Sie sind auf Seite 1von 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Pengawasan yaitu proses untuk menetapkan pekerjaan yang sudah
dilakukan, menilai dan mengoreksi agar pelaksanaan pekerjaan itu sesuai dengan
rencana

semula.

Pengawasan

sangat

penting

dilakukan

dalam

setiap

penyelenggaraan pemerintah baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat


karena dengan pengawasan setiap kegiatan atau program akan terhindar dari
penyimpangan penyimpangan seperti korupsi dan dengan pengawasan kegiatan
atau program dari pemerintah akan tepat sasaran sesuai tujuan yang di rencanakan
sebelumnya. Pengawasan asendiri merupakan salah satu fungsi dasar manajemen
yaitu pengamatan agar tugas-tugas yang telah direncanakan dilaksanakan dengan
tepat sesuai rencana, dan apabila terdapat penyimpangan diadakan tindakantindakan perbaikan (George R Terry). Pemerintahan (Government) menunjukkan
kegiatan atau proses memerintah, yaitu melaksanakan control atas pihak lain (the
activity or the process of governing).
Hasil pengawasan ini harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat
kecocokan dan ketidakcocokan dan menemukan penyebab ketidakcocokan yang
muncul. Dalam konteks membangun manajemen pemerintahan publik yang
bercirikan good governance (tata kelola pemerintahan yang baik), pengawasan
merupakan aspek penting untuk menjaga fungsi pemerintahan berjalan
sebagaimana mestinya. Dalam konteks ini, pengawasan menjadi sama pentingnya
dengan penerapan good governance itu sendiri.
Dalam kaitannya dengan akuntabilitas publik, pengawasan merupakan
salah satu cara untuk membangun dan menjaga legitimasi warga masyarakat
terhadap kinerja pemerintahan dengan menciptakan suatu sistem pengawasan
yang efektif, baik pengawasan intern (internal control) maupun pengawasan

ekstern (external control). Di samping mendorong adanya pengawasan masyarakat


(social control).
Sementara itu, dari segi hukum administrasi negara, pengawasan dimaknai
sebagai proses kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan,
atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan, atau
diperintahkan.
Setelah tumbanngnya rezim Orde Baru Indonesia menapaki Reformasi di
segala bidang, guna mewujudkan pemerintahan yang demokratis, guna
memberikan pelayanan yang baik pada masyarakat, good governance, Melalui UU
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Pemerintah dan DPR telah
jelas menunjukkan political will untuk melaksanakan otonomi daerah dan
desentralisasi pada tahun anggaran 2001.
Dalam konteks otonomi daerah,

desentralisasi

dimaksudkan

agar

daerah lebih mampu mengembangkan inisiatif dan kreativitas daerah dan sumber
dayanya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pelayanan
kepada

masyarakat

dan

meningkatkan

pemberdayaan

masyarakat.

Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan


yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional yang
diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya
nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah.

Namun

kesemuanya

itu

perlu

diimbangi

dengan

Sistem

Pengawasan yang memadai agar tidak menimbulkan Korupsi, Kolusi dan


Nepotisme (KKN) baru
Dalam rangka pelaksanaan pekarjaan dan untuk mencapai tujuan dari
pemerintah yang telah direncanakan maka perlu ada pengawasan, karena dengan
pengawasan tersebut, maka tujuan yang akan dicapai dapat dilihat dengan
berpedoman rencana yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pemerintah.

Dengan demikian pengawasan itu sangat penting dalam melaksanakan


pekerjaan dan tugas pemerintahan, sehingga pengawasan diadakan dengan
maksud untuk, mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak lau untuk
memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengadakan
pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau
timbulnya kesalahan yang baru dan juga mengetahui pelaksanaan kerja sesuai
dengan program seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak.
Untuk pengawasan pemerintahan terdapat hal-hal yang dapat menjadi
perharian diantaranya: pengawasan dalam organisasi pemerintahan, pengawasan
melekat, pengawasan fungsional dan audit untuk pemerintahan.
Pengawasan dalam dalam pemerintahan merupakan penilaian dan analisis
dari pelaksanaan berbagai urusan organisasi pemerintahan untuk dapat berjalan
sesuai dengan standar dan kebijakan pemerintah yang berdasarkan peraturan dan
ketatapan yang menjadi hokum landasan pengawasan.
Pengawasan melekat adalah pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan
langsung dalam pemerintahan. Untuk audit sendiri dapat dengan internal maupun
eksternal auditor dimana anternal audit ini membantu semua pegawai dalam
melaksanakan tanggung jawab mereka dengan cara mengajukan analisis,
penilaian, rekomendasi dan komentar mengenai kegiatan mereka sedangkan
eksternal audit: menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara
wajar keadaan keuangan dan hasil yang lainnya, pemeriksaan dilaksanakan oleh
pihak yang bebas dari pengaruh pimpinan dalam hal ini bisa BPK, Inspektorat
atau KPK.
Pembahasan mengenai pengawasan dalam organisasi tidak disajikan secara
mendetail, hanya menyinggung secara umum Karena mengingat bahwa waktu
serta sumber yang kurang didapat oleh penulis. Dengan demikian hanya
membahas mengenai dasar pengawasan dalam organisasi pemerintahan serta
pengembanganya saja.

1.2.
a)
b)
c)
d)
e)
1.3.

Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan pengawasan?
Apa yang dimaksud dengan pengawasan dalam organisasi pemerintahan?
Apa yang dimaskud dengan pengawasan melekat?
Apa yang dimaksud dengan pengawasan fungsional?
Bagaimanakah tahapan dalam audit pemerintahan?
Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut


a)
b)
c)
d)
e)
1.4.

Untuk menjelaskan mengenai pengertian pengawasan


Untuk mengetahui tentang pengawasan dalam organisasi pemerintahan
Untuk mengetahui tentang pengawasan melekat
Untuk mengetahui tentang pengawasan fungsona
Untuk mengetahui tahapan-tahapan audit pemerintahan
Manfaat Penulisan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu:

a.

Bagi Penulis
Memenuhi tugas dari mata kuliah Auditing manajemen dan untuk
menambah wawasan baru mengenai pengawasan pemerintahan, terutama
dalam pengawsan melekat, pengawasan fungsional dan tahapan audit
pemerintahan.

b.

Bagi Pembaca
Menambah wawasan, referensi, dan informasi bagi pembaca agar
mengetahui lebih lanjut mengenai pengawasan pemerintahan.

BAB II
PENDAHULUAN

2.1.

Pengertian Pengawasan
4

Dalam KBBI pengawasan yang mempunya arti penilikan dan penjagaan


dan berasal dari kata awas berarti memperhatikan dengan baik; waspada,
sedangkan dalam bahasa Inggris disebut controlling yang diterjemahkan dengan
istilah pengawasan dan pengendalian, sehingga istilah controlling lebih luas
artinya daripada pengawasan. Akan tetapi dikalangan ahli atau sarjana telah
disamakan pengertian controlling ini dengan pengawasan. Jadi pengawasan
adalah termasuk pengendalian. Pengendalian berasal dari kata kendali, sehingga
pengendalian mengandung arti mengarahkan, memperbaiki, kegiatan, yang salah
arah dan meluruskannya menuju arah yang benar. Akan tetapi ada juga yang tidak
setuju

akan

disamakannya

istilah controlling ini

dengan

pengawasan,

karena controlling pengertiannya lebih luas daripada pengawasan dimana


dikatakan bahwa pengawasan adalah hanya kegiatan mengawasi saja atau hanya
melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan saja hasil kegiatan mengawasi
tadi, sedangkan controlling adalah disamping melakukan pengawasan juga
melakukan kegiatan pengendalian menggerakkan, memperbaiki dan meluruskan
menuju arah yang benar.
Menurut George R Terry dalam bukunya Principles of management
menyatakan pengawasan sebagai proses untuk mendeterminir apa yang akan
dilaksanakan, mengevaluir pelaksanaan dan bilamana perlu menerapkan tindakantindakan korektif sedemikian rupa hingga pelaksanaan sesuai dengan rencana.
Henry

Fayol

dalam

bukunya

General

Industrial

Management

menyatakan, pengawasan terdiri atas tindakan meneliti apakah segala sesuatu


tercapai atau berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan berdasarkan
instruksi-instruksi yang telah dikeluarkan, prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
Harold Koonzt dan Cyril ODonnel dalam bukunya Principles of
Management menulis bahwa, pengawasan adalah penilaian dan koreksi atas
pelaksanaan kerja yang dilakukan oleh bawahan dengan maksud untuk
mendapatkan keyakinan atau menjamin bahwa tujuan-tujuan perusahaan dan
rencana-rencana yang digunakan untuk mencapainya dilaksanakan.

S. P Siagian dalam bukunya Filsafat Administrasi memberikan definisi


tentang pengawasan sebagai proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh
kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang
dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Sarwoto dalam bukunya Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen
menyatakan sebagai berikut: pengawasan adalah kegiatan manajer yang
mengusahakan agar pekerjaan pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang
ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki.
Dari berbagai pengertian diatas dapat kita ambil titik point penting bahwa
pengawasan ialah suatu proses untuk menegaskan bahwa seluruh aktifitas yang
terselenggara telah sesuai dengan apa yang sudah direncanakan sebelumnya.
2.2.

Tujuan Pengawasan
Berkaitan

dengan

tujuan

pengawasan,

Situmorang

dan

Juhir

mengemukakan agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang


didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna dan
berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan
terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat (control social) yang obyektif,
sehat dan bertanggung jawab.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa pada
pokoknya tujuan pengawasan adalah membandingkan antara pelaksanaan dan
rencana serta instruksi yang telah dibuat, untuk mengetahui ada tidaknya
kesulitan, kelemahan atau kegagalan serta efisiensi dan efektivitas kerja dan untuk
mencari jalan keluar apabila ada kesulitan, kelemahan dan kegagalan atau dengan
kata lain disebut tindakan korektif
2.3.

Proses Pengawasan
Proses Pengawasan adalah Proses yang menentukan tentang apa yang

harus dikerjakan, agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan rencana. Artinya
pengawasan itu terdiri atas berbagai aktivitas, agar segala sesuatu yang menjadi
tugas dan tanggungjawab manajemen terselenggarakan. Proses pengawasan

merupakan hal penting dalam menjalankan kegiatan organisasi, oleh karena itu
setiap pimpinan harus dapat menjalankan fungsi pengawasan sebagai salah satu
fungsi manajemen. Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi
terhadap setiap pegawai yang berada dalam organisasi adalah wujud dari
pelaksanaan fungsi administrasi dari pimpinan organisasi terhadap para bawahan,
serta mewujudkan peningkatan efektifitas, efisiensi, rasionalitas, dan ketertiban
dalam pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas organisasi.
Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi akan memberikan
implikasi terhadap pelaksanaan rencana akan baik jika pengawasan dilakukan
secara baik, dan tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak
setelah proses pengawasan dilakukan. Dengan demikian peranan pengawasan
sangat menentukan baik buruknya pelaksanaan suatu rencana. Proses pengawasan
terdiri dari beberapa tindakan (langkah pokok) tertentu yang bersifat fundamental
bagi semua pengawasan manajerial, langkah-langkah pokok ini menurut George R
Terry meliputi:
1. Menetapkan Standar Pengawasan
Standar Pengawasan adalah suatu standar (tolok ukur) yang merupakan
patokan bagi pengawas dalam menilai apakah obyek atau pekerjaan yang
diawasi berjalan dengan semestinya atau tidak. Standar pengawasan
mengandung 3 (tiga) aspek, yaitu:
a) Rencana yang telah ditetapkan, mencakup kualitas dan kuantitas hasil
pekerjaan yang hendak dicapai, sasaran-sasaran fungsional yang
dikehendaki, faktor waktu penyelesaian pekerjaan.
b) Ketentuan serta kebijaksanaan yang berlaku, mencakup ketentuan
tentang tata kerja, ketentuan tentang prosedur kerja (tata cara kerja),
peraturan per UU-an yang berkaitan dengan pekerjaan, kebijaksanaan
resmi yang berlaku, dll.
c) Prinsip-prinsip daya guna dan hasil guna dalam melaksanakan
pekerjaanmencakup aspek rencana dan ketentuan serta kebijaksanaan
telah terpenuhi, pekerjaan belum dapat dikatakan berjalan sesuai

semestinya apabila efisien dan efektivitasnya diabaikan, artinya


kehemetan dalam penggunaan dana, tenaga, material dan waktu.
2. Mengukur Pelaksanaan Pekerjaan
Penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah/senyatanya
dikerjakan dapat dilakukan melalui antara lain:
a) Laporan (lisan dan tertulis)
b) Buku catatan harian tentang itu, Bagan
c) Jadwal atau grafik produksi/hasil
d) Insfeksi atau pengawasan langsung; Pertemuan/konferensi dengan
petugas-petugas yang bersangkutan; Survei yang dilakukan oleh
tenaga staf atau melalui penggunaan alat teknik.
3. Membandingkan
Pekerjaan
Aktifitas tersebut

Standar
di

Pengawasan

atas

merupakan

dengan

Hasil

kegiatan

yang

Pelaksanaan
dilakukan

pembandingan antara hasil pengukuran dengan standar. Maksudnya, untuk


mengetahui apakah diantaranya terdapat perbedaan dan jika ada, maka
seberapa besarnya perbedaan tersebut kemudian untuk menentukan
perbedaan itu perlu diperbaiki atau tidak.
4. Tindakan Koreksi (Corrective Action)
Apabila diketahui adanya perbedaan, sebab-sebabnya perbedaan, dan letak
sumber perbedaan, maka langkah terakhir adalah mengusahakan dan
melaksanakan tindakan perbaikannya. Dari kegiatan tersebut di atas ada
perbaikan yang mudah dilakukan, tetapi ada juga yang tidak mungkin
untuk diperbaiki dalam waktu rencana yang telah ditentukan. Untuk
solusinya maka perbaikan dilaksanakan pada periode berikutnya dengan
cara penyusunan rencana/ standar baru, disamping membereskan factor
lain yang menyangkut penyimpangan tersebut, antara lain:
Reorganisasi
Peringatan bagi pelaksana yang bersangkutan, dsb.
2.4.

Jenis-Jenis Pengawasan
Dalam hal pengawasan dapat diklasifikasikan macam-macam pengawasan

berdasarkan berbagai hal, yaitu

1. Berdasrkan Lembaga
a. Pengawasan Atasan Langsung (Pengawasan Melekat)
Dasar: Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengawasan. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa
pengawasan terdiri dari:
a) Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atasan langsung baik di
tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah;
b) Pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat
pengawasan. Pengawasan yang dimaksud dalam butir (a) adalah
merupakan pengawasan atasan langsung, sesuai dengan bunyi
pasal 3 sebagai berikut:
Pimpinan semua satuan organisasi pemerintahan, termasuk proyek
pembangunan di lingkungan departemen/lembaga instansi lainnya,
menciptakan pengawasan melekat dan meningkatkan mutunya
didalam lingkungan tugasnya masing masing; (2) Pengawasan
melekat dimaksud dalam ayat (1) dilakukan:
1) Melalui penggarisan struktur organisasi yang jelas dengan
pembagian tugas dan fungsi beserta uraiannya yang jelas pula;
2) Melalui perincian kebijaksanaan pelaksanaan yang dituangkan
secara

tertulis

yang

dapat

menjadi

pegangan

dalam

pelaksanaannya oleh bawahan yang menerima pelimpahan


wewenang dari atasan;
3) Melalui rencana kerja yang menggambarkan kegiatan yang
harus dilaksanakan, bentuk hubungan kerja antar kegiatan
tersebut, dan hubungan antar berbagai kegiatan beserta sasaran
yang harus dicapainya;
4) Melalui procedure kerja yang merupakan petunjuk pelaksanaan
yang jelas dari atasan kepada bawahan;
5) Melalui pencatatan hasil kerja serta pelaporannya yang
merupakan alat bagi atasan untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan bagi pengambilan keputusan serta penyusunan
pertanggung-jawaban,

baik

mengenai

pelaksanaan

tugas

maupun mengenai pengelolaan keuangan;


9

6) Melalui pembinaan personil yang terus menerus agar para


pelaksana menjadi unsur yang mampu melaksanakan dengan
baik tugas yang menjadi tanggungjawabnya dan tidak
melakukan tindakan yang bertentangan dengan maksud serta
kepentingan tugasnya.
b. Pengawasan Fungsional
Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat
yang diadakan khusus untuk membantu pimpinan (manajer) dalam
menjalankan fungsi pengawasan di lingkungan organisasi yang menjadi
tanggung jawabnya. Pasal 4 ayat (4) Inpres No. 15 Tahun 1983
menyatakan bahwa pengawasan fungsional terdiri dari:
a) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
b) Inspektorat Jenderal Departemen, Aparat Pengawasan Lembaga
Pemerintah Non Departemen/instansi pemerintah lainnya;
c) Inspektorat Wilayah Provinsi;
d) Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kota Madya.
c. Pengawasan Politis (DPR/DPRD)
Pengawasan politis disebut juga pengawasan informal karena biasanya
pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat baik langsung maupun tidak
langsung. Pengawasan ini juga sering pula disebut social control. Contohcontoh pengawasan jenis ini misalnya pengawasan melalui surat-surat
pengaduan masyarakat, melalui media masa dan melalui badan-badan
perwakilan rakyat.
Social control sebagai pengawasan politis melalui jalur lembagalembaga perwakilan pada saat sekarang sudah terasa semakin mantap, di
tingkat pusat pengawasan oleh DPR-RI atas jalannya pemerintah dan
pembangunan terasa semakin intensif dan melembaga antara lain melalui
forum rapat kerja komisi dengan pemerintah dan forum dengar pendapat
(hearing) antara komisi-komisi DPR-RI dengan para pejabat tertentu,
begitu juga yang dilaksanakan di Daerah antara Pemda dengan DPRD
yang bersangkutan.
d. Pemeriksaan BPK

10

BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) adalah perangkat pengawasan


ekstern terhadap pemerintah, karena ia berada di luar susunan organisasi
pemerintah

(Pemerintah

dalam

arti

mempertanggungjawabkan

pelaksanaan

pemerintahan

tetapi

(Presiden),

yang

BPK

sempit).

tugasnya

BPK

kepada

tidak
kepala

mempertanggungjawabkan

pelaksanaan tugasnya kepada DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) Republik


Indonesia.
e. Pengawasan dan Pemeriksaan Lainnya
Dalam pengawasan dan pemeriksaan lainnya merupakan pengawasan
umum yaitu suatu jenis pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah
terhadap

segala

kegiatan

pemerintah

daerah

untuk

menjamin

penyelenggaraan pemerintah daerah dengan baik.


Pengawasan umum terhadap pemerintah daerah dilakukan oleh
Mendagri dan Gubernur/Bupati/Wali Kota kepada Daerah sebagai wakil
pemerintah

di

daerah

yang

bersangkutan.

Bagi

Mendagri

dan

Gubernur/Bupati/Wali Kota, pengawasan atas jalannya pemerintahan


Daerah (melalui pengawasan prepentif, pengawasan represif, dan
pengawasan umum) adalah merupakan salah satu tugas pokoknya yang
ditugaskan oleh undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Artinya bukan sekedar sebagai fungsi manajemen biasa.
Mendagri dalam menjalankan tugas dibidang pengawasan atas jalannya
pemerintahan daerah dalam prakteknya dibantu oleh inspektur jenderal
dalam pengawasan umum dan dirjen pemerintahan umum dan dirjen
otonomi daerah dalam hal pengawasan prepentif dan pengawasan represif.
Ditingkat provinsi, gubernur dibantu oleh inspektorat wilayah provinsi
dalam hal pengawasan umum sedangkan pengawasan prepentif dan
pengawasan represif Gubernur dibantu oleh sekretariat Daerah (c.q. Biro
Hukum dalam produk peraturan perundang-undangan yang menyangkut
perda).
2. Berdasarkan Waktu
a. Pengawasan Preventif
Jenis pengawasan preventif

sperti

pengawasan

atas

jalannya

pemerintah daerah yang sekarang diatur dalam undang-undang No. 32


11

Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Secara umum arti pengawasan


preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan, ini
berarti pengawasan terhadap segala sesuatu yang bersifat rencana.
Pengawasan preventif mengandung prinsip bahwa Peraturan Daerah dan
keputusan Kepala Daerah mengenai pokok tertentu harus berlaku sesudah
ada pengesahan pejabat yang berwenang, cara dari pemerintah melakukan
yaitu Pengawasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yaitu
terhadap rancangan Perda yang mengatur pajak Daerah, retribusi Daerah,
APBD, dan RUTR sebelum disahkan oleh kepala Daerah terlebih dahulu
dievaluasi oleh Mendagri untuk Raperda Provinsi, dan oleh Gubernur
terhadap Raperda Kabupaten/Kota.
Mekanisme ini dilakukan agar pengaturan tentang hal-hal tersebut
dapat mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal. Pembinaan atas
penyelenggaraan Pemda adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah
dan atau Gubernur selaku wakil Pemerintahan di Daerah untuk
mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi Daerah.
Pembinaan oleh Pemerintah, Menteri dan Pimpinan lembaga pemerintah
non departemen melakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan
kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh Mendagri untuk
pembinaan dan pengawasan provinsi serta oleh Gubernur untuk
pembinaan dan pengawasan Kabupaten/Kota.
Pengawasan atas penyelenggaraan Pemda adalah proses kegiatan yang
ditujukan untuk menjamin agar Pemda berjalan sesuai dengan rencana dan
ketentuan Per UU-an yang berlaku. Pengawasan yang dilaksanakan oleh
pemerintah terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
utamanya terhadap Perda dan Peraturan Kepala Daerah.
b. Pengawasan Represif
Pengawasan Represif mempunyai pengertian secara umum sebagai
pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan atau kegiatan dilaksanakan.
Jadi pengawasan represif ini merupakan kebalikan dari pengawasan
prefentif. Pemerintah melakukan cara yaitu Pengawasan terhadap semua
12

Perda diluar dari Raperda yang mengatur pajak Daerah, retribusi Daerah,
APBD, dan RUTR, yaitu setiap Perda wajib disampaikan kepada
Mendagri untuk Provinsi dan Gubernur untuk Kabupaten/Kota untuk
memperoleh Klarifikasi. Terhadap Perda yang bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi dapat dibatalkan sesuai
mekanisme yang berlaku.
Dalam rangka mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasan,
pemerintah dapat menerapkan sanksi kepada penyelenggara Pemda apabila
diketemukan adanya penyimpangan dan pelanggaran oleh penyelenggara
Pemda tersebut. Sanksi dimaksud antara lain dapat berupa penataan
kembali suatu Daerah otonom, pembatalan pengangkatan pejabat,
penangguhan dan pembatalan berlakunya suatu kebijakan Daerah baik
Perda, keputusan Kepala Daerah, dan ketentuan lain yang ditetapkan
daerah serta dapat memberikan sanksi pidana yang diproses sesuai dengan
Per UU-an.
3. Berdasarkan Jarak
a. Pengawasan Langsung
Pengawasan Langsung adalah pengawasan yang dilakukan dengan cara
mendatangi dan melakukan Pemeriksaan di tempat (on the spot) terhadap
obyek yang diawasi. Jika pengawasan langsung ini dilakukan terhadap
proyek pembangunan fisik, maka yang dimaksud dengan pemeriksaan di
tempat atau pemeriksaan setempat itu dapat berupa pemeriksaan
administrative atau pemeriksaan fisik dilapangan. Kegiatan untuk secara
langsung melihat pelaksanaan dari dekat ini, bukan saja perlu dilakukan
oleh perangkat pengawasan akan tetapi lebih perlu lagi dilakukan oleh
manajer atau pimpinan yang bertanggungjawab atas pekerjaan itu.
Dengan demikian ia dapat melihat dan menghayati sendiri bagaimana
pekerjaan itu dilaksanakan, dan bila dianggap perlu dapat diberikan
petunjuk-petunjuk dan instruksi-instruksi ataupun keputusan-keputusan

13

yang secara langsung menyangkut dan mempengaruhi jalannya pekerjaan,


inilah perwujudan nyata dari fungsi pengendalian yang dilaksanakan oleh
manajemen. Kegiatan untuk melihat langsung ditempat pelaksanaan
pekerjaan,

baik yang

dilakukan

oleh pimpinan

(manajer) yang

bertanggungjawab atas pelaksanaan pekerjaan maupun oleh petugas


pengawasan itulah yang disebut inspeksi. Inspeksi ini adalah istilah yang
lebih dikaitkan dengan kegiatan manajer daripada kegiatan perangkat
pengawasan.
b. Pengawasan Tidak Langsung
Pengawasan tidak langsung adalah merupakan kebalikan dari
pengawasan langsung, artinya pengawasan tidak langsung itu dilakukan
dengan tanpa mendatangi tempat pelaksanaan pekerjaan atau obyek yang
diawasi atau tegasnya dilakukan dari jarak jauh, yaitu dari belakang
meja caranya ialah dengan mempelajari dan menganalisa segala dokumen
yang menyangkut obyek yang diawasi. Dokumen-dokumen itu antara lain
dapat berupa:
1) Laporan dari pelaksanaan pekerjaan, baik laporan berkala ataupun
laporan insidentil;
2) Laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang diperoleh dari perangkat
pengawasan lain;
3) Surat-surat pengaduan;
4) Berita atau artikel di media massa;
5) Dokumen-dokumen lainnya.
Disamping melalui dokumen-dokumen tertulis tersebut, pengawasan
tidak langsung dapat pula mempergunakan bahan laporan lisan dan
keterangan-keterangan lisan lainnya. Sesuai dengan sifatnya yang
demikian itu kiranya dapat dimengerti bahwa pengawasan tidak langsung
itu merupakan cara pengawasan yang banyak mengandung kelemahan,
karena segala bahan-bahan informasi tersebut belum tentu sesuai dengan
kenyataan yang sebenarnya di lapangan. Oleh karena itu pengawasan tidak

14

langsung sebaiknya hanya dapat dipakai sebagai pembantu atau pelengkap


terhadap

pengawasan

langsung,

terutama

bila

akan

menyangkut

pengambilan keputusan yang penting-penting.

4. Berdasarkan Ruang
a. Pengawasan Intern (Internal Control)
Pengawasan intern adalah merupakan kebalikan dari pengawasan
ekstern, karena pengertian intern yang berarti dari dalam itu memang
merupakan kebalikan dari ekstern yang berarti dari luar apabila ditinjau
dari pemerintah BPKP merupakan pengawasan intern pemerintah, dan
inspektorat jenderal ditinjau dari departemen merupakan pengawasan
intern departemen yang bersangkutan. Contoh lain inspektorat wilayah
provinsi ditinjau dari provinsi yang bersangkutan, dan inspektorat wilayah
Kabupaten/Kota ditinjau dari Kabupaten/Kota yang ber-sangkutan.
b. Pengawasan Ekstern (External Control)
Secara harafiah, pengawasan ekstern berarti pengawasan dari luar
dalam pengawasan ekstern subyek pengawasan yaitu si pengawas berada
di luar susunan organisasi obyek yang diawasi. Contoh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) adalah merupakan perangkat pengawasan ekstern
terhadap pemerintah, karena ia berada diluar susunan organisasi
pemerintah

(pemerintah

dalam

arti

mempertanggungjawabkan

pelaksanaan

pemerintahan

tetapi

(Presiden)

BPK

yang

sempit).

tugasnya

Ia

kepada

tidak
kepala

mempertanggungjawabkan

pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik


Indonesia.
Contoh lain adalah pengawasan yang dilakukan oleh BPKP terhadap
departemen dan lembaga pemerintah lainnya meskipun apabila dipandang
dari segi pemerintah, BPKP itu merupakan perangkat pengawasan intern.
Contoh lain lagi adalah inspektorat jenderal, ditinjau dari komponen-

15

komponen di departemen yang bersangkutan inspektorat jenderal adalah


merupakan perangkat pengawasan ekstern, meskipun irjen merupakan
perangkat pengawasan intern departemen yang bersangkutan.
Untuk pengawasan dalam pemerintahan mempunyai arti sebagai penilaian
dan analisis dari pelaksanaan berbagai urusan pemerintahan agar dapat berjalan
sesuai dengan standar dan kebijakan pemerintah yang berdasarkan peraturan
Perundang-undangan dengan memberikan rekomendasi perbaikan-perbaikan yang
perlu dilakukan terhadap pejabat yang berwenang.
Beberapa dasar hukum pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah adalah:
1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pasal 217 - 223);
2) PP No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman, Pembinaan dan Pengawasan Atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
3) Permendagri No. 23 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pengawasan Atas
Penyelenggaraan Pemerintahan daerah;
4) Permendagri No. 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan
Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota;
Untuk upaya peningkatan pengawasan dalam organisasi pemerintahan,
penajaman prioritas sebagaimana diatur dalam Permendagri No. 23 Tahun 2007
adalah penguatan pengawasan bidang Pemerintahan Dalam Negeri. Dalam PP No.
79 Tahun 2005 ditekankan antara lain: Pengawasan Administrasi Umum
Pemerintahan meliputi:
1) Kebijakan Daerah;
2) Kelembagaan (tentang organisasi perangkat daerah), yaitu penataan
organisasi;
3) Pegawai daerah;
4) Keuangan daerah;
5) Barang Daerah.
Pengawasan umum pemerintahan itu meliputi baik urusan wajib ataupun
urusan pilihan. Pengawasan lainnya meliputi:

16

1) Dana dekonsentrasi;
2) Tugas pembantuan;
3) Kebijakan pinjaman hibah luar negeri;
Bebrapa kebijakan dalam operasional pengawasan diantaranya yaitu:
1) Sasaran

pemeriksaan

rencana

pengawasan

tahunan

(RPT),

yaitu

dituangkan dalam PKPT (Program Kerja Pengawasan Tahunan);


2) Pemeriksaan khusus akhir jabatan KDH;
3) Monitoring dan evaluasi terhadap administrasi umum pemerintahan dan
urusan pemerintahan;
4) Pemeriksaan terhadap pengelolaan dana otonomi khusus;
5) Pemeriksaan pengaduan instansi atau masyarakat;
6) Pemeriksaan atas permintaan pejabat berwenang (laporan

dana

PILKADA);
7) Pemeriksaan kinerja penerimaan Negara (pajak ataupun bukan pajak);
8) Pemeriksaan tugas pokok dan fungsi oleh IRJEN terhadap ITWIL;
9) Pemeriksaan tindak lanjut atas pemeriksaan uang Negara oleh BPK.

2.5.

Pengertian Pengawasan Melekat


Situmorang (1998: 71) mengatakan bahwa pengawasan melekat yaitu

berupa tindakan atau kegiatan usaha untuk mengawasi dan mengendalikan anak
buah secara langsung, yang harus dilakukan sendiri oleh setiap pimpinan
organisasi yang bagaimanapun juga.
Suatu proses pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi yang dilakukan secara
berdaya dan berhasil guna oleh pimpinan unit/organisasi kerja terhadap fungsi
semua komponen untuk mewujudkan kerja di lingkungan masing-masing agar
secara terus menerus berfungsi secara maksimal dalam melaksanakan tugas pokok
yang terarah pada pencapaian tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.
(Nawawi,1994:8)
Istilah pengawasan melekat (waskat) pertama kali muncul dalam Inpres
No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan dan Inpres No. 1
Tahun 1983 tentang Pedoman Pengawasan Melekat yang menyebutkan bahwa
yang dimaksud dengan pengawasan melekat ialah serangkaian kegiatan yang
bersifat sebagai pengendalian yang terus-menerus, dilakukan langsung terhadap
17

bawahannya, agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan
efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pengawasan

melekat

menurut

KEPUTUSAN

MENTERI

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA Nomor : KEP/46/M.PAN/2004


tentang PETUNJUK PELAKSANAAN PENGAWASAN MELEKAT DALAM
PENYELENGGARAAN

PEMERINTAHAN

bahwa

pengawasan

melekat

merupakan padanan istilah pengendalian manajemen atau pengendalian intern,


dan selanjutnya disebut WASKAT adalah segala upaya yang dilakukan dalam
suatu organisasi untuk mengarahkan seluruh kegiatan agar tujuan organisasi
dapat dicapai secara efektif, efisien dan ekonomis, segala sumber daya
dimanfaatkan dan dilindungi, data dan laporan dapat dipercaya dan disajikan
secara wajar, serta ditaatinya segala ketentuan yang berlaku.
Pengawasan melekat adalah proses pemantauan, pemeriksaan, dan
evaluasi oleh pimpinan unit/organisasi kerja terhadap pendayagunaan semua
sumber daya, untuk mengetahi kelemahan dan kelebihan yang dapat digunakan
untuk pengembangan unit/organisasi kerja di masa depan.
Dalam waskat, pelaku pengawasan adalah atasan yang dianggap memiliki
kekuasaan dan setiap pimpinan atau manajer memiliki fungsi yang melekat di
dalam jabatannya untuk melaksanakan pekerjaannya atau pada personil yang
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas pokoknya masing-masing. Dalam
konsep waskat, para pelaku pengawasan lainnya seperti bawahan, orang lain, dan
masyarakat kurang diperhatikan dengan anggapan atasan dapat menjalankan
kekuasaannya sehingga bebas mengawasi bawahannya.

2.6.

Maksud dan Tujuan Pengawasan Melekat

18

Maksud dan tujuan pengawasan melekat ini diatur dalam KEPUTUSAN


MENTERI

PENDAYAGUNAAN

APARATUR

NEGARA

Nomor:

KEP/46/M.PAN/2004 tentang PETUNJUK PELAKSANAAN PENGAWASAN


MELEKAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN.
Pedoman Pelaksanaan WASKAT ini dimaksudkan sebagai acuan bagi
setiap pimpinan instansi pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten, dan pemerintah kota dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
serta melakukan evaluasi dan penilaian terhadap keandalan WASKAT dimaksud.
Melalui pedoman ini diharapkan setiap pimpinan instansi dapat bertanggung
jawab dan memiliki alat kendali yang dapat memberi peringatan dini apabila di
dalam instansinya terjadi praktik yang tidak sehat, kekeliruan, kelemahan sistem
administrasi, dan kesalahan yang dapat membuka terjadinya penyimpangan, serta
melakukan

evaluasi

untuk

menguji

keandalan

penerapan

WASKAT

dilingkungannya.
Sedangkan tujuan pedoman ini adalah mewujudkan arah dan tindakan
yang sama dalam pelaksanaan WASKAT, sehingga pimpinan instansi pemerintah
dapat menciptakan kondisi yang mendorong tercapainya tujuan organisasi secara
efektif dan efisein.

2.7.

Arah Kebijakan Pengawasan Melekat.


Waskat diarahkan untuk menciptakan penyelenggaraan pemerintahan dan

pelayanan kepada masyaraka yang bersih, transparan, profesional, dan memiliki


budaya kerja yang baik. Pemerintahan yang bersih dapat diartikan sebagai
pemerintahan yang bebas dari praktek yang berpotensi merugikan masyarakat dan
bangsa

Indonesia.

Transparansi

dalam

pemerintahan

merupakan

wujud

akuntabilitas publik yang diperlukan agar anggota masyarakat dapat berpartisipasi


secara aktif dalam mengawasi jalannya pemerintahan, menciptakan kelancaran
informasi dan komunikasi yang diperlukan bagi efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

19

Untuk itu diperlukan pemerintahan yang professional pada tataran


aparaturnya, karena aparatur menempati garis depan dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan kepadamasyarakat. Profesionalisme aparatur tersebut
akan

tercermin

pada

tingkat

kinerja

aparatur

dalam

penyelenggaraan

pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Kinerja yang terpantau, terukur,


dan selalu diperbaiki, lambat laun akan menyatu dalam pelaksanaan tugas dan
sikap perilaku aparatur, sebagai pencerminan dari terbentuknya kerja yang baik.

2.8.

Unsur Pengawasan Melekat


Untuk menciptakan pengendalian manajemen yang memadai, digunakan

delapan unsur Pengawasan Melekat (WASKAT) dalam rangka mencapai tujuan


dan sasaran organisasi/instansi. Delapan unsur WASKAT tersebut adalah:
1.

Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan proses pembentukan organisasi yang
didesain sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan organisasi,
dan pelaksanaan fungsi manajerial secara menyeluruh.

2.

Pembinaan Personil
Pembinaan personil merupakan upaya menjaga agar faktor sumber daya
manusia yang menjalankan sistem dan prosedur instansi pemerintah
memiliki kemampuan secara profesional dan moral sesuai dengan
kebutuhan tugas dan tanggung jawabnya, yang dilakukan secara terus
menerus sejak perekrutan pegawai hingga pensiun.

3.

Kebijakan
Kebijakan merupakan pedoman yang ditetapkan oleh manajemen secara
tertulis untuk mendorong tercapainya tujuan organisasi.

4.

Perencanaan
Perencanaan merupakan suatu proses penetapan tujuan serta langkahlangkah kegiatan yang akan dilakukan pada masa datang.
20

5.

Prosedur
Prosedur merupakan rangkaian tindakan untuk untuk melaksanakan
aktivitas tertentu yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.

6.

Pencatatan
Pencatatan merupakan proses pendokumentasian transaksi/kejadian
secara sistematis yang relevan dengan kepentingn organisasi instansi.
Pencatatan juga mencakup proses pengelolaan data yang diperoleh
menjadi informasi dalam bentuk keluaran olahan data atau laporan.

7.

Pelaporan
Pelaporan merupakan bentuk penyampaian informasi tertulis kepada unit
kerja yang lebih tinggi (pemberi tugas) atau kepada instansi lain yang
mempunyai garis kepentingan interaktif dengan instansi pembuat
laporan.

2.9.

Syarat-Syarat Keberhasilan Pengawasan Melekat


Keberhasilan WASKAT dapat dicapai apabila dapat dipenuhinya 5 (lima)

syarat sebagai berikut:


1.

Lingkungan Pengendalian Manajemen yang Kondusif.


Lingkungan pengendalian manajemen yang kondusif meliputi antara lain:
integritas para pejabat, nilai-nilai etika yang berlaku, kompetensi, filosofi,
manajemen

instansi,

gaya

operasi,

dan

cara

pimpinan

instansi

mengatur/membagi wewenang dan tanggung jawabnya.


2.

Kemampuan Memprediksi dan Mengantisipasi Resiko.


Setiap unit organisasi/satuan kerja senantiasa menghadapi resiko yang
bersumber dari eksternal dan internal yang harus dinilai. Oleh karenanya
manajemen diharapkan mampu membuat penilaian atas resiko yang akan

21

dihadapi, yakni dengan mengidentifikasi dan menganalisis resiko-resiko


yang relevan untuk pencapian tujuan suatu organisasi.
3.

Aktivitas Pengendalian yang Memadai.


Aktivitas pengendalian dilakukan sesuai dengan kondisi lingkungan
pengendalian yang ada dalam suatu organisasi. Semakin lemah kondisi
lingkungan pengendalian maka semakin besar aktivitas pengendalian yang
harus dilakukan. Aktivitas pengendalian dapat berbentuk kebijakan dan
prosedur yang mengakomodasi keputusan manajemen yang lebih tinggi
guna menghadapi resiko yang mungkin dihadapi dalam mencapai sasaran,
tujuan, misi, dan visi

4.

Informasi dan Komonikasi yang Efektif.


Informasi dan komunikasi merupakan komponen sistem pengendalian
karena kelancaran informasi dan komunikasi berkolerasi dengan
transparansi/keterbukaan dan kemudahan mendapatkan akses terhadap
operasi instansi, serta lancarnya sosialisasi kebijakan manajemen.

5.

Adanya Pemantauan, Evaluasi dan Tidak Lanjut.


Pemantauan terhadap aktifitas pengendalian dilakukan secara terus
menerus atau melalui evaluasi secara periodik, aktivitas manajemen dan
supervisi. Cakupan dan frekuensi pemantauan melalui evaluasi secara
periodik sangat tergantung pada efetivitas prosedur pemantauan melalui
supervisi dan aktivitas manajemen serta hasil penilaian atas resiko yang
dihadapi.

2.10. Fungsi Pengawasan Melekat


Beberapa fungsi pengawasan melekat antara lain:
1. Meningkatkan disiplin, prestasi dan perkembangan pencapaiansasaran
pelaksanaan tugas antara lain adalah:
2. Tertib pengelolaan keuangan;
3. Tertib pengelolaan perlengkapan.
22

4. Tertib pengelolaan kepegawaian.


5. Tercapainya sasaran pelaksanaan tugas.
6. Dapat terciptanya keteraturan, keterbukaan, dan kelancaran pelaksanaan
tugas.
7. Meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
8. Dapat menurunnya praktik kolusi, korupsi dan nepotisme.
9. Dapat mengurangi penyalahgunaan wewenang antara lain diukur dari
menurunnya kasus penyalahgunaan wewenang yang terjadi pada instansi
yang bersangkutan, serta meningkatnya penyelesaian tindak lanjut. Hal
tersebut antara lain dapat diperoleh dari laporan hasil pengawasan.
10. Dapat mengurangi kebocoran, pemborosan dan pungutan liar, antara lain
diukur dari menurunnya kasus penyimpangan yang terjadi serta
meningkatnya penyelesaian tindak lanjut serta terjadinya peningkatan
kehematan, efisiensi dan efektifitas.
11. Cepatnya penyelesaian perijinan, diukur dari tertib tidaknya pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat antara lain melalui:
12. Penatausahaan.
13. Ketepatan waktu.
14. Tanggapan masyarakat.
2.11.

Hubungan antar Unsur Pengawasan Melekat


Keberhasilan pelaksanaan Waskat ditentukan oleh seberapa kuatnya

hubungan

antar

unsur

Waskat

tersebut

dalam

membentuk

jaringan

kinerja,sehingga tidak ada suatu kegiatan yang luput dari salah satu unsur Waskat
tersebut.Sebagai contoh, jika ada suatu kegiatan yang telah disepakati
untukdilaksanakan
tersebuttidak

sesuai

tertulis,

dengan

kegiatan

kebijakan
tidak

pimpinan

diorganisir

tetapi

dengan

kebijakan

baik,

tidak

ditetapkanpersyaratan personil yang akan melakukan, tidak dilakukan pencatatan


atasaktivitas kegiatan dan tidak dilaporkan pelaksanaannya, tidak jelas
prosedurkerja yang harus diikuti dalam melakukan kegiatan, serta tidak ada
reviuatas pelaksanaan kegiatan tersebut, maka dapat dipastikan bahwa
hasilpelaksanaan

kegiatan

tersebut

jauh

dari

sempurna

dan

sulit

di

pertanggungjawabkan.
2.12.

Langkah-langkah Pelaksanaan Pengawasan Melekat

23

Langkah-langkah

pelaksanaan Waskat meliputi

sosialisasi Waskat

kepadaseluruh satuan organisasi/kerja, penyiapan unsur Waskat pada masingmasing

satuan

organisasi/kerja,

pemantauan

pelaksanaan

Waskat,

evaluasiterhadap pelaksanaan Waskat, dan tindak lanjut hasil evaluasi pelaksanaan


Waskat.

Sosialisasi Waskat
Sosialisasi Waskat bertujuan untuk memberikan pemahaman yang tepat

tentang pengertian dan cara pelaksanaan Waskat tanpa mengurangi pemahaman


pentingnya pengawasan pimpinan kepada staf karenaWaskat merupakan sistem
pengendalian yang melekat pada seluruh kegiatan organisasi. Sosialisasi
dilakukan secara berjenjang dan bertahap kepada seluruh pimpinan dan staf di
lingkungan organisasi pemerintah.

Penyiapan dan Pelaksanaan Unsur Waskat


Sebelum

Waskat

dilaksanakan,

pimpinan

satuan

organisasi/kerja

perlumenyiapkan unsur Waskat yang meliputi pengorganisasian, personil,


kebijakan, perencanaan, prosedur, pencatatan, pelaporan, supervisi dan reviu
intern, yang perlu dilakukan dalam tahap penyiapan dan pelaksanaan Waskat ini
adalah:
a

Melakukan identifikasi secara lengkap dan rinci terhadap dokumentasi

masing-masing unsur Waskat.


Memperoleh pemahaman yang cukup terhadap masing-masingunsur
Waskat, dan membuat catatan resume untuk menentukan dugaan titik
rawan kelemahan yang membutuhkan perbaikan atau perhatian lebih

mendalam.
Pemantauan Pelaksanaan Waskat
Pemantauan merupakan rangkaian tindakan mengikuti pelaksanaansuatu

kegiatan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya untukmengetahui secara dini


kemungkinan terjadinya penyimpangan terhadapkebijakan maupun program yang
telah ditetapkan. Untuk menjamin keandalan Waskat, maka perlu adanya
24

pemantauanWaskat berkesinambungan yang terjadi pada saat operasi. Pemantauan


tersebut mencakup aktivitas rutin pimpinan satuanorganisasi/kerja, aktivitas
pengawasan, perbandingan antara satukegiatan dengan kegiatan lainnya,
rekonsiliasi, konsolidasi dan tindakan-tindakan personil lainnya yang dapat
diambil dalam menjalankan tugas mereka.

Evaluasi Pelaksanaan Waskat


Proses evaluasi pelaksanaan Waskat dapat menggunakan beragamteknik

evaluasi. Yang perlu diperhatikan oleh evaluator dalammelaksanakan evaluasi


adalah:
1
2
3
4
5
6

memahami aktivitas organisasi dan unsur Waskat yang ada;


mengetahui apakah Waskat telah berfungsi;
mengetahui desain sistem pengendalian yang berlaku;
mengetahui cara kerja sistem tersebut;
mengkomunikasikan pelaksanaan Waskat terhadap pihak-pihak terkait;
menganalisis desain sistem yang berlaku untuk mengetahui apakahsistem
tersebut dapat memberikan keyakinan yang tinggi bagipencapaian sasaran

dan tujuan organisasi; dan


Menggunakan checklist (instrument evaluasi) Waskat untuk mengetahui
apakah pengawasan melekat telah dilaksanakan dengan baik.

Tindak Lanjut
Tindak

lanjut

tindakanperbaikan
danpendalaman

dan
titik

dari

hasil

evaluasi

penyempurnaan
rawan

pelaksanaan

sistem

penyimpangan

dan

melalui

Waskat
prosedur
audit

berupa
operasi,

operasional

atauinvestigasi.

2.13. Indikator Keberhasilan Pengawasan Melekat


Keberhasilan Waskat dapat ditunjukan dari:
1. Meningkatnya disiplin, prestasi dan perkembangan pencapaian sasaran
pelaksanaan tugas antara lain adalah:
a Tertib pengelolaan keuangan dan barang milik negara (BMN).
b Tertib pengelolaan perlengkapan.

25

c
d
e

Tertib pengelolaan kepegawaian, dan


Tercapainya sasaran pelaksanaan tugas.
Terciptanya keteraturan, keterbukaan, dan kelancaran pelaksanaan

tugas
2. Meningkatnya kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
3. Menurunnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
4. Berkurangnya penyalahgunaan wewenang antara lain diukur dari
menurunnya kasus penyalahgunaan wewenang yang terjadi padasatuan
organisasi/kerja yang bersangkutan, serta meningkatnyapenyelesaian
tindak lanjut. Hal tersebut antara lain dapat diperoleh dari laporan hasil
pengawasan.
5. Berkurangnya kebocoran, pemborosan dan pungutan liar, antara laindiukur
dari menurunnya kasus penyimpangan yang terjadi sertameningkatnya
penyelesaian tindak lanjut serta terjadinya peningkatankehematan, efisiensi
dan efektifitas.
6. Cepatnya penyelesaian perizinan, diukur dari tertib tidaknya pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat antara lain melalui: a. penatausahaan; b.
ketepatan waktu; dan c. tanggapan masyarakat, Indikator tersebut dapat
diperoleh dari laporan pelaksanaan tugas danlaporan hasil pengawasan
fungsional dan pengawasan masyarakat; dan cepatnya pengurusan
kepegawaian, diukur dari tertib tidaknya pelayanan yang diberikan kepada
pegawai melalui: a. penata usahaan; b. ketepatan waktu; dan c. ada
tidaknya pengaduan dari pegawai dan masyarakat. Untuk tercapainya
tujuan meningkatkan aparatur pemerintah yangberkualitas, bersih dan
bertanggungjawab, Waskat perlu dilaksanakanmelalui suatu proses yang
terintegrasi, meliputi kesiapan pelaksanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut.
2.14.

Pengertian Pengawasan Fungsional


Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat

yang diadakan khusus untuk membantu pimpinan dalam menjalankan fungsi


pengawasan di lingkungan organisasi yang menjadi tanggung jawabnya.
Pengawasan fungsional dalam pemerintahan digariskan oleh Presiden, Wakil
Presiden

secara

terus

menerus

memimpin

dan

mengikuti

pelaksanaan

26

pengawasan. Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Industri dan Pengawasan


Pembangunan,

selanjutnya

disingkat

mengkoordinasikan

pelaksanaan

pengawasan

dilakukan

yang

MENKO

kebijaksanaan
oleh

Badan

EKUIN

&

pengawasan

Pengawasan

WASBANG
terdiri

dari

Keuangan

dan

Pembangunan (BPKP) ; Inspektorat Jenderal Departemen, Aparat Pengawasan


Lembaga Pemerintah

Non Departemen/instansi pemerintah lainnya; dan

Inspektorat Wilayah Provinsi; dan Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kota Madya.


Kegiatan pelaksanaan Pengawasan Fungsional dilaksanakan berdasarkan
rencana program kerja pengawasan tahunan yang disusun sesuai dan sejalan
dengan petunjuk MENKO EKUIN dan WASBANG. Usulan program kerja
tahunan pengawasan tahunan tersebut disusun oleh BPKP menjadi program kerja
pengawasan tahunan setelah berkonsultasi dengan aparat pengawasan fungsional
yang bersangkutan.
Koordinasi Pelaksanaan Pengawasan Fungsional penting dilakukan untuk
menjamin keserasian dan keterpaduan pelaksanaan pengawasan. Kepala BPKP
memberikan pertimbangan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional / Ketua BAPPENAS mengenai anggaran
pelaksanaan program kerja pengawasan tahunan.
Hasil pelaksanaan pengawasan, baik berdasarkan program kerja,
pengawasan tahunan maupun berdasarkan pengawasan khusus, dilakukan oleh
aparat pengawasan fungsional masing-masing kepada Menteri/Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen/Pimpinan Instansi yang bersangkutan dengan
tembusan kepada Kepala BPKP disertai saran tindak lanjut mengenai
penyelesaian masalah yang terungkap daripadanya. Khusus untuk masalah yang
mempunyai dampak luas baik terhadap jalannya pemerintahan maupun terhadap
kehidupan masyarakat, aparat pengawasan fungsional masing-masing melaporkan
kepada MENKO EKUIN & WASBANG dan Menteri/Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen/Pimpinan Instansi Pemerintah yang bersangkutan,
dengan tembusan kepada Kepala BPKP.

27

2.15. Pelaksana pengawasan Fungsional


a. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, selanjutnya disingkat BPKP,
yang bertugas:
i.
merumuskan rencana dan program pelaksanaan pengawasan bagi seluruh
aparat pengawasan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Melakukan koordinasi teknis pelaksanaan pengawasan

ii.

yang

diselenggarakan oleh aparat pengawasan di Departemen, Lembaga


Pemerintah Non Departemen, dan Instansi Pemerintah lainnya baik di
Pusat maupun di daerah sesuai dengan rencana dan program
Melakukan sendiri pengawasan dan pemeriksaan sesuai dengan tugas dan

iii.

fungsinya;
b. Inspektorat Jenderal Departemen, Aparat Pengawasan Lembaga Pemerintah
Non Departemen / Instansi Pemerintah lainnya yang melakukan pengawasan
terhadap kegiatan umum pemerintahan dan pembangunan dalam lingkungan
Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen / Instansi Pemerintah yang
bersangkutan
c. Inspektorat Wilayah Propinsi yang melakukan pengawasan umum atas jalannya
pemerintahan Daerah, baik yang bersifat rutin maupun pembangunan
d. Inspektorat Wilayah Kabupaten / Kotamadya yang melakukan pengawasan atas
jalannya

pemerintahan

Daerah,

dan

pemerintahan

Desa

di

Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan, baik bersifat rutin maupun


pembangunaa.
Atas petunjuk Presiden dan Wakil Presiden, Inspektur Jenderal
Pembangunan melakukan pengawasan terhadap proyek-proyek pembangunan
sektoral, INPRES Bantuan Desa maupun Proyek-proyek Daerah.
2.16.

Pelaksanaan Pengawasan Fungsional


Kegiatan pengawasan dilaksanakan berdasarkan Rencana Program Kerja

Pengawasan Tahunan yang disusun sebagai berikut :


i. Aparat pengawasan fungsional menyusun rencana kerjanya dalam bentuk
Usulan Program Kerja Pengawasan Tahunan sesuai dan sejalan dengan
petunjuk MENKO EKUIN & WASBANG
ii. Usulan Program Kerja Pengawasan Tahunan tersebut disusun oleh BPKP
menjadi Program Kerja Pengawasan Tahunan setelah berkonsultasi dengan
28

aparat pengawasan fungsional yang bersangkutan, dengan berpedoman


kepada petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh MENKO EKUIN &
WASBANG
iii. Untuk menjamin keserasian dan keterpaduan pelaksanaan pengawasan,
kepala BPKP memberikan pertimbangan kepada Menteri Keuangan dan
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Ketua BAPPENAS
mengenai anggaran pelaksanaan Program Kerja Pengawasan Tahunan.
Pelaksanaan pengawasan dilakukan secara berjenjang menurut tata kerja
sebagai berikut:
a. aparat pengawasan fungsional melaksanakan pengawasan berdasarkan
petunjuk Menteri / Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen /
Pimpinan Instansi masing-masing yang bersangkutan sesuai dengan
Program Kerja Pengawasan Tahunan
b. Pelaksanaan pengawasan dimaksud dikoordinasikan secara teknis oleh
Kepala BPKP sesuai dengan Program Kerja Pengawasan Tahunan
c. Hasil kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan
fungsional dibahas secara umum oleh MENKO EKUIN & WASBANG
dengan kepala BPKP serta aparat pengawasan lainnya yang dianggap perlu
d. Hasil pembahasan dipergunakan sebagai bahan MENKO EKUIN &
WASBANG untuk memberikan petunjukpetunjuk bagi penyusunan
rencana Program Kerja Pengawasan Tahunan sesuai prioritasnya yang
berlaku bagi seluruh aparat pengawasan fungsional.
Disamping pengawasan berencana menurut Program Kerja Pengawasan
Tahunan, dapat pula dilakukan pengawasan khusus terhadap penyimpanganpenyimpangan

dan/atau

masalah-masalah

dalam

bidang

administrasi

di

lingkungan aparatur pemerintahan yang dinilai mengandung dampak yang luas


terhadap jalannya pemerintahan dan kehidupan masarakat. Pengawasan khusus
tersebut dapat dilakukan oleh BPKP sendiri atau oleh team pemeriksaan gabungan
(yang dibentuk oleh Kepala BPKP) yang terdiri dari berbagai aparat pengawasan
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah, dipimpin oleh pejabat BPKP.
Penetapan pengawasan khusus dan pembentukan team pemeriksaan gabungan

29

dilakukan dengan Keputusan MENKO EKUIN & WASBANG atau Keputusan


Kepala BPKP, sesuai dengan luas lingkup pengawasan khusus tersebut. Inspektur
jenderal Pembangunan dapat melaksanakan kegiatan pengawasan terhadap hal-hal
tertentu atas petunjuk Presiden dan/atau Wakil Presiden. Hasil pengawasan
dilaporkan kepada Presiden dan Wakil Presiden dengan tembusan kepada
MENKO EKUIN & WASBANG dan Kepala BPKP. Tata cara pelaksanaan
pengawasan bagi masing-masing bidang menurut ruang lingkup pengawasan
ditetapkan oleh Kepala BPKP. Kepala BPKP mengikuti kegiatan dan
perkembangan pelaksanaan pengawasan, baik yang dilakukan berdasarkan
Program Kerja Pengawasan Tahunan maupun pengawasan khusus.

2.17.

Koordinasi Pelaksanaan Pengawasan Fungsional

Dalam merumuskan kebijaksanaan pengawasan dan secara terus menerus


memimpin dan mengikuti pelaksanaannya, Wakil Presiden dibantu oleh MENKO
EKUIN & WASBANG dan Kepala BPKP. Berdasarkan kebijaksanaan
pengawasan Wakil Presiden mengadakan rapat-rapat koordinasi pengawasan yang
dihadiri oleh :
a.
b.
c.
d.

Para Menteri
Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ PANGKOPKAMTIB
Jaksa Agung
Para Pejabat lainnya yang dianggap perlu.
Rapat-rapat koordinasi dengan aparat pengawasan fungsional sewaktu-

waktu dapat juga diadakan :


a. oleh MENKO EKUIN & WASBANG, dalam rangka membahas serta
menyelesaikan masalah-masalah yang bersangkutan dengan kebijaksanaan
pelaksanaan

pengawasan,

di

tingkat

Menteri/Pimpinan

Lembaga

Pemerintah non Departemen/Pimpinan Instansi Pemerintah lainnya


b. oleh Kepala BPKP, dalam rangka membahas dan menyelesaikan masalahmasalah

pelaksanaan

teknis

operasional

pengawasan,

di

tingkat

30

Departemen/ Lembaga Pemerintah non Departemen/ Instansi Pemerintah


lainnya dan tingkat Daerah.
Perencanaan program pengawasan di daerah dan pelaksanaannya oleh
aparat pengawasan di Daerah dikoordinasikan oleh Kepala Perwakilan BPKP
yang bersangkutan. Dalam melaksanakan tugasnya dan tugas-tugas lainnya
Kepala Perwakilan BPKP berada di bawah koordinasi Kepala Wilayah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 beserta
penjelasannya. Koordinasi yang dilakukan oleh Kepala Wilayah tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
tidak boleh bertentangan dengan kebijaksanaan pengawasan yang ditetapkan oleh
Kepala BPKP. Perwakilan BPKP di luar negeri melaksanakan tugas pengawasan
sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Kepala BPKP. Organisasi
Perwakilan BPKP di luar negeri berada dibawah koordinasi administratif Kepala
Perwakilan Republik Indonesia yang bersangkutan. Kepala Perwakilan Republik
Indonesia dalam melaksanakan koordinasi administratif di luar negeri tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta tidak
boleh bertentangan dengan kebijaksanaan pengawasan yang ditetapkan oleh
Kepala BPKP.
2.18.

Pelaporan Pengawasan Fungsional


Hasil pelaksanaan pengawasan, baik berdasarkan Program Kerja

Pengawasan Tahunan maupun berdasarkan pengawasan khusus, dilaporkan oleh


aparat pengawasan fungsional masing-masing kepada :
a. Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen/Pimpinan
Instansi yang bersangkutan dengan tembusan kepada Kepala BPKP,
disertai saran tindak lanjut mengenai penyelesaian masalah yang
terungkap dari padanya
b. MENKO EKUIN & WASBANG dan Menteri/Pimpinan Lembaga
Pemerintah

Non

Departemen/Pimpinan

Instansi

Pemerintah

yang

bersangkutan, dengan tembusan kepada Kepala BPKP, khusus untuk

31

masalah yang mempunyai dampak luas, baik terhadap jalannya


pemerintahan maupun terhadap kehidupan masyarakat.
MENKO EKUIN & WASBANG menyampaikan laporan hasil kerja
pelaksanaan pengawasan kepada Presiden dengan tembusan kepada Wakil
Presiden. Wakil Presiden sewaktu-waktu dapat meminta laporan dan penjelasan
mengenai pengawasan, baik dari MENKO EKUIN & WASBANG, dari Kepala
BPKP, maupun dari aparat pengawasan fungsional lainnya. Laporan yang
dimaksud diminta dari aparat pengawasan fungsional, tembusan laporan yang
bersangkutan disampaikan juga kepada MENKO EKUIN & WASBANG dan
Kepala BPKP. Sepanjang menyangkut kedudukannya sebagai dimaksud dalam
Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tentang Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan, Kepala BPKP menyampaikan laporan berkala mengenai
pelaksanaan tugas dan fungsinya kepada Presiden dengan tembusan kepada Wakil
Presiden, MENKO EKUIN & WASBANG, dan Menteri/Sekretaris Negara.
2.19.

Tindak Lanjut Pengawasan Fungsional


Para Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen / Pimpinan

Instansi lainnya yang bersangkutan, setelah menerima laporan, mengambil


langkah-langkah tindak lanjut untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
diidentifikasikan dalam rangka pelaksanaan pengawasan, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Tindak lanjut dapat berupa :
a. tindakan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan
undangan di bidang kepegawaian, termasuk penerapan hukuman disiplin
dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil ;
b. Tindakan tuntutan/gugatan perdata, antara lain :
tuntutan ganti rugi/penyetoran kembali
tuntutan perbendaharaan
tuntutan perdata berupa pengenaan denda, ganti rugi dan lain-lain
c. Tindakan pengaduan tindak pidana dengan menyerahkan perkaranya
kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam hal terdapat indikasi

32

tindak pidana umum, atau kepada Kepala Kejaksaan Republik Indonesia


dalam hal terdapat indikasi pidana khusus, seperti korupsi, dan lainlainnya
d. Tindakan penyempurnaan aparatur Pemerintah di bidang kelembagaan,
kepegawaian, dan ketatalaksanaan;
Tindak lanjut yang berhubungan dengan penyempurnaan ketatalaksanaan
yang harus ditetapkan/diatur dengan Keputusan Menteri/Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen /Pimpinan Instansi lainnya, dilakukan setelah
berkonsultasi dengan atau mendapat persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara. Penyelenggaraan tindak lanjut tersebut dikoordinasikan oleh
MENKO EKUIN & WASBANG dan dibantu oleh Kepala BPKP. Langkahlangkah tindak lanjut yang dilakukan oleh para Menteri / Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen / Pimpinan Instansi lainnya diberitahukan kepada
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, khusus menyangkut tindakan
administratif dan tindakan penyempurnaan aparatur Pemerintah dan kepada
Kepala BPKP mengenai tindakan. Penyelesaian tindak lanjut masalah yang
berhubungan dengan tindak pidana dikonsultasikan oleh Kepala BPKP dengan
Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan / atau Jaksa Agung. Kepala BPKP
menyampaikan laporan tindak lanjut serta penyelesaian masalahnya kepada
MENKO EKUIN & WASBANG dan Menteri / Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non Departemen / Pimpinan Instansi lainnya yang bersangkutan. Perkembangan
penyelesaian tindak lanjut dilaporkan keseluruhannya secara berkala oleh
MENKO EKUIN & WASBANG dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara kepada Presiden dengan tembusan kepada Wakil Presiden.
2.20.

Proses Audit Sektor Pemerintahan


Secara keseluruhan, audit mempunyai tujuan untuk menyediakan

informasi kepada para pengambil keputusan (pengguna laporan keuangan),


dengan keyakinan yang memadai, apakah laporan tersebut dapat diandalkan,
pengendalian internal efektif, dan sesuai dengan undang-undang atau peraturan
yang berlaku.

33

Untuk mencapai tujuan ini, proses audit sektor pemerintahan terbagi


menjadi empat tahap, yaitu:
1. Merencanakan audit untuk memperoleh informasi yang relevan dengan
cara yang paling efisien.
2. Mengevaluasi efektivitas pengendalian internal auditan
3. Menguji asersi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan menguji
ketaatan pada undang-undang atau peraturan yang mengikat.
4. Melaporkan hasil audit
2.20.2.

Tahap Perencanaan

Walaupun perencanaan berlangsung selama proses audit, tujuan dari tahap


pendahuluan ini adalah untuk mengidentifikasi area yang signifikan dan
mendesain prosedur audit yang efisien. Untuk mencapai tujuan tersebut,
metodologi audit dibuat sedemikian rupa untuk:
1. Memahami operasi auditan termasuk sistem manajemen, dan faktor
internal-eksternal yang mempengaruhi lingkungan operasi auditan
2. Mengidentifikasi akun yang signifikan, aplikasi akuntansi, sistem
manajemen keuangan, jumlah anggaran yang disetujui, dan peraturan yang
mengatur operasi auditan.
3. Menentukan keefektifan pengendalian sistem informasi
4. Melaksanakan penilaian risiko tahap awal untuk mengidentifikasi area
yang memiliki risiko yang tinggi, termasuk kemungkinan adanya
kecurangan
5. Merencanakan wilayah/lokasi auditan yang akan diperiksa
2.20.3.

Tahap Mengevaluasi Pengendalian Internal

Tahap ini terdiri dari evaluasi dan pengujian pengendalian internal untuk
mendukung kesimpulan audit mengenai pencapaian tujuan pengendalian internal
yang diuraikan sebagai berikut:
1. Keandalan laporan keuangan yaitu transaksi dicatat, diproses dan
diikhtisarkan dengan benar, dan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum

34

2. Ketaatan terhadap undang-undang dan peraturan, yaitu transaksi


dilaksanakan sesuai dengan (1) anggaran yang telah diotorisasi dan (2)
undang-undang, peraturan dan kebijakan pemerintah lainnya
Untuk mengevaluasi pengendalian internal, auditor mengidentifikasi dan
memahami pengendalian yang relevan dan menguji efektivitasnya. Ketika hasil
pengujian pengendalian internal adalah efektif, maka lingkup pengujian substantif
akan dikurangi.

Dalam tahap pengendalian internal terdapat petunjuk untuk:


Menilai besarnya risiko pengendalian
Memilih pengujian pengendalian
Menentukan efektivitas pengendalian sistem informasi
Menguji pengendalian internal, termasuk mengkoordinasikan pengujian
pengendalian internal dengan tahap pengujian

2.20.4.

Tahap Pengujian Asersi

Tujuan dari tahap ini adalah untuk


1. Memperoleh keyakinan yang memadai apakah laporan keuangan bebas
dari salah saji yang material
2. Menentukan apakah auditan taat pada undang-undang atau peraturan yang
mengikat
3. Menilai efektivitas pengendalian internal melalui pengujian pengendalian
yang dikoordinasikan dengan pengujian lainnya
Untuk mencapai tujuan tersebut, tahap ini berisi petunjuk untuk:
1. Mendesain dan melaksanakan pengujian substantif, ketaatan dan
pengendalian
2. Mendesain dan mengevaluasi sampel audit
3. Menghubungkan risiko dan materialitas dengan sifat, waktu dan luas
pengujian substantif
4. Mendesain pengujian multi tujuan yang menggunakan sampel umum
untuk menguji pengendalian yang berbeda dan transaksi yang spesifik

35

2.20.5.

Tahap Pelaporan

Tahap ini menyelesaikan proses audit dengan menerbitkan informasi


mengenai auditan berdasarkan hasil dari prosedur audit yang telah dilaksanakan
pada tahapan sebelumnya. Laporan audit meliputi informasi mengenai
a. Laporan keuangan beserta informasi tambahan lainnya
b. Pengendalian internal
c. Ketaatan terhadap undang-undang atau peraturan yang mengikat
Untuk mencapai tujuan tersebut, tahap pelaporan berisi petunjuk untuk membuat
pendapat, kesimpulan tentang pengendalian internal, dan melaporkan temuan
audit.

36

BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Pengawasan adalah suatu proses untuk menegaskan bahwa seluruh
aktifitas yang terselenggara telah sesuai dengan apa yang sudah direncanakan
sebelumnya. Dalam pemerintahan pengawasan mempunyai arti sebagai penilaian
dan analisis dari pelaksanaan berbagai urusan pemerintahan agar dapat berjalan
sesuai dengan standar dan kebijakan pemerintah yang berdasarkan peraturan
Perundang-undangan dengan memberikan rekomendasi perbaikan-perbaikan yang
perlu dilakukan terhadap pejabat yang berwenang. Dengan demikian pengawasan
dilakukan dalam setiap penyelenggaraan pemerintah baik pemerintah daerah
maupun pemerintah pusat karena dengan pengawasan setiap kegiatan atau
program akan terhindar dari penyimpangan penyimpangan seperti korupsi dan
dengan pengawasan kegiatan atau program dari pemerintah akan tepat sasaran
sesuai tujuan yang di rencanakan sebelumnya.
Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari
adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan
dicapai. melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan
kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan
secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas
yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana
pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi
sejauhmana

kebijakan

pimpinan

dijalankan

dan

sampai

sejauhmana

penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut.


Untuk pengawasan melekat dan pengawasan fungsional sesuai dengan
Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 bahwasanya pengawan melekat ini adalah
pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan langsung seperti pemimpin daerah
sedangkan pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh badan
khusus yang dibentuk seperti BPK.

37

Tahapan yang dilakukan dalam melaksanakan audit pemerintahan yaitu:


tahap pertama merencanakan audit untuk memperoleh informasi yang relevan
dengan cara yang paling efisien, tahap kedua mengevaluasi efektivitas
pengendalian internal auditan tahap ketiga menguji asersi yang berkaitan dengan
laporan keuangan dan menguji ketaatan pada undang-undang atau peraturan yang
mengikat dan tahap terakhir melaporkan hasil audit
3.2.Saran
1. Bagi penulis selanjutnya disarankan untuk:
a. Menggunakan referensi buku ataupun jurnal-jurnal yang lebih banyak
mengenai pengawasan dalam pemerintahan (audit pemerintahan).
b. Melakukan analisis lebih lanjut terhadap dasar-dasar hukum
pengawasan pemerintahan.
2. Kami menyadari penulisan ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang.
3. Kami juga mengharapkan dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat
dan menambah pengetahuan kita semua tentang audit manajemen.
Khususnya tentang audit pemerintahan.

38

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan.2010. Audit Sektor Publik.


Victor M. Situmorang.1994. Aspek Hukum Pengawasan Melekat, Jakarta: PT
Rineka Cipta
Jewel.L.N,Siegall

Marc.

1984.

Psikologi

Industri/Organissai

Modern.

Jakarta:Arca.
Ahmad,

Kemal.2013.

Sistem

Pengawasan

Di

Indonesia

Dan

PermasalahannyaJakarta. Universitas Indonesia

Republik Indonesia. 1992. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15


Tahun 1983 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Presiden Republik
Indonesia. Jakarta

39

LAMPIRAN

Kasus
Seringnya pemadaman listrik yang dilakukan Perusahaan Listrik Negara
(PLN) membuat geram sejumlah masyarakat. Bila dikaji secara ekonomi, apa
yang telah dilakukan PLN tersebut sedikit demi sedikit telah menyebabkan
kerugian banyak pihak, terutama sektor usaha
Menurut pakar ekonomi Deliarnov, jika PLN terus melakukan pemadaman
bergilir, maka pertumbuhan ekonomi kita pun akan terhambat. Untuk mengubah
kebiasaan buruk itu, diperlukan reformasi di tubuh PLN. Kunci utama untuk
reformasi itu berada pada pemerintah pusat.
Ia juga mengatakan Pemerintah harus berani mereformasi PLN.
Pemerintah juga mesti bertindak tegas untuk menegur PLN. Kalau bisa datangkan
BPK atau KPK untuk mengaudit apakah benar penyaluran dana di PLN tersebut,
karena setiap kali ada pemadaman alasannya ada mesin yang rusak atau daya
tidak cukup karena besarnya beban pemakaian.

Pertanyaan :
1. Apakah

langkah

yang

seharusnya

dilakukan

pemerintah

dalam

menghadapi kasus ini?


2. Apa penyebab utama terjadinya permasalahan tersebut?
3. Sebagai instansi milik pemerintah yang memilki tanggung jawab yang
luas, bagaimana seharusnya PLN mempertanggungjawabkan hal ini
kepada masyarakat?

40

Jawaban
1. Dalam menghadapi kasus ini, sudah semestinya pemerintah meminta BPK
atau KPK untuk mengaudit PLN. Seperti audit terhadap penyaluran dana
pemerintah kepada PLN apakah dana tersebut digunakan sebagaimana
mestinya serta perlu juga dilakukan audit manajemen dan audit investigasi
dalam tubuh PLN sehingga akan diketahui penyebab-penyebab terjadinya
masalah yang saat ini dihadapi PLN. Tidak hanya melakukan audit, PLN
juga

harus

diperbaiki

sistem

pengendalian

internnya

sehingga

permasalahan-permasalahan yang telah terjadi tidak akan terulang kembali


serta dapat meningkatkan kinerja PLN untuk kedepannya. Dalam
melakukan perbaikan Sistem Pengendalian Internnya dapat digunakan
beberapa pendekatan yaitu
o Preemptif yaitu tindakan penyadaran terhadap seluruh anggota
organisasi (unsur Pimpinan/ Staf bahwa segala sesuatu tindakan
yang dilakukan dapat mendorong terjadinya pelanggaran harus
dihindarkan).
o Preventif yaitu Yaitu segala tindakan yang diarahkan untuk
mencegah

sedini

penyelewengan/

mungkin

penyimpangan

kemungkinan
dengan

cara

terjadinya
melakukan

pembenahan sistem, prosedur dan tatacara untuk menutup peluang


terjadinya pelanggaran tersebut.
o Represif yaitu Segala tindakan yang dilakukan setelah suatu
perbuatan dinyatakan telah terjadi penyelewengan/penyimpangan,
sesuai dengan
Kaidah hukum yang berlaku.

Detektif yaitu suatu proses penguraian tentang langkah-langkah yang


harus

dilakukan

agar

apabila

suatu

perbuatan

penyelewengan/penyimpangan sudah terlanjur terjadi, maka semaksimal

41

mungkin penyelewengan tersebut dapat diidentifikasi dalam waktu yang


sesingkat-singkatnya .
2. Penyebab utama dari masalah ini adalah karena buruknya Sistem
Pengendalian Intern yang dimiliki oleh PLN seperti kurangnya
pengawasan dan pemeliharaan terhadap gardu listrik serta kurangnya
pengelolaan yang baik atas sistem dan prosedur pengoperasian gardu
listrik, selain itu dengan dimilkinya hak monopoli yang diberikan oleh
pemerintah membuat pihak PLN dapat memanfaatkan hak monopoli
tersebut sekehendak hatinya, adanya penyalahgunaan dana yang tidak
semestinya oleh pihak PLN juga menjadi salah satu penyebab masalah ini.
Dana yang seharusnya dipergunakan untuk membeli gardu baru serta
untuk pengoperasian, perbaikan sistem, dan merawat gardu yang lama
malah dipergunakan tidak sebagaimana mestinya karena dikorupsi atau
diselewengkan pihak PLN.
3. PLN

seharusnya

mempertangungjawabkan

perbuatannya

kepada

masayarakat yang sangat dirugikan dalam hal ini, sudah semestinya pihak
PLN meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat, memberikan
kompensasi yang sesuai kepada masyarakat, melakukan perbaikanperbaikan terhadap sistem yang dimiliknya, dan menggunakan dana yang
diterima untuk keperluan yang semestinya, meningkatkan pengawasan dan
perawatan terhadap gardu-gardu listrik serta, dan meningkatkan pelayanan
yang baik kepada masyarakat.
Solusi
Seperti yang sudah kita ketahui, jika masyarakat terlambat membayar
maka pihak PLN akan memberikan sanksi kepada masyrakat tersebut dengan
memutus aliran listrik untuk sementara waktu. Namun jika PLN yang melakukan
pemadaman baik secara bergilir maupun mendadak, pihak PLN tidak
bertanggungjawab baik secara moril maupun material kepada masyarakat yang

42

dirugikan. Sudah seharusnya pihak PLN membenahi diri agar dapat memberikan
pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.
Solusi yang diperlukan menghadapi situasi ini adalah perlunya perbaikan
pada Sistem Pengendalian Intern PLN, perlunya dilakukan pengawasan dan
perawatan (pemeliharaan) yang berkala akan gardu-gardu listrik serta sistem, dan
pengoperasian yang dimilki PLN. Selain itu juga diperlukan realisasi pembangkit
listrik lainnya, seperti yang saat ini sedang direncanakan oleh pemerintah.
Otonomi bagi daerah untuk mengatur dan mengelola PLN yang berada di
daerahnya, sehingga pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur
kinerja PLN dengan cara memberikan kepercayaan dan modal ke pemerintah
daerah. Pengawasan terhadap penggunaan dana yang diberikan oleh pemerintah
juga perlu dilakukan sehingga penyelewengan akan dana tersebut dapat dicegah.
Selain itu juga perlu dilakukan audit secara berkala oleh BPK atau KPK sehingga
kecurangan-kecurangan, serta masalah-masalah dapat diminimalisasi.

43

Das könnte Ihnen auch gefallen