Sie sind auf Seite 1von 3

Analisis

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999


Tentang
Perlindungan Konsumen
Oleh:
Muhammad Ali Asyari (09.02.311.00062)

Bab III
Tentang Hak Dan Kewajiban
Bagian pertama
(Hak Dan Kewajiban Konsumen)
Pasal 4:
Tentang Hak konsumen:
Antara butir (a), (b), (c), jikalau diperhatikan terdapat pemborosan undang-undang
antara ketiganya, yang mana antara ketiganya sama-sama menjelaskan tentang
perilaku yang sama yakni hak yang harus didapatkan oleh seorang konsumen. Butir
(a) menjelaskan bahwa konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa, yang apabila dikaitkan
dengan butir (b), (c) adalah mempunyai inti dan maksud yang sama yakni
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan yang harus didapatkan oleh konsumen.
Butir (d) menjelaskan konsumen berhak didengar pendapat dan keluhannya
atas barang dan/atau jasa yang digunakan; dalam butir ini tidak dijelaskan kepada
siapa pertama kali konsumen harus mengeluarkan uneg-uneg atau keluhankeluhannya apakah kepada pelaku usaha, kepada pihak yang berwajib, atau kepada
khalayak umum, misalnya lewat dunia maya, jejaring sosial, dan lain-lain,

yang

apabila ini tidak dijelaskan dihawatirkan akan terjadi kesalahan penyaluran aspirasi
atau pendapat yang nantinya akan merugikan konsumen pula. Seperti pemberitaan
beberapa waktu lalu tentang kasus prita mulyasari yang mengeluarkan keluhannya
langsung di jejaring sosial tidak kepada pihak yang bersangkutan/pelaku usaha yang
ahirnya merugikan diri prita sendiri.
Butir (f) menjelaskan bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan
pembinaan dan pendidikan konsumen; yang dimaksud pembinaan dan pendidikan
konsumen dibutir ini adalah yang seperti apa dan dilakukan oleh siapa? Disini tidak
dijelaskan secara detail tentang pembinaan dan pendidikan konsumen itu yang

bagaimana, seharusnya semua yang berkaitan dengan hal ini dijelaskan dengan
baik agar memudahkan pemahaman bagi khalayak umum yang membacanya dan
melakukannya.
Untuk yang selanjutnya adalah mengenai peletakan kedudukan/posisi antara
hak dan kewajiban pada UU perlindungan konsumen ini, mengapa pada undangundang ini hak diletakan lebih dahulu dan setelahnya adalah kewajiban, kalau
dicermati seseorang tidak dapat menuntuk hak-haknya apabila kewajibannya belum
dipenuhi, misalnya orang yang tidak pernah menjalankan perintah-perintah yang
diatur oleh agamanya tetapi ingin masuk surga, ini terbilang lucu, dan terkesan
aneh, bagaimana bisa seseorang yang tidak pernah menjalankan kewajibannya
sebagai pemeluk agama menuntut haknya untuk masuk surga, seharusnya dia
melakukan kewajibanya dahulu kemudian dia bisa menuntut hak-haknya.
Pasal 6
Hak pelaku usaha:
Pada butir (b), menjelaskan bahwa pelaku usaha berhak untuk mendapatkan
perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beretikad tidak baik; kalau
diperhatikan UU pada butir ini pada kenyataa yang ada sering menguntungkan para
pelaku usaha atau mereka yang mempunyai kekuasaan dan hubungan politik yang
baik dengan para aparat penegak hukum, yang seakan-akan para kaum minoritas ini
tidak mendapatkan perlindungan hukum yang sesuai.
Tetapi pada kenyataannya dalam UU hak yang diterima oleh konsumen
menyebut bahwa konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
yang semuanya ini mencakup hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan
upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut, meskipun telah
ada UU yang telah mengaturnya akan tetapi kaum minoritas/konsumen yang tidak
memiliki daya upaya yang kuat seakan malah mendapatkan perilaku diskriminatif
dari pihak yang bersangkutan. Kekuatan uang disini nampaknya sangat besar
pengaruhnya terhadap para pelaku usaha yang mempunyai kakuatan politik yang
besar, kemudian yang terjadi adalah hanya sedikit konsumen yang berani untuk
melaporkan ketidakpuasannya terhadap barang konsumsinya yang dianggap
merugikan bagi dirinya kepada pihak yang berwajib karena mereka takut itu semua
malah akan merepot/bahkan merugikan dirinya sendiri, dengan kembali dituntut oleh

pelaku usaha yang merasa dilaporkan sebelumnya. Oleh karena itu UU ini mohon
untuk diterapkan dengan sebaik mungkin dan sebenar mungkin.
Butir (c), agaknya juga perlu dikoreksi lagi karena ini ada kaitannya dengan
dengan penyataan pada butir (b), jangan sampai dari kedua belah pihak yang
bersengketa ada yang merasa dirugikan melebihi batasnya.
Pasal 7
Kewajiban pelaku usaha:
Permasalahnnya Hampir sama dengan peletakan antara hak dan kewajiban yang
ada pada hak dan kewajiban konsumen, mengapa harus hak yang harus
didahulukan bukannya kewajiban.
Pada butir (b), menjelaskan bahwa kewajiban para pelaku usaha adalah
memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan, UU

pada butir ini ada kaitanya dengan UU hak dan kewajiban

konsumen yakni pada hak konsumen butir (c) dan kewajiban konsumen butir (a)
yang mana konsumen harus membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan
prosedur pemakaian atau pemakaian barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan; dalam hal ini diperlukan adanya kesinergian antara kedua belah pihak
yang melakukan transaksi.
Konsumen harus mendapatkan informasi jelas, jujur dengan membaca
informasi yang tercantum pada kemasan produk atau yang lainnya, akan tetapi yang
ada di lapangan informasi yang jelas dan jujur ini sulit untuk didapatkan ini dapat
disebab oleh;
o Kecilnya tulisan yang berisikan informasi tentang kondisi barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi.
o Kadang kala terdapat informasi yang tidak jujur tentang kondisi barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi, Misalnya label halal dan lain-lain.
o Terkadang pelaku usaha dan konsumen ini tidak mau tahu tentang
kondisi

barang

dan

atau

jasa

yang

akan

dikonsumsi,

yang

menyebabkan informasi yang sempurna ini tidak diperoleh dengan


baik.
o Dll.

Das könnte Ihnen auch gefallen