Sie sind auf Seite 1von 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat yang
sulit untuk ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu
penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak. Menurut data
World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab
kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Bahkan WHO memperkirakan
sekitar 2,5 juta jiwa di dunia menjadi korban dari penyakit diare pada tahun
2012.
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Negara berkembang seperti di Indonesia. Karena morbiditas dan mortalitasnya
yang masih tinggi. Survey morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare
Departemen Kesehatan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010terlihat
kecenderungan insiden naik. Pada tahun 2000 Insiden Rate (IR) penyakit diare
301/1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006
naik menjadi 423/ 1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000
penduduk. Kejadiaan Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan
Case Fatality Rate (CFR)) yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di

69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8.133 orang, kematian 239 orang (CFR
2,94 %). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756
orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74 %), sedangkan tahun 2010
terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4.204 dengan
kematian 73 oang (CFR 1,74 %).
Sementara itu untuk provinsi Sulawesi Selatan, kabupaten kota dengan
angka kesakitan diare tertinggi

(36,87- 55,13

per 1000 penduduk) yaitu

kabupaten Takalar, Enrekang, Tanatoraja, Palopo, Luwu utara dan Luwu timur.
Sedangkan terendah (1,16-19,40 per 1000 penduduk) yaitu kabupaten Selayar,
Bulukumba, Jeneponto, Sinjai, Maros, Bone, Sidrap dan Pare-Pare.
Untuk kecamatan towuti khususnya pada wilayah kerja puskesmas
Wawondua penyakit diare masih menjadi 5 besar penyakit terbanyak untuk
kunjungan ke Puskesmas dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013.
penderita diare tercatat pada tahun 2011 sebanyak 1.321 kasus, tahun 2012
sebanyak 1.159 kasusu dan tahu 2013 sebanyak 1.059 kasus.
Kelompok umur yang paling rawan terkena diare adalah 2-3 tahun,
walaupun banyak juga ditemukan penderita yang usianya relatif muda yaitu
antara 6 bulan 12 bulan. Pada usia ini anak mulai mendapatkan makanan
tambahan seperti makanan pendamping air susu ibu, sehingga kemungkinan
termakan makanan yang sudah terkontaminasi dengan agen penyebab peyakit
diare menjadi lebih besar. Selain itu anak juga sudah mampu bergerak kesana

kemari sehingga pada usia ini anak senang sekali memasukkan sesuatu
kedalam mulutnya. (Hiswani 2003).
Peran ibu dalam melakukan penatalaksanaan terhadap diare diperlukan
suatu pengetahuan, karena pengetahuan merupakan salah satu komponen
faktor predisposisi yang penting. Peningkatan pengetahuan tidak selalu
menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku tetapi mempunyai
hubungan yang positif , yakni dengan peningkatan pengetahuan maka
terjadinya perubahan perilaku yang cepat. (Notoatmodjo S, 2007). Salah satu
pengetahuan ibu yang sangat penting adalah bagaimana penanganan awal
diare pada anak yaitu dengan mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi.
(IDAI 2008).
Berdasarkan fakta fakta di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap ibu terhadap
perilaku penanganan

awal diare pada balita di Puskesmas Wawondula

Kecamatan Towuti Kabupaten Luwu Timur.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah tingkat pendidikan, pengetahuan, dan sikap ibu dengan
perilaku penanganan awal diare pada balita di Puskesmas Wawondula
kecamatan Towuti pada bulan Maret 2014 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap ibu


dengan perilaku penanganan awal diare pada balita di Puskesmas
Wawondula Kecamatan Towuti pada bulan maret 2014.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat pendidikan ibu dengan perilaku penanganan awal
diare pada balita di Puskesmas Wawondula.
b. Mengetahui pengetahuan ibu dengan perilaku penangnan awal diare
pada balita di Puskesmas Wawondula.
c. Mengetahui sikap ibu dengan penanganan awal diare pada balita di
Puskesmas Wawondula.

D. Manfaat Penelitian
1. Institusi
a. Sebagai salah satu syarat bagi mahasiswa dalam menyelesaikan
program studi sarjana (S1) Keperawatan di Stikes Bhakti Pertiwi Luwu
Raya Palopo.
b. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi jurusan Keperawatan
Stikes Bhakti Pertiwi Luwu Raya Palopo selaku tempat kami mencari
ilmu.
2. Tempat penelitian
Sebagai salah satu masukan bagi Puskesmas Wawondula dalam
merancang program penyuluhan serta menyusun strategi pelayanan
kesehatan berikutnya.
3. Ibu balita
Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu mengenai penanganan
awal diare pada balita.

4. peneliti
Peneliti dapat mengembangkan ilmunya mengenai bagaimana cara
penanganan awal diare yang baik dan benar kepada responden.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Diare
1. Pengertian Diare
Diare adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
termasuk bakteri, virus dan parasit lainnya seperti jamur, cacing, dan
protozoa. (Amiruddin 2008). Diare ditandai dengan buang air besar dalam
bentuk cair lebih dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung
dua hari atau lebih. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 gr/kg/24 jam
disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya sudah sama
dengan volume tinja orang dewasa, volume lebih dari 200g/24 jam disebut
diare (Behrman, kliegman, dan jenson, 2003 ). Sedangkan American
Academy of pediatrics (AAP) mendefenisikan diare dengan karakteristik
peningkatan frekuensi dan atau perubahan konsistensi, dapat disertai atau
tanpa gejala dan tanda seperti mual, muntah, demam atau sakit perut yang
berlangsung selama 3-7 hari. (Subjanto, dkk 2005).
2. Etiologi

Penyebab diare akut pada anak secara garis besar dapat disebabkan
oleh gastroenteritis, keracucncn makanan karena antibiotika dan infeksi
sistemik. Penyebab utama oleh virus, yang paling sering adalah rotavirus
(40%-60%) sedangkan virus lainnya adalah virus Norwalk, Astrovirus,
Cacivirus, Coronavirus, dan Minirotavirus. (Satriya 2008).
Bakteri yang dapat menyebabkan diare adalah Aeromonas hydrophilia,
Bacillus cereus, Compylobacter jejuni, Clostridium defficile, Clostridium
perfringens, Eschericia coli, Pleisiomonas, shigelloides, Salmonella spp,
Staphylococus

aureus,

Vibrio

cholera

dan

Yersinia

enterocolitica,

sedangkan penyebab diare oleh parasit adalah Balantidium coli, Capillaria


phiplippinensis, Cryptosporadium, entamoba hystolicia, Giardia lambdia,
Isospora billi, Fasiolopsis buski, Sarcocystis suihomins, Strongiloides
stercordis, dan Trichuris trichiura. (Satriya 2008).
3. Patofisiologi
Pathogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang
masuk melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan
menyebabkan infeksi dan kerusakan villi usus halus. Enterosit yang rusak
diganti dengan yang baru yang fungsinya belum matang. Villi mengalami
atrofi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan dengan baik, akan
meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan meningkatkan motilitasnya
sehingga timbul diare. (Satriya 2008).

Diare karna bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang


berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,
cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh Salmonell,
Shigella, Eschericia coli agak berbeda dengan patogenesis diare olen virus,
tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus
(invasi) sel mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi
sistemik. Toksin Sigella juga dapat masuk kedalam serabut saraf otak
sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat
menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri. (Satriya
2008).
Dua tipe dasar diare infeksi akut adalah inflamasi dan non inflamasi.
Enteropatogen

menimbulkan

diare

non

inflamasi

melalui

produksi

enterotoksin dengan beberapa bakteri, penghancuran sel (permukaan ) vili


oleh virus, perlekatan dan atau translokasi oleh bakteri.
Diare inflamasi biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi
usus

secara

lagsung

atau

menghasilkan

sitotoksin.

Beberapa

enteropatogen memiliki lebih dari salah satu sifat virulen ini. (Subijanto, dkk
2005).
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit. Diare
sering disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa.
Dehidrasi

dapat

diklasifikasikan

berdasarkan

deficit

air

dan

atau

keseimbangan elektrolit. (Satriya 2008) karena itu, pengamatan klinis

merupakan langkah awal yang penting dalam serangkaian penanganan


diare pada anak, penanganan awal yang sangat penting adalah mencegah
dan mengatasi keadaan dehidrasi. Pemberian cairan pengganti (cairan
rehidrasi) baik yang diberikan secara oral (diminumkan) maupun parenteral
(melalui infus) telah berhasil menurunkan angka kematian akibat dehidrasi
pada ribuan anak yang menderita diare.(IDAI 2008).

4. Tanda dan Gejala diare pada balita.


Table 1.1 Tanda dan gejala derajat dehidrasi diare
Gejala
& Tanda

Keadaa
n
Umum

Mata

Mulut/
Lidah

Rasa
Haus

Kulit

%
Turun
BB

Estimas
i def.
Cairan

Tanpa
Dehidrasi

Baik,
sadar

Normal

Basah

Dicubit
kembali
cepat

<5

50%

Dehidrasi

Gelisah,

Cekung

Kering

Minum
normal,
Tidak
haus
Tampak

Kembali

5-10

50-100%

RinganSedang
Dehidrasi
Berat

Rewel
Letargi,
Kesadara
n
menurun

Sangat
Cekung
dan
kering

Sangat
Kering

kehausa
n
Sulit,
Tidak
bias

lambat
Kembali
sangat
lambat

>10

>100.%

World Health Organization. Pocket Book of Hospital Care for Children


Table. 1.2 Komposisi cairan Parenteral dan Oral
Osmolitas
(mOsm/L)
308
428

Glukosa
(g/L)
50

Na
(mEq/L)
145
77

CI
(mEg/L)
154
77

K
(mEq/L)
-

Basa
(nEq/L)
-

253

50

38,5

38,5

D5
Ringer

273

130

109

Laktat

Laktat
Ka-En 3B

290

27

50

50

20

28
Laktat

Ka-En 3B

264

38

30

28

20
Laktat

Srandard

311

111

90

80

20

10
Citrat 10

WHO-ORS
Reduced

245

70

75

65

20

Citrate

NaCl 0,9%
NaCl 0,45%
+ D5
NaCl
0,225% +

osmalarity
WHO-ORS
EPSGAN

10
213

60

60

70

20

Citrate 3

recommen
dation

Sebagian besar kasus

diare tidak memerlukan pengobatan

dengan antibiotika oleh karena pada umumnya sembuh sendiri self

limiting. Anti biotika hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita


diare misalnya Cholera, Shigella, karena penyebab terbesar dari
penyakit diare pada anak adalah virus (rotavirus). Kecuali pada bayi
berusia dibawah 2 bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh karena
baktri mudah mengadakan translokasi ke dalam sirkulasi. Atau pada
anak/bayi yang menunjukkan secara klinis gejala yang berat serta
berulang atau yang menunjukkan gejala diare dengn darah atau lender
yang jelas atau gejala sepsis. (Subijanti, Djupri, dan Soeparto, 2005)
Table 1.3 Antimikroba yang Sering Digunakan utuk Mengatasi diare
Mikroba
VIbrio

Antimikroba
Tetrasiklin

Dosis
50 mg/kg/hari dibagi 4 dosis (2 hari)

Furasolidon

5 mg/kg/hari dibagi 4 dosis (3 hari)


5-10mg/kg/hari dibagi 2 dosis (5 hari)
25-50 mg/kg/hari dibagi 2 dosis (5 hari)
55 mg/kg/hari dibagi 4 dosis (5 hari)
30 mg/kg/hari dibagi 4 dosis (5-10 hari)

kolera
Shigella
Amebiasi

Sulfametoksasol
Asam nalidiksat
Metronidazol

s
Dehidro emetin
hidrokhlorida

1-1,5 mg/kg/(maks 90 mg) i.m s/d 5 hari

tergantung reaksi (untuk semua umur)


Guardians Metronidazol
15 mg/kg/hari dibagi 4 dosis (5 hari)
Untuk kasus berat.
B. Tinjauan umum tentang Balita
1. Pengertian Balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu
tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak dibawah lima
tahun (Muaris. H, 2006)

Menurut

Sutomo. B dan Anggraeni. DY, (2010), balita adalah

istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (balita) dan anak pra sekolah (3-5
tahun). Saat usia batita , anak masih tergantung penuh kepada orang
tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan
makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik,
namun kemampuan lain masih terbatas.
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh
kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu
menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di
periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa
yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu
sering disebut golden age atau maa keemasan.
2. Karakteristik Balita
Menurut karakteristik, balita tebagi dalam dua kategori yaitu anak
usia 1-3 tahun (batita) dan anak usia prasekolah (Uripi, 2004). Anak usia
1-3 tahun merupakan konsumen pasif , artinya anak menerima makanan
dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih
besar dari masa usia pra sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan
yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan
jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih
kecil dari anak yang usianya lebih besar.

Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah posrsi kecil
dengan frekuensi sering. Pada usia pra sekolah anak menjadi konsuman
aktif, mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia
ini anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah plygroup
sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada
masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka
akan mengatakan tidak terhadap semua ajakan. Pada masa ini berat
badan anak cenderung mengalami penurunan , akibat dari aktivitas yang
mulai banyak dan

memilih maupun menolak terhadap makanan.

Diperkirakan pula bahwa anak perempuan relative lebih banyak


mengalami gangguan status gizi balita bila dibandingkan dengan anak
laki-laki.
3. Tumbuh Kembang Balita
Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda,
namun prosesnya senantiasa melalui tiga pola yang sama yaitu :
a) Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah
(sefalokaudal). Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke ujung
kaki, anaka akan berusaha menegakkan tubuhnya , lalu dianjurkan
belajar menggunakan kakinya.
b) Perkebangan dimulai dari batang tubuh kea rah lur. Contohnya
adalah anak akan lebih dulu menguasai penggunaan elapak tangan

untuk menggenggam sebelum ia mampu meraih benda dengn


jemarinya.
c) Setelah pola diatas dikuasai, barulah anak belajar mengeksplorasi
keterampilan-keterampilan lain seperti melempar, menendang, berlari
dan lain-lain.
Menurut

Soetjiningsih (2005) walaupun terdapat variasi yang

besar, akan tetapi setiap anak akan melewati suatu pola tertentu yang
merupakan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan sebagai
berikut :
1.) Masa prenatal atau masa intrauterine (masa janin dalam kandungan)
2.) Masa mudigah/ embrio : konsepsi sampai 8 minggi, masa janin /
fetus : 9 minggu sampai lahir. Masa bayi 0 sampai 1 tahun.
3.) Masa neonatal : usia 0 sampai 28 hari yang terdiri dari masa
neonatal dini yaitu 0-7 hari dan masa neonatal lanjut yaitu 8-28 hari,
masa pasca neonatal 29 hari sampai 1 tahun. Masa prasekolah (usia
1-6 tahun).
Klasifikasi umur balita menurut Murwani (2009) yaitu :
1.) Masa prenatal yang terdiri dari dua periode yaitu masa masa embrio
dan masa fetus (usia 0-9 bulan)
2.) Masa neonatal (0-28 hari)
3.) Masa bayi (29 hari- 1 tahun)
4.) Masa balita (3-5 tahun)

C. Perilaku penanganan Awal diare pada Balita


D. Tinjauan Umum tentang Pendidikan

E. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan


Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek
terjadi

melalui

panca

indra

manusia,

yakni

tertentu. Penginderaan
indera

penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan


manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang ( overt behavior ).
1.) Proses adopsi perilaku
Perilaku didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, (Roger, 1974)
a. Awerenses (kesadaran)
b. Interest
c. Evaluation (menimbang baik dan tidaknya stimulus untuk dirinya)
d. Trial, orang mulai perilaku baru
e. Adoption, subjek berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
2.) Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai
tingkat antara lain :

a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai

suatu

kemampuan

untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat


menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Apliocation)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya)
d. Analisa (Analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam

komponen-komponen, tetapi dalam satu

struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.


e. Sintesis (Synthesis)
Menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Menurut (Notoatmodjo, 2010), pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi
materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden kedalam
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan

dengan tingkatan-tingkatan di bawah ini, untuk menginterpretasikan


data, maka dapat digunakan criteria standar objektif sebagai berikut :
1. Baik jika jawaban benar >75 %
2. Cukup jika jawaban benar 60-75 %
3. Kurang jika jawaban benar <60%
F. Tinjauan Umum Tentang Sikap
Sikap merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan
manusia, oleh karena sikap dapat memprediksikan tau memandu perbuatan
atau perilaku seseorang. Sikap seseorang terhadap suatu objek atau
perasaan mendukung atau memihak (unfavourable) pada objek tertentu.
Sikap adalah merupakan reaksi atu respon emosional (emotional
feeling) seseorang terhadap stimulus atau objek di luarnya, respon
emosional ini lebih bersifat penilaian atau evaluasi pribadi terhadap stimuli
atau objek di luarnya, dan penilaian ini dapat dilanjutkan dengan
kecenderungan untuk malakukan atau tidak melakukan terhadap objek.
(Notoatmodjo, 2000)
Sikap secara nyata (Notoatmodjo, 2010) menunjukkan konotasi
adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan
sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus
social, bahwa sikap itu merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum

merupakan tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi


tindakan suatu perilaku, sikap itu masih merupakan reaksi tetutup, bukan
merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai
suatu penghayatan terhadap objek.
1. Kepercayaan, keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek
2. Kehidupan emosional atau valuasi terhadap suatu objek
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
Menurut (Notoatmodjo, 2010) sikap terdiri dari berbagai tingkatan
yaitu :
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan

bahwa

orang

(subjek)

mau

dan

memperhatiakn stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang


terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian terhadap
ceramah gizi.
2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban

apabila

ditanya,

mengerjakan

dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap


karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar


atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang

lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

suatu masalah. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu lain untuk pergi
menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi,
adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap terhadap gizi
anak.
4. Bertanggung Jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran
sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau penyataan responden
terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2003).
G. Perilaku Penanganan Awal Diare Pada Balita
Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia hakikatnya adalah
suatu aktivitas dari manusia tu sendiri (Notoatmodjo, 2007)
Prilaku kesehatan pada dasarna adalah suatu respon seseorang terhadap
stimulus yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, system pelayanan
kesehatan, makanan serta lingkungan.. respon atau reaksi manusia dapat
bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, sikap) maupun tindakan nyata atau
praktik. Sedangkan stimulus di sini terdiri dari empat unsur pokok yakni

sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Para ahli


pendidikan membagi perilaku kedalan tiga domain :
1. Pengetahuan peserta didik terhadap materi

pendidikan

yang

diberikan.
2. Sikap atau persepsi peserta didik terhadap materi pendidikan yang
diberikan.
3. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubugan
dengan materi pendidikan yang diberikan (Notoatmodjo, 2007).
Ibu dapat ikut berperan dalam upaya penanganan awal diare pada
balitanya yakni dapat melalui perilaku pasif maupun perilaku aktif.
Perilaku pasif meliputi pengetahuan, sikap dan persepsi yang
mendukung dalam upaya penanganan awal diare pada balita.
Sedangkan perilaku aktif merupakan peran serta ibu secara aktif yang
dapat diwujudkan dengan tindakan nyata atau praktik, dan dapat
dirasakan manfaatnya dalam perilaku penanganan awal diare pada
balita ( Notoatmodjo, 2007).
Penangana awal diare pada balita meliputi :
1. Diare tanpa dehidrasi
Anak dengan diare tanpa dehidrasi dapat diberikan cairan lebih
banyak untuk mencegah dehidrasi. Anak harus tetap diberikan
makanan sesuai dengan umurnya dan menerima ASI. (WHO 2000).
Perawatan anak di rumah dengan diare tanpa dehidrasi.
a. Berikan cairan tambahan

1) Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk


mencegah degidrasi. Gunakan cairan rumah tangga yang
dianjurkan, seperti laryutan oralit, Makanan yang cair (seperti
sup dan air tajin) dan kalau tidak ada cairan tersebut, dapat
diberikan hanya air matang.
2) Jika anak menyusui ASI, maka harus tetap diberikan.
3) Jika anak mendapatkan/diberikan ASi eksklusif , berikan cairan
rehidrasi oral (CRO) atau air minum tambahan

pada ASI.

Setelah diare berhenti , Asi eksklusif dapat diteruskan.


4) Jika melewati masa ASI eksklusif, maka dapat diberikan cairan
rehidrasi oral, makanan yang banyak mengandung air (sup,
bubur), air matang.
5) Aturan untuk memberikan cairan tambahan untuk mencegah
dehidrasi : anak < 2 tahun 50-100 ml setiap setelah buang air
besar, anak > 2 tahun 100-200 ml setiap setelah buang air besar.
(Sandhu 2001)
b. Berikan suplemen zink
1) Dosis zink yang harus diberikan : 6 bulan tablet (10 mg) per
hari, > 6 bulan 1 tablet (20 mg) per hari
2) Cara memberikan suplemen zink
Pada bayi, larutkan tablet dalam sedikit air lalu campurkan pada
susu atau CRO sedangkan untuk anak yang lebih besar, tablet
dapat langsung diminum atau dilarutkan.
3) Suplemen zink diberikan selama 10-14 hari
4) Anak tetap diberi makanan

5) Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik


dalam tiga hari atau menderita sebagai berikut :
a) Buang air besar cair lebih sering
b) Muntah berulang
c) Rasa haus yang nyata
d) Makan atau minum sedikit
2. Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Pada umumnya, anak dengan dehidrasi ringan diberikan cairan
rehidrasi oral (CRO) : .
a. Untuk 4 jam pertama, pemberian CRO yang sesuai
berdasarkan kilogram berat badan anak.
b. Menentukan jumlah CRO yang diberikan pada 4 jam pertama.
c. Jika anak kehausan dan ingin minum, maka berikan minum
lebih.
d. Memberikan CRO dengan cara yang baik dan benar. Untuk
anak di bawah 2 tahun berikan 1 sendok teh setiap 1-2 menit
dan beberapa teguk dari cangkir untuk anak yang lebih besar.
e. Jika anak muntah, tunggu 10 menit kemudian lanjutkan
pemberian CRO perlahan-lahan (satu sendok makan setiap 2-3
menit).
f. Jika kelopak mata membengkakn, hentikan CRO dan segera
berikan air minum atau ASI
g. Beri ASI jika anak menginginkannya
h. Member suplemen zink dengan dosis sebagai berikut :
6 bulan tablet (10 mg) per hari, >6 bulan 1 tablet (20
mg) per hari
i. Lanjutkan pemberian makanan, karena nutrisi sangat penting
dalam tatalaksana diare :

3. Diare dengan dehidrasi berat


Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari
10% untuk bayi dan anak dan menunjukkan gangguan tandatanda vital tubuh (somnolen-koma, pernafasan kusmaul, gangguan
dinamik

sirkulasi)

memerlukan

pemberian

cairan

elektrolit

parenteral. (Depkes n.d)


BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka Konsep dalam suatu penelitian adalah kerangka hubungan
antara konsep konsep yang diamati dan di ukur melalui penelitian yang
akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010).
Secara konseptual penelitian ini didasari teori perilaku yang dikemukakan
oleh Notoatmodjo, (2010). Dimana pada penelitian ini kerangka konsep
merupakan modifikasi dari berbagai komponen yaitu : pengetahuan ibu,
sikap ibu, tindakan ibu.
B. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Pengetahuan ibu
Defenisi Operasional : pemahaman dan keterangan ibu balita mengenai
pengertian, gejala , pencegahan, perawatan dan pengobatan penyakit
Diare.
Cara ukur : Wawancara
Alat ukur : Kuesioner
Skala Ukur : Ordinal
Hasil ukur :
Baik : jika jawaban benar >75 %

Cukup : bila jawaban benar antara 60-75%


Kurang : jika jawaban benar <60 %
2. Sikap Ibu
Defenisi Operasional : respon, pendapat atau pandangan ibu balita
terhadap penyakit maupun perawatan Diare.
Cara ukur : Wawancara
Alat Ukur : Kuesioner
Sakala ukur : Ordinal
Hasil Ukur :
Positif : mean (nilai rata-rata)
Negatif : < mean (nilai rata-rata)
(sumber : Anwar, 2003)
3. Tindakan ibu
Defenisi Operasional : tindakan atau aktivitas yang dilakukan ibu balita
meliputi

pengobatan,

perawatan,

pencegahan

perawatan pada balita diare.


Cara ukur : Wawancara
Alat ukur : Kuesioner
Skala ukur : Ordinal
Hasil ukur :
Baik : mean ( nilai rata-rata)
Tidak baik : < mean ( nilai rata-rata)
(sumber : Sugiyono, 2003)

dalam

melakukan

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

PENGETAHUA
N
SIKAP
PERILAKU

PENANGANAN
AWAL DIARE PADA
BALITA

SOSIAL
USIA
BUDAYA

KETERANGAN :
= Variabel Independen
= Variabel Dependen
= Variabel yang di teliti
= Variabel yang tidak di teliti

C. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesa Alternatif (Ha)
a. Ada hubung anantara tingkat pengetahuan dengan
penanganan awal diare pada balita.
b. Ada hubungan antara sikap dengan penanganan awal diare
pada balita.
c. Ada hubungan antara perilaku dengan penanganan awal
diare pada balita.
2. Hipotesa Nol (HO)
a. Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan upayah
penanganan awal diare pada balita.

b. Tidak ada hubungan antara sikap dengan upayah penanganan awal


diare pada balita
c. Tidak ada hubungan antara perilaku dengan upayah penanganan
awal diare pada balita.
1. Analisa Data
Yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian pada
umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase
dari tiap variabel ( Notoatmodjo, 2010).

BAB IV
METODE PENELITIAN
1. Disain Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif, bersifat deskriptif
dengan pendekatan Potong silang yaitu suatu penelitian untuk mempelajari
dinamika hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan cara
pendekatan, observasi, dan atau pengumpulan data sekaligus pada suatu
saat. (Notoatmodjo, 2010).
2. Lokasi dan waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Wawondula Kecamatan Towuti
Kabupaten Luwu Timur. Waktu penelitian adalah pada bulan Maret tahun
2014

3. Populasi dan Sampel


1. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiiki balita
yang berkunjung ke Puskesmas Wawondula pada bulan maret 2014.
2. Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita yang
berkunjung ke puskesmas Wawondula pada bulan maret 2014 dimana
balitanya sedang menderita diare atau pernah menderita diare.
3. Teknik pengolahan sampel
a. Pengumpulan Data
Penelitian ini akan dilaksanakan bila telah memperoleh
persetujuan setelah penjelasan atau informed consent dari subjek
penelitian. Data dikumpulkan dengan cara menebar kuesioner.
b. Pengolahan dan penyajian data
Sebelum dilakukan pengolahan data, variabel diberi skor
sesuai dengan bobot jawaban dari pertanyaan yang disediakan
pengolahan data yang dilakukan dengan tahapan :
1) Editing
Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapa dan kejelasan
jawaban kuesioner dan penyajian data yag dipeoleh dengan
kebutuhan penelitian. Hal ini dilakukan di lapangan sehingga
apabila terdapat data yang meragukan ataupun salah, maka
dapat ditanyakan lagi kepada responden.
2) Coding

Mengkode data merupakan kegiatan mengklasifikasi data


member kode untuk masing-masing kelas terhadap data yang
diperoleh dari sumber data yang telah diperiksa kelengkapannya.
3) Scoring
Pertanyaan yang diberi skor
hanya pertanyaan tentang
penetahuan, sikap dan perilaku orang tua terhadap penanganan
awal diare. Tahap ini meliputPertanyaan yang diberi skor hanya
pertanyaan tentang penetahuan, sikap dan perilaku orang tua
terhadap penanganan awal diare. Tahap ini meliputi nilai untuk
masing-masing pertanyaan dan penjumlahan hasil scoring dari
semua pertanyaan.
4) Entry
Data yang sudah diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam
computer adapun program yng digunakan adalah SPSS 13.0
5) Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah
dimasukkan dilakukan bila terjadi kesalahan dalam memasukkan
data yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari variabelvariabel yang diteliti.
6) Tabulating
Tabulasi data yang telah lengkap disusun sesuai dengan variabel
yang dibutuhkan lalu dimasukkan ke dalam table distribusi
frekuensi. Setelah diperoleh hasil dengan cara perhitungan,

kemudian nilai tersebut dimasukkan ke dalam kategori nilai yang


telah dibuat.
4. Teknik pengumpulan data
1. Data primer
Data yang dikumpul dari hasil kuesioner, wawancara, dan observasi,
dilakukan pada ibu balita yang memiliki balita yang sedang menderita
atau pernah menderita diare.
2. Data sekunder
Diperoleh dari dokumentasi Puskesmas Wawondula tentang jumlah
balita yang menderita diare.
5. Kriteria Penelitian
1. Kriteria Inklusi
a. Ibu yang memiliki balita umur 1-5 tahun yang pernah mengalami
diare yang berkunjung ke Puskesmas pada bulan maret 2014.
b. Ibu yang bersedia menjadi responden.
2. Kriteria Eksklusi
a. Ibu yang memiliki balita umur 1-5 tahun yang belum pernah
mengalami diare.
b. Ibu menolak dilakuka wawancara.
6. Besar Sampel
Besar sampel yang diambil adalah sejumlah 30 orang. Sampel
penelitian ini diambil secara accidental sampling yaitu pengambilan sampel
yang dilakukan dengan mengambil sampel yang tersedia selama waktu
penelitian.
7. Pengolahan data

Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputer


Program SPSS, penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi
8. Analisa Data
Variabel dalam analisis ini menghasilkan distribusi dan persentase
dari tiap variabel yang bersifat univariat yaitu : pengetahuan, Sikap dan
perilaku ibu terhadap penanganan awal diare pada balita.

Das könnte Ihnen auch gefallen