Sie sind auf Seite 1von 10

ANTIHISTAMIN

MAKALAH

Untuk memenuhi sebagian persyaratan


dalam menempuh Mata Kuliah Farmakologi 1

OLEH :

ALAN ANGGARA
ANNY INDAH WIDIANTI
FITRI ANISATUL H.
RETNO AJENG

AKF
AKF 14015
AKF 14069
AKF

AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG


OKTOBER 2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Padatnya aktifitas manusia diluar sering meremehkan kebersihan dan factor
pemicunya biasanya dari lingkungan. Salah satu yang sering diremehkan oleh
masyarakat adalah alergi terhadap benda di sekitar atau makanan yang dikonsumsi.
Selain menyebabkan alergi, dapat juga menimbulkan berbagai masalah kesehatan.
Alergi adalah keadaan dimana tubuh tidak dapat menerima rangsangan zat
asing yang masuk melalui kulit atau mulut. Sebagian besar masyarakat mengalami
alergi pada daerah kulit karena kulit rentang terhadap pertumbuhan bakteri atau virus.
Pemicu alergi dari makanan biasanya karena makanan seafood, susu, selain karena
makanan dapat juga karena debu atau cuaca yang tidak cocok. Gejala yang biasanya
ditimbulkan oleh alergi adalah bintik-bintik merah, gatal pada daerah tubuh tertentu.
Jika masyarakat membiarkan alergi terlalu lama maka akan menimbulkan luka atau
infeksi terhadap area tubuh tertentu yang terkena alergi.
Obat yang biasanya digunakan untuk alergi disebut antihistamin, antihistamin
adalah suatu zat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau virus. Sehingga
bakteri tidak dapat berkembang biak dan sel-sel bakteri mati.
1.2 Tujuan
1.2.1. Untuk mengetahui mekanisme kerja antihistamin.
1.2.2. Untuk mengetahui golongan obat antihistamin.
1.3 Manfaat
1.3.1. Dapat mengetahui mekanisme kerja antihistamin.
1.3.2. Dapat mengetahui golongan obat antihistamin.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1
2.1.1

Definisi Antihistamin
Antihistamin
Antihistamin adalah suatu zat yang dapat menghambat atau menghalangi

efek histamin didalam tubuh dengan memblokir reseptor histamin.


2.1.2

Histamin
Histamin adalah suatu amin nabati yang merupakan produk normal dari

pertukaran zat hisitidin melalui dekarboksilasi enzimatis. Asam amino ini masuk
ke dalam tubuh terutama dalam daging (protein) yang kemudian di jaringan (juga
di usus halus) diubah secara enzimatis menjadi histamine (dekarboksilasi).
2.2 Aktivitas Histamin
Aktivitas terpenting histamin adalah :
1. Kontraksi otot polos bronchi, usus dan rahim
2. Vasodilatasi semua pembuluh dengan penurunan tekanan darah
3. Memperbesar permeabilitas kapiler untuk cairan dan protein, dengan akibat
udema dan pengembangan mukosa
4. Hipersekresi ingus dan air mata, ludah, dahak dan asam lambung
5. Stimulasi ujung syaraf dengan eritema dan gatal
Dalam keadaan normal, kadar histamine dalam darah hanya rendah k.l.
50mcg/l, sehingga tidak menimbulkan efek. Baru bila mast-cells dirusak
membrannya sebagai akibat dari salah satu factor tersebut di atas, maka
dibebaskanlah banyak histamin sehingga efek itu menjadi nyata. Setelah
melakukan kegiatannya, kelebihan histamine diuraikan oleh enzim histaminase
yang juga terdapat dalam jaringan.
2.3 Proses Pelepasan Histamin
Peristiwa alergi atau proses pelepasan histamine adalah sebagai berikut.
Bila suatu protein asing (antigen) masuk ke dalam aliran darah seorang
yang berbakat hipersensitif, maka limfosit-B akan membentuk antibodies dari
tipe IgE. Antibodies IgE ini juga disebut reagin, mengikat diri pada membrane
mast-cells tanpa menimbulkan gejala. Apabila kemudian antigen (alergen) yang
sama atau mirip rumus bangunnya memasuki darah lagi, maka IgE akan

mengenali dan mengikat padanya. Hasilnya adalah suatu reaksi alergi akibat
pecahnya membrane mast-cells (degranulasi).
2.3.1

Antigen
Antigen adalah merupakan molekul asing yang dapat memicu rangsangan

respon imun spesifik untuk melawan antigen itu sendiri atau sel yang membawa
antigen tersebut.
2.3.2

Limfosit-B
B-cells atau limfosit-B matang di sumsum tulang belakang. Pada

membrane B-cells terdapat reseptor khas untuk mengikat antigen yakni molekul
antibodies. Setelah suatu antigen masuk ke dalam aliran darah, B-cells dapat
mengenalinya

dan

berhubungan

dengannya.

Sebagai

akibat,

terjadilah

pembelahan sel cepat, disusul denagn maturasi menjadi sel plasma atau memory
cell-B dibawah pengaruh makrofag.
2.3.3

Antibodies
Tergantung dari jenis antigennya, dapat disintesa dan dilepaskan 5 tipe

antibodies atau immunoglobulin yakni tipe A, D, E, G dan M, yang disingkat


menjadi IgA, IgD, IgE, IgG dan IgM. Setiap amtibodies memiliki sifat
spesifiknya yaitu.
1. IgA : terdapat di getah tubuh seperti liur, air mata dan getah usus
2. IgD : diduga berperan sebagai pengenal antigen oleh Limfo-T
3. IgE atau reagin : hanya terbentuk pada suatu reaksi alergi yang disebut reaksi
atopis
4. IgG : antibodi utama yang melintasi plasenta ibu ke janin pada masa
kehamilan
5. IgM : dibentuk setelah terjadi infeksi oleh kuman atau virus (biasanya
melibatkan pula IgG)
2.3.4

Hipersensitifitas
Reaksi hipersensitifitas merupakan suatu reaktivitas khusus pada host

terhadap unsur eksogen pada kontak kedua kali atau berikutnya. Meliputi
sejumlah peristiwa auto imun dan alergi serta merupakan kepekaan berbeda

terhadap suatu antigen eksogen atas dasar proses imunologi. Pada hakekatnya
reaksi imun tersebut walaupun bersifat merusak berfungsi melindungi
organisme terhadap zat-zat asing yang menyerang tubuh.
Histamin akan terlepas bersama serotonin, bradikinin dan asam arachidonat
yang kemudian diubah menjadi prostaglandin dan leukotrien. Zat-zat itu akan
menarik makrofag dan neutrofil ke tempat infeksi untuk memusnahkan penyerbu.
Disamping itu juga mengakibatkan beberapa gejala seperti bronchokontriksi,
vasodilatasi dan pembengkakan jaringan sebagai reaksi terhadap masuknya
antigen. Mediator tersebut secara langsung atau melalui susunan saraf otonom
menimbulkan bermacam-macam penyakit alergi penting seperti asma, rhinitis,
allergic (hay fever) dan eksim.
2.4 Reseptor Histamin
Pada awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum tetapi setelah
ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972 yang disebut reseptor-H 2
maka secara farmakologinya reseptor histamine dapat dibagi dalam dua tipe yaitu
reseptor H1 dan reseptor H2.
1. Reseptor H1 : Reseptor ini terdapat di otot polos dan endotel, menyebabkan
kontraksi otot polos dan peningkatkan pemeabilitas pembuluh darah dan
sekresi

mucus.

Sebagian

diperantarai

peningkatan

cyclic

guanosine

monophosphate (cGMP) dalam sel dan sebagai netransmitter pada susunan


saraf pusat (SSP). Begitu pula melawan efek histamin di kapiler dan ujung
saraf (gatal, flare reaction).
2. Reseptor H2 : Reseptor ini terdapat pada mukosa lambung, sel otot jantung
dan beberapa sel imun, dapat menyebabkan sekresi asam lambung dan
vasodilatasi, meningkatkan kadar cAMP dan menurunkan kadar cGMP.
3. Reseptor H3 : Reseptor ini banyak ditemukan pada otak, sebagai penghambat
stimulasi pada berbagai system organ, bekerja dengan mengurangi pelepasan
transmitter histamine, norepinefrin, serotonim dan asetilkolin dan pada
reseptor ini masih perlu penelitian lebih lanjut, obatnya masih belum diizinkan
penggunaanya secara luas.

4. Reseptro H4 : Reseptor ini masih dalam penelitian dan belum ada data yang
valid dan akurat dalam menjelaskan reseptor H4.
2.5 Tipe Alergi
Reaksi alergi dapat digolongkan berdasarkan prinsip kerjanya ke dalam 4 tipe
yakni tipe I-IV.
1. Tipe 1 (reaksi segera immediate) : berdasarkan reaksi antara allergenantibody (IgE) dengan degranulasi mast-cells dan khusus terjadi pada orang
yang berbakat genetis (keturunan). Tipe ini juga dinamakan alergi atopis atau
reaski anafilaksis dan terutama berlangsung di saluran napas dan kulit, jarang
di saluran cerna dan di pembuluh darah. Mulai reaksinya cepat dalam waktu
5-20 menit setelah terkena allergen, maka sering kali disebut reaksi segera dan
gejalanya bertahan lebih kurang 1 jam.
2. Tipe 2 (reaski sitolitis) : terjadi karena antigen yang terikat pada membrane sel
bereaski dengan IgG atau IgM sehingga sel musnah, reaksi ini terutama
berlangsung di sirkulasi darah. Contohnya adalah gangguan auto imun akibat
obat seperti anemia hemolitis (akibat penisilin), agranulositosis (akibat
sulfonamida). Reaksi autoimun jenis ini umumnya sembuh dalam waktu
beberapa bulan setelah penggunaan obat dihentiakn. Timbulnya penyakit
autoimun adalah bila system imun tidak menegnali jaringan tubuh sendiri
dan menyerangnya. Gangguan ini bercirikan terdapatnya auto-antibodies atau
sel-sel T autoreaktif dan lazimnya dibagi menjadi 2 kelompok yang
-

berdasarkan :
Auto-imunitas organ spesifik : menyangkut organ tunggal misalnya anemia

pernicious, Addisons disease


Auto-imunitas non-organ spesifik : menyangkut berbagai organ misalnya
SLE, MS dan rema
3. Tipe 3 (reaski arthus) : pada peristiwa ini antigen dalam sirkulasi bergabung
dengan terutama IgG menjadi suatu imun kompleks yang diendapkan pada
endotel pembuluh. Ditempat itu sebagai respon terjadi peradangan yang
disebut penyakit serum dengan dicirikan urticaria, demam dan nyeri otot dan
sendi. Reaksi dimulai 4-6jam setelah kontak, lama waktu kurang lebih 6-12
hari. Dapat terjadi dijaringan lokal yang menimbulkan reaksi lokal (Arthus)

atau dalam sirkulasi (Sistemis). Obat yang dapat menginduksi reaksi ini
adalah sulfonamida, penisilin dan iodida
4. Tipe 4 (reaksi lambat) : Antigen yang terdiri dari kompleks hapten+proteini,
berikatan dengan Limfo-T.Melepas Limfokin tertentu (sitokin+limfosit) yang
menarik makrofag+neutrofil yang memicu terjadinya peradangan. Proses
penarikan disebut chemotaxis, mulai reaksi 24-48jam setelah kontak dan
bertahan beberapa hari, Contohnya adalah reaksi tuberkulin dan dermatitis
2.5.1

kontak.
Protein Yang Menyebabkan Alergi
Alergi makanan adalah jenis alergi yang disebabkan oleh protein dalam

makanan dan berlangsung melalui IgE dan pelepasan mediator. Alergen makanan
tersebut adalah ikan, udang, kerang, daging babi, putih telur dan susu sapi juga
gluten, suatu protein dari jenis gandum. Selain itu termasuk pula additive seperti
zat pengawet (asam benzoate, asam sorbet, nipagin), zat warna (tartrazin kuning),
zat rasa dan zat penyedap (monosodiumglukomat/MSG, vetsin).

2.6 Obat Antihistamin


Berdasarkan penemuan antihistaminika juga dapat dibagi menjadi 2
kelompok yakni antagonis reseptor H1 (H1 blocker atau antihistaminika) dan
antagonis reseptor H2 (H2 blocker atau zat penghambat asam).
1. H1 blocker : Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot
licin dari dinding pembuluh, bronchi dan saluran cerna, kandung kemih dan
rahim. Begitu pula melawan efek histamin di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare
reaction).

Efeknya

adalah

simtomatis,

antihistaminika

tidak

dapat

menghindarkan timbulnya reaksi alergi.


Dahulu antihistaminika dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok tetapi kini
digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap
susunan saraf pusat yakni zat-zat generasi 1 dan generasi 2.
- H1 blocker (Generasi 1) : obat-obat ini berkhasiat sedatif terhadap susunan
saraf pusat (SSP) dan kebanyakan memiliki efek antikolonergis. Contohnya :
prometazin, oksomemazin, tripelennamin, klorfeniramin, difenhiramin,

klemastin, siproheptadin, azelastin, sinarizin, meklozin, hidroksizin, ketotifen,


-

oksatomida
H1 blocker (Generasi 2) : obat-obat ini bersifat hidrofil dan sukar mencapai
CCS (cairan cerebrospinal), maka pada dosis terapeutis tidak bekerja sedatif.
Memiliki plasma t1/2 nya yang lebih panjang sehingga dosisnya cukup dengan
1-2 kali sehari. Efek anti alerginya selain berdasarkan khasiat antihistamin,

juag berkat dayanya menghambat sintesis mediator-radang.


Contohnya : astemizol, terfenadin, fexofenadin, akriviastin, setrizin, loratadin,
levokabastin dan emesdastin
2. H2 blocker : Obat-obat ini menghambat secara selektif sekresi asam
lambung yang meningkat akibat histamin, dengan jalan persaingan terhadap
reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam
klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa
ini banyak digunakan pada terapi tukak lambung-usus guna mengurangi
sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi
dengan kortikosteroida.
Contohnya : simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin dan roksatidin

2.7 Pertanyaan
1. Laili : Apa efek samping pada antihistamin?
2. Wika : Bagaimana mekanisme kerja obat? Misalnya obat loratadin
bisa menghambat histamine?
3. Vindi : Ketika histamine sudah ditiadakan, kemana histamine tersebut?
4. Ferdi : Apa yang dimaksud dengan degranulasi ?
5. Aldy : Apakah gondokan termasuk salah satu reaksi histamine ?
6. Nurul : Bagaimana cara kerja memory cell ?
2.8 Jawaban
1. Laili : efek samping yang terjadi misalnya pada reseptor H1 akan
menghambat reseptor H1 pada otot polos dan letak H1 lainnya.

2. Wika : obat masuk kedalam reseptor sehingga dapat menghalangi


histamine untuk masuk ke reseptor, jadi obat memblok histamine agar
tidak menduduki reseptor dan efek alergi ditiadakan.
3. Vindi : otomatis akan ada di sirkulasi, apabila ketemu dengan reseptor
yang masih kosong akan terjadi histamine lagi, tapi jika tidak ada yang
kososng dan diduduki oleh antihistamin maka tidak ada efek lagi.
4. Ferdi : degranulasi adalah proses pecahnya mast cell untuk
melepaskan histamine
5. Aldy : tergantung pada saluran limfa, apakah ada gangguan atau tidak,
jadi dapat disimpulkan gondokan bukanlah reaksi alergi.
6. Nurul : sirkulasi dan bekerja sebagai alarm atau sinyal bahwa pernah
terpapar pada cell B yang membentuk antibody memerintahkan cell
mana saja yang akan membentuk antibody lebih cepat.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Histamine adalah suatu amin nabati yang merupakan produk normal dari
pertukaran zat hisitidin melalui dekarboksilasi enzimatis. Antihistamin adalah suatu
zat yang dapat menghambat atau menghalangi efek histamin didalam tubuh dengan
memblokir reseptor histamin. Beberapa protein yang dapat menyebabkan terjadinya
alergi yaitu telur, udang, ikan, selain dari makanan ada pula pemicu lain seperti debu,
cuaca. Obat-obat antihistamin dengan menghambat reseptor H1 (H1 blocker generasi
1 dan generasi 2) dan H2 blocker. Salah satu contoh obat H1 blocker generasi 1 yaitu
prometazin, H1 blocker generasi 2 yaitu loratadin, H2 blocker yaitu ranitidine.

Das könnte Ihnen auch gefallen