Sie sind auf Seite 1von 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Menurut John Biddulph (2000) Kurang Energi Protein (KEP)
adalah

keadaan

dimana

anak

tidak

dapat

tumbuh

sebagaimana mestinya karena kekurangan protein dan energi.


Kurang Energi Protein (KEP) terjadi akibat pasokan gizi
yang kurang, pemasukan yang tidak seimbang dan penyakit.
Malnutrisi baik makro (karbohidrat, protein, dan lemak),
maupun mikro (vitamin dan mineral) masih banyak ditemukan
pada

anak-anak,

ibu

hamil

menyusui,

terutama

pada

masyarakat miskin.
(Hardiono, 2004) Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI), ada 3 faktor penyebab Malnutrisi Energi Protein yaitu,
keluarga miskin, ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi
yang baik bagi anak, faktor penyakit bawaan pada anak,
seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.
Data

World

Health

Organization

(WHO)

tahun

2002

menyebutkan bahwa 53% penyebab kematian anak dibawah


lima tahun adalah karena gizi- gizi buruk atau kurang. Dan
dua pertiga diantaranya berhubungan dengan pemberian
makanan yang kurang tepat.
Kwarsiorkor merupakan salah satu masalah gizi utama
di Indonesia. Kwarsiorkor disebabkan

karena

defisiensi

makronutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi


permasalahan pada status gizi dari defisiensi makronutrient
kwarsiorkorada

defisiensi

mikronutrient,

tetapi

beberapa

daerah di indonesia prevalensi kwarsiorkormasih tinggi (>


30%) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya
penurunan prevalensi kwarsiorkor. Kwashiorkor atau

yang

biasa disebut busung lapar adalah sindrom klnis akibat dari


defisiensi protein berat dan masukan kalori tidak cukup.
Akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat menimbulkan
1

tanda dan gejala seperti tinggi dan berat bedan tidak sesuai
dengan anak seusianya dari kekurangan masukan atau dari
kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik
yang disebabkan oleh infeksi kronik. Walaupun penambahan
tinggi dan berat dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini
tidak akan pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak
yang secara tetap bergizi baik.
Penyakit akibat kwarsiorkor ini dikenal dengan kwashiorkor.
Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Adapun yang
menjadi

penyebab

langsung

terjadinya kwarsiorkor adalah

konsumsi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada


orang dewasa, kwarsiorkor timbul pada anggota keluarga
rumahtangga miskin olek karena kelaparan akibat gagal
panen atau hilangnya mata pencaharian.

1.2.

Rumusan Masalah
1) Bagaimana pengertian kwarshiorkor?
2) Bagaimana epidemiologi kwarshiorkor?
3) Bagaimana klasifikasi kwarshiorkor?
4) Bagaimana etiologi kwarshiorkor?
5) Bagaimana manifestasi klinis kwarshiorkor?
6) Bagaimana patofisiologi kwarshiorkor?
7) Bagaimana komplikasi dan prognosis kwarshiorkor?
8) Bagaimana pemeriksaan penunjang kwarshiorkor?
9) Bagaimana menyelesaikan kasus asuhan keperawatan
pada anak dengan kwarshiorkor?

1.3. Tujuan Penulisan


1) Mampu membuat analisa data pada keluarga Nn.V
2) Mampu mendiagnosa keperawatan berdasarkan data yang
diperoleh
3) Mampu untuk mengatasi masalah kurang pada kasus Nn.V
4) Mampu merencanakan tindakan keperawatan sesuai kasus
5) Mampu melaksanakan rencana tindakan kurang gizi pada
Nn.V
6) Mampu mengevaluasi hasil tindakan yang sesuai dengan
rencana keperawatan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kwashiorkor


Kwashiorkor adalah sindrom klnis akibat dari defisiensi
protein

berat

dan

masukan

kalori

tidak

cukup.

Akibat

defisiensi vitamin dan mineral dapat menimbulkan tanda dan


gejala seperti tinggi dan berat bedan tidak sesuai dengan
anak

seusianya

dari

kekurangan

masukan

atau

dari

kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik


yang disebabkan oleh infeksi kronik. Walaupun penambahan
tinggi dan berat dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini
tidak akan pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak
yang secara tetap bergizi baik (Behrman et all, 2000)
Kwashiorkor juga disebut sebagai defisiensi protein yang
disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada
bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita) (Ngastiyah,
1997). Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu
bentuk

sindroma

dari

gangguan

yang

dikenali

sebagai

Malnutrisi Energi Protein (MEP).


2.2. Etiologi
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake
protein

yang

berlansung

kronis.

Faktor

yang

dapat

menyebabkan hal tersebut antara lain :


1. Pola makan Protein (asam amino) adalah zat yang
sangat

dibutuhkan

anak

untuk

tumbuh

dan

berkembang. Meskipun intake makanan mengandung


kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung
protein / asam amino yang memadai. Bayi yang masih

menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang


diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh
ASI protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju,
tahu dll) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan
ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan
penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada
masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
2. Faktor sosial Hidup di negara dengan tingkat kepadatan
penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak
stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan
makanan tertentu dan sudah berlansung turun temurun
dapat

menjadi

hal

yang

menyebabkan

terjadinya

kwashiorkor.
3. Faktor ekonomi Kemiskinan keluarga / penghasilan yang
rendah

yang

berakibat

pada

terpenuhi,

saat

tidak

dapat

memenuhi

keseimbangan
dimana

ibunya

nutrisi
pun

kebutuhan
anak
tidak

tidak
dapat

mencukupi kebutuhan proteinnya.


4. Faktor infeksi dan penyakit lain Telah lama diketahui
bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan
gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat
ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap
infeksi. Seperti gejala malnutrisi protein disebabkan oleh
gangguan penyerapan protein, misalnya yang dijumpai
pada keadaan diare kronis, kehilangan protein secara
tidak normal padaproteinuria (nefrosis), infeksi saluran
pencernaan, serta kegagalan mensintesis protein akibat
penyakit hati yang kronis.
2.3.

Pathway

2.4. Patofisiologi

Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme


jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi
dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan
yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan
sel yang disebabkan edema dan perlemakan hati. Karena
kekurangan protein dalam diet akan terjadi kekurangan
berbagai asam amino dalam serum yang jumlahnya yang
sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot, makin
kurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan
kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian
berakibat timbulnya odema. Perlemakan hati terjadi karena
gangguan pembentukan beta liprotein, sehingga transport
lemak

dari

hati

terganggu

dengan

akibat

terjadinya

penimbunan lemak dalam hati. ( Brashers, Valentina L. 2007)


2.5. Manifestasi Klinis
Tanda atau gejala yang dapat dilihat pada anak dengan
Malnutrisi protein berat- Kwashiorkor, antara lain :
1. Wujud Umum
Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat,
kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan
pretibial serta asites. Muka penderita ada tanda moon
face dari akibat terjadinya edema.
2. Retardasi Pertumbuhan
Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu.
Selain

berat

badan,

tinggi

badan

juga

kurang

dibandingkan dengan anak sehat.


3. Perubahan Mental
Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan
rewel.

Pada

stadium

lanjut

bisa

menjadi

apatis.

Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi


pasif.
4. Edema
Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik
ringan maupun berat. Edemanya bersifat pitting. Edema

terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia, gangguan


dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan
eliminasi ADH.
5. Kelainan Rambut
Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai
bangunnya (texture), maupun warnanya. Sangat khas
untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang
mudah tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita
kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak kusam, halus,
kering, jarang dan berubah warna menjadi putih. Sering
bulu mata menjadi panjang.
6. Kelainan Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan
garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar. Sering
ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Pada
sebagian besar penderita dtemukan perubahan kulit
yang khas untuk penyakit kwashiorkor, yaitu crazy
pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak
putih atau merah muda dengan tepi hitam ditemukan
pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan.
Terutama bila tekanan itu terus-menerus dan disertai
kelembapan oleh keringat atau ekskreta, seperti pada
bokong, fosa politea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha,
dan sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai
dengan bercak- bercak kecil merah yang dalam waktu
singkat bertambah dan berpadu untuk menjadi hitam.
Pada

suatu saat mengelupas dan memperlihatkan

bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen, dibatasi


oleh tepi yang masih hitam oleh hiperpigmentasi.
7. Kelainan Gigi dan Tulang

Pada

tulang

penderita

kwashiorkor

didapatkan

dekalsifikasi, osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan.


Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.
8. Kelainan Hati
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga
ditemukan biopsi hati yang hampir semua sela hati
mengandung

vakuol

lemak

besar.

Sering

juga

ditemukan tanda fibrosis, nekrosis, da infiltrasi sel


mononukleus. Perlemakan hati terjadi akibat defisiensi
faktor lipotropik.
9. Kelainan Darah dan Sumsum Tulang
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita
kwashiorkor.

Bila

disertai

penyakit

lain,

terutama

infestasi parasit (ankilostomiasis, amoebiasis) maka


dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi
disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk
pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B kompleks
(B12, folat, B6). Kelainan dari pembentukan darah dari
hipoplasia atau aplasia sumsum tulang disebabkan
defisiensi

protein

dan

infeksi

menahun.

Defisiensi

protein juga menyebabkan gangguan pembentukan


sistem

kekebalan

tubuh.

Akibatnya

terjadi

defek

umunitas seluler, dan gangguan sistem komplimen.


10. Kelainan Pankreas dan Kelenjar Lain
Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti
parotis,

lakrimal,

saliva

dan

usus

halus

terjadi

perlemakan.
11. Kelainan Jantung
Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi
jantung disebabkan hipokalemi dan hipmagnesemia.
12. Kelainan Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting.
Anoreksia kadang-kadang demikian hebatnya, sehingga
segala pemberian makanan ditolak dan makanan hanya
dapat diberikan dengan sonde lambung. Diare terdapat

pada sebagian besar penderita. Hal ini terjadi karena 3


masalah utama yaitu berupa infeksi atau infestasi usus,
intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak. Intoleransi
laktosa
lemak

disebabkan
terjadi

defisiensi

akibat

laktase.

defisiensi

Malabsorbsi

garam

empedu,

konyugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi


mukosa usus halus.
Perbedaan antara marasmus dan kwashiorkor tidak
dapat didefinisikan secara jelas menurut perbedaan
kurangnya asupan makanan tertentu, namun dapat
teramati dari gejala yang ditunjukkan penderita.
Marasmus
1. Anak

tampak

sanagat

kurus,

hanya

tulang

terbungkus kulit
2. Wajah seperti orang
tua
3. Cengeng, rewel
4. Perut cekung
5. Sering disertai siare
kronik atau sembelit

1. Edema

diseluruh

tubuh,

terutama pada punggung kaki


2. Wajah membulat dan sembab
3. Pandangan mata sayu
4. Perubahan mental: cengeng,
rewel, kadang apatis
5. Rambut berwarna kepirangan,
kusam, dan mudah dicabut
6. Otot
mengecil,
terlihat
terutama

saat

berdiri

dan

duduk
7. Bercak merah kecoklatn pada
kulit,

yang

dapat

hitam dan mengelupas


8. Menolak
sengaja

berubah
jenis

makanan (anoreksia)
9. Sering disertai anemia, diare,
dan infeksi

2.6. Komplikasi
Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena
infeksi dikarenakan lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal

dan kempuan potensial untuk tumbuh tidak akan pernah


dapat dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti
secara statistik mengemukakan bahwa kwashiorkor yang
terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat
menurunkan IQ secara permanen. Komplikasi lain yang dapat
ditimbulkan dari kwashiorkor adalah:
a. Defisiensi zat besi
b. Hiperpigmentasi kulit
c. Edema anasarka
2.7. Pemeriksaan penunjang
a. Pada
pemeriksaan
laboratorium,
ditemukanterutama
karenaadanya

jenis

gangguan

anemia

normositik
sistem

selalu

normokrom

eritropoesis

akibat

hipoplasia kronis sumsum tulang di samping karena asupan


zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan
gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar
albumin serum yang menurun.
b. Pemeriksaan radiologis juga

perlu

menemukan adanya kelainan pada paru.

10

dilakukan

untuk

BAB III
PEMBAHASAN

A. Kasus II
Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dirawat di ruang
perawatan anak. Perut tampak buncit dan anak mengalami
kelemahan. Rambut tipis dan berwarna kemerahan. Kedua
punggung kaki edema dan terdapat lesi pada kedua kaki.
Dari pemeriksaan labih lanjut anak dinyatakan kwashiorkor.
B. Pembahasan
1. Pengkajian
a. Nama : Nn. V
b. Usia : 5 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Diagnosa medis : Kwashiorkor
e. Kepala : Rambut tipis dan berwarna kemerahan
f. Abdomen : Perut tampak buncit
g. Ekstremitas : Punggung kaki edema, terdapat lesi di
kedua kaki
h. Kebutuhan nutrisi : Anoreksia
i. Kebutuhan Aktivitas dan latihan : Lemah
2. Analisa Data
No. Data
1.

Masalah

Etiologi

Diagnosa

Asupan

Kep
Perubahan

yang

nutrisi

tidak

kurang

kebutuhan

adekuat,

kebutuhan

tubuh

anoreksia

tubuh

Ds: Perubahan
Do:
nutrisi
Anoreksia
Perut tampak kurang dari
buncit
Diagnosa

dari

medis;

berhubunga

Kwashiorkor

dengan

asupan
yang

tidak

adekuat,
anoreksia

11

2.

Ds: Do:
Rambut

tipis

dan berwarna
kemerahan
Perut buncit

Ganggua

Asupan

Ganguan

pertumbuh

protein

pertumbuha

an dan

yang

perkemang

tidak

perkembang

an

adekuat

an

dan

berhubunga
n

dengan

asupan
protein yang
tidak
3.

Ds: Do:
Punggung
kaki edema
Terdapat lesi
pada

Gangguan

adekuat
Ganggua Gangguan

integritas

n nutrisi,

integritas

kulit

edema

kulit
berhubung
an dengan

kedua

gangguan

kaki

nutrisi,
edema
3. Intervensi
Diagnosa
1. Perubahan

nutrisi

kurang

berhubungan

dengan

anoreksia.
a. Tujuan
Setelah

dilakukan

dari

asupan

kebutuhan

yang

tidak

tubuh
adekuat,

tindakan keperawatan

selama

3x24 jam, pasien akan menunjukkan peningkatan


status gizi

b. Kriteria Hasil
Keluarga
klien

dapat

menjelaskan

penyebab

gangguan nutrisi yang dialami klien, kebutuhan


12

nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan


makanan sehat seimbang.
c. Intervensi
1) Jelaskan kepada keluarga

tentang

penyebab

malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan


menu dan pengolahan makanan sehat seimbang,
Tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis
sesuai status sosial ekonomi pasien
Rasional : Meningkatkan pemahaman keluarga
tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk
pemulihan

klien

sehingga

dapat

meneruskan

upaya terapi dietetik yang telah diberikan selama


hospitalisasi.
2) Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde,
beri kesempatan keluarga untuk melakukannya
sendiri.
Rasional : Meningkatkan partisipasi keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas
peran keluarga dalam upaya pemulihan status
nutrisi klien.
3) Laksanakan pemberian roborans sesuai program
terapi.
Rasional : Roborans meningkatkan nafsu makan,
proses

absorbsi

dan

memenuhi

defisit

yang

menyertai keadaan malnutrisi,


4) Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan
tebal lipatan kulit setiap pagi.
Rasional : Menilai perkembangan masalah klien.
2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan asupan protein yang tidak adekuat.
a. Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x
seminggu, pasien akan mencapai pertumbuhan dan
perkembangan sesuai standar usia.
b. Kriteria hasil:

13

1) Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai


standar usia.
2) Perkembangan

motorik,

bahasa/

personal/sosial sesuai standar


c. Intervensi
1) Ajarkan kepada orang tua

kognitif

tentang

dan

standar

pertumbuhan fisik dan tugas perkembangan sesuai


usia anak.
Rasional :
tentang

Meningkatkan

pengetahuan

keterlambatan

perkembangan anak.
2) Lakukan
pemberian

keluarga

pertumbuhan

makanan/minuman

dan
sesuai

program terapi diet pemulihan.


Rasional : Diet khusus untuk pemulihan malnutrisi
diprogramkan

secara

bertahap

sesuai

dengan

kebutuhan anak dan kemampuan toleransi system


pencernaan.
3) Lakukan pengukuran antropo- metrik secara berkala.
Rasional : Menilai perkembangan masalah klien.
4) Lakukan
stimulasi
tingkat
stimulasi
tingkst
perkembangan sesuai dengan usia klien.
Rasional : stimulasi diperlukan untuk

mengejar

keterlambatan perkembangan anak dalam aspek


motorik, bahasa dan personal atau sosial.
5) Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi
pertumbuhan

dan

perkembangan

(puskesmas/posyandu)
Rasional : mempertahankan kesinambungan program
stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak
dengan memberdayakan sistem pendukung yang
ada.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
nutrisi, edema.
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam integritas kulit kembali normal.
b. Kriteria hasil

14

Kulit kembali halus, kenyal dan utuh.


c. Intervensi
1) Anjurkan pada keluarga tentang pentingnya merubah
posisi sesering mungkin.
Rasional : mencegah ulcus decubitus.
2) Anjurkan keluarga lebih sering mengganti pakaian
anak bila basah atau kotor dan kulit anak tetap
kering.
3) Mencegah iritasi kulit dan mengurangi gatal.
4) Kolaborasi
dengan
dokter
kulit
pengpengobatan

lebih

lanjut.

untuk
Tindakan

interdependent bidan atau perawat dengan dokter.

15

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Behrman, et all. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 1. E/15.
Alih bahasa oleh Wahab. Jakarta: EGC.
Brashers,

Valentina

L.

2007. Aplikasi

Klinis

Patofisiologi:

Pemeriksaan dan Manajemen. Jakarta: EGC.


Carpenito,

Lynda

Juall.

2007. Buku

Saku

Diagnosa

Keperawatan, Jakarta : EGC.


Dongoes, M.E., Mary F.M., dan Alice C. G. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Gupte, Suraj. 2004. Panduan Perawatan Anak. Pustaka Populer
Obor: Jakarta.
Kee, Joyce LeFever. 1997. Buku saku pemeriksaan laboratorium
dan diagnostik dengan implikasi keperawatan. Alih bahasa Easter
Nurses. Editor Monica Ester. Jakarta: EGC.
Mitchell, Richard N, dkk. 2009. Buku Saku Dasar Patologis
Penyakit Robbins & Cotran. EGC: Jakarta.
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-1014. Jakarta: EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.
Potter & Perry.
2005. Buku Ajar
Keperawatan,Edisi Empat. Vol.1. Jakarta:EGC.

Fundamental

Schwartz, M. William. 2005. Pedoman Klinis Pediatri.EGC: Jakarta.


Wong, Donna, L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi
Enam. Vol.1. Jakarta: EGC

16

Das könnte Ihnen auch gefallen