Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
ANDITIYA NURIMAN
(NIM.1147010006)
DAUD FIRDAUS
(NIM. 1147010017)
EKA MAULANA
(NIM. 1147010022)
FAESHAL SAHLI
(NIM. 1147010023)
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirohim.......
Segala puji hanya milik Allah SWT Dia-lah yang telah menganugerahkan Al-Quran
sebagai hudan lin nas (petunjuk bagi seluruh manusia) dan rahmat lil alamin (rahmat bagi
segenap alam). Dia-lah yang maha mengetahui makna dan maksud kandungan Al-Quran.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai utusan dan
manusia pilihan-Nya. Dialah sebagai penyampai, pengamal, dan penafsir pertama AlQuran.
Dengan pertolongan dan hidayah-Nya-lah, makalah Konsep Marifat dalam
Tasawuf ini dapat diselesaikan. Makalah ini sengaja disusun berdasarkan tugas yang
diberikan pada semester kelima mata kuliah Akhlak Tasawuf, dengan harapan dapat
dimanfaatkan semua jurusan/prodi di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, sebagai bahan
referensi kuliah dan diskusi pada tatap muka perkuliahan.
Penulis berharap agar para pembaca dapat memberikan kritik dan masukan yang
positif serta saran-sarannya untuk kesempurnaan makalah ini.
Merupakan suatu harapan pula, semoga makalah ini tercatat sebagai amal shaleh
dan menjadi motivator bagi penulis untuk menyusun makalah lain yang lebih baik dan
bermanfaat.
Bandung, 18 November 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................5
1.3. Tujuan................................................................................................................5
1.4. Manfaat.............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Marifat....................................................6
2.2. Alat untuk Marifat............................................................................................7
2.3. Tokoh yang Mengembangkan Marifat.............................................................9
2.4. Marifat dalam Al-Quran dan Hadits.............................................................11
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan.....................................................................................................12
3.2. Saran................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Marifat merupakan salah satu aspek dari kajian disiplin ilmu tasawuf
yang disandarkan kepada sumber ajaran Islam, yaitu al-Quran dan Hadits atau
sunnah yang tercermin dalam praktek kehidupan Rasulullah SAW. Kata marifat
yang secara khusus menjadi konsep spiritual Islam di dalam al-Quran memang tidak
ditemukan secara harfiah. Akan tetapi dapat digali makna marifat yang menjadi inti
kesufian dari subtansi berbagai pesan dalam al-Quran. Kata yang berakar dari
arafa
dalam keseluruhan al-Quran disebutkan sebanyak 71 kali. Dari 71 kali penyebutan
itulah dapat diketahui bahwa marifat dalam al-Quran memiliki banyak arti:
mengetahui, mengenal, sangat akrab, hubungan yang patut, hubungan yang baik, dan
pengenalan berdasarkan pengetahuan mendalam. Maka jika semua pengertian itu
dihimpun dalam satu pengertian, marifat menurut subtansi al-Quran memiliki
maksud sebagai pengenalan yang baik serta mendalam berdasarkan pengetahuan
yang menyeluruh dan rinci. Sebagai buah dari hubungan yang sangat dekat dan
baik.
Marifat merupakan pengetahuan yang sangat berbeda dengan pengetahuan
lainnya yang biasa didapatkan melalui metode rasional diskursif. Ia menangkap
objeknya secara langsung, tidak melalui representasi, image atau simbol-simbol dari
objek-objek penelitian. Seperti indra menangkap objeknya secara langsung, demikian
juga hati atau intuisi menangkap objeknya juga secara langsung. Perbedaannya
terletak pada jenis objeknya. Kalau objek indra adalah benda-benda yang bersifat
indrawi (mahsusat) sedangkan objek-objek intuisi adalah entitas-entitas spiritual
(maqulat). Dalam kedua modus pengetahuan ini manusia mengalami objekobjeknya secara langsung, dan kerena itu marifat disebut dengan ilmu eksperensial,
yang biasanya dikontraskan dengan pengetahuan melalui nalar.
Marifat tidak dapat diraih melalui jalan indrawi, hal itu seperti halnya mencari
cari mutiara yang berada di dasar laut hanya dengan datang dan memandang laut dari
darat. Marifat juga tidak bisa diperoleh dari lewat penggalian nalar, karena itu akan
sama seperti orang yang menimba air laut untuk mendapatkan mutiara itu. Untuk
mendapatkan mutiara marifat, seseorang membutuhkan penyelam ulung dan
5
beruntung, dengan kata lain butuh seorang mursyid yang berpengalaman. Bahkan
Rumi mengingatkan bukan hanya sekedar penyelam ulung, tetapi juga beruntung,
yakni bergantung kepada kemurahan Tuhan, karena tidak semua kerang yang ada di
laut mengandung mutiara yang didamba. Salah satu perbedaan antara marifat dan
jenis pengetahuan yang lain adalah cara memperolehnya. Jenis pengetahuan biasa
diperoleh melalui usaha keras, seperti belajar, merenung dan berfikir keras melalui
cara-cara berfikir yang logis. Jadi, manusia betul-betul berusaha dengan segenap
kemampuannya untuk memperoleh objek pengetahuannya. Tetapi marifat tidak bisa
sepenuhnya diusahakan manusia. Pada tahap akhir semuanya tergantung pada
kemurahan Tuhan. Manusia hanya bisa melakukan persiapan (istidad) dengan cara
membersihkan diri dari segala dosa dan penyakit-penyakit jiwa lainnya atau akhlak
yang tercela.
1.3. Tujuan
Melihat dari Latar belakang dan Rumusan masalah dapat disimpulkan bahwa
tujuan dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui konsep Marifat dalam Tasawuf
2. Mengetahui cara mencapai marifat
3. Mengetahui marifat dalam pandangan al-Quran dan Hadits.
1.4. Manfaat
1. Makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan menambah wacana
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Marifat
Marifat berasal dari kata `arafa, yurifu, irfan, berarti: mengetahui, mengenal,
atau pengetahuan Ilahi. Orang yang mempunyai marifat disebut arif. Menurut
terminologi, marifat berarti mengenal dan mengetahui berbagai ilmu secara rinci,
atau diartikan juga sebagai pengetahuan atau pengalaman secara langsung atas
Realitas Mutlak Tuhan. Dimana sering digunakan untuk menunjukan salah satu
maqam (tingkatan) atau hal (kondisi psikologis) dalam tasawuf. Oleh karena itu,
dalam wacana sufistik, marifat diartikan sebagai pengetahuan mengenai Tuhan
melalui hati sanubari. Dalam tasawuf, upaya penghayatan marifat kepada Allah
SWT (marifatullah) menjadi tujuan utama dan sekaligus menjadi inti ajaran tasawuf.
Marifat merupakan pengetahuan yang objeknya bukan hal-hal yang bersifat
eksoteris (dzahir), tetapi lebih mendalam terhadap penekanan aspek esoteris
(batiniyyah) dengan memahami rahasia-Nya. Maka pemahaman ini berwujud
penghayatan atau pengalaman kejiwaan. Sehingga tidak sembarang orang bisa
mendapatkannya, pengetahuan ini lebih tinggi nilai hakikatnya dari yang biasa
didapati orang-orang pada umumnya dan didalamnya tidak terdapat keraguan
sedikitpun.
Marifat bagi orang awam yakni dengan memandang dan bertafakkur melalui
pendzahiran (manifestasi) sifat keindahan dan kesempurnaan Allah SWT secara
langsung, yaitu melalui segala yang diciptakan Allah SWT di alam raya ini. Jelasnya,
Allah SWT dapat dikenali di alam nyata ini, melalui sifat-sifat-Nya yang tampak
oleh pandangan makhluk-Nya.
Menurut Al-Husayn bin Mansur al-Hallaj (w. 921 M) marifat adalah apabila
seorang hamba mencapai tahapan marifat, Allah SWT menjadikan pikiranpikirannya yang menyimpang sebagai sarana ilham, dan Dia menjaga batinnya agar
tidak muncul pikiran-pikiran selain-Nya. Adapun tanda seorang arif yaitu bahwa dia
kosong dari dunia maupun akhirat.
Para sufi ketika berbicara tentang marifat, maka masing-masing dari mereka
mengemukakan pengalamannya sendiri dan menunjukkan apa yang datang
kepadanya saat tertentu. Dan salah satu tanda marifat adalah tercapainya rasa
ketentraman dalam hati, semakin orang bertambah marifat maka semakin bertambah
7
manusia, yaitu Qalb (hati), namun artinya tidak sama dalam heart
dalam bahasa inggris, karena qalb selain dari alat untuk merasa
juga sebagai alat untuk berfikir. Bedanya qalb dengan akal ialah
bahwa akal tidak bisa memperoleh pengetahuan yang sebenarnya
tentang Tuhan, sedang qalb bisa mengetahui hakikat dari segala
yang ada, dan jika dilimpahi cahaya Tuhan, bisa mengetahui
rahasia-rahasia Tuhan, qalb yang telah di bersihkan dari segala
dosa dan maksiat melalui serangkai dzikir dan wirid secara teratur
8
konsep
takhalli,
Tahalli
dan
Tajalli.
Takahlli
yaitu
disebut,
maka
terbukalah
baginya
daripada
mendapatkan
jalan
kepada
marifat.
Bahwa
baginya,
karena
sesungguhnya
Allah
adalah
mencapai tajalli ini adalah hati, yaitu hati yang telah mendapatkan
cahaya dari Tuhan.
Kemungkinan manusia mencapai tajalli atau mendapatkan
limpahan cahaya Tuhan itu dapat pula dilihat dari isyarat ayat
berikut ini :
Cahaya diatas cahaya, Allah mengkaruniakan cahayaNya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. An-Nur:
35).
Dengan
limpahan
cahaya
Tuhan
itulah
manusia
dapat
biasa.
Orang
yang
sudah
mencapai
marifat
ia
(pemberian).
Sedangkan
Imam
Asy-Syuhrawardi
menyebutnya Al-Isyraqiyah (pancaran), Ibnu Sina menyebut AlFaid(limpahan). Sementara dikalangan dunia pesantren dikenal
dengan istilah Futuh (pembuka), dan dikalangan masyarakat Jawa
dikenal dengan nama Ilmu Laduni, dan dikalangan kebatinan
disebut Wangsit.
mengembara sebagai sufi ia kembali ke Tus di tahun 1105M dan meninggal di sana
pada tahun 1111M.
Adapun Zun al-Misri berasal dari Naubah, suatu negeri yang terletak Sudan
dan Mesir. Tahun kelahirannya tidak banyak diketahui, yang diketahui hanya tahun
wafatnya, yaitu 860M. Menurut Hamka, beliaulah puncaknya kaum Sufi dalam abad
ketiga hijrah. Beliaulah yang banyak sekali menambahkan jalan untuk menuju
Tuhan. Yaitu mencintai Tuhan, membenci yang sedikit, menuruti garis perintah yang
diturunkan, dan takut terpaling dari jalan yang benar.
Mengenai bukti bahwa kedua tokoh tersebut membawa paham marifat dapat
diikuti dari pendapat-pendapatnya di bawah ini. Al-Ghazali misalnya mengatakan,
marifat adalah:
Tampak jelas rahasia-rahasia ketuhanan dan pengetahuan mengenai
susunan urusan ketuhanan yang mencangkup segala yang ada.
Lebih lanjut Al-Ghazali mengatakan, marifat adalah:
Memandang kepada wajah (rahasia) Allah.
Seterusnya al-Ghazali menjelaskan bahwa orang yang mempunyai marifat
tentang Tuhan, yaitu arif, tidak akan mengatakan ya Allah atau ya Rabb karena
memanggil Tuhan dengan kata-kata serupa ini menyatakan bahwa Tuhan ada di
belakang tabir. Orang yang duduk berhadapan dengan temannya tidak akan
memanggil temannya itu sendiri.
Tetapi bagi Al-Ghazali marifat urutannya terlebih dahulu daripada mahabbah,
karena mahabbah timbul dari marifat. Namun mahabbah yang dimaksud Al-Ghazali
berlainan dengan mahabbah yang diucapkan oleh Rabiah al-Adawiyah, yaitu
mahabbah dalam bentuk cinta seseorang kepada yang berbuat baik kepadanya, cinta
yang timbul dari kasih dan rahmat Tuhan kepada manusia yang memberi manusia
hidup, rezeki, kesenangan dan lain-lain. Al-Ghazali lebih lanjut mengatakan bahwa
marifat dan mahabbah itulah setinggi-tinggi tingkat yang dapat dicapai seorang sufi.
Dan pengetahuan yang diperoleh dari marifat lebih tinggi mutunya dari pengetahuan
yang diperoleh dengan akal.
Adapun marifat yang dimajukan oleh Zun al-Nur al-Misri adalah pengetahuan
hakiki tentang Tuhan. Menurutnya marifat hanya terdapat pada kaum sufi yang
sanggup melihat Tuhan dengan hati sanubari mereka. Pengetahuan serupa ini hanya
diberikan Tuhan kepada kaum sufi, sehingga hatinya penuh dengan cahaya. Ketika
11
12
13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Marifat berasal dari kata `arafa, yurifu, irfan, berarti: mengetahui, mengenal,
atau pengetahuan Ilahi. Menurut terminologi, marifat berarti mengenal dan
mengetahui berbagai ilmu secara rinci, atau diartikan juga sebagai pengetahuan
atau pengalaman secara langsung atas Realitas Mutlak Tuhan. Marifat adalah
mengetahui rahasia-rahasia Tuhan dengan menggunakan hati sanubari, sehingga
akan memberikan pengetahuan yang menimbulkan keyakinan yang seyakinyakinnya dari keyakinan tersebut akan muncul ketenangan dan bertambahnya
mulia
dan
amal
ibadah.
Sedangkan
Tajalli
adalah
3.2. Saran
14
Makalah ini mungkin masih terbilang singkat. Oleh karena itu, kami
menyarankan kepada pemakalah lain untuk mengkaji lebih dalam mengenai konsep
marifat dalam tasawuf mengingat pentingnya ajaran yang terkandung di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. 2011. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers.
Nasution, Ahmad Bangun, dan Siregar, Royani Hanun. 2013. Aklak Tasawuf: Pengenalan,
Pemahaman, dan Pengaplikasiannya (Disertai Biografi Tokoh-tokoh sufi). Jakarta:
Rajawali Pers.
Hidayat, Nur. 2013. Akhlak Tasawuf. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
http://www.rangkumanmakalah.com/konsep-marifat-dalam-tasawuf/ diakses pada tanggal
16 November 2016 Pukul 13.09.
http://amamdesign.blogspot.co.id/2013/04/akhlak-tasawuf-marifat.html
diakses
pada
15
diakses
pada