Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
spesifik
pada
fungsi
miokardium,
gagal
miokardium
umumnya
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identifikasi
Nama
: Tn. I
Umur
: 55 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
Pekerjaan
: Petani
Agama
: Islam
MRS
: 02-07-2014
1 hari SMRS os mengeluh sesak napas hebat, sesak dipengaruhi posisi dan
aktifitas (os sesak saat berjalan ke toilet). Sesak tidak dipengaruhi cuaca dan
emosi. Sesak bertambah berat saat Os berbaring namun sesak berkurang jika Os
duduk. Os sering terbangun pada malam hari karena sesak, bunyi mengi tidak
ada. Os tidur dalam posisi duduk. Sesak tidak disertai nyeri dada. Mual (+),
muntah (-). Batuk (+) malam hari, dahak (-) demam (-), sembab pada kedua kaki
(+) semakin besar, BAB susah dan BAK tidak ada keluhan. Os dibawa ke RS
karena keluhan yang dialaminya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok 30 tahun, 2 bungkus per hari, rokok filter, berhenti sejak 1
bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat darah tinggi (ayah dan ibu)
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 130/90 mmHg
Nadi
Temperatur
: 36.6 C
RR
: 30 x/m
Dehidrasi
: tidak ada
Gizi
: cukup
Berat Badan
: 60 kg
Tinggi Badan
: 169 cm
IMT
Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi tidak ada, scar tidak ada, pigmentasi dalam batas
normal, ikterus pada kulit tidak ada, temperatur kulit normal, keringat umum
tidak ada, keringat setempat tidak ada, pucat pada telapak tangan dan kaki tidak
ada, sianosis tidak ada, lapisan lemak cukup.
Kelenjar Getah Bening
Kelenjar getah bening submandibular, leher, axilla, dan inguinal tidak ada
pembesaran, nyeri tekan tidak ada.
Kepala
Bentuk bulat, simetris, rambut rontok tidak ada, deformitas tidak ada, perdarahan
temporal tidak ada, dan nyeri tekan tidak ada.
Mata
Eksopthalmus dan Endopthalmus tidak ada, edema palpebra tidak ada,
conjungtiva palpebra kedua mata pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada, pupil
isokor, refleks cahaya baik, penglihatan kabur pada kedua mata tidak ada,
gerakan bola mata ke segala arah dan simetris, lapangan penglihatan baik.
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang perabaan baik. Selaput
lendir dalam batas normal. Tidak ditemukan adanya penyumbatan dan
perdarahan. Pernapasan cuping hidung tidak ada.
Telinga
Tophi tidak ada, pada liang telinga tidak ada kelainan, nyeri tekan proc.
mastoideus tidak ada, selaput pendengaran tidak ada kelainan, pendengaran baik.
Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah tidak ada, atrofi papil tidak ada,
gusi berdarah tidak ada, stomatitis tidak ada, rhagaden tidak ada, bau pernapasan
yang khas tidak ada.
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, pembesaran kelenjar tiroid tidak
ada, JVP (5+0) cm H2O, hipertrofi m.sternocleidomastoideus tidak dijumpai.
Tampak pulsasi di leher kanan.
Dada
Bentuk dada normal, simetris, perbandingan dinding transversal:anteroposterior =
2:1, retraksi dinding thorax tidak ada, ginekomastia tidak ada, tidak ditemukan
venektasi dan spider nevi.
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas jantung atas ICS II, kanan linea sternalis dextra, kiri
linea axillaris anterior ICS VI
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas Atas
Kedua ekstremitas atas tampak pucat tidak ada, ekimosis pada tangan kanan,
palmar eritema tidak ada, nyeri otot dan sendi tidak ada, gerakan kesegala arah,
kekuatan +5, refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada, jari tabuh tidak
ada, eutoni, eutropi, tremor tidak ada, edema pada kedua lengan dan tangan tidak
ada.
Ekstremitas Bawah
Kedua ekstremitas bawah tidak tampak pucat, nyeri otot dan nyeri sendi tidak ada,
kekuatan +5, refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada, eutoni,
eutrophi, varices tidak dijumpai, jaringan parut tidak ada, pigmentasi dalam batas
normal, jari tabuh tidak ada, turgor cukup, edema pretibial ada minimal.
Alat Kelamin
Tidak diperiksa
SR, axis normal, HR 125 x/m, gelombang p normal, PR interval 0,16 detik, QRS
kompleks 0,12 detik Notched appearance, R/s V1 <1, SV1+ RV5/V6 < 35, Low
voltage.
Kesan : Sinus Takikardia, CAD, Bundle branch block (late deporalize)
Kesan: Kardiomegali
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi (3 Juli 2014)
Hb
: 12.5 g/dl
Leukosit
: 10.700/mm3
(normal : 4500-11000/mm3)
Basofil
:0
(normal : 0-1 %)
Eosinofil
:0
(normal : 1-6%)
Segmen
: 70
(normal : 50-70%)
Limfosit
: 16
(normal : 25-40%)
Monosit
:6
(normal : 2-8%)
Hitung Jenis
: 155 mg/dL
Ureum
: 44 mg/dL
Creatinin
: 0.90 mg/dL
Trigliserid
: 65 mg/dl
Istirahat duduk
Edukasi
O2 3 L/menit
Inj. Furosemid 1 x 20 mg IV
Aspilet 1x 80 mg
ISDN 1x 5 mg tab
Ranitidin 2x 25 mg
Digoxin 1x 0,25 mg
Valsarta 2x5 mg
Echocardiography
2.9 Prognosis
Quo ad vitam
: dubia
Quo ad functionam
: dubia ad malam
Qou ad sanctionam
: dubia
RESUME
Seorang laki-laki, Tn. I, umur 55 tahun, status kawin, alamat Desa Perjito, Gunung
Megang, Muara Enim pekerjaan petani, dirawat di RSHMR bagian penyakit dalam
tanggal 02 Juli 2014.
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sesak napas bertambah hebat sejak 1 hari SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit
3 minggu yang lalu, os mengeluh sesak napas, sesak dipengaruhi oleh
aktifitas (berjalan jauh, bertani) dan berkurang dengan istirahat. Sesak tidak
dipengaruhi cuaca dan emosi. Os terbangun pada malam hari karena sesak nafas
yang dialaminya, bunyi mengi tidak ada. Sesak timbul 2-3 dalam seminggu.
Sesak tidak disertai nyeri dada, sesak yang dirasa hilang timbul. Os. Demam (-),
berkeringat malam hari (-), batuk (-) malam hari, dahak (-), darah (-), bengkak
pada kaki (-), sembab pada kelopak mata pada pagi hari (-), penurunan berat
badan (-) BAB dan BAK tidak ada keluhan. Os tidak berobat.
1 minggu SMRS os mengeluh sesak napas bertambah berat, sesak
dipengaruhi oleh aktifitas (berjalan dan beraktivitas sehari-hari) dan berkurang
dengan istirahat. Sesak tidak dipengaruhi cuaca dan emosi. Os nyaman tidur
dengan 2 bantal disusun tinggi, os sering terbangun pada malam hari karena
sesak, bunyi mengi tidak ada. Sesak tidak disertai nyeri dada, sesak yang dirasa
hilang timbul. Os. Mual (+), muntah (-). Demam (-), berkeringat malam hari (-),
batuk (+) malam hari, dahak (-), darah (-), bengkak pada kaki (-), sembab pada
kelopak mata pada pagi hari (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan.
1 hari SMRS os mengeluh sesak napas hebat, sesak dipengaruhi posisi dan
aktifitas (os sesak saat berjalan ke toilet). Sesak tidak dipengaruhi cuaca dan
emosi. Sesak bertambah berat saat Os berbaring namun sesak berkurang jika Os
duduk. Os sering terbangun pada malam hari karena sesak, bunyi mengi tidak
ada. Os tidur dalam posisi duduk. Sesak tidak disertai nyeri dada. Mual (+),
muntah (-). Batuk (+) malam hari, dahak (-) demam (-), sembab pada kedua kaki
(+) semakin besar, BAB susah dan BAK tidak ada keluhan. Os dibawa ke RS
karena keluhan yang dialaminya.
10
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi (03 Juli 2014)
Hb : 12.5 g/dl, Leukosit : 10.700/mm3, LED : 10 mm3, Hitung Jenis : 0/0/70/16/6
Kimia Klinik (03 Juli 2014)
BSS : 155 mg/dl, Cholesterol Total : 136 mg/dl, Trigliserid : 65 mg/dl, Ureum 44
mg/dl, Creatinin : 0.9 mg/dl.
Foto Thoraks (02 Juli2014)
Cor
Kardiomegali
EKG:
02 Juli 2014
11
SR, axis normal, HR 125 x/m, gelombang p normal, PR interval 0,16 detik, QRS
kompleks 0,12 detik Notched appearance, R/s V1 <1, SV1+ RV5/V6 < 35, Low
voltage.
Kesan : Sinus Takikardia, CAD, Bundle branch block (late deporalize)
Diagnosa Akhir
CHF et causa CAD
Penatalaksanaan
-
Istirahat duduk
Edukasi
O2 3 L/menit
Inj. Furosemid 1 x 20 mg IV
Aspilet 1x 80 mg
ISDN 1x 5 mg tab
Ranitidin 2x 25 mg
Digoxin 1x 0,25 mg
Valsartan 2x5 mg
Rencana Pemeriksaan
-
Echocardiograhy
Prognosis
Quo ad vitam
: dubia
Quo ad functionam
: dubia ad malam
Qou ad sanctionam
: dubia
12
Follow Up
(03 Juli 2014)
S:
O : Keadaan Umum
Sensorium
Tekanan Darah
Nadi
Frekuensi Pernapasan
Temperatur
Keadaan Spesifik
Kepala
Leher
Thorax
Sesak nafas
Sakit sedang
Compos mentis
130/90 mmHg
90 x/menit
30 x/menit
36.50 C
Palpebra conjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-)
JVP (5+0) cm H2O, Pembesaran KGB (-)
Cor:
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba, thrill tidak ada
P : Batas atas jantung ICS II, kanan linea sternalis
dextra, kiri linea axillaris anterior ICS VI.
A: HR 90 x/menit, reguler, murmur tidak ada,
gallop tidak ada.
Pulmo:
I : Statis simetris kiri dan kanan sama.
P : Stemfremitus kiri dan kanan sama.
P : Sonor di kedua lapangan paru.
A : Vesikuler (+) normal, ronki basah (+), whezing
Abdomen
Ekstremitas
A
P
(+) ekspirasi
I : Cembung, venektasi tidak ada
P : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
ada di regio epigastrium, turgor kulit normal.
P : Shifting dullness tidak ada, Timpani
A: Bising usus ada, normal
Akral hangat, edema pretibia minimal, Clubing Finger (-/-)
CHF et causa HHD
- Istirahat
- Diet Jantung II
- IVFD RL gtt X/menit mikro
- Inj. Furosemid 1x20 mg IV
- Captopril 2x6.25 mg
- Lansoprazol 1x30 mg
- Laxadin syr 1x1 c
Rencana :
Echocardiography
Hematologi (03 Juli 2014)
Hb : 12.5 g/dl, Leukosit : 10.700/mm3, LED : 10 mm3,
Hitung Jenis : 0/0/70/16/6
13
Sesak nafas
Sakit sedang
Compos mentis
130/90 mmHg
102 x/menit
35 x/menit
36.70 C
Palpebra conjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-)
JVP (5+0) cm H2O, Pembesaran KGB (-)
Cor:
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba, thrill tidak ada
P : Batas atas jantung ICS II, kanan linea sternalis
dextra, kiri linea axillaris anterior ICS VI.
A: HR 102 x/menit, reguler, murmur tidak ada,
gallop tidak ada.
Pulmo:
I : Statis simetris kiri dan kanan sama.
P : Stemfremitus kiri dan kanan sama.
P : Sonor di kedua lapangan paru.
A : Vesikuler (+) normal, ronki basah (+), whezing
Abdomen
Ekstremitas
A
P
(+) ekspirasi
I : Cembung, venektasi tidak ada
P : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
ada di regio epigastrium, turgor kulit normal.
P : Shifting dullness tidak ada, Timpani
A: Bising usus ada, normal
Akral hangat, edema pretibia (-), Clubing Finger (-/-)
CHF et causa HHD
- Istirahat
- Diet Jantung II
- IVFD RL gtt X/menit mikro
- Inj. Furosemid 1x20 mg IV
- Tenapril 2x6.25 mg
- Digoxin 1x0,25 mg
- Lansoprazol 1x30 mg
- Laxadin syr 1x1 c
Rencana :
Echocardiography
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
15
jantung.
Kontraktillitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada
tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan
kadar kalsium.
Afterload mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus dihasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh
tekanan arteriol. Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini
terganggu, maka curah jantung berkurang.
16
meliputi dispneu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi
S3, kecemasan dan kegelisahan.
Gagal Jantung Kanan
Bila venterikel kanan gagal memompakan darah, maka yang menonjol adalah
kongestif visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak
mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema dependen),
yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali
(pembesaran hepar), distensi vena jugularis (vena leher), asites (penimbunan cairan di
dalam rongga peritoneal), anoreksia dan mual, nokturia dan lemah.
Amyloidosis Jantung
Emboli Paru
Kelas I
Kelas II
Kelas III
nafas.
Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang
dengan istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dan aktivitas sehari-
Kelas IV
18
Tahap A
Tahap B
Tahap C
Tahap D
jantung
Kelainan struktural jantung yang berat dan ditandai adanya gejala
gagal jantung saat istirahat meskipun dengan terapi maksimal.
Secara umum dapat diklasifikasikan sebagai menjadi gagal jantung akut dan gagal
jantung kronik.5,6
a. Gagal jantung akut, didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda
akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya
penyakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa disfungsi
sistolik atau disfungsi diastolik. Irama jantung yang abnormal atau
ketidakseimbangan preload dan afterload dan memerlukan pengobatan segera.
Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru tanpa ada kelainan jantung
sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronis.
b. Gagal jantung kronik, didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks
dengan disertai keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, lelah baik dalam
keadaan istirahat atau aktivitas, edema serta tanda objektif adanya disfungsi
jantung dalam keadaan istirahat. Tanda objektif berupa kardiomegali, bunyi
jantung ke 3rd, murmur jantung, abnormalitas echocardiography).
3.5 Patofisiologi Gagal Jantung9
Gagal jantung dapat terjadi karena beberapa hal yaitu:
1. Gangguan kontraktilitas
2. Meningkatnya afterload
3. Gangguan pengisian ventrikel
Gagal jantung yang dihasilkan dari abnormalitas pengosongan ventrikel (karena
gangguan kontraktilitas atau kelebihan afterload) disebut disfungsi sistolik.
19
Kontraktilitas:
Infark Miokard
Iskemik Miokard Transient
Overload Volume Kronik
Mitral regurgitasi
Aorta regurgitasi
Kardiomiopati dilatasi
Disfungsi Sistolik
Gagal Jantung
Gambar. 3.1. Patogenensis gagal
fraksi ejeksi.
Saat
terjadi
penurunan
terjadi banyak mekanisme
yaitu
sistem
Repolarisasi Ventrikel
Terganggu :
Hipertropi ventrikel
Kardiomiopati hipertropik
Kardiomiopati restriktif
Iskemik Miokard Transient
Disfungsi Diastolik
Gangguan Pengisian
Ventrikel:
Mitral stenosis
Konstriksi miokard atau
tamponade
renin-angiotensin-aldosterone dan sitokin. Pada jangka waktu yang singkat sistem ini mampu
mengembalikan fungsi kardiovaskular ke dalam batasan normal homeostasis, pasien tidak
merasakan gejala (Asimptomatik), meskipun seiring berjalan waktu aktivasi banyak sistem
tersebut menyebabkan secondary end-organ damage (ventrikel), dengan perburukan
remodeling ventrikel kiri dan kemudian diikuti dekompensasi jantung
21
22
Pada tahap awal seperti hipertensi pada umumnya tidak ada keluhan, bila
simptomatik, biasanya disebabkan oleh:
1. Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar-debar, rasa melayang
(dizzy).
2. Penyakit jantung atau hipertensi vaskular seperti cepat capek, sesak nafas,
sakit dada (iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak pada kedua kaki atau
perut, gangguan vaskular lainnya adalah epistaksis, hematuri, pandangan
kabur karena perdarahan retina, transient cerebral ischemic.
3. Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: Polidipsi, poliuri, dan
kelemahan otot pada aldosteronisme sekunder, peningkatan berat badan
dengan emosi yang labil pada sindrom cushing. Feokromositoma dapat
muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat dan
rasa melayang saat berdiri (postural dizzy)
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, pengukuran tekanan darah, palpasi dan auskultasi arteri karotis untuk
menilai stenosis atau oklusi dan adanya peningkatan JVP (jugular vein pressure).
Pemeriksaan jantung untuk mencari adanya pembesaran jantung ditujukan untuk
menilai hipertropi ventrikel kiri dan tanda-tanda gagal jantung, impuls apek yang
23
Pemeriksaan Penunjang4
Hemoglobin
Leukosit
Diff Count
LED
Urinalisis: Protein, leukosit, eritrosit, dan silinder
Elektrolit darah
Ureum/kreatinin
Glukosa darah
Kolesterol total, kolesterol HDL, LDL dan trigliserida
Pemeriksaan Elektrokardiografi
Pemeriksaan Foto Thoraks
Pemeriksaan Ekokardiografi
Pemeriksaan Ekokardiografi-Doppler (menilai fungsi diastolik)
24
6. Gallop S3
7. Peningkatan tekanan vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria minor
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea deffort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardia (lebih dari 120 kali per menit)
Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika terdapat minimal 1 kriteria
mayor dan 2 kriteria minor.
Tabel 3.6. Symptom yang sering dijumpai dan manifestasi klinis pada Gagal Jantung
Symptom
Manifestasi Klinis
25
26
4. Pengaturan diet
a. Membatasi konsumsi garam dan cairan
Salah satu penelitian random dengan pemberian diet rendah garam pada
penderita gagal jantung kongestif, menunjukkan adanya penurunan yang signifikan
terhadap berat badan, namun tidak merubah klasifikasi NYHA. Namun percobaan
klinis lainnya menyatakan bahwa pembatasan terhadap garam dan air pada penderita
gagal jantung kongestif menunjukkan adanya perbaikan klinis yang signifikan dan
tidak adanya edema dan fatique pada penderita gagal jantung kongestif sehingga
dapat mengubah klasifikasi NYHA. Pembatasan konsumsi garam pada penderita
gagal jantung kongestif memiliki efek baik terhadap tekanan darah. Penderita gagal
jantung kongestif harus membatasi garam yang dikonsumsi tidak boleh lebih dari 6
gram per hari.
b. Monitor berat badan per hari
Belum ada percobaan klinis yang membuktikan adanya keterkaitan antara
monitor berat badan per hari dan penatalaksanaan gagal jantung kongestif. Namun,
monitor terhadap berat badan ini perlu dilakukan untuk mengidentifikasi perolehan
berat badan atau kehilangan berat badan per hari pada penderita gagal jantung
kongestif.
3.9.2 Farmakologis7
1. Diuretik
Diuretik digunakan untuk mengobati kelebihan cairan yang biasanya terjadi
pada gagal jantung kongestif. Diuretik menyebabkan ginjal mengeluarkan kelebihan
garam dan air dari aliran darah sehingga mengurangi jumlah volume darah dalam
sirkulasi. Dengan volume darah yang rendah, jantung tidak akan bekerja keras. Dalam
hal ini, jumlah sel darah merah dan sel darah putih tidak berubah.
Diuretik bekerja dengan menghambat reabsorbsi natrium dan klorida dalam
tubulus tertentu di dalam ginjal. Bumetamide, furosemide, dan torsemide bekerja di
dalam loop of henle sehingga disebut sebagai loop diuretik. Sementara tiazid,
metalosone, dan agen hemat kalium bekerja di tubulus distal. Kedua diuretik ini
memiliki aksi farmakologis yang berbeda. Loop diuretik dapat mengeluarkan lebih
banyak natrium, sekitar 20% hingga 25%, meningkatkan pengeluaran air, dan mampu
mempertahankan efektifitasnya walaupun terdapat gangguan ginjal. Sementara itu,
27
tiazid lebih sedikit mengeluarkan natrium dan air, juga dapat kehilangan efektifitasnya
pada kondisi gagal ginjal.
Penggunaan diuretik ini dapat mengurangi gejala klinis berupa retensi cairan
pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Selain itu, diuretik dapat menurunkan
tekanan vena jugular, kongesti pulmonal, dan edema perifer. Pengukuran berat badan
diperlukan untuk mengevaluasi respon tubuh terhadap pemberian diuretik. Pemberian
diuretik ini mampu mengurangi gejala dan memperbaiki fungsi jantung maupun
toleransi aktifitas terhadap penderita gagal jantung. Namun demikian, peran diuretik
dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas penderita gagal jantung kongestif
belum diketahui.
Diuretik dimulai dengan dosis awal yang rendah, kemudian dosis perlahanlahan ditingkatkan sampai output urine meningkat dan berat badan menurun, biasanya
0.5 hingga 1 kg per hari. Dosis pemeliharaan diuretik digunakan untuk
mempertahankan diuresis dan penurunan berat badan. Penggunaan diuretik ini perlu
dikombinasikan dengan pembatasan konsumsi natrium.
Hasil akhir dari pengobatan ini adalah kemampuan bernafas yang membaik
dan pengurangan pembengkakan dalam tubuh penderita. Kebanyakan obat-obatan ini
cenderung akan mengeluarkan potassium dari dalam tubuh, namun beberapa obat
seperti diuretik yang mengandung triamterene atau spironolakton dapat meningkatkan
level potassium, sehingga level potassium harus diawasi dengan ketat.
Jika terjadi ketidakseimbangan elektrolit, hal ini perlu ditatalaksana secepat
mungkin. Jika terjadi hipotensi dan azotemia sebelum penatalaksanaan diuretik
selesai, kecepatan peningkatan dosis diuretik perlu dikurangi namun tetap dilakukan
pemeliharaan dosis diuretik sampai gejala retensi cairan berkurang, selama penderita
yang mengalami hipotensi dan azotemia ini bersifat asimptomatik.
Diuretik yang biasanya digunakan pada gagal jantung meliputi furosemid,
bumetanid, hidroklortiazid, spironolakton, torsemid, atau metolazon, atau kombinasi
agen-agen tersebut. Spironolakton dan eplerenon tidak hanya merupakan diuretik
ringan jika dibandingkan dengan diuretik kuat seperti furosemid, tetapi juga jika
digunakan dalam dosis kecil dan dikombinasikan dengan ACE inhibitor akan
memperpanjang harapan hidup. Hal ini disebabkan karena kombinasi obat ini mampu
mencegah progresifitas kekakuan dan pembesaran jantung.
2. Angiotensin Converting Enzym (ACE) inhibitor
28
meningkat jika dosis digoksin berlebihan, ginjal tidak berfungsi optimal sehingga
tidak dapat mengekskresikan digoksin dari tubuh secara optimal, atau potasium dalam
tubuh yang terlalu rendah (dapat terjadi pada pemberian diuretik).
4. Angiotensin II reseptor blocker (ARB)
Angiotensin II reseptor blocker (ARBs) bekerja dengan mencegah efek
angiotensin II di jaringan. Obat-obat ARB, misalnya antara lain candesartan,
irbesartan, olmesartan, losartan, valsartan, telmisartan, dan eprosartan. Obat-obatan
ini biasanya digunakan pada penderita gagal jantung kongestif yang tidak dapat
menggunakan ACE inhibitor karena efek sampingnya.
ACE inhibitor dan ARBs dapat menyebabkan tubuh meretensi potasium, Namun
hal ini umumnya hanya terjadi pada pasien dengan gangguan ginjal, atau pada orangorang yang juga mengkonsumsi diuretik Hemat kalium, seperti triamterene atau
spironolakton. Calcium channel blocker merupakan vasodilator yang jarang
digunakan pada pengobatan gagal jantung karena berdasarkan percobaan klinis, tidak
terbukti adanya manfaat pemberian calcium channel blocker pada gagal jantung
kongestif. Calcium channel blocker digunakan untuk menurunkan tekanan darah jika
penyebab terjadinya gagal jantung kongestif adalah tekanan darah yang tinggi dan
pada pasien yang tidak berespon terhadap ACE inhibitor atau ARBs.
5. Beta blocker
Beta blocker bertujuan untuk menghambat efek samping sistem syaraf simpatis
pada penderita gagal jantung kongestif. Beta blocker terbukti secara klinis dapat
mengontrol ejeksi fraksi ventrikel kiri (yang bernilai di bawah 35% hingga 45%) yang
telah diberikan diuretik dan ACE inhibitor dengan atau tanpa pemberian digitalis.
Namun, pada penderita dengan disfungsi ventrikel kiri yang berat, denyut jantung
yang rendah (di bawah 65 kali/menit), atau tekanan darah sistolik yang rendah (di
bawah 85 mmHg), atau pada pasien dengan NYHA IV, pemberian beta blocker tidak
dianjurkan.
30
Obat ini dapat menurunkan frekuensi denyut jantung, menurunkan tekanan darah,
dan memiliki efek langsung terhadap otot jantung sehingga menurunkan beban kerja
jantung. Reseptor beta terdapat di otot jantung dan di dalam dinding arteri. Sistem
syaraf simpatis memproduksi zat kimia yang disebut sebagai norepinefrin yang
bersifat toksik terhadap otot jantung jika digunakan dalam waktu lama dan dengan
dosis yang tinggi.
Beta blocker bekerja dengan cara menghambat aksi norepinefrin di dalam otot
jantung. Dulunya, ahli medis mengobati gagal jantung dengan menghambat
norepinefrin yang bersifat buruk dan dapat memperburuk kondisi jantung karena
norepinefrin bersifat simultan sehingga menyebabkan denyut jantung semakin kuat.
Namun, percobaan klinis telah membuktikan bahwa beta blocker dapat memperbaiki
fungsi sistolik ventrikel kiri secara bertahap sehingga dapat mengurangi gejala.
6. Clopidogrel
Merupakan golongan thienopyridines, bekerja dengan mnghambat ADP (adnosin
diphospate), bisa juga digunakan pada pasien yang alergi terhadap aspirin dan
mencegah terjadinya thrombosis. Dosis awal adalah 300 mg dan dosis pemeliharaan
75 mg.
Tabel 3.7 Penatalaksanaan Farmakologis Pada Pasien CHF
31
BAB IV
ANALISIS KASUS
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah keadaan
patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan
darah untuk metabolisme jaringan. Definisi gagal yaitu relatif terhadap kebutuhan
metabolik tubuh, penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara
keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium,
gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme
kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan
menjadi gagal jantung dalam fungsi pompanya.1
Ketidakmampuan
jantung
untuk
mempertahankan
curah
jantung
32
Kriteria mayor dan minor dari Framingham untuk gagal jantung kongestif adalah:3
Kriteria mayor:
1. Paroksismal nocturnal dispneu
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop s3
7. Peninggian tekanan vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria minor:
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam hari
3. Dyspnoe deffort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital
7. Takikardi (> 120 x/menit)
Pada pasien ini didapatkan enam kriteria mayor. Dari anamnesis terdapat
33
yang
utama
adalah
mekanisme
Frank-Starling,
perubahan
34
valsartan dan amlodipin. Untuk dosis awal ini perlu diperhatikan efek samping
hipotensi yang harus di monitor dalam 2 jam pertama setelah pemberian.
Lansoprazole
remodelling jantung yang menandakan telah terjadi kerusakan pada miokardium yang
permanen sehingga prognosis quo ad fungsionam adalah dubia ad malam. Pasien
dengan gagal jantung tidak dapat kembali seperti saat sebelum gagal jantung, namun
dengan penatalaksanaan yang baik pasien diharapkan dapat beraktivitas dan berfungsi
dengan baik walaupun tidak semaksimal saat sebelum gagal jantung sehingga
prognosis quo ad sanational pada pasien adalah dubia ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brashaers, Valentina L. 2007. Gagal jantung kongestif. Dalam: Aplikasi klinis
patofisiologi, pemeriksaan dan manajemen. 2nd ed. Jakarta: EGC. p53-5.
2. Diamond JA, PhillipsRA. Hypertensive Heart Disease. Hypertens Res Vol. 28, No.
3 (2005). On International journal of obesity.
36
37