Sie sind auf Seite 1von 13

JENIS-JENIS OBAT PELUMPUH OTOT / PARALITIK

PELUMPUH OTOT DEPOLARISASI


Succinil Cholin menempatkan reseptor kolinergik nikotinik sub unit alfa dan bekerja
seperti asetikolin (mendepolarisasi membran post jungtion). Hambatan neuromuskuler terjadi
karena membran post sinaps tidak dapat memberikan respons pada pelepasan asetilkolin
berikutnya yang disebut juga hambatan fase I. Succinil Cholin menyebabkan keluarnya kalium
dari sel yang akan meningkatkan K plasma 0,5 meq/L
Succinil Cholin dosis tunggal besar(>2mg/kgBB), dosis ulangan atau infus kontinyu lama
akan menyebabkan membran post sinap kehilangan respon normal pada asetilkolin menyebabkan
blok fase II
KARAKTERISTIK BLOK FASE I
1. Penurunan respon kontraksi pd stimulus twitch tunggal
2. Penurunan amplitudo tapi responnya lama pada rangsang kontinyu
3. Rasio TOF > 0,7
4. Tidak ada post tetanik fasilitasi
5. Hambatan bertambah dengan antikolinesterase
Blok fase I disertai fasikulasi karena depolarisasi membran post sinaps
KARAKTERISTIK BLOK FASE II
Respon mekanik blok fase II sama dengan yg ditimbulkan pelumpuh otot non
depolarisasi. blok fase II dapat direverse dengan antikolisterase bila blokade bukan karena
Succinil Cholin. Dapat dicoba dengan Endrofonium (antikolinesterase) 0,1-0,2mg/kgBB iv, bila
terdapat perbaikan transmisi blokade bukan karena Succinil Cholin.

Suksametonium (succynil choline)


Kemasan : flakon berisi bubuk putih 100mg atau 500 mg. Pengenceran dapat
memakai garam fisiologik atau akuades steril 5ml atau 25ml sehingga membentuk larutan
2%. 2

Indikasi : pelumpuh otot jangka pendek.2


Kegunaan : untuk mempermudah / fasilitas intubasi trakea, karena mula
kerja cepat dan lama kerja yang singkat. Juga dipakai untuk memelihara
relaksasi otot dengan cara pemberian kontinyu per infuse atau suntikan

intermitten.2
Dosis
: 1-2 mg / kg BB / IV
Mula kerja : 1-2 menit dengan lama 3-5 menit.
Cara pemberian : IV / IM / Intra lingual / Intra bukal
Efek samping : 1
Nyeri otot pasca pemberian :
Dapat dikurangi dengan pemberian pelumpuh otot non depolarisasi dosis
kecil sebelumnya. Mialgia terjadi sampai 90%, selain itu dapat terjadi

mioglobunnuira.
o Peningkatan tekanan intra ocular :
Meningkatkan TIO maksimum 2 4 menit setelah pemberian dan akan
berlangsung selama 5 10 menit mekanismenya blm jelas tetapi
diperkirakan karena kontraksi tonik miofibril atau dilatasi transien pemda
koroid
o Peningkatan tekanan intracranial.
o Peningkatan intragastrik.
o Peningkatan kadar kalium plasma. Hati-hati pada luka bakar atau gagal
ginjal.
o Aritmia jantung
Berupa bradikardia atau ventricular premature beat terutama pada
pemberian berulang atau terlalu cepat pada anak.
2

o Lama kerja yang memanjang.


Terutama pada penyakit hati parenkimal, kakheksia dan anemia

1.
2.
3.
4.
5.
6.

1.
2.

(hipoproteinemia).
Kontra indikasi absolut :
Hiperkalemia, > 5.5 meq/L, misal pada gagal ginjal.
Kelainan otot: malignant hyperthermia, myastenia gravis, muscular distrophy
Trauma otot masive
Luka bakar, 7-60 hari
Luka tusuk orbita, karena meningkatkan tekanan intraokuler
Gangguan neurology : paraplegia, neurodegenerative disease.5
Kontraindikasi relatif :
Disfungsi hepar.
Cholinester rendah (n: 80-120 u), akan terjadi prolonged: liver disease,
anemia gravis malnutrisi dan insektisida organofosfat.5

Untuk mengurangi fasikulasi dan nyeri otot sering diberi dulu dengan obat
pelumpuh otot non depolarisasi dosis relaksasi otot, misalnya pankuronium 1mg.
Untuk pemakaian kontinyu per infuse, buat larutan dengan konsentrasi 1mg/ml (250mg
dalam 250ml larutan). Dosis pemeliharaan relaksasi otot adalah 1-2ml / menit. Botol
infuse harus diberi label yang jelas dan sisa larutan sesudah dipakai harus segera
dibuang.2
Di dalam vena, suksinilkolin dimetabolisir oleh kolinesterase plasma, pseudo
kolin esterase menjadi suksinil-monokolin. Succinylcholine mengalami hidrolisis secara
cepat oleh plasma cholinesterase menjadi succinylmonocholine, yang mempunyai efek
blok sangat lemah ( + 1/20 efek succicylcholine ) dan selanjutnya dalam waktu yang
lebih lama menjadi asam suksinil dan kolin, waktu paruhnya sekitar 2-4 menit. Obat anti
kolinesterase dikontraindikasikan, karena menghambat kerja pseudokolinesterase.4.
Yang perlu dicatat adalah peningkatan ataupun penurunan aktifitas dari plasma
cholinesterase tidak mempengaruhi mula kerja dan lama kerja dari obat ini secara
bermakna. Sering kali timbul anggapan bahwa metabolisme dari obat inilah yang
mengakhiri efek blok otot skeletal, pada kenyataannya tidaklah demikian. Metabolisme
yang terjadi di plasma hanya menentukan jumlah obat yang dapat mencapai tempat kerja,
dan di tempat kerjanya obat ini akan menimbulkan blok yang akan terus berlangsung
sampai obat tersebut kembali keluar dari tempat kerjanya.5.
3

PELUMPUH OTOT NON DEPOLARISASI


Manfaat obat ini di bidang anestesiologi antara lain untuk : 2.
1.
2.
3.
4.
5.

Memudahkan dan mengurangi cidera tindakan laringoskopi dan intubasi trakea.


Membuat relaksasi tindakan selama pembedahan.
Menghilangkan spasme laring dan reflex jalan napas atas selama anesthesia.
Memudahkan pernapasan kendali selama anesthesia.
Mencegah terjadinya fasikulasi otot karena obat pelumpuh otot depolarisasi.

Bekerja berikatan dengan reseptor kolinergik nikotinik tanpa menyebabkan depolarisasi,


hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja. 1.
Berdasarkan susunan molekul, maka pelumpuh otot non depolarisasi digolongkan
menjadi : 1.
1. Bensiliso-kuinolinum

d-tubokurarin,

metokurium,

atrakurium,

doksakurium,

mivakurium.
2. Steroid : pankuronium, vekuronium, pipekuronium, ropakuronium, rokuronium.
3. Eter-fenolik : gallamin.
4. Nortoksiferin : alkuronium.
Karakteristik pada rangsang listrik nerve stimulator perifer :
1. Penurunan respon twitch pd rangsang tunggal
2. Respon singkat (fade) selama rangsang kontinyu
3. Rasio TOF <7
Berdasarkan lama kerja, maka pelumpuh otot non depolarisasi dibagi menjadi kerja
panjang, sedang, dan pendek : 1.
Dosis Awal

Dosis Rumatan

Durasi

EFEK SAMPING

(mg/kg)

(mg/kg)

(menit)

0,40-0,60

0,10

30-60

Histamin +, hipotensi

0,08-0,12

0,15-0,20

30-60

Vagolitik,takikardi

0,20-0,40

0,05

40-60

Histamin -, hipotensi

0,05-0,12

0,01-0,015

40-60

Kardiovaskuler stabil

0,02-0,08

0,005-0,010

45-60

Kardiovaskuler stabil

Non Depol Long Acting


1.
2.
3.
4.
5.
6.

D-tubokurarin
Pankuronium
Metakurin.
Pipekuronium
Doksakurium
Alkurium

0,15-0,30

0,05

40-60

Vagolitik, takikardia

4-6

0,5

30-60

Histamin +, hipotensi

0,5-0,6

0,1

20-45

Aman untuk hepar

0,1-0,2

0,015-0,02

25-45

0,6-0,1

0,10-0,15

30-60

0,02

30-45

Isomer Atrakuronium

0,20-0,25

0,05

10-15

Histamin +, hipotensi

1,5-2,0

0,3-0,5

15-30

Nondepol Intermediate
1.
2.
3.
4.
5.

Gallamin
Atrakurium
Vekuronium
Rokuronium
Cistacuronium

0,15-0,20
Nondepol Short Acting
1. Mivakurium
2. Ropacuronium
Depol Short Acting
1. Suksinilkolin

3-10

Lihat teks

Tubokurarin Klorida (Kurarin)


Merupakan alkaloid kuartener, suatu derivat isoquinolin yang berasal dari tanaman tropis
Chondronderon tomentosum.2.
Pada dosis terapeutik menyebabkan kelumpuhan otot mulai dengan ptosis, diplopia, otot
muka, rahang, leher, dan ekstremitas. Paralisis otot dinding abdomen dan diafragma terjadi
paling akhir. Lama paralisis bervariasi antara 15-50 menit 2.

Sifat :
- Blokade ganglion simpatis, dilatasi kapiler, inotropik negatif.
-

Terjadi kumulatif. 6.

Kontra indikasi :

Asma bronchial

Renal disfungsi

Myastenia gravis

Diabetes melitus
5

Hipotensi

Dosis : paralisis otot intraaabdominal : 10-15mg


intubasi trakea : 10-20mg.
Cara pemberian : IV / IM
Efek samping : hipotensi dan bradikardia
Pada dosis yang sangat besar bersifat inotropik negative.
Reaksi samping utama:
Kardiovaskuler : Hipotensi, vasodilatasi, takikardi sinus, bradikardi sinus.
Pulmoner : Hipoventilasi, apneu, bronkospasme, laringospasme, dispneu.
Muskuloskelet : apabila tidak adekuat, akan menyebabkan blok lama.
Dermatologik : Ruam, urtikaria. 7.
Ekskresi : ginjal, kadang-kadang hepar.

1.
2.
3.
4.

Doksakurium
Obat penyekat neuromuskuler nondepolarisasi aksi lama. Bersifat mengantagonis
aksi asetilkolin, sehingga menimbulkan blok dari transmisi neuromuskuler. Doksakurium
2,5 hingga 3 kali lebih poten daripada pankuronium. Obat ini tidak mempunyai efek
hemodinamik yang secara klinis bermakna.7
Oleh anestetik volatil kebutuhan dosis berkurang (sekitar 30%-40%) dan lamanya
blokade neuromuskular diperpanjang (hingga 25%). Paralisis rekurens dengan kuinidin.
Diantagonis oleh inhibitor antikolinesterase (neostigmin, edrofonium, dan piridostigmin).
Peningkatan tahanan atau reverse dari efek dengan penggunaan karbamazepin dan
fenitoin dan pada pasien dengan cedera bakar dan paresis, tidak kompatibel dengan
larutan basa dengan PH>8,5, seperti larutan barbiturat.7.
Dosis intubasi : 0,05-0,08 mg/kg/I.V
Reaksi samping utama :
- Kardiovaskuler : Hipotensi, kemerah-merahan, fibrilasi ventrikel, infark miokard.
-

Pulmoner : Hipoventilasi, apneu, bronkospasme.

SSP : Depresi.

Anuria
6

Dermatologik : Ruam, Urtiakaria.

Muskuluskelet : Blok yang tidak adekuat menyebabkan blok yang diperpanjang.7.

Pipekuronium
Obat penyekat neuromuskular nondepolarisasi beraksi panjang ini merupakan turunan
piperzinum. Waktu mula kerja dan lamanya serupa dengan pankuronium bromida dengan dosis
yang sebanding. Secara klinis tidak mempunyai efek hemodinamik yang bermakna. Jarang
terjadi pelepasan histamin.

Dosis intubasi : 0,07-0,085 mg/kg/I.V


Reaksi samping utama :
Kardiovaskuler : Hipotensi, hipertensi, bradikardi, infark miokard.

Pulmoner : Hipoventilasi, apneu.

SSP : Depresi.

Anuria

Dermatologik : Ruam, Urtiakaria.

Muskuluskelet : Blok yang tidak adekuat menyebabkan blok yang diperpanjang.

Metabolik : Hipoglikemia, Hiperkalemia, Peningkatan kreatinin. 1.


Potensinya meningkat dan durasi memendek pada bayi dibanding pada anak dan dewasa.
Pankuronium Bromida (Pavulon)
Merupakan steroid sintesis adalah obat pelumpuh otot non depolarisasi yang paling
banyak dipakai di Indonesia.
Kemasan : ampul 2ml larutan yang mengandung pankuronium bromide 4mg.
Mula kerja terjadi pada menit 2-3 untuk selama 30-40menit. Berikatan kuat dengan
globulin plasma dan berikatan sedang dengan albumin. Mempunyai efek kumulasi pada

pemberian berulang, karena itu dosis pemeliharaan/rumatan harus dikurangi dan waktu
pemberian harus diperpanjang. 2.
Pankuronium menyebabkan sedikit pelepasan histamine dan hipertensi karena memiliki
efek inotropik positif serta takikardia karena efek vagolitik. Sebanyak 15-40% pankuronium
dalam tubuh mengalami metabolisme deasetilasi. 2.
Ekskresi : ginjal (60-80%) dan sebagian lagi empedu (20-40%)
Dosis : relaksasi otot : 0,08mg / kg BB/ IV (dewasa)
rumatan : dosis awal.
intubasi trakea : 0,15mg /kg BB/ IV
Kontra indikasi :
- Hipertensi
- Kelainan otot : malignant hyperthermia
- Miastenia gravis
- Muscular distrophy.6.
Reaksi samping utama :
- Kardiovaskular : Takikardia, hipertensi
- Pulmoner : Hipoventilasi, apneu, bronkospasme.
- Alergik : kemerahan, syok anafilaktik 7
Galamin (flaxedil)
Obat pelumpuh otot non depolarisasi sintetik.
Kemasan : ampul 2ml atau 3ml larutan 4%. Larutan dapat dicampur dengan

thiopental.
Lama kerja obat Berkisar 15-20 menit. Mula kerja sangat berhubungan dengan
aliran darah otot. Mempunyai efek yang lemah pada ganglion saraf dan tidak
menyebabkan pelepasan histamine. Memiliki sifat seperti atropine yaitu
menyebabkan takikardia walaupun pada dosis kecil (20mg). Karena itu galamin
cukup baik dipakai bersama anestetik halotan. Kenaikan tekanan darah dapat
terjadi, tetapi ringan. Galamin dapat menembus sawar darah plasenta, tetapi tidak

sampai mempengaruhi kontraksi uterus. 2.


Ekskresi : ginjal dan sebagian kecil empedu.
Penggunaan klinik :
a. Memudahkan intubasi trakea. Dosis : 80-100mg IV ditunggu selama 2-3menit.
b. Relaksasi pembedahan. Dosis : 2mg / kg BB / IV. Pada dosis sebesar 40mg jarang
sampai menimbulkan paralisis diafragma dan pasien dapat tetap bernapas spontan
walaupun sebagian otot rangka mengalami kelumpuhan. Teknik seperti ini sering
dipakai untuk prosedur ginekologik.
8

c. Sebagai profilaksis bradikardia selama anesthesia umum, misalnya pada pembedahan


bola mata. 2.
Kontra indikasi :
a. Pasien dengan takikardia
b. Fungsi ginjal yang buruk atau ancaman gagal ginjal. 2.
Reaksi samping utama :
a. Kardiovaskuler : Takikardi, Aritmia, Hipotensi
b. Pulmoner : Hipoventilasi, Apneu
c. Muskuloskelet : Blok tidak adekuat, blok yang diperpanjang.7
Alkuronium Klorida (alloferine)
Merupakan sintetik toksiferin, suatu alkaloid dari tanaman Strychnos toksifera.

Kemasan : ampul 2ml yang mengandung 10mg Alkuronium klorida. Larutan tidak
dapat dicampur thiopental.

Mula kerja terjadi pada menit ke 3 untuk selama 15-20menit. Tidak bersifat pelepas
histamine jaringan, tetapi dapat menghambat ganglion simpatik sehingga dapat menyebabkan
hipotensi terutama pada pasien dengan penyakit jantung. Dapat berpotesiensi ringan dengan
N2O-tiopental-narkotik. 2.

Dosis relaksasi pembedahan : 0,15mg / kg BB / IV dewasa


0,125-0,2 mg / kg BB / IV anak-anak.

Dosis intubasi trakea : 0,3 mg/ kg BB / IV


Ekskresi : ginjal (70%) dalam bentuk utuh dan sebagian kecil melalui empedu.

Atrakurium Besilat (tracrium)


Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru yang mempunyai
struktur bensilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice leontopeltalum
Keunggulan atrakurium dibanding obat terdahulu :
a. Metabolisme terjadi di dalam darah (plasma) terutama melalui suatu reaksi kimia
unik yang disebut eliminasi Hoffman. Reaksi ini tidak tergantung dari fungsi hati
dan ginjal.
b. Tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang.
c. Tidak menyebabkan perubahan kardiovaskuler yang bermakna. 2.
9

Kemasan : ampul 5ml mengandung 50mg atrakurium besilat.

Stabilitas larutan sangat bergantung penyimpanan pada suhu dingin dan perlindungan
terhadap penyinaran.
Mula dan lama kerja atrakurium bergantung pada dosis yang dipakai. Pada umumnya
mula kerja atrakurium pada dosis intubasi adalah 2-3menit. Sedangkan lama kerja dengan dosis
relaksasi adalah 15-35menit. 2.

Dosis : intubasi : 0,5-0,6mg / kg BB/ IV


relaksasi otot : 0,5-0,6 mg / kg BB / IV
pemeliharaan : 0,1-0,2 mg / kg BB / IV

Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama kerja obat
berakhir) atau dibantu dengan pemberian anti kolinesterase. Atrakurium merupakan obat
pelumpuh otot non depolarisasi terpilih untuk pasien geriatric atau dengan kelainan jantung, hati,
dan ginjal yang berat. 2.

1.
2.
3.
4.

Reaksi samping utama:


Kardiovaskuler : Hipotensi, vasodilatasi, takikardi sinus, bradikardi sinus.
Pulmoner : Hipoventilasi, apneu, bronkospasme, laringospasme, dispneu.
Muskuloskelet : apabila tidak adekuat, akan menyebabkan blok lama.
Dermatologik : Ruam, urtikaria. 7.

Vekuronium (nocuron)
Obat pelumpuh otot non depolarisasi yang baru dan homolog pankuronium bromide yang
berkekuatan lebih besar dengan lama kerja yang singkat. Tidak memiliki efek kumulasi pada
pemberian berulang atau kontinyu per infuse. Tidak menyebabkan perubahan fungsi
kardiovaskuler yang bermakna. 2.
Kemasan : ampul berisi bubuk vekuronium 4mg. Pelarut yang dipakai antara lain

akuades, garam fisiologis, RL, atau D5% sebanyak 2ml.


Dosis : 0,1mg / kg BB / IV
Mula kerja terjadi pada menit 2-3 dengan lama kira-kira 30menit.
Reaksi samping utama :
10

1. Kardiovaskular : bradikardia.
2. Pulmoner : Hipoventilasi, apneu. 7.
Mivacurium
Merupakan pelumpuh otot kerja pendek/singkat yang dihidrolisa oleh kolin esterase
plasma dengan kecepatan yang ekuivalen pada 88% dari Succinil Cholin.

Dosis : 80 ug/kgBB onset 2-3 menit durasi 12-20 menit

Durasi dari mivakurium 2 x Succinil Cholin atau 30-40% dari non depol intermediate.
Blokade pada penderita chirosis hepatis mempunyai onset yang sama tetapi mengalami
pemanjangan pada durasi.
PENGGUNAAN KLINIS PELUMPUH OTOT
Pilihan Pelumpuh Otot 1.
1.
2.
3.
4.
5.

Gangguan faal ginjal : atrakurium, vekuronium


Gangguan faal hati : atrakurium
Miastenia gravis
: dosis 1/10 atrakurium
Bedah singkat
: atrakurium, rokuronium, mivakuronium
Kasus obstetric
: semua dapat digunakan kecuali galamin.

Tanda-Tanda Kekurangan Pelumpuh Otot 1


1. Cegukan (hiccup)
2. Dinding perut kaku.
3. Ada tahanan pada inflasi paru.
Penawar Pelumpuh Otot

Contoh : Prostigmin, Piridostigmin, dan Edrophonium.

Anti kolinesterase yang dapat mencegah hidrolisis dan menimbulkan akumulasi


asetilkolin. Obat ini mengalami metabolisme terutama oleh kolinesterase serum. 2

Dosis : 0,5mg bertahap sampai 5mg.


11

Bersifat muskarinik menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardia, kejang bronkus,


hipermotilitas usus dan pandangan kabur. Sehingga pemberiannya harus disertai dengan obat
vagolitik seperti atropine dosis 1-1,5mg. 1. Ekskresi terutama di ginjal.

KESIMPULAN
Walaupun obat-obat pelumpuh otot bukan merupakan obat anestetik, tetapi penggunaannya dalam klinik sangat membantu pelaksanaan tindakan anestesia dan pembedahan. Karena
masing-masing obat mempunyai efek farmakologik yang tidak sama maka setiap penggunaan
obat pelumpuh otot harus dibekali pengetahuan yang memadai terutama keterampilan menilai
cara kerja pelumpuh otot.
Obat pelumpuh otot sendiri secara garis besar dibagi menjadi dua golongan besar
berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu golongan depolarisasi dan non-depolarisasi. Masingmasing golongan mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing karena berbedanya cara
kerja dan juga cara perlakuannya oleh tubuh.
Dapat juga ditambahkan disini bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi
farmakokinetik obat, khususnya obat pelumpuh otot yang umumnya diberikan secara intravena,
antara lain adalah fungsi ginjal, fungsi hati dan sistem bilier, umur, hipotermia, pemakaian obat
anestesi umum dan besarnya dosis awal yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Pelumpuh Otot. Petunjuk Praktis Anestesiologi
Edisi 2. Jakarta; Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007; 3: 66-70
2. Rachmat L, Sunatrio S. Obat pelumpuh otot. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta ; 2004; 15: 81-86
3. Harsono, Wibowo A, Santy A, Caesar GE, Kurnia R, Udayaningtyas U. Obat pelumpuh
neuromuskular. Jakarta; 2007

12

4. Bevan DR, Donati F. Muscle relaxants and clinical monitoring. A Practice of Anaeshtesia.
London; 1994; 147-71
5. Calvey TN, Williams NE. Principles and practice of pharmacology for anaesthetists.
London; Blackwell Scientific Publications; 1982; 159-84
6. Lunn JN. Farmakologi Terapan Anestesi Umum. Catatan Kuliah Anestesi Edisi 4.
Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004; 4: 86-93
7. Setio M. Buku Saku Obat-obatan Anestesia. Edisi 2 Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2004
8. Bowman, W.C. Neuromuscular block. Br. J. Pharmacol. January 2006. Vol. 147, Suppl.
S277-86. PMID: 16402115

13

Das könnte Ihnen auch gefallen