Sie sind auf Seite 1von 2

Langkah awal dalam mendiagnosis pasien amenorea, setelah

menyingkirkan kehamilan adalah melakukan pengukuran kadar thyroid


strimulating hormone (TSH), prolaktin, dan uji progesteron (uji P).
Pencitraan dapat juga dilakukan pada pasien dengan galaktorea. Durasi
hipotiroid penting dalam mekanisme galaktorea, semakin panjang
durasinya semakin tinggi insidens galaktorea dan kadar prolaktin.
Keadaan hipotiroid akan menyebabkan perangsangan TRH pada sel
hipofisis yang memproduksi prolaktin. Tujuan dari uji progesterin adalah
untuk menilati estrogen endogen dan kompetensi traktus genitalia.
Adanya perdarahan akibat progesteron, tidak ditemukannya galaktorea,
dan kadar prolaktin normal menyingkirkan tumor hipofisis.
Jika uji progesteron tidak meyebabkan perdarahan menunjukkan bahwa
terdapat gangguan pada traktus genitalia atau proliferasi estrogen pada
endometrium tidak terjadi.
Tahap kedua yaitu untuk mengklarifikasi keadaan ini. Estrogen aktif
diberikan secara oral untuk membuktikan uterus yang aktif dan traktus
genitalia yang paten. Dengan cara ini, kapasitas kompartemen I diuji
dengan estrogen endogen. Jika tidak terdapat perdarahan, maka diagnosis
adanya defek pada kompartemen I (endometrium dan traktus genitalia)
dapat ditegakkan. Jika terdapat perdarahan maka dapat disimpulkan
bahwa kompartemen I berfungsi normal jika distimulasi dengan estrogen.
Tahap ketiga yaitu untuk menilai apakah kekurangan estrogen
disebabkan oleh gangguan folikuler (kompartemen II) atau pada aksis
hipofisis-CNS (kompartemen III dan IV).
Pada pasien ini terdapat amenorea primer, amenorea primer yang
terjadi di curigai adanya kelainan yang terjadi pada kompartemen I.
Dimana kelainan pada kompartemen I terdiri dari Asherman sindrom, ,
mullerian sindrom dan androgen insensitivity
a. Asherman sindrom
Amenorea sekunder yang di ikuti dengan destruksi dari endometrium. Keadaan ini
pada umumnya disebabkan karena kuretase post partum yang menyebabkan skar
intrauterin. Pasien- pasien dengan asherman sindrom dapat diserrtai gejala lain selain
amenorea, sperti keguguran, dismenorea atau hipomenorea. Bahkan menstruasi dapat
terjadi secara normal. Pasien-pasein yang terjadi dengan keguguran berulang,
infertilitas. Sebaiknya di periksa kavum endometrium dengan histerograf atau
histeroskopi.
b. Mullerian sindrom
Didignosis pada pasien dengan amenorea primer dan tidak adanya vagina. Keadaan
ini relatif menyebabkan amenorea primer, lebih sering di bandingkan dengan
androgen insensitivity dan gonadal disgenesis. Pada keadaan ini pasien-pasien tidak
memiliki internal vagina atau hipoplasia dari internal vagina, dan biasanya tidak
disertai adanya uterus dan tuba falopi. Namun terkadang uterus normal, hubungan
terhadap introitus pendek atau hanya rudimenter, bikornu. Jika cavum endometriumn
parsial, terdapat nyeri abdomen yang siklik. Hampir dari sepertiga dari pasien-pasien
dengan kelainan traktus urinarius dan 12% mengalami anomali skeletal. Paling sering
mengenai vertebra. Jika dengan pemeriksaan USG tidak pasti, disarankan untuk
pemeriksaan MRI.
c. Androgen insensitivity

Didiagnosis ketika tidak ditemukannya vagina atau uterus. Keadaan ini adalah ketiga
tersering yang menyebabkan amenorea primer setelah gonadal disgenesis dan
mullerian sindrom. Pasien-pasien adalah pseudohemafrodit dgn XY karotipe
Secara klinis didiagnosis berdasarkan : 1 anak wanita dengan hernia inguinal. 2 pasien
dengan amenorea primer dan tidak adanya uterus. 3 pasien dengan tidak adanya
rambut tubuh.

Das könnte Ihnen auch gefallen