Sie sind auf Seite 1von 18

LAPORAN PENDAHULUAN

Masalah Utama
Perubahan persepsi sensori: Halusinasi

Proses terjadi masalah


2.1 Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya


rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai suatu yang khayal,
halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental
penderita yang terepsesi. Halusinasi dapat terjadi karena dasarrdasar organik fungsional, psikotik, maupun histerik (Yosep, 2007)

Menurut Cook dan Fontaine (1987) perubahan persepsi sensori:


halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau
penghiduan. Klien merasakan stimulasi yang sebetulnya tidak ada.
Selain itu, perubahan persepsi sensori: halusinasi bisa juga diartikan
sebagai persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran, dan pikiran
yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi semua
sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan,
atau pengecapan).

Individu menginterpretasikan stresor yang tidak ada stimulus dari


lingkungan (Depkes RI, 2000).

Suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan pada pola


stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal dan
eksternal). Disertai dengan suatu pengurangan berlebih-lebihan atau
kelainan berespon terhadap stimulus (Towsend, 1998).

Kesalahan sensori persepsi dari satu atau lebih indra pendengaran,


penglihatan, taktil, atau penciuman yang ada stimulus eksterna (Antai
Otong, 1995).

Gangguan penyerapan/persepsi pancaindra tanpa adanya rangsangan


dari luar. Gangguan ini dapat terjadi pada sistem pengindraan pada
saat kesadaran individu tersebut penuh dan baik. Maksudnya
rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima
rangsangan dari luar dan dari individu sendiri. Dengan kata lain klien
berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan
oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Wilson, 1983).

1.2 Teori yang Menjelaskan Halusinasi

Teori Biokimia
Terjadi sebagai respon metabolisme terhadap stres yang
mengakibatkan terlepasnya zat halusinogenik neurotik (buffofenon
dan dimethytransaferase).

Teori Psikoanalisis
Merupakan respon pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari
luar yang mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.

1.3 Jenis Halusinasi serta Data Objektif dan Subjektif


Jenis Halusinasi
Halusinasi Dengar
(Klien mendengar suara/bunyi
yang tidak ada hubungannya
dengan stimulus yang
nyata/lingkungan).

Data Objektif
Bicara atau tertawa
sendiri.

Data Subjektif
Mendengar suarasuara atau kegaduhan.

Marah-marah tanpa
sebab.

Mendengar suara
yang mengajak
bercakap-cakap.
Mendekatkan telinga
Mendengar suara
ke arah tertentu.
menyuruh melakukan
Menutup telinga.
sesuatu yang
berbahaya.

Menunjuk-nunjuk ke Melihat bayangan, sinar,


bentuk geometris,
arah tertentu.
(Klien melihat gambaran yang
kartun, melihat hantu,
jelas/samar terhadap adanya
Ketakutan pada situasi atau monster.
stimulus yang nyata dari
yang tidak jelas.
lingkungan dan orang lain tidak
melihatnya).
Halusinasi Penglihatan

Halusinasi Penciuman
(Klien mencium bau yang
muncul dari sumber tertentu
tanpa stimulus yang nyata).

Mengendus-endus
seperti sedang
membaui bau-bauan
tertentu.
Menutup hidung.

Halusinasi Pengecapan

Sering meludah.

(Klien merasakan sesuatu yang Muntah.


tidak nyata, biasanya merasakan
rasa yang tidak enak).
Menggaruk-garuk
permukaan kulit.
(Klien merasakan sesuatu pada
Halusinasi Perabaan

Membauai bau-bauan
seperti bau darah, urin,
feses, dan terkadang
bau-bau tersebut
menyenangkan bagi
klien.
Merasakan rasa seperti
darah, urin, atau feses.

Mengatakan ada
serangga di

kulitnya tanpa ada stimulus yang


nyata)

Halusinasi Kinestetik
(Klien merasa badannya
bergerak dalam suatu
ruangan/anggota badannya
bergerak)

permukaan kulit.
Merasa seperti
tersengat listrik.
Memegang kakinya
yang dianggapnya
bergerak sendiri.

Mengatakan badannya
melayang di udara.

Memegang badannya Mengatakan perutnya


menjadi mengecil
yang dianggap
(Perasaan tertentu timbul dalam
berubah bentuk dan setelah minum softdrink.
tubuhnya)
tidak normal seperti
biasanya.
Halusinasi Viseral

1.4 Faktor Predisposisi


Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress. Diperoleh dari klien atau keluarga. Faktor predisposisi meliputi:
Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan
yang membesarkannya.
Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika
seseorang mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti buffofenon dan dimethytransferase (DMP).
Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan
stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi
realitas.
Faktor Genetik

Gen yang berpengaruh dalam halusinasi belum diketahui, tetapi hasil


studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.
1.5 Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya
rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan
juga suasana sepi/ isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya
halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan
yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
1.6 Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak
aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan Heacock (1993)
mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan individu sebagai makhluk yang dibangun atas unsur-unsur
bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi
yaitu:

Dimensi fisik
Manusia dibangun oleh sistem indra untuk menanggapi ransangan
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti: kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan tidur dalam waktu lama.

Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena masalah yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan, sehingga klien tidak
sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga berbuat sesuatu
terhadap ketakutannya.

Dimensi intelektual
Individu yang mengalami halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari
ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, tetapi pada saat
tertentu menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.

Dimensi sosial

Dimensi sosial menunjukkan individu cenderung untuk mandiri.


Individu asik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat
untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri, dan
harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi
dijadikan sistem kontrol, sehingga jika perintah halusinasi berupa
ancaman, maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain.
Dengan demikian intervensi keperawatan pada klien yang mengalami
halusianasi adalah dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang
menimbulkan penngalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan agar klien tidak menyendiri.

Dimensi spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi
dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Klien
yang mengalami halusiansi cenderung menyendiri dan cenderung tidak
sadar dengan keberadaannya serta halusinasi menjadi sistem kontrol
dalam individu tersebut.

D. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu
dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping
dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan
masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang berhasil.
E. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri

F. Tahap Halusinasi

Tahap I (non-psikotik)
Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien,
tingkat orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi
merupakan hal yang menyenangkan bagi klien. Karakteristik :
a. Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan
b. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan kecemasan
c. Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol kesadaran.

Perilaku yang muncul :


a. Tersenyum atau tertawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa suara
c. Pergerakan mata yang cepat
d. Respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi

Tahap II (non-psikotik)

Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami


tingkat kecemasan yang berat. Secara umum, halusinasi yang ada dapat
menyebabkan antipasti.
Karakteristik :
a. Pengalaman sensori menakutkan atau merasakan dilecehkan oleh

pengalaman tersebut
b. Mulai merasa kehilangan control
c. Menarik diri dari orang lain
Perilaku yang muncul :
a. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah.
b. Perhatian terhadap lingkungan menurun
c. Konsentrasi terhadap pengalaman sensori menurun
d. Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan

realita.

Tahap III ( psikotik )


Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat
kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi.
Karekteristik :
a. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
b. Isi halusinasi menjadi atraktif

c. Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir

Perilaku yang muncul :


a. Klien menuruti perintah halusinasi
b. Sulit berhubungan dengan orang lain
c. Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
d. Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata
e. Klien tampak tremor dan berkeringat

Tahap IV ( psikotik )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat
panik
Perilaku yang muncul :
a. Resiko tinggi menciderai
b. Agitasi atau kataton
c. Tidak mampu merespon rangsangan yang ada

Timbulnya perubahan persepsi sensori halusinasi biasanya diawali


dengan seseorang yang menarik diri dari lingkungan karena orang
tersebut menilai dirinya rendah. Bila klien mengalami halusinasi
dengar dan lihat atau salah satunya yang menyuruh pada kejelekan
maka akan berisiko terhadap perilaku.

Pohon masalah
Akibat

Resiko PK dan RBD

Defisit

perawatan

diri

mandi/kebersihan,
berpakaian/berhias
toileting

Masalah Utama

Perubahan sensori persepsi:

Intoleransi aktivitas

Halusinasi

Penyebab

Isolasi sosial:
Menarik diri

Harga diri rendah kronis

Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


Masalah keperawatan yang mungkin muncul
1. Risiko tinggi perilaku kekerasan
2. Resiko tinggi bunuh diri
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Isolasi social
5. Harga diri rendah kronik

1.

Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Data yang perlu dikaji


Masalah keperawatan
Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Data yang perlu dikaji


Subjektif :
Klien mengatakan mendengar
sesuatu
Klien mengatakan bayangan
putih
Klien
mengatakan
dirinya
seperti disengat listrik
Klien mencium bau bauan
yang tidak sedap, seperti feses
Klien mengatakan kepalanya
melayang di udara
Klien
mengatakan
dirinya
merasakan ada sesuatu yang
berbeda pada dirinya
Objektif :
Klien terlihat bicara atau tertawa
sendiri saat dikaji
Bersikap seperti mendengarkan
sesuatu
Berhenti suara di tengah
tengah
kalimat
untuk
mendengarkan sesuatu
Disorientasi
Konsentrasi rendah
Pikiran cepat berubah- ubah
Kekacauan alur pikiran

2. Resiko perilaku kekerasan


1.

Curiga terhadap orang lain

2.

Panik

3.

Reaksi kemaraan

4.

Berjalan bolak balik

5.

Rahang dan postur tubuh kaku

6.

Mengepalkan tangan

7.

merusak secara langsung benda-benda yang ada disekitarnya

8.

Mudah tersinggung

3. Kerusakan Interaksi Sosial : menarik diri


1.

Menyendiri di ruangan

2.

Tidak berkomunikasi

3.

Tidak ada kontak mata

4.

Sedih, afek datar

5.

Meringkuk ditempat tidur dengan punggung menghadap ke


pintu

6.

Adanya perhatian yang tidak sesuai atau imatur dengan


perkembangan usia

7.

Berfikir tentang sesuatu menurutnya pikirannya sendiri,


tindakan berulang-ulang tidak bermakna

4. Harga diri rendah kronis:


1.

Menarik diri

2.

Menjadi sangat kritis atau menghakimi diri dan orang lain

3.

Ekspresi-ekpresi ketidak berdayaan

4.

Takut gagal

5.

Ketidak mampuan mengakui keberhasilan

6.

Hubungan interpersonal tidak memuaskan

7.

Pandangan yang negatif atau pesimistik

5.

Sindroma

defisit

perawatan

diri:

mandi/kebersihan,

berpakaian/berhias.
1.

Ketidakmampuan / menolak untuk membersihkan tubuh atau


bagian-bagian tubuh

2.

Ketidak mampuan dan kurangnya minat dalam memilih


pakaian yang sesuai untuk dikenakan, berpakaian, merawat atau
mempertahankan penampilan.

3.

ketidakmampuan atau tidak adanya keinginan defikasi atau


berkemih dengan bantuan

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Nama Klien

Ruangan

No. CM

Dx Medis

: GSP halusinasi

Tgl No
Dx

Dx
Perencanaan
Keperawatan Tujuan
Intervensi
Rasional
Perubahan
1. Setelah.. interaksi1. Bina hubungan saling percaya 1. Kepercayaan dari
persepsi Sensori: klien
menunjukan dengan menggunakan prinsip klien merupakan hal
Halusinasi lihat tanda-tanda
percaya komunikasi terapeutik :
yang mutlak serta
dan dengar
kepada perawat :
Sapa klien dengan ramah baik akan memudahkan
Ekspresi
wajah verbal maupun nonverbal
dalam
pendekatan
dan
tindakan
bersahabuat
Perkenalkan
nama,
nama keperawatan
yang
Menunjukan
rasa panggilan dan tujuan perawat akan
dilakukan
senang
berkenalan
kepada klien
Ada kontak mata

Tanyakan nama lengkap dan

Mau berjabat tangan


mau

nama

nama penggilan yang disukai


klien

menyebutkan Buat kontrak yang jelas


sikap jujur
janji setiap

dan
kali

duduk
dengan Tunjukan sikap empati
menerima apa adanya

dan

Mau menjawab salam


Mau

berdampingan
perawat

Tunjukan

menepati
berinteraksi

Beri perhatian kepada klien dan

Bersedia

mengungkapkan
masalah yang dihadapi

2.

masalah yang dihadapi klien


Dengarkan
dengan
penuh
perhatian ekspresi
perasaan
klien

Setelah. interaksi2.1 Adakan kontak sering


klien menyebutkan :
singkat secara bertahap.
o Isi

dan

Kepercayaan klien
pada perawat dapat
diperoleh
dari
kontak yang sering.
o Waktu
2.2.Tingkah laku klien
2.2 Observasi tingkah laku klien terkait halusinasinya
o Frekuensi
terkait dengan halusinasinya, menunjukan
isi,
frekuensi
o Situasi dan kondisi jika menemukan klien sedang waktu,
halusinasi
:
serta
situasi
dan
yang
menimbulkan
Tanyakan
apakah
klien kondisi
yang
halusinasi
menimbulkan
mengalami sesuatu
halusinasi
Setelah. interaksi klien
menyatakan perasaan Tanyakan apa yang sedang
dan
respon
saat dialami
mengalami halusinasi :
Katakan bahwa perawat percaya
Marah
klien mengalami hal tersebut,
namun perawat sendiri tidak
Takut
mengalaminya(dengan
nada
bersahabat tanpa menuduh atau
Sedih
menghakimi)
Senang
Katakan bahwa ada klien lain
Cemas
yang mengalami hal yang sama
Katakan bahwa perawat akan

Jengkel

membantu klien Jika klien tidak


sedang berhalusinasi klarifikasi
tentang adanya pengalaman
halusinasi, diskusikan dengan
klien :
Isi,

waktu
dan frekuensi2.3 Ungkapan dari klien
terjadinya halusinasi Situasi dan menunjukan
apa
kondisi yang menimbulkan atau yang dibutuhkan dan
tidak.
dirasakan oleh klien.
2.4 Membantu
memilihkan
cara
yang
tepat
untuk
2.3 Diskusikan dengan klien apa
klien
yang dirasakan jika terjadi membantu
menghadapi
halusinasi dan beri kesempatan
untuk
mengungkapkan perasaannya.
2.5 Membantu
klien
perasaannya.
dalam
mengenal
dari
2.4 Diskusikan dengan klien apa konsekuensi
halusinasi
yang
yang dilakukan untuk mengatasi
muncul
perasaan tersebut.

2.5 Diskusikan tentang dampak yang


akan dialaminya bila klien
menikmati halusinasinya.
2.6 Ajarkan klien cara menghardik
halusinasi.
2.7 Anjurkan klien memasukan cara

menghardik halusinasi dalam


jadwal.
3.1 Setelah interaksi3.1 Evaluasi jadwal kegiatan harian3.1 Untuk mengevaluasi
klien
dapat klien.
keefektifan tindakan
mengendalikan
yang telah diberikan.
halusinasinya dengan
3.2 Dengan
bercakapbercakap-cakap
cakap
dapat
3.2 Latih
klien
mengendalikan mengalihkan
halusinasi dengan cara bercakap- perhatian sehingga
cakap dengan orang lain.
halusinasi dapat di
cegah.
3.3 Dengan memasukan
3.3 Anjurkan klien memasukan kegiatan bercakapkegiatan bercakap-cakap dengan cakap dalam jadwal
orang lain dalam jadwal kegiatan diharapkan
klien
sehari-hari.
dapat melakukannya
sesuai jadwal.
3.4 Memberi
klien
reward atas apa yang
sudah klien usahakan
3.4 Pantau pelaksanaan yang telah agar klien dapat PD
dilatih, jika berhasil beri pujian.
dalam
mengatasi
halusinasinya.
3.5 Membantu
klien
dalam membangun
hubungan sosial
3.5 Anjurkan klien mengikuti terapi
aktivitas kelompok, orientasi
realita, stimulasi persepsi
4.1 Setelah pertemuan4.1 Buat kontrak dengan keluarga4.1 Dasar
untuk

keluarga,
keluarga untuk pertemuan.
membina hubungan
menyatakan
setuju4.2 Diskusikan dengan keluarga :
terapeutik
dengan
untuk
mengikuti
Pengertian halusinasi
keluarga.
pertemuan
dengan
4.2 Keluarga
dapat
Tanda dan gejala halusinasi
perawat.
mengenal
dan
4.2 Setelah interaksi
membantu
klien
Proses terjadinya halusinasi
keluarga menyebutkan
dalam
pengertian, tanda dan
Cara yang dapat dilakukan mengendalikan
gejala,
proses
klien dan keluarga untuk halusinasinya
terjadinya halusinasi,
memutuskan halusinasi
dan tindakan untuk
mengendalikan
Obat-obat halusinasi
halusinasi
Cara merawat keluarga yang
halusinasi dirumah

Beri informs waktu kontrol


ke RS dan bagaimana cara
mencari
bantuan
jika
halusinasi tidak dapat diatasi
di rumah

3.6 Setelah interaksi5.1 Diskusikan dengan klien tentang5.1 Memudahkan


klien menyebutkan :
manfaat dan kerugian tidak pemahaman
dan
o Manfaat
minum minum obat, nama , warna obat, mensukseskan
dosis, cara, efek terapi dan efek program pengobatan
obat
samping.
yang optmal bagi
o Kerugian
tidak
klien.
minum obat
5.2 Pantau klien saat penggunaan5.2 Tidak terjadi yang
obat.
tidak
diharapkan
3.7 Setelah interaksi
akibat
pengobatan

klien menyebutkan :
yang tidak optimal
Nama, warna, dosis,
5.3 Meningkatkan
efek terapi dan efek
rasa PD serta
samping.
motivasi untuk
3.8 Setelah interaksi
menyukseskan
5.3 Beri
pujian
jika
klien
klien
program
menggunakan
obat
dengan
mendemonstrasikan
pengobatan.
penggunaan
obat benar.
5.4 Klien akan lebih
dengan benar.
aktif menjalani
3.9 Setelah interaksi
program pengobatan.
klien
menyebutkan
5.5 Tidak terjadi yang
akibat berhenti minum5.4 Diskusikan
akibat
berhenti tidak diharapkan
obat tanpa konsultasi minum obat tanpa konsultasi akibat pengobatan
dokter
yang tidak optimal
dokter.
5.5 Anjurkan klien untuk konsultasi
kepada
dokter/perawat
jika
terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan

DAFTAR PUSTAKA
Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa.
Fitria. N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelasanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7
diagnosis Keparawatan Jiwa Berat Bagi Program S-1 Keperawatan
Keliat, B,A. 1998. Askep Pada Kliean Gangguan Orientasi Realitas. Jakarta.
Maramis, F, W. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga
University Press.
Stuart & Sundeen. 1998. Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Yosep,I. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: refika Aditama.

Das könnte Ihnen auch gefallen