listrik dipasang pada kisaran 10 sampai 40
W untuk memotong, menyatukan atau untuk koagulasi. Bedah listrik
merupakan satu-satunya teknik yang dapat melakukan tindakan
memotong dan hemostase dalam satu prosedur.5
2. Radiofrekuensi
Pada teknik radiofrekuensi, elektroda disisipkan langsung ke jaringan.
Densitas baru di sekitar ujung elektroda cukup tinggi untuk membuat
kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode
4-6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan total volume
jaringan berkurang. Alat radiofrekuensi yang paling banyak tersedia
yaitu alat Bovie, Elmed Surgitron system (bekerja pada frekuensi 3,8
MHz), the Somnus somnoplasty system (bekerja pada 460 kHz), the
ArthroCare coblation system dan Argon plasma coagulators. Dengan
alat ini, jaringan tonsil dapat dibuang seluruhnya, ablasi sebagian atau
berkurang volumenya.5
3. Skapel Harmonik
Skalpel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong
dan mengkoagulasikan jaringan dengan kerusakan jaringan minimal.
Teknik ini menggunakan suhu yang lebih rendah dibandingkan
elektrokauter dan laser. Dengan elektrokauter atau laser, pemotongan
dan koagulasi terjadi bila temperatur sel cukup tinggi untuk tekanan gas
dapat memecah sel tersebut (biasanya 1500C- 4000C), sedangkan
dengan skalpel harmonik temperatur disebabkan oleh friksi jauh lebih
rendah (biasanya 500C -1000C). Sistim skalpel harmonik terdiri atas
18
19
3.
4.
5.
6.
dilakukan)
Kelainan Komponen Darah:
i.
Hemoglobin < 10 g/100 dl
ii.
Hematokrit < 30 g%
iii.
Kelainan perdarahan dan pembekuan (Hemofilia)
Inspeksi Saluran Pernapasan Atas, Asma serta penyakit paru lain
Penyakit jantung kongenital atau didapat
Multiple Allergy
Penyakit lain, seperti diabetes melitus, sindrom metabolik, hipertensi.
20
21
BAB III
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23
24