Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
ABSTRACT
In order to monitor agricultural land condition, it needs a good time
resolution satellite images. On the other hand, the small area of
agricultural land ownership in Indonesia is needed satellite image that
has good spatial resolution. Integration of multi-resolution is one of the
solution. Integration of high time resolution but low spatial resolution
images (such as NOAA AVHRR, MODIS) and high spatial resolution but
low time resolution images (such as Landsat TM, ALOS) could be used
in this study. Some methodologies can be developed from combination
of two kinds resolution of satellite images. Some researches give good
results visually or statistically. This article presence simple concept of
integration of multi-resolution and some studies of it using satellite
images for land monitoring.
109
PENDAHULUAN
Citra satelit, yang memiliki cakupan spasial yang luas dan informasi
secara temporal, dapat digunakan untuk pemantauan tutupan lahan.
Saat ini, jenis citra satelit semakin beragam dengan kelebihan dan
kekurangan masing-masing, sehingga pengguna harus melakukan
berbagai pertimbangan dalam memilih citra satelit dan metode
analisisnya agar sesuai dengan tujuan penggunaannya. Ada kalanya,
untuk mengisi kekurangan suatu citra dan meningkatkan ketelitian
suatu analisis, diperlukan integrasi dua citra satelit.
Untuk meningkatkan ketelitian informasi pemantauan tutupan lahan,
terutama lahan pertanian tanaman semusim, studi dapat dilakukan
dengan menggunakan citra satelit multi resolusi, spasial dan temporal.
Hal-hal yang harus diperhitungkan dalam menyeleksi citra satelit dan
metode dalam melakukan integrasi citra untuk pemantauan lahan
pertanian adalah frekuensi akuisisi atau waktu perekaman citra satelit
yang disesuaikan dengan karakter tanaman yang terkait dengan
resolusi temporal citra satelit dan kondisi lahan yang akan diteliti,
seperti luas lahan, yang terkait dengan resolusi spasialnya. Informasi
yang diperlukan adalah: 1) karakter tanaman yang terkait dengan
periode pertumbuhan tanaman, dan 2) citra atau informasi yang
diperoleh dari citra satelit yang bisa dimanfaatkan untuk identifikasi
perubahan pertumbuhan tanaman tersebut.
Untuk cakupan wilayah lokal, citra satelit beresolusi rendah
mempunyai kendala heterogenitas spasial. Informasi yang terekam
dalam 1 piksel citra tersebut lebih luas dibanding dengan luas lahan,
sehingga akurasi data rendah. Di sisi lain, citra beresolusi spasial tinggi
yang dapat memberikan informasi heterogenitas lahan yang sekaligus
mempunyai resolusi temporal atau waktu yang tinggi juga sulit
diperoleh. Selain itu, penggunaan data citra beresolusi tinggi secara
multi waktu, akan memerlukan biaya yang cukup tinggi. Untuk itu
diperlukan cara agar dapat diperoleh citra beresolusi spasial tinggi dan
yang mempunyai frekuensi waktu perekaman yang lebih banyak.
Metode multi resolusi merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan
untuk menjawab permasalahan tersebut. Beberapa penelitian yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa integrasi multi resolusi pada citra
satelit mampu meningkatkan akurasi hasil analisis.
Konsep dasar integrasi multi resolusi citra satelit dan beberapa studi
pemantauan lahan yang telah dilakukan dengan menggunakan metode
tersebut disajikan dalam artikel ini. Hasil studi menunjukkan prospek
yang bagus untuk dapat diaplikasikan dan dikembangkan dalam
pemantauan lahan pertanian.
110
111
Gambar 2. Proses Multiresolusi pada Tiga Tingkat Resolusi Spasial yang Berbeda
(Gotway dan Young, 2002).
Metode Dasar Integrasi Multi Resolusi
Tiga metode sederhana yang dikemukakan oleh Lertlum (1997)
untuk menghitung nilai pewakil dari piksel-piksel tersebut, adalah:
1. Mode (nilai dominan), nilai yang muncul paling sering
2. Median (nilai tengah)
3. Mean (rata-rata)
Metode Mode mewakili kondisi mayoritas dari suatu area, tetapi jika
kondisi mempunyai nilai yang hamper sama, perhitungan dengan
menggunakan metode tersebut tidak memberikan hasil yang bagus.
Median mewakili kondisi tengah suatu areal. Kedua metode tersebut
relative memerlukan waktu yang lama untuk proses perhitungannya.
Mean dapat menunjukkan kondisi rata-rata dari suatu areal dan relative
muda untuk menghitungnya. Meskipun hal itu menunjukkan kondisi
secara matematis, bukan kondisi sesungguhnya, tetapi metode tersebut
bermanfaat untuk menunjukkan kondisi sejumlah data.
Mean merupakan metode yang umum digunakan untuk menjelaskan
atau menarik kesimpulan dari sekelompok data sehingga bisa
memberikan informasi yang berguna. Metode ini adalah yang paling
muda, akan tetapi karena menggunakan nilai dari semua data di
populasi atau sampel, Mean dipengaruhi oleh outlier yang ekstrim pada
kumpulan data tersebut.
Tidak seperti mean, median tidak dipengaruhi oleh outlier ekstrim
pada kumpulan data. Oleh karenanya median sering digunakan jika
dalam sekelompok data terdapat beberapa nilai ekstrim yang dapat
mempengaruhi mean dan menyimpangkan sesuatu yang menjadi khas
dari data tersebut.
112
Gambar 3. Perbandingan piksel dari data inderaja Terra MODIS dan Landsat ETM dari
penelitian Rochon et al (2010)
Jika angka-angka tersebut ditulis secara berurutan, maka diperoleh
sebaris angka sebagai berikut : 24, 25, 30, 39, 40, 45, 45, 45, 45, 45,
48, 50, 50, 55, 58, 60, 61, 65, 65, 65, 70, 72, 75, 200, 205. Dari angkaangkah tersebut dapat diperoleh nilai mean = 63.28 atau 51.17 (tanpa
outlier = 200, 205), median = 50, mode= 45. Angka-angka piksel pada
Gambar 3 bukan nilai piksel yang sebenarnya, hanya sebagai ilustrasi
untuk mempermudah penjelasan.
Angka-angka yang terdapat dalam kotak tersebut diumpamakan
sebagai nilai piksel dari data satelit yang mempunyai resolusi spasial
yang lebih tinggi. Pengambilan sample dilakukan berdasarkan satu
Informatika Pertanian Volume 19 No. 2, 2010
113
115
Gambar 4. Citra BT hasil integrasi multi resolusi Landsat TM dan NOAA AVHRR bulan
April 1997 (tahun kekeringan) sampai November 1998 (tahun normal)
116
Gambar 5. Citra BT dari NOAA AVHRR asli bulan April 1997 (tahun kekeringan)
sampai November 1998 (tahun normal)
Sedangkan perbedaan nilai piksel dari citra NDVI dan BT hasil
integrasi tersebut pada beberapa jenis tutupan lahan disajikan pada
Tabel 1 berikut ini :
117
Tabel 1. Perbedaan nilai piksel NDVI dan BT hasil perhitungan intergrasi multi resolusi
Landsat TM dan NOAA AVHRR
Jenis Tutupan
Lahan
Forest1
Forest2
Paddy fields
Other agriculture
Village / urban
area
NDVI
BT
NOAA
AVHRR
Citra Hasil
Integrasi
NOAA
AVHRR
Citra Hasil
Intergrasi
0.29 0.39
0.33 0.46
0.26 0.38
0.31 0.41
0.27 0.29
0.46 0.55
0.50 0.68
0.20 0.49
0.31 0.49
0.10 0.20
20 22
19 22
21 23
21 23
23 25
27 30
27 30
31 33
31 34
34 36
118
1997
NOAA AVHRR
resolusi 1,1 km
Peta Hutan
1998
NOAA AVHRR
resolusi 1,1 km
Peta Hutan
1999
NOAA AVHRR
resolusi 1,1 km
Peta Hutan
Deteksi
119
(2008) dan data multi resolusi untuk aplikasi tutupan lahan oleh Usery
dan Finn (2003).
Cara lain untuk mendapatkan metode resampling yang sesuai untuk
integrasi data klasifikasi kelas kehijauan dan kelembaban multi resolusi
dilakukan analisis pembobotan dengan menggunakan Analytical
Hirarchical Process (AHP). Menurut Windupranata (2007), AHP adalah
suatu metode kuantitatif yang didesain oleh Saaty pada tahun 1980
sebagai sebuah metode sistematik untuk membandingkan kriteria yang
menentukan. Parameter yang digunakan adalah macam metode
resampling, yaitu nearest neighbor, bilinear, bicubic dan Lanczos 4x4,
6x6, dan 8x8.
Metode lain yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan adalah
Least Square Adjustment (LSA). Metode ini banyak digunakan pada
survei dan pemetaan, karena pada kegiatan tersebut data yang dikaji
adalah data pengukuran. Pada data pengukuran seringkali ditemukan
data yang redundant, sehingga terjadi ketidak konsistenan dan
kontradiksi dari hasil pengukuran yang disebut misclosure. Untuk
mengurangi hal tersebut sehingga dapat diperoleh hasil yang bagus,
dilakukan adjustment (Fan, 2003). Pada penelitian ini konteksnya dalam
kajian perubahan derajat kehijauan tanaman padi. Untuk metode
tersebut, hal yang dilakukan adalah membuat model fungsionalnya
untuk beberapa metode pengamatan berdasarkan temporalnya.
Kemudian dilakukan pembobotan dalam bentuk matriks korelasi
variabel bobotnya.
Teknik integrasi citra lainnya dilakukan oleh Mastra (1998) dan
Sanjaya (2004), dengan metode komposit warna RGB, transformasi
RGB-IHS, dan transformasi IHS-RGB. Komposit warna RGB adalah
penggabungan tiga band atau tiga informasi yang berbeda dalam tiga
warna utama yaitu Merah (red R), Hijau (green G), dan Biru (blue
B). Nilai skala abu-abu yang terdapat pada masing-masing band
digunakan untuk membentuk himpunan atau gabungan kecerahan
warna merah, hijau, dan biru. Metode tersebut digunakan untuk
mempermudah analisis visual dari pengguna. Pemilihan band
didasarkan pada karakteristik spektral masing-masing band yaitu sesuai
dengan rentang panjang gelombang yang diterima oleh band tersebut.
Studi dilakukan Sanjaya (2004) menggunakan citra ASTER (beresolusi
spasial 15 m), Landsat ETM (30 m), dan SPOT (10 m).
Sedangkan transformasi warna IHS (Intensitas Hue Saturation)
secara efektif memisahkan informasi spasial (I) dan spektral (HS) dari
citra penggabungan RGB. Terdapat 2 cara untuk mengaplikasikan
teknik IHS, yaitu secara langsung dan substitusi:
1. Secara langsung menempatkan band atau data pada I, H, dan S.
Informatika Pertanian Volume 19 No. 2, 2010
121
PENUTUP
Citra satelit yang mampu memberikan informasi cakupan spasial
yang luas dan perekaman yang berulang merupakan kelebihan yang
dapat digunakan untuk pemantauan kondisi suatu lahan. Beragamnya
jenis citra satelit yang tersedia saat ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Beberapa penelitian dengan menggunakan berbagai jenis
citra dan metode menunjukkan bahwa integrasi citra satelit sangat
mungkin dilakukan untuk meningkatkan kedetailan citra satelit dan
ketelitian suatu analisis kondisi lahan, baik secara visual maupun
perhitungan otomatis secara digital. Ketepatan pemilihan metode, jenis
citra, resolusi (spasial, temporal, dan spektral), waktu akuisisi citra yang
diintegrasi, dan keseauain tujuan studi, sangat diperlukan untuk
menghindari kesalahan intreprestasi atau analisis.
122
PUSTAKA
Abdurachman, A., Wahyunto, dan R. Shofiyati. 2005. Kriteria Biofisik
dalam Penetapan Lahan Sawah Abadi di Pulau Jawa. Jurnal Litbang
Pertanian, 24(4), 131-136.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2004. Statistik Indonesia. Statistik
Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Indonesia, dalam Abdurachman, A.,
Wahyunto, dan R. Shofiyati. 2005. Kriteria Biofisik dalam Penetapan Lahan
Sawah Abadi di Pulau Jawa. Jurnal Litbang Pertanian, 24(4), 131-136.
Coulter, L.L. dan D.A.Stow. 2008. Assessment of the Spatial Co-registration of
Multitemporal Imagery from Large Format Digital Cameras in the Context of
Detailed Change Detection. Sensors 2008, 8: 2161-2173
Fan, H. 2003. Theory of Errors and Least Squares Adjustment. Lecture Notes
Division of Geodesy Report No. 2015. Royal Institute of Technology.
Department of Geodesy and Photogrammetry. Stockholm, Sweden
123
Sachs, J. 2001. Image Resampling. Digital Light and Color Message Boards.
http://ftp2.bmtmicro.com/dlc/Resampling.pdf. Dikutip tanggal 25 Desember
2008.
Sanjaya, H. 2004. Zamrud Khatulistiwa: Teropong dari Luar Angkasa Sampai
Laut Dalam. P3-TISDA BPPT bekerjasama dengan SEACORM Badan Riset
Perikatan dan Kelautan. ISBN 979-3017-03-1.
Shofiyati, R. 2009. Remote Sensing and Geographical Information System
Application: Agricultural Drought Monitoring Using Satellite Data. VDM
Publisher. German. ISBN 978-3-639-20507-7.
Shofiyati, R. dan Kuncoro G.P. 2007. Inderaja untuk Menkaji Kekeringan di
Lahan Pertanian. Informatika Pertanian Vol. 16, 2007. Hlm 933 947.
Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Steinwand, D.R. 2003. A New Approach to Categorical Resampling. USGS
EROS Data Center, SAIC, Sioux Falls, SD 57198-0001.
Usery, E.L. dan M.P. Finn. 2003. Resolution and Resampling Effects of GIS
Databases for Watershed Models. ASPRS 2003 Proceeding. http://cartoresearch.er.usgs.gov/watershed/ppt/asprs2003-water.ppt. Dikutip tanggal 25
Desember 2008.
Windupranata, W. 2007. Development of a Decision Support System for
Suitability Assessment of Mariculture Site Selection. Disertasi program
Doktor pada Universitas Delf. Jerman.
Yasuoka, Y., Sugita, M., Yamagata, Y., Tamura, M., Suhama, T., 1995. Scaling
Between NOAA AVHRR Data and Landsat TM Data for Monitoring Wetland.
Proceedings of the International Symposium on Vegetation Monitoring,
Chiba, Japan.
124