Sie sind auf Seite 1von 5

ISI

Berdasarkan literatur yang didapatkan, terdapat tiga fase dapat terjadinya suatu
bencana yaitu : fase pre impact, fase impact dan fase post impact.
Pertama , fase pre impact , tahap ini merupakan warning phase, atau tahap awal dari
bencana . Informasi didapat dari badan satelit dan meteorologi cuaca. Seharusnya pada fase
inilah segala persiapan dilakukan dengan baik oleh pemerintah, lembaga dan masyarakat.
Kedua, fase impact- tahap ini merupakan fase terjadinya puncak bencana. Inilah saat-saat dimana
manusia sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup (struggle for survival), fase impact
berlangsung hingga bantuan-bantuan darurat dilakukan, dikenal pula sebagai situasi tanggap
darurat. Ketiga adalah fase post impact merupakan saat dimulainya pemulihan, perbaikan
rekonstruksi dari fase tanggap darurat yang disebut juga sebagai tahap dimana masyarakat mulai
berusaha kembali pada fungsi kualitas normal.
Pada fase post impact inilah tahap masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi
kualitas normal. Pada dasarnya. bagaimana manusia berespon terhadap peristiwa-peristiwa sulit
seperti bencana alam, dapat berbeda-beda. Beberapa mungkin dapat melaluinya dengan baik,
namun yang lainnya mungkin mengalami hambatan. Namun sangatlah wajar, apabila seseorang
baru saja mengalami sesuatu peristiwa yang luar biasa, seperti gempa bumi yang meluluh
lantakkan tempat tinggalnya. Pada fase post impact terdapat kerusakan kerusakan seperti
kerusakan fisik dan nonfisik. Kerusakan tempat tinggal, gedung- gedung perkantoran, tempat
umum. Dan kerusakan nonfisik dapat berupa kesehatan utamanya trauma dan stress pada
sebagian besar masyarakat.
STRESS
Secara sederhana, stres dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana individu
terganggu keseimbangannya. Stres terjadi akibat adanya situasi dari luar ataupun dari dalam
diri yang memunculkan gangguan, dan menuntut individu berespon secara sesuai. Stress
merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia, bahkan seperti merupakan
bagian dari kehidupan itu sendiri. Setiap hari kadang kita harus tergesa bangun, membereskan
pekerjaan rumah kadang hingga lupa atau tidak sempat sarapan, lari mengejar kendaraan umum
untuk Sekolah atau menjalani aktivitas, berkonflik dengan teman atau orang lain, kehabisan uang

padahal harus membeli keperluan harian dan seterusnya. Semua kejadian itu dapat memunculkan
stres.
Mereka yang mengalami stres mungkin merasa lebih gelisah, tegang, cemas, mengalami
kelelahan, ketegangan otot dan sulit tidur. Ada pula yang tekanan darah dan detak jantungnya
meningkat, sakit kepala, perut mulas, gatal-gatal atau diare. Stres juga dapat merubah perilaku
kita. Misalnya kita menjadi lebih cepat marah, lebih suka sendirian, menjadi tidak enak makan,
merasa tidak berdaya, tidak bersemangat, frustrasi, atau merasa tidak percaya diri. Meski cukup
sering menganggu, stres tidak perlu selalu dilihat sebagai hal negatif. Dalam hal tertentu ,stres
memiliki dampak positif. Eustress adalah stres dalam artian positif yakni keadaan yang dapat
memotivasi, dan berdampak menguntungkan. Sebagai contohnya, ada orang-orang yang bila
sudah terdesak waktu, tiba-tiba akan terbangkitkan kreativitasnya. Ada pula yang karena merasa
tertinggal, memotivasi diri sendiri dan dapat berprestasi gemilang.
TRAUMA
Secara sederhana, trauma berarti luka atau kekagetan (syok/shock). Penyebab trauma
adalah peristiwa yang sangat menekan, terjadi secara tiba-tiba dan di luar kontrol/kendali
seseorang, bahkan seringkali membahayakan kehidupan atau mengancam jiwa. Peristiwa ini
begitu mengagetkan, menyakitkan dan melebihi situasi stres yang kita alami sehari-hari.
Peristiwa ini dinamakan sebagai peristiwa traumatis.
Bencana alam seperti gempa bumi jelas merupakan peristiwa traumatis, karena tidak
pernah ada yang bisa meramalkan kapan akan datang dan menimbukan perasaan takut dan
mengerikan. Sehingga dapat menimbukan trauma bagi yang mengalaminya. Kondisi
seperti stres yang kita rasakan setelah munculnya peristiwa traumatis disebut sebagai stres
traumatis. Kondisi inilah yang biasa kita kenal sebagai trauma.
Gejala trauma sebenarnya dapat juga dialami oleh orang yang tidak mengalami langsung
peristiwa traumatis. Misalnya, seseorang yang menonton berita bencana secara terus menerus. Ia
kemudian menjadi sulit tidur, mengalami rasa takut dan waspada berlebihan. Hal semacam ini
disebut sebagai trauma sekunder, yaitu stres traumatis yang dialami oleh orang yang tidak
mengalami secara langsung. Sesungguhnya setiap manusia, memiliki kemampuan untuk
mengatasi masalah dan menyesuaikan diri terhadap masalah, termasuk dalam menghadapi
peristiwa traumatis. Akan tetapi, berbeda dengan stres sehari-hari yang umumnya lebih

mudah ditangani, trauma bila tidak segera ditangani dengan baik akan mempengaruhi
aktivitas kita dan sangat mengganggu.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, peristiwa traumatis adalah peristiwa yang sangat
mengagetkan, menyakitkan, bahkan mengancam keselamatan jiwa. Oleh karenanya, amatlah
wajar jika segera atau beberapa lama setelah mengalami peristiwa tersebut kita mengalami sulit
tidur, selalu terbayang peristiwa tersebut, sangat takut, atau menghindari tempat kejadian.
Siapapun orangnya, sekuat dan sehebat apapun dia, biasanya akan menunjukkan respon tertentu.
Biasanya perubahan perilaku maupun perasaan tersebut akan berkurang seiring dengan
berjalannya waktu.
NILAI GUNA
Fase post impact merupakan saat dimulainya pemulihan, perbaikan rekonstruksi dari fase
tanggap darurat yang disebut juga sebagai tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali
pada fungsi kualitas normal
Menurut peraturan kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 11 tahun
2008 tentang pedoman rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana, tahap rekonstruksi pasca
bencana ada dua macam, yaitu rekonstruksi fisik dan rekonstruksi non fisik.
Rekonstruksi Fisik adalah rekonstruksi fisik adalah tindakan untuk memulihkan kondisi
fisik melalui pembangunan kembali secara permanen prasarana dan sarana permukiman,
pemerintahan dan pelayanan masyarakat (kesehatan, pendidikan dll), prasarana dan sarana
ekonomi (jaringan perhubungan, air bersih, sanitasi dan drainase, irigasi, listrik dan
telekomunikasi dll), prasarana dan sarana sosial (ibadah, budaya dll.) yang rusak akibat bencana,
agar kembali ke kondisi semula atau bahkan lebih baik dari kondisi sebelum bencana.
Banyak Komponen komponen yang harus diperhatikan dalam rekonstruksi fisik pasca
bencana, antara lain ; komponen pemukiman, perkantoran dan fasilitas umum (rumah, gedung
perkantoran, gedung sekolah, rumah sakit dll) sehingga proses kegiatan didalamnya dapat
berjalan lancar; komponen fasilitas perhubungan agar mendukung kegiatan perekonomian dan
social seperti jalan, jembatan, terminal; komponen air bersih dan sanitasi; komponen listrik agar
dapat berfungsi kembali sehingga pasokan listrik bagi berbagai jenis pemakai dapat berjalan
dengan baik secara penuh dan andal; komponen telekomunikasi yang berfungsi penuh melayani
semuakebutuhan masyarakat dalam jangka panjang dan dapat berfungsi dalam keadaan darurat

bencana di masa depan; komponen drainase yaitu Jaringan drainase permukiman dan perkotaan
berfungsi kembali sehingga tidak menimbulkan genangan yang dapat mengganggu aktivitas ;
jaringan air limbah atau air kotor dapat berfungsi kembali sehingga tidak menimbulkan
pencemaran badan air dan system pengelolaan sampah berjalan penuh melayani kebutuhan
masyarakat dalam penanganan sampah padat; dan komponen Irigasi meliputi jaringan air dan
irigasi yang dapat mengaliri perkebunan dan persawahan sehingga salah satu sector
perekonomian dapat berjalan dengan normal.
Tahap rekonstruksi kedua yang tak kalah pentingnya adalah program rekonstruksi non
fisik. Yang dimaksud dengan rekonstruksi non fisik adalah tindakan untuk memperbaiki atau
memulihkan kegiatan pelayanan public dan kegiatan sosial, ekonomi serta kehidupan
masyarakat, antara lain sektor kesehatan, pendidikan, perekonomian, pelayanan kantor
pemerintahan, peribadatan dan kondisi mental/social masyarakat yang terganggu oleh bencana,
kembali ke kondisi pelayanan dan kegiatan semula atau bahkan lebih baik dari kondisi
sebelumnya.
Cakupan rekonstruksi non fisik diantaranya adalah; kegiatan pemulihan layanan yang
berhubungan dengan kehidupan sosial dan budaya masyarakat; partisipasi dan peran serta
lembaga/organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat; kegiatan pemulihan kegiatan
perekonomian masyarakat; fungsi pelayanan publik dan pelayanan utama dalam masyarakat;
kesehatan mental masyarakat.
Untuk mencapai hal hal diatas dibutuhkan beberapa komponen yang sangat berperan
dalam pencapaian rekonstruksi non fisik. Hal hal tersebut meliputi; Mengembalikan fungsi
komponen pelayanan kesehatan dengan baik dan lancer seperti penyediaan tenaga medis dan
non-medis, penyuluhan masyarakat mengenai kesehatan, penyediaan pasokan obat danperalatan
medis; memaksimalkan pelayanan pendidikan seperti Penyediaan tenaga kependidikan,
pengembangan kurikulum terutama terkait dengan kebencanaan dan upaya pengurangan risiko
bencana, kegiatan belajar mengajar, dsb; pelayanan perekonimian seperti Perdagangan pasar
tradisional, industri, angkutan logistic; mengoptimalkan pelayanan pemerintah seperti Layanan
surat-surat kependudukan, IMB, pertanahan, izin-izin kegiatan ekonomi (izin usaha, dll), fungsifungsi

pemerintahan dan administrasi; dan pelayanan peribadatan untuk menunjang ibadah masyarakat
dan memberikan efek terapi spiritual terlait agama kepada masyarakat sehingga dapat
memperoleh hikmah dan dapat lebih mendekatkan diri kepada penciptanya.
Pedoman Rekonstruksi ini dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi semua pihak dalam
melaksanakan upaya rekonstruksi pasca bencana, melalui penyusunan rencana rekonstruksi yang
dilaksanakan secara sistematis.

Das könnte Ihnen auch gefallen