Sie sind auf Seite 1von 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Penggunaan kontrasepsi hormonal sebagai salah satu alat kontrasepsi meningkat tajam.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dewasa ini hampir 380 juta pasangan yang
menjalankan Keluarga Berencana (KB) 65-75 juta diantaranya, terutama di negara berkembang
banyak menggunakan kontrasepsi hormonal seperti oral, suntik, dan implant (Baziad, 2002)
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2005-2007 tingkat
penggunaan kontrasepsi di Indonesia terdiri dari pil 12,4%, Intra Uterine Device (IUD) 6,2 %
dan vasektomi 0,4 % (BKKBN, 2004).
Paradigma baru Program keluarga berencana (KB) nasional telah berubah visinya dari
mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) menjadi visi mewujudkan
Keluarga Berkualitas tahun 2015. Keluarga berkualitas keluarga yang sejahtera, sehat, maju,
mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, harmoni dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Dalam paradigma baru program KB ini, misalnya sangat menekankan
pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi sebagai upaya integral dalam meningkatkan
kualitas keluarga. Pencegahan kematian dan kesakitan ibu merupakan alasan utama
diperlukannya pelayanan KB dan masih banyak alasan lain misalnya membebaskan wanita dari
rasa khawatir terhadap terjadinya kehamilan yang tidak di inginkan (Saifuddin, 2003).
Berdasarkan visi dan misi tersebut, Program Keluarga Berencana Nasional mempunyai
kontribusi penting untuk upaya meningkatkan kualitas penduduk. kontribusi tersebut dilihat pada
pelaksanaan Making pregnancy Safer (MPS). Salah satu pesan kunci dalam rencana strategi

nasional MPS di Indonesia 2001-2010 adalah bahwa setiap kehamilan harus merupakan
kehamilan yang diinginkan (Saifuddin, 2003).
Berbagai metode yang dilakukan dalam rangka menjarangkan kehamilan, ditemukannya
berbagai alat kontrasepsi yang merupakan solusi yang tepat dan modern, sehingga laju kepadatan
penduduk dapat diatasi melalui keluarga berencana. Pembatasan kelahiran dalam rangka panjang
dapat menurunkan angka kematian ibu. Seperti diketahui, sebab utama dari kematian ibu adalah
pendarahan waktu melahirkan dan calon pendarahan utama adalah ibu-ibu yang telah
mempunyai 4 anak ke atas. Pembatasan kelahiran akan menurunkan insiden keganasan serviks
oleh karena salah satu faktor timbulnya keganasan serviks yang merupakan tumor ganas yang
terbanyak di Indonesia, adalah melahirkan anak yang terlalu banyak (Hartanto, 2004).
Program KB awalnya di maksudkan untuk mengatur kelahiran dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak. Keberhasilan program KB dapat dilihat dari kesertaan sampai juni
2009 pasangan usia subur (PUS) yang dibina menjadi peserta KB aktif mencapai 65,76% dari
2.059.317 PUS dengan berbagai kontrasepsi. IUD 151.827 peserta (11,21%), MOW 116.304
peserta (8,59%), MOP 4.608 peserta (0,34%), kondom 105.040 peserta (7,76%), Implant
124.748 peserta (9,21%), suntik 417.856 (30,86%) dan penggunaan pil 433.840 peserta.
Sedangkan target perkiraan permintaan masyarakat (PPM) peserta KB mencapai 47.946
pasangan usia subur (PUS), target ini digunakan untuk menekan total fertility rate. PPM peserta
KB baru tersebut diproyeksikan terhadap 319.038 PUS yang ada di kota Medan. Dari jumlah itu,
PUS terbesar ada di Denai dengan 23.340 PUS, Medan Helvetia 23.216 PUS, Medan Marelan
21.059 dan Medan Amplas 20.687 dengan metode kontrasepsi pil 15..946 PUS, suntik 12.097,
kondom 11,605 dan Implant 3.480 PUS (BKKBN SUMUT, 2009).

Susuk KB atau Alat Kontrasepsi Bawah Kulit adalah suatu alat kontrasepsi yang disusupkan di
bawah kulit lengan atas sebelah dalam yang dapat mencegah kehamilan. Efektifitas kontrasepsi
implant yang mengandung progestin sebagai kontrasepsi yang dapat diperpanjang dengan cara
memasukkan progestin tersebut ke suatu delivery system.
Ada beberapa macam delivery system yaitu antara lain cincin vagina, implant dan
mikrokapsul. dan kontrasepsi implant yang beredar dipasaran adalah Norplant yaitu berbentuk
kapsul silastic-silicone (lentur), panjangnya sedikit lebih pendek daripada batang korek api.
Satu set implant terdiri dari 6 kapsul, masing-masing mengandung 36 mg levonogestrel
dengan diameter 2,4 mm dan panjangya 3,4 cm setelah disusukkan akan efektif selama 5 tahun,
Norplant generasi kedua atau sering disebut dengan jadena dan indoplant terdiri atas 2 kapsul
dengan diameter 2,4 dan panjang 4,4 cm yang diisi 75 mg levonorgestrel dengan lama kerjanya 3
tahun, yang ketiga adalah implanon yang terdiri dari satu batang putih yang lentur dengan
panjang kira- kira 40 mm, dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3-ketodeso-gestrel dan
lama kerjanya 3 tahun (Sarwono, 2006)
Di Dusun XVII Desa Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang,
pemakaian alat kontrasepsi bawah kulit merupakan kontrasepsi yang tidak diminati oleh akseptor
keluarga berencana. Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di Dusun XVII Desa
Saentis masih banyak dijumpai PUS yang tidak menggunakan alat kontrasepsi bawah kulit
sebanyak 8 orang dari jumlah PUS 613 jiwa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)
2.1.1. Pengertian
Alat kontrasepsi bawah kulit adalah suatu alat yang disusupkan di bawah kulit lengan atas
sebelah dalam yang dapat mencegah kehamilan.
Menurut WHO (World Health Organization) Expect Commite 1970, keluarga berencana
atau KB adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk :
1.

Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan

2.

Mengatur interval diantara kehamilan

3.

Mengatur kehamilan yang memang diinginkan

4.

Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri

5.

Menentukan jumlah anak dalam keluarga.

2.1.2. Jenis jenis AKBK


Jenis jenis AKBK dalah:
1.

Norplant

Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4 cm dengan diameter 2.4 mm yang
diisi dengan 36 mg levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun.
2.

Implanon

Terdiri dari 1 batang lentur dengan panjang kira-kira 40 mm, dan diameter 2 mm, yang diisi dengan
68 mg dan lama kerjanya 3 tahun.
3.

Jadena dan indoplant

Terdiri dari 2 batang kapsul yang diisi dengan 75 mg levonorgestrel dengan lama kerjanya 3 tahun
(Prawirohardjo, 2003).
2.1.3. Mekanisme kerja AKBK
Mekanisme AKBK adalah:
1.

Mengentalkan lendir serviks uteri sehingga menyulitkan penetrasi sperma

2.

Menimbulkan perubahan-perubahan pada endometrium sehingga tidak cocok untuk implantasi


zygote

3.

Pada sebagian kasus dapat pula menghalangi terjadinya ovulasi

4.

Endometrium tidak sempat menerima hasil konsepsi (Hartanto, 2004).

2.1.4. Efektivitas AKBK


a.

Sangat efektif

b.

Angka kegagalan Norplant < 1 per 100 wanita per tahun dalam 5 tahun pertama. Ini lebih rendah
dibandingkan kontrasepsi oral IUD dan metode barier (Hartanto, 2003).

2.1.5. Indikasi dan kontra indikasi


1. Indikasi
a. Wanita-wanita yang ingin memakai kontrasepsi untuk waktu yang lama tetapi tidak bersedia
menjalani kontap atau menggunakan AKDR
b. Wanita-wanita tidak boleh menggunakan pil KB yang tidak mengandung estrogen
2. Kontra Indikasi
a. Kehamilan atau disangka hamil
b. Penderita penyakit hati
c. Kanker payudara
d. Kelainan jiwa (psikosis, neurosis)

e. Varikosis
f. Riwayat kehamilan ektopik
g. Diabetes melitus
h. Kelainan kardiovaskuler

2.1.6. Waktu Yang Tepat Pemasangan AKBK


1.

Setiap saat selama siklus haid dari hari ke 2 samapai ke 7

2.

Insersi dapat dilakukan setiap saat asal saja diyakini tidak terjadi kehamilan

3.

Bila klien tidak haid insersi dapat dilakukan asal saja diyakini tidak terjadi kehamilan

4.

Bila menyusui 6 minggu sampai 6 bulan pasca persalinan ,insersi dapat dilakukan setiap saat

5.

Bila setelah 6 minggu melahirkan dan telah terjadi haid kembali

6.

Bila klien menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin menggantikannya dengan implant
insersi dapat dilakukan setiap saat

7.

Bila kontrasepsi sebelumnya adalah suntik, implant dapat diberikan pada saat jadwal kontrasepsi
suntikan tersebut

8.

Pasca keguguran, implant juga dapat segera digunakan (Prawirohardjo, 2003)

2.1.7. Keuntungan dan Kerugian Penggunaan AKBK


1. Keuntungan
a. Daya guna tinggi
b. Perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun)
c. Pengembalian tingkat kesuburan cepat setelah pencabutan
d. Tidak memerlukan pemeriksaan dalam

e. Bebas dari pengaruh estrogen


f. Tidak mempengaruhi kegiatan senggama
g. Tidak mengganggu ASI
h. Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan
i. Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan
j. Implant melepaskan progestin dengan kecepatan rendah dan constant, sehingga terhindar dari dosis
awal yang tinggi (Prawirohardjo, 2003).
2. Kerugian
a. Insersi dan pengeluaran harus dikakukan oleh tenaga terlatih
b. Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan pengangkatan implant
c. Lebih mahal
d. Sering timbul perubahan pola haid
e. Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendaknya sendiri
f. Beberapa orang wanita mungkin segan untuk menggunakannya karena kurang mengenalnya
g. Implant kadang dapat terlihat dengan orang lain (Hartanto, 2003)
2.2.8. Efek Samping Dan Komplikasi Penggunaan AKBK
1. Efek samping yang sering dijumpai adalah perubahan atau gangguan dalam pola siklus haid, bisa
berupa perdarahan mulai dari bercak-bercak, haid yang memanjang sering, maupun tidak
datangnya haid (Contraceptive Implant, 2006).
2. WHO, Population Council Family Health International telah melakukan studi pengawasan paksa
pemasaran selama 5 tahun terhadap Norplant, AKDR, dan sterilisasi wanita. Studi ini dilaporkan
dalam serangkaian makalah yang terbit pada akhir tahun 2000, dan memperlihatkan bahwa
Norplant bebas dari efek samping dan komplikasi serius (Glasier, 2006).

3. Efek samping lain tapi jarang terjadi adalah :sakit kepala, mual, mulut kering, jerawat, payudara
tegang, perubahan selera makan dan perubahan berat badan (BKKBN, 2006).

2.2.

Faktor-faktor yang

mempengaruhi

penggunaan Alat

Kontrasepsi

Bawah

Kulit

Berdasarkan :
2.2.1. Umur
Umur adalah indeks yang menempatkan indvidu- individu dalam urutan perkembangan,
mengingat bahwa faktor umur memegang peranan penting terhadap kesehatan dan kesejahteraan
ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas juga pada bayi.
2.2.2. Paritas
Paritas adalah keadaan wanita yang berkaitan dengan jumlah anak yang dilahirkan.
Menurut Horlock (2005), ibu yang sudah melahirkan lebih dari satu kali akan lebih yakin dalam
menggunakan dan memilih kontrasepsi.

2.2.3. Pendidikan
Pendidikan adalah jenjang sekolah yang dilalui secara formal. Tujuan pendidikan adalah
memberikan pengetahuan, salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih
muda menerima ide-ide baru adalah dengan pendidikan (Notoatmodjo, 2003).
2.2.4. Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang, dalam hal ini adalah
pekerjaan ibu :
a.

Bekerja

b.

Tidak bekerja
2.2.5. Sumber Informasi
Sumber informasi adalah dasar yang digunakan dalam penyampaian pesan, yang
digunakan dalam memperkuat pesan itu sendiri.
Informasi adalah pengumpulan, penyimpanan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, dan
pesan opini ataupun komentar yang dibutuhkan agar dapat mengerti secara jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian. Edisi VI. Jakarta : Rineka cipta
Arum, Setya. 2009. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini. Edisi II. Jogjakarta : Mitra Cendikia
Baziad, Ali. 2002. Kontrasepsi Hormonal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
BKKBN. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta
Budiarto, Eko. 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC
Everett, Suzanna. 2008. Kontrasepsi Dan Kesehatan Seksual Reproduksi. Jakarta : EGC
Hartanto, Hanafi, 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta
Hurlock, Elisabeth, B.1999. Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT Gelora Akasara Pratama
Notoatmodjo, soekidjo,2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka cipta
__________.2005.Metodologi Penelitian Kesehatan ,Jakarta : Rineka cipta
__________,2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka cipta
Prawirohardjo,sarwono,2002. Kontrasepsi hormonal. Jakarta : Bina pustaka
__________,2005. Ilmu kandungan, Jakarta : Bina pustaka
__________, 2005. Ilmu kebidanan, Jakarta : Bina pustaka
Saifuddin, 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi : Jakarta
Widyastuti, dkk. 2010. Kesehatan Reproduksi. Yokyakarta : Fitramaya

BKKBN. 2009. 65% PUS di Sumut ikut KB. (http://www.tapselkab.go.id/, diakses oleh: Atur, 25 Mei 2010.
16.30 WIB)
BKKBN. 2010. Pemahaman Ibu Tentang Pemakaian KB Susuk. (http://askeb-askeb.cz.cc, diakses oleh:
Atur, 27 Mei 2010. 18.40 WIB)

BKKBN. 2010. Gebrakan BKKBN Provinsi Sumut di Kecamatan Percut Sei Tuan. (http://Prov.bkkbn.go.id,
diakses oleh: Atur, 17 Mei 2010, 10.30 WIB)
PIOGAMA.2009. KB Susuk Menyebabkan Berat Badan Naik. (http://www.piogama.ugm.ac.id, diakses
oleh: Atur, 24 Mei 2010,20.00 WIB)

Das könnte Ihnen auch gefallen