Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Amebiasis (disentri ameba, enteritis ameba, kolitis ameba) adalah
penyakit infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba
histolytica. Penyakit ini hampir tersebar hampir diseluruh dunia terutama di
negara sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini disebabkan
karena faktor kepadatan penduduk, higiene individu, dan sanitasi lingkungan
hidup serta kondisi sosial ekonomi dan kultural yang menunjang.
B. Etiologi
E. Hystolytica
apabila
keadaan
lingkungan
mengizinkan.Beberapa
faktor
dan nekrosis jaringan dinding usus.Bentuk ulkus ameba sangat khas yaitu
lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan submukosa dan muskularis
melebar (menggaung).Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus
menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal.Mukosa usus antara
ulkus ulkus tampak normal.Gambaran ini sangat berbeda dengan disentri
basiler, di mana mukosa usus antara ulkus meradang.Pada pemeriksaan
mikroskopik eksudat ulkus. Tampak sel leukosit dalam jumlah banyak, akan
tetapi lebih sedikit jika dibandingkan dengan disentri basiler. Tampak pula
Kristal Charcot Leyden dan kadang kadang ditemukan trofozoit. Ulkus
yang terjadi dapat menimbulkan perdarahan dan apabila menembus lapisan
muscular akan terjadi di semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan
frekuensi dan urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rectum,
sigmoid, apendiks, dan ileum terminalis. Infeksi kronik dapat menimbulkan
reaksi terbentuknya massa jaringan granulasi yang disebut ameboma, yang
sering terjadi di daerah sekum dan sigmoid. Dari ulkus di dalam dinding usus
besar, ameba dapat mengadakan metastasis ke hati lewat cabang vena porta
dan menimbulkan abses hati. Embolisasi lewat pembuluh darah atau
pembuluh getah bening dapat pula terjadi ke paru, otak, atau limpa, dan
menimbulkan abses disana, akan tetapi peristiwa ini jarang terjadi.
D. Klasifikasi
Berdasarkan berat ringanya gejala yang ditimbulkan maka amebiasis dapat
menjadi :carrier (cyst passer), amebiasis intestinal ringan (disentri ameba
ringan),amebiasis intestinal sedang (disentri ameba sedang), disentri ameba
berat, disentri ameba kronik
E. Manifestasi Klinis
Carrier ( Cyst passer)
Pasien tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan
karena ameba yang berada di dalam lumen usus besar, tidak mengadakan
invasi ke dinding usus.
Amebiasis Intestinal Ringan (disentri ameba ringan)
Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan.Penderita biasanya
mengeluh perut kembung, kadang kadang nyeri perut ringan yang bersifat
kejang. Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk
kadang kadang tinja bercampur darah dan lendir. Sedikit nyeri tekan di
daerah sigmoid.Jarang nyeri di daerah epigastrium yang mirip ulkus
peptic.Keadaan tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya.Keadaan umum
pasien biasanya baik, tanpa atau disertai demam ringan (subfebril). Kadang
kadang terdapat hepatomegaly yang tidak atau sedikit nyeri tekan.
Amebiasis Intestinal Sedang (disentri ameba sedang)
Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berat disbanding disentri ringan, tetapi
pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari hari, tinja disertai darah
dan lendir.Pasien mengeluh perut keram, demam dan lemah badan, disertai
hepatomegaly yang nyeri ringan.
Disentri Ameba Berat
Keluhan dan gejala klinis lebih hebat lagi.Penderita mengalami diare disertai
darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari.Demam tinggi (40C- 40,5C),
disertai mual dan anemia.Pada saat ini tidak dianjurkan melakukan
pemeriksaan sigmoidoskopi karena dapat mengakibatkan perforasi usus.
Disentri Ameba Kronik
Gejalanya menyerupai disentri ameba ringan, serangan serangan diare
diselingi denga periode normal atau tanpa gejala.Keadaan ini dapat berjalan
berbulan bulan sampai bertahun tahun.Pasien biasanya menunjukkan
gejala neurastenia.Serangan diare biasanya terjadi karena kelelahan, demam
atau makanan yang sukar dicerna.
F. Pemeriksaan Penunjang
Permeriksaan tinja merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat
penting.Pada disentri ameba biasanya tinja berbau bususk, bercampur darah
dan lendir.Untuk pemeriksaan mikroskopik, perlu tinja yang masih baru
(segar). Kadang kadang diperlukan pemeriksaan berulang ulang, minimal
3 kali seminggu, dan sebaiknya dilakukan sebelum pasien mendapat
pengobatan. Apabila direncanakan akan dibuat foto kolon dengan barium
enema, pemeriksaan tinja harus dikerjakan sebelumnya atau minimal 3 hari
sesudahnya. Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk ( pasien tidak diare),
perlu dicari bentuk kista, karena berbentuk trofozoit tidak akan dapat
ditemukan. Dengan sediaan langsung tampak kista berbentuk bulat, berkilau
seperti mutiara.Di dalamnya terdapat badan badan kromatid yang berbentuk
batang, dengan ujung tumpul sedang inti tidak tampak.Untuk dapat melihat
intinya dibuat sediaan dengan larutan lugol.Sebaliknya badan badan
kromatid tidak tampak pada sediaan dengan lugol ini. Bila jumlah kista
sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan dengan metoda konsentrasi yaitu
dengan larutan seng sulfat, kista akan terapung di permukaan, sedang dengan
larutan eterformalin kista akan mengendap.
Di dalam tinja pasien akan ditemukan bentuk trofozoit. Untuk itu
diperlukan tinja yang masih segar. Apabila pemeriksaan ditunda untuk
beberapa jam, maka tinja dapat disimpan di lemari pendingin (4C) atau
dicampur di dalam larutan polivinil alcohol. Sebaiknya diambil bahan dari
bagian tinja yang mengandung darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat
dilihat trofozoit yang masih bergerak aktif seperti keong, dengan
menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca, jika tinja berdarah, akan
Nampak ameba dengan eritrosit di dalamnya.
Bentuk inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin.
Untuk membedakanya dengan leukosit (makrofag), perlu dibuat sediaan
dengan cat supravital, misalnya buf-fered methylene blue. Dengan
menggunakan micrometer, dapat disingkirkan kemungkinan E. hartmanni.
Pemeriksaan prostoskopi, sigmoidoskopi, dan kolonoskopi berguna untuk
membantuk diagnosis penderita dengan gejala disentri, terutama apabila pada
pemeriksaan tinja tidak ditemukan ameba.Pemeriksaan ini tidak berguna
untuk carrier.Tampak ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat
kekuningan, muksa usus antara ulkus ulkus tampak normal. Pemeriksaan
mikroskopis bahan eksudat atau bahan biopsy jaringan usus akan ditemukan
trofozoit.
Foto rontgen kolon tidak banyak membantu, karena sering ulkus tidak
tampak. Kadang kadang pada amebiasis kronik, foto rontgen kolon dengan
barium enema tampak fiiling defect yang mirip karsinoma.
Ameba hanya dapat dibiakkan pada media khusus, misalnya media boeck
Dr. Bohlav.Tetapi tidak semua strain dapat dibiakkan.Oleh karena itu
pemeriksaan ini tidak dikerjakan rutin.
Pemeriksaan uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis
abses hati amebic dan epidemiologis. Uji serologi positif apabila ameba
menembus jaringan (invasive). Oleh karena itu uji ini akan positif pada pasien
abses hati dan disentri ameba, dan negative pada earner. Hasil uji serologi
positif belum tentu menderita amebiasis aktif, tetapi bila negative pasti bukan
amebiasis. Indirect fluores-cent antibody (IFA) dan enzyme linked
immunosorbant assay(ELISA) merupakan uji yang paling sensitive. juga up
indirect fluorescent anti-body(IFA) dan agar gel diffusion precipitin. Sedang
uji serologi yang cepat hasilnya adalah latex agglutination test dan cellulose
acetate diffusion.Oleh karena antibody yang terbentuk lama sekali
menghilang, maka nilai diagnostiknya di daerah endemis rendah.
G. Diagnosis
Amebiasis intestinal kadang-kadang sukar dibedakan dari Irritable bowel
syndrome (IBS), divertikulitis, enteritis regional, dan hemoroid interna,
sedangkan disentri ameba sukar dibedakan dengan disentri basilar atau
salmonelosis, kolitis ulserosa dan skistosomiasis (terutam didaerah endemis).
Pemeriksaan tinja sangat penting. Tinja penderita amebiasis tidak banyak
mengandung leukosit, tetapi banyak mengandung bakteri. Diagnosis pasti
baru dapat ditegakkan apabila ditemukan ameba (trofozoit). Akan tetapi
dengan ditemukan ameba tersebut tidak berarti menyingkirkan kemungkinan
10
11
Dosis : 3 x 500 mg sehari, selama 10 hari. Saat ini obat ini merupakan
amebisid luminal pilihan, karena efektivitasnya cukup tinggi (80-85%),
sedangkan efek sampingnya sangat minimal hanya berupa mual dan
kembung.
Diyodohidroksikin (diiodohydroxyquin)
Dosis : 3 x 600 mg sehari , selama 10 hari
Yodoklorohidroksikin
(lodochlorohydroxyquin)
atau
kliokinol
(clioquinol)
Dosis : 3 x 250 mg sehari, selama 10 hari
Kedua obat tersebut termasuk halogenated hydroxyquinolon yang cukup
efektif sebagain amebisid luminal. Efektivitasnya 60 -70%. Efek sampan
yang terjadi biasanya ringan, berupa mual, muntah, tetapi dapat juga berat,
berupa subacute myelooptic neuropathy (SMON), efek samping ini hanya
terjadi apabila dosis dan jangka waktu pemberian obat melebihi aturan pakai
yang telah ditentukan. Oleh karena itu obat ini tidak dianjurkan untuk
diberikan kepada penderita yang mengidap penyakit optic neuropathy.Juga
sebaiknya tidak diberikan kepada penderita yang mengidap penyakit kelenjar
gondok, karena obat ini dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok
Karbarson (carbarsone)
Dosis 3 x 500 mg sehari , selama 7 hari
Bisthmuth glycoarsanilate
Dosis 3 x 500 mg sehari, selama 7 hari
Kedua obat tersebut merupakan obat golongan arsen, yang saat ini sudah
jarang dipakai lagi, sering timbul efek samping diare.
Klefamid (clefamide)
Dosis 3 x 500 mg sehari , selama 10 -13 hari
Paromomycin
Dosis 3 x 500 mg sehari , selama 5 hari. Oleh karena ada kemungkinan invasi
amuba ke mukosa usus besar, maka walaupun tidak mengakibatkan gangguan
peristaltic usus, dianjurkan untuk menambah amebisid dengan jaringan
sebagai profilaksis. Obat amebisid jaringan yang dapat dipakai adalah:
Klorokuin difosfat (chloroquine diphosphate)
12
13
metronidazole dapat timbul abses hati ameba dalam jangka waktu 3 -4 bulan
kemudian, maka dianjurkan untuk menambah dengan obat amebisid luminal.
Obat ini akan memberantas sumber trofozoit di dalam lumen usus. Dapat
dipakai diyodohidrosikin, kliokinol, atau diloksanid furoat dengan dosis
seperti tersebut diatas.Dapat pula diberi tetrasiklin, dengan dosis 4 x 500 mg
sehari, selama 5 hari.
lodoquinol (tablet 650 mg), dosis 650 mg tiga kali sehari selama 20
hari
paromomycin (tablet 250 mg), dosis 500 mg tiga kali sehari selama
10 hari
II
Kolitis Akut
metronidazole (tablet 250 atau 500 mg), dosis 750 mg per oral atau
intravena (IV) tiga kali sehari selama 5 10 hari kali ditambah
dengan bahan luminal dengan dosis yang sama
III
Metronidazol, dosis 750 mg per oral atau i.v tiga kali sehari selama
5 10 hari
Tinidazol, dosis 2 g per oral
Omidazol, dosis 2 g prt oral
Omidazol, dosis 2 g per oral ditambah bukan luminal dengan jumlah
yang sama.
14
Pasien ini tidak hanya memerlukan obat ameoisid saja, tetapi juga
memerlukan infus cairan elektrolit atau transfusi darah.Selain pengobatan
seperti pada disentri ameba ringan dan sedang perlu ditambah emetin atau
dehidroemetin.Obat ini diberikan secara suntikan intramuscular atau subkutan
yang dalam.Tidak diperbolehkan memberikan secara intravena. Dosis emetin
1 mg/kg berat badan sehari (maksimum 60 mg sehari) selama 3 5 hari;
dehidro-emetin 11,5 mg/kg berat badan sehari (maksimum 90 mg sehari)
selama 3 5 hari. Penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit dan tirah baring
selama pengobatan. Hal ini disebabkan karena bahaya efek samping emetin
terhadap jantung. Pemberian dosis tinggi dapat mengakibatkan nekrosis otot
jantung dan penderita meninggal mendadak.
Oleh karena itu penderita perlu diobservasi dengan teliti, terutama tekanan
darah, denyut nadi, dan elektrokardiografi.Kelainan EKG yang sering terjadi
adalah kelainan gelombang T yang mendatar atau terbalik.Dapat pula terjadi
aritmia.
Amebiasis Ekstra Intestinal dan Ameboma
Penderita abses hati ameba dapat diberi metronidazole atau obat lain
golongan nitromidazol dengan dosis seperti tersebut diatas. Dapat pula diberi
klorokindifosfat dengan dosis 1 gr sehari. Selama 1 2hari ; dilanjutkan
dengan 600 mg sehari, selama 4 minggu. Masing masing obat tersebut perlu
ditambah dehidroemetin atau emetin dengan dosis seperti tersebut di atas
selama 10 hari. Kadang kadang apabila abses hati sangat besar ( lebih dari 5
cm) akan pungsi abses untuk mempercepat penyembuhan. Pada amebiasis
ekstraintestinal lainya dan ameboma obat obat tersebut di atas dapat
diberikan , kecuali klorokuin.
15
I. Komplikasi
Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri ameba, baik berat maupun
ringan. Sering sumber penyakit di usus sudah tidak menunjukkan gejala lagi
atau hanya menunjukkan gejala ringan, sehingga yang menonjol adalah gejala
penyulitnya. Keadaan ini sering terjadi pada penyulit ekstra intestinal yang
disebut amebiasis ekstra intestinal. Berdasarkan lokasinya, penyulit tersebut
dapat dibagi menjadi:
Komplikasi Intestinal
Perdarahan usus. Terjadi apabila ameba mengadakan invasi ke dinding usus
besar dan merusak pembuluh darah. Bila perdarahan hebat dapat berakibat
fatal.
Perforasi usus. Terjadi apabila abses menembus lapisan muskular dinding
usus besar. Sering mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya tinggi.
Peritonitis juga dapat terjadi akibat pecahnya abses hati ameba.
Ameboma. Terjadi akibat infeksi kronik yang mengakibatkan reaksi
terbentuknya massa jaringan granulasi. Biasa terjadi di daerah sekum dan
rekstosigmoid, sukar dibedakan dengan karsinoma usus besar. Sering
mengakibatkan ileus obstruktif atau penyempitan usus.
Intususepsi. Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang memerlukan
tindakan operasi segera.
Penyempitan usus (striktura). Dapat terjadi pada disentri kronik, akibat
terbentuknya jaringan ikat atau akibat ameboma.
Komplikasi Ekstra Intestinal
Amebiasis hati. Abses hati ameba merupakan penyulit ekstra intestinal yang
paling sering terjadi. Di daerah tropis, terutama di Asia Tenggara, insidennya
berkisar 5-40%. Lebih banyak terdapat pada laki-laki daripada wanita,
16
tersering pada usia 30-40 tahun. Abses dapat timbul beberapa minggu, bulan
atau tahun sesudah infeksi ameba, kadang-kadang terjadi tanpa diketahui
menderita disentri ameba sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat embolisasi
ameba dan dinding usus besar lewat vena porta, jarang lewat pembuluh getah
bening. Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang merupakan stadium dini
abses hati, kemudian timbul nekrosis fokal kecil-kecil (mikro abses), yng
akan bergabung menjadi satu, membentuk abses tunggal yang besar. Dapat
pula menjadi abses majemuk. Sesuai dengan arah aliran vena porta, maka
abses hati ameba terutama banyak terdapat di lobus kanan. Abses berisi
nanah kental yang steril tidak berbau, berwarna kecoklatan terdiri atas
jaringan sel hati yang rusak bercampur darah. Kadang-kadang berwarna
kuning kehijauan, karena bercampur dengan cairan empedu. Pasien sering
mengeluh nyeri spontan di perut kanan atas, kalau berjalan posisinya
membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Hati
teraba di bawah lengkung iga, nyeri tekan disertai demam tinggi yang bersifat
intermitten atau remitten. Kadang-kadang terasa nyeri tekan lokal di daerah
antara iga ke-8, ke-9 atau ke-10, jarang terjadi ikterus. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan leukositosis moderat (15.000 25.000/mm3) yang
terdiri atas 70% leukosit polimorfonuklear. Faal hati jarang terganggu dan
jarang ditemukan ameba di dalam tinja. Ameba dapat ditemukan di dalam
bahan cairan aspirasi abses bagian terakhir atau bahan biopsi dinding abses.
Pada pemeriksaan penerawangan tampak peninggian hemidiafragma kanan,
gerakannya menurun atau kadang-kadang terjadi gerakan paradoksal (pada
waktu inspirasi diafragma justru bergerak ke atas). Pada pemeriksaan foto
17
18
minum sebaiknya dimasak dulu, karena kista akan mati bila air dipanaskan
50oC selama 5 menit. Pemberian klor dalam jumlah yang biasa digunakan
dalam proses pembuatan air bersih, ternyata tidak dapat mematikan kista.
Penting sekali adanya jamban keluarga, isolasi, dan pengobatan carrier.
Carrier dilarang bekerja sebagai juru masak atau segala pekerjaan yang
berhubugan dengan makanan. Sampai saat ini belum ada vaksin khusus.
Pemberian kemoprofilaksis bagi wisatawan yang akan mengunjungi daerah
endemis tidak dianjurkan. Pengobatan massal secara berkala dengan
metronidazol dan dilosanid furoat hanya dikerjakan dalam keadaan tertentu.
19