Sie sind auf Seite 1von 32

BAB II

KEUANGAN NEGARA
dan PAJAK

Diktat Ekonomi Kelas XI IPS

A. Pengertian , Fungsi , Tujuan APBN dan APBD


1. Pengertian APBN dan APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yaitu
merupakan daftar sistematis dan terperinci yang memuat
rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu
tahun.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yaitu
merupakan daftar sistematis dan terperinci yang memuat
rencana penerimaan dan pengeluaran daerah selama satu
tahun.

2. Fungsi APBN dan APBD


Dalam UU No.17 Tahun 2003, pasal 3 ayat (4) , dijelaskan beberapa fungsi yang
diemban oleh APBN, sebagai berikut:
a. Fungsi otorisasi, yaitu bahwa anggaran negara/daerah menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
b. Fungsi perencanaan, artinya bahwa anggaran negara dapat menjadi
pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut.
c. Fungsi pengawasan,berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk
menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan.
d. Fungsi alokasi, mengandung arti bahwa anggaran negara/daerah harus
diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya,
serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
e. Fungsi distribusi, yaitu bahwa kebijakan anggaran negara harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
f. Fungsi stabilisasi, artinya bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
3. Tujuan APBN dan APBD
Yaitu mengatur pembelanjaan negara dan daerah dari penerimaan yang
direncanakan supaya dapat mencapai sasaran yang ditetapkan, yaitu menciptakan
pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran masyarakat.
Penyusunan Anggaran
a. Prinsip Penyusunan APBN
1) Berdasarkan Aspek Pendapatan
Intensifikasi penerimaan anggaran dalam hal jumlah dan kecepatan
penyetoran
Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara
Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan
penuntutan denda
2) Berdasarkan Aspek Pengeluaran
Hemat, efisien dan sesuai dengan kebutuhan
Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan
Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan
memperhatikan kemampuan atau potensi nasional
b. Azas Penyusunan APBN
Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri

Penghematan atau peningkatan efisiensi dan produktifitas


Penajaman prioritas pembangunan
c. Landasan Hukum APBN
UUD 1945 pasal 23 ayat 1 tentang APBN yang ditetapkan setiap tahun
Undang-undang yang ditetapkan setiap tahun tentang pendapatan dan
belanja negara
Keputusan Presiden yang ditetapkan setiap tahun tentang pelaksanaan APBN

d. Cara Penyusunan APBN


Presiden dibantu para menterinya menyusun RAPBN dalam bentuk nota
keuangan yang kemudian disampaikan kepada DPR (Dewan Perwakilan
Rakyat) untuk disidangkan. RAPBN biasanya disampaikan sebelum tahun
anggaran berjalan.
RAPBN yang diajukan presiden kepada DPR akan disidangkan dan dibahas
oleh DPR mengenai kelayakannya.
Jika disetujui oleh DPR, RAPBN tersebut akan menjadi APBN. APBN ini akan
dikembalikan kepada pemerintah untuk dilaksanakan
Apabila RAPBN tersebut ditolak DPR, pemerintah harus menggunakan
kembali APBN tahun lalu tanpa perubahan.

4. Siklus Penyusunan APBN

5. Asumsi dasar penyusunan APBN


Indikator makro yang digunakan sebagai asumsi dasar penyusunan APBN yaitu:
a. Produk Domestik Bruto (miliar Rp)
b. Pertumbuhan ekonomi tahunan (%)
c. Inflasi tahunan (%)
d. Nilai tukar rupiah per US $
e. Suku bunga SBI (%)
f. Harga minyak dunia (US $/barel)
g. Lifting minyak Indonesia (juta barel/hari)

B. Sumber sumber Penerimaan Pemerintah Pusat dan Daerah


1. Sumber APBN
Terdiri dari dua sumber :
a. Penerimaan dalam negeri, yaitu penerimaan yang sumbernya berasal dari
kemampuan dalam negeri.
1) Penerimaan Perpajakan
Pajak dalam negeri, misalnya: pajak penghasilan, pajak pertambahan
nilai, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan, cukai
Pajak Perdagangan Internasional, misalnya: bea masuk dan
pajak/pungutan ekspor
2) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Penerimaan SDA
Bagian Laba BUMN
PNBP lainnya
Pendapatan BLU
b. Hibah, sumbernya berasal dari hadiah luar negeri
2. Sumber APBD
Sumber-sumber pelaksanaan pembangunan daerah terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Daerah
Merupakan pendapatan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam
wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah yang berlaku.
Yang termasuk Pendapatan Asli Daerah, yaitu :
hasil pajak daerah
hasil retribusi daerah
hasil perusahaan milik daerah
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
b. Dana Perimbangan
Merupakan alokasi dana yang disetujui secara bersama antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Yang termasuk Dana Perimbangan, yaitu :
Bagian daerah dari dana PBB, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,
dan Penerimaan Sumber Daya Alam.
Dana alokasi umum, yaitu jumlah alokasi umum untuk propinsi dan
kabupaten/kota, antara lain dana transmigrasi, dana pembangunan
prasarana baru dan dana reboisasi.
c. Pinjaman Daerah Pendamping
Merupakan dana pinjaman dari pihak luar selain modal dan pendapatan daerah.
Berikut yang termasuk Pinjaman Daerah Pendamping :
Pinjaman dari Sumber Dalam Negeri merupakan pinjaman yang bersumber
dari pemerintah pusat, lembaga komersial dan penerbitan obligasi daerah.
Pinjaman dari Sumber Luar Negeri merupakan pinjaman dari negara lain
yang disalurkan melalui pemerintah pusat.
d. Lain-lain Penerimaan yang Sah
Merupakan penerimaan yang berasal dari hibah, dana darurat dan penerimaan
lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pengaruh APBN dan APBD terhadap perekonomian
a. Apabila suatu negara dalam APBN-nya menunjukkan prioritas dalam bidang
industri, perekonomiannya cenderung mengarah kepada peningkatan di bidang
industri.

b. Jika di dalam APBN suatu negara memprioritaskan pembangunan sarana dan


prasarana, perekonomian negara tersebut ingin memotivasi para investor baru
untuk membuka dan meningkatkan investasi.
c. Jika APBN dikaji dari segi moneter, pengaruhnya akan tampak pada gejalagejala penyakit ekonomi, yaitu inflasi dan deflasi. Hal ini bisa terjadi apabila
suatu negara menganut salah satu

asas penyusunan APBN defisit dan surplus. Jika menganut APBN defisit, artinya
pengeluaran negara lebih besar daripada penerimaan negara. Biasanya negara
yang menganut APBN defisit, dalam mengatasi kekurangan penerimaannya
akan melakukan pencetakan uang baru demi terhindar dari pinjaman luar
negeri yang terlalu besar. Pencetakan uang baru ini akan menyebabkan jumlah
uang yang beredar makin banyak, suku bunga turun dan harga-harga barang
naik. Gejala inilah yang disebut penyakit ekonomi inflasi. Jika suatu negara
menganut APBN surplus, pengeluaran negara lebih kecil daripada
penerimaannya. Hal ini berarti pengeluaran- pengeluaran negara menjadi
sedikit yang akan menyebabkan jumlah uang beredar menjadi berkurang.
Akibatnya, tingkat suku bunga akan naik dan harga-harga barang akan turun.
Inilah yang disebut deflasi.
d. Apabila suatu negara menganut APBN berimbang, artinya pengeluaran negara
sama dengan penerimaan negara sehingga diharapkan negara tersebut
mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil, terutama di bidang moneter.

C. Jenis-jenis Pengeluaran Pemerintah Pusat dan


Pemerintah Daerah Belanja Negara
Terdiri atas:
1. Anggaran belanja
pemerintah pusat Terdiri dari
:
a. Belanja Kementrian/Lembaga (K/L)
b. Belanja Non K/L, antara lain:
Pembayaran bunga utang
Subsidi
Subsidi energi (BBM dan Listrik)
Subsidi Non Energi
Belanja lain-lain
2. Transfer ke
daerah Terdiri
dari:
a. Dana Perimbangan, misalnya
Dana Bagi Hasil
Ditujukan untuk menghilangkan kesenjangan antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah.Bersumber dari pajak dan sumber daya alam
Sumber Dana Bagi Hasil dari Pajak terdiri dari:
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan(BPHTB)
Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 dan pasal 29 WP orang pribadi dalam
negeri dan PPh pasal 21
Sumber Dana Bagi Hasil dari SDA terdiri dari
Kehutanan
Pertambangan Umum
Perikanan
Pertambangan minyak bumi
Pertambangan gas bumi
Pertambangan panas bumi
Dana Alokasi Umum (DAU)

DAU dialokasikan untuk tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi


daerah, luas daerah, keadaan geografis, jumlah penduduk dan tingkat
pendapatan masyarakat di daerah sehingga perbedaan antara daerah maju
dengan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil (horizontal fiscal
imbalance)
Pagu DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Penerimaan Dalam
Negeri Netto

Dana Alokasi Khusus (DAK)


DAK bertujuan untuk membantu membiayai kebutuhan-kebutuhan khusus
daerah dan untuk menanggulangi keadaan mendesak, seperti bencana alam
b. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2008 dan 2009 (dalam triliun rupiah)
Sumber
200
200
Penerimaan
8895,0
9985,7
A. Pendapatan Negara
dan Hibah
I. Penerimaan Dalam Negeri
892,0
984,8
1. Penerimaan Perpajakan
609,2
725,8
a. Pajak Dalam Negeri
580,2
697,3
i. PPh
305,0
357,4
ii.PPN
195,5
249,5
iii.PBB
25,3
28,9
iv.BPHTB
5,4
7,8
v. Cukai
45,7
49,5
vi.
Pajak Lainnya
3,4
4,3
b. Pajak Perdagangan Internasional
29,0
28,5
i. Bea Masuk
17,8
19,2
ii.Bea Keluar
11,2
9,3
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
282,8
258,9
a. Penerimaan Sumber Daya Alam
192,8
173,5
i. Migas
182,9
162,1
ii.
Non-Migas
9,8
11,4
a.
Bagian Laba BUMN
31,2
30,8
b.PNBP lainnya
53,7
49,2
c.
Pendapatan BLU
5,1
5,4
II. Hibah

2,9

0,9

989,5
697,1
290,0
407,0
94,8
234,4

1037,1
716,4
322,3
394,1
101,7
166,7

292,4
278.4
14,0

320,7
297,0
23,7

0,3

50,3

D. Surplus/Defisit Anggaran (A-B)

-94,5

-51,3

E. Pembiayaan ( I + II )
I. Pembiayaan dalam Negeri
1. Perbankan dalam Negeri
2. Non-Perbankan dalam Negeri
II. Pembiayaan Luar Negeri
1. Penarikan Pinjaman LN (bruto)
2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN

94,5
107,6
-11,7
119,3
-13,1
48,1
-61,3

51,3
60,8
16,6
44,2
-9,4
52,2
-61,6

B. Belanja Negara
I. Belanja Pemerintah Pusat
1. Belanja K/L
2. Belanja Non-K/L, a.l:
a. Pembayaran bunga utang
b. Subsidi
II. Belanja Ke Daerah
1. Dana perimbangan
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
C. Keseimbangan Primer

Sumber: fiskal.depkeu.go.id

Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


Uraia
n
I. Penerimaan
1. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun yang Lalu
2. Pendapatan Asli Daerah
a. Hasil Pajak Daerah
b. Hasil Retribusi Daerah
c. Hasil BUMD dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
3. Dana Perimbangan
a. Bagian Daerah dari Bagi Hasil
b. Dana Alokasi Umum
c. Dana Alokasi Khusus
4. Lain-lain Pendapatan yang Sah
II. Pengeluaran
1. Pengeluaran Belanja
a. Belanja Rutin
1) Administrasi Umum
a) Belanja Pegawai
b) Belanja Barang
c) Belanja Perjalanan Dinas
d) Belanja Pemeliharaan
2) Operasi dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana
Umum
b. Belanja Investasi
1) Publik
2) Aparatur
2. Pengeluaran Transfer
a. Angsuran Pinjaman dan Bunga
b. Bantuan
c. Dana Cadangan
3.Pengeluaran Tak Terduga
III. Surplus/Defisit Anggaran
IV. Pembiayaan
1. Dalam Negeri
2. Luar Negeri

Jumla
h
xx
x
xx
x
xx
x
xx
x
xx
x
xx
x
xx
Xx
x
xx
x
xx
x
xx
x
xx
x
xx
x
xx
x
xx
x
xx
x
xx
Xxx
Xx
x
xx
x

D. Kebijakan Pemerintah di
Bidang Fiskal Kebijakan
Fiskal
1. Pengertian
Kebijakan fiskal merupakan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi yang
bertujuan untuk mengatur pendapatan dan pengeluaran negara guna mencapai
kestabilan ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan umum.
2. Tujuan Kebijakan Fiskal
Kebijakan yang diambil pemerintah di bidang fiskal punya beberapa tujuan, yakni :
a. menciptakan stabilitas perekonomian
b. memacu atau mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi
c. memperluas dan menciptakan lapangan kerja
d. menciptakan terwujudnya keadilan sosial bagi masyarakat
e. mewujudkan pendistribusian dan pemerataan pendapatan

3. Macam-macam Kebijakan Fiskal


Kebijakan fiskal ada dua jenis yaitu :
1. Kebijakan fiskal ekspansioner (expansionary fiscal policy)
Kebijakan ini dilakukan apabila kondisi perekonomian lesu dan angka
pengangguran tinggi sehingga dirasa perlu untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan menurunkan angka pengangguran. Kebijakan ini dapat dijalankan
dengan cara meningkatkan pengeluaran/belanja pemerintah dan/ menurunkan
pajak.
2. Kebijakan fiskal Kontraksioner
Kebijakan ini dilakukan apabila kondisi perekonomian dalam keadaan inflasi
tinggi
.
Kebijakan
ini
dilaksanakan
dengan
cara
menurunkan
pengeluaran/belanja pemerintah dan / menaikkan pajak
Kebijakan fiskal sering juga disebut kebijakan anggaran. Hal ini disebabkan
kebijakan ini memang berhubungan erat dengan anggaran pemerintah untuk
memacu pertumbuhan ekonomi. Secara teoritis kebijakan anggaran dapat
dijalankan melalui empat jenis pembiayaan yaitu :
a. Pembiayaan fungsional (Functional Finance)
b. Dalam hal ini, pengeluaran pemerintah ditentukan dengan melihat akibat tidak
langsung yang ditimbulkan terhadap pendapatan nasional terutama untuk
peningkatan kesempatan kerja. Penerimaan pajak dipakai untuk mengatur
pengeluaran swasta, bukan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah.
Sementara pinjaman pemerintah. Sementara itu pinjaman pemerintah dipakai
sebagai alat untuk menekan inflasi lewat pengurangan dana yang tersedia
dalam masyarakat.
c. Pengelolaan anggaran ( The Managed Budget Approach)
Dalam pendekatan ini, pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak dan
pinjaman pemerintah dimaksudkan untuk mencapai kestabilan ekonomi yang
lebih mantap. Dalam pendekatan ini selalu diusahakan anggaran belanja yang
seimbang.
d. Stabilisasi Anggaran Otomatis (The Stabilizing Budget)
e. Dalam stabilisasi anggaran ini diharapkan atau dengan sendirinya terdapat
keseimbangan antara penerimaan dan pengeluaran tanpa campur tangan
pemerintah yang disengaja.
f. Anggaran belanja seimbang ( Balanced Budget Approach)
g. Anggaran yang disesuaikan dengan keadaan, tujuannya adalah tercapainya
anggaran berimbang dalam jangka panjang.
Selain itu, berikut ini adalah macam-macam anggaran yang biasa ditempuh
beberapa negara dalam mencapai manfaat tertingi dalam mengelola anggaran.
1) Kebijakan Anggaran Defisit
Adalah kebijakan anggaran dimana pengeluaran pemerintah lebih besar
dibandingkan dengan penerimaan dalam satu tahun anggaran. Contoh
kebijakan anggaran defisit adalah APBN tahun 2000.
Selisih akibat lebih besarnya pengeluaran pemerintah ini diatasi dengan
melakukan pinjaman kepada :
a. Individu, perusahaan dan lembaga-lembaga keuangan dalam sektor swasta
melalui penjualan obligasi pemerintah dengan bunga yang tinggi agar para
kreditur tersebut tertarik untuk membeli obligasi pemerintah.
b. Sektor luar negeri melelui penjualan surat-surat berharga pemerintah. Hal
ini akan berdampak terhadap neraca pembayaran.

c. Sektor perbankan komersial meleui penerbitan surat-surat berharga


keuangan pada bank- bank komersial tersebut.
2) Kebijakan Anggaran Surplus
Adalah kebalikan dari kebijakan anggaran defisit. Kebijakan ini menyatakan
penerimaan pemerintah lebih besar dari pengeluaran pemerintah.
3) Kebijakan Anggaran Berimbang
Kebijakan ini menyatakn suatu keadaan penerimaan pemerintah sama besar
dengan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini sering dipakai oleh pemerintah
orde baru.

4) Kebijakan Anggaran
Dinamis Adalah suatu
bentuk anggaran
4. Pajak
a. Pengertian
Pajak adalah iuran kepada negara yang terutang oleh yang wajib membayarnya
(wajib pajak) berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat prestasi kembali
(balas jasa) secara langsung.
Berdasarkan pengertian tersebut pajak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Pungutan pajak berdasarkan undang-undang.
2) Wajib pajak tidak mendapatkan balas jasa secara langsung.
3) Pihak yang berwenang memungut pajak adalah pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4) Wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya dapat dikenai sanksi sesuai
dengan peraturan (undang-undang yang berlaku).
5) Pendapatan pajak digunakan untuk pembelanjaan negara dan pembiayaan
investasi masyarakat.
6) Pajak dapat digunakan sebagai alat unruk mengatur pemerataan
pendapatan.
7) Pajak merupakan iuran wajib kepada negara atau pemerintah.
8) Pembayar pajak disebut wajib pajak.
b. Pungutan Resmi selain Pajak
Pungutan resmi selain pajak adalah sebagai berikut :
1) Bea ekspor dan bea impor
Bea ekspor adalah pungutan resmi kepada eksportir yang akan mengekspor
barang dagangannya ke luar negeri.
2) Bea impor adalah pungutan
terhadap
importir
saat
mengimpor barang dari luar
negeri.
Besar
kecilnya
pungutan diatur dengan
peraturan pemerintah.
3) Cukai
Adalah pungutan resmi yang
harus dibayar oleh pengusaha
atau
produsen
kepada
pemerintah
yang
diatur
berdasarkan
peraturan
pemerintah. Contohnya : cukai
tembakau, minyak wangi dan
minuman beralkohol.
4) Retribusi
Adalah pungutan yang harus
dibayar oleh
wajib
pajak
kepada pemerintah
karena wajib pajak telah menerima atau mendapatkan imbalan jasa secara
langsung. Retribusi dapat berarti bahwa wajib bayar telah memperoleh fasilitas
secara langsung. Contohnya : bea parkir, sewa pasar dan bea pungutan
sampah.
5) Ipeda dan Ireda

Pungutan ini diatur dengan peraturan daerah atau perda. Baik Ipeda maupun
Ireda merupakan sumber pendapatan daerah. Saat ini nama tersebut lebih
dikenal dengan PBB (pajak bumi dan bangunan).

Perbedaan pajak dengan pungutan resmi lainnya :


Indikat
Paja
or
k
1. Imbalan jasa
Tidak diterima

(kontraprest
secara langsung
asi)
Menurut undang2. Dasar pemungutan

undang
3. Cara perhitungan

4. Jatuh tempo

5. Sanksi hukum
6. Surat
ketetapan
(kohir)
7. Sifat pemungutan

Dihitung sendiri oleh


wajib pajak
Sesuai tahun pajak
Ada dalam
undangundang
Ada surat
ketetapan
pajaknya

Pungutan
resmi
lainnya
Diterima
secara
langsung
PP, Kepmen,
Daerah

Kep.

Aparatur pemerintah

Sesuai pemakaian

Sesuai kebijakan
pemerintah

Tidak ada kohirnya

c. Asas-asas Pajak
Berikut ini asas-asas pajak menurut beberapa tokoh:
Adam Smith
Adam Smith mengemukakan asas-asas sebagai berikut :
1) Ability to Pay
Adalah asas perpajakan yangdidasarkan atas kemampuan membayar para
wajib pajak. Asas ini memperhitungkan kondisi wajib pajak.
2) Asas Kepastian (Certainty)
Untuk memungut pajak pemerintah harus memberikan jaminan / kepastian
terhadap pungutan tersebut. Artinya, aturan pungutan harus pasti dan jelas.
3) Asas Kesenangan (Convenience)
Sebaiknya pajak dipungut pada saat wajib pajak baru menerima uang
(penghasilan / gaji) dan waktunya tidak mendadak / tiba-tiba.
4) Asas Ekonomi (Economy)
Pungutan pajak diupayakan seefektif dan seefisien mungkin dengan mengacu
agar beban / biaya pemungutan pajak ditekan sekecil mungkin.
WJ. Langen
WJ. Langen mengemukakan asas-asas sebagai berikut :
1) Asas Kesamaan
Asas ini mengandung makna bahwa pungutan pajak dikenakan bagi semua
warga tanpa ada pengecualian sehingga pemungutan pajak dirasakan adil.
2) Asas Daya Pikul
Beban pajak didasarkan pada kemampuan wajib pajak, sehingga masyarakat
yang penghasilannya besar akan dikenakan pajak yang besar dan masyarakat
yang penghasilannya kecil beban pajaknya rendah.
3) Asas Manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa selain pungutan pajak didasarkan atas
barang dan jasa yang dinikmati wajib pajak, juga mengandung arti bahwa hasil
pungutan pajak yang telah diterima pemerintah hendaknya dapat dibelanjakan
untuk pembelanjaan atau pengeluaran yang benar- benar bermanfaat bagi
kemajuan perekonomian masyarakat.
4) Asas Kesejahteraan

Pungutan pajak yang diterima pemerintah dapat dibelanjakan sesuai dengan


pos yang telah ditetapkan, dengan tujuan agar dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
5) Asas Beban Sekecil-kecilnya
Pungutan pajak yang diterima pemerintah
selalu diusahakan serendahrendahnya.

6) Asas Istimewa
Asas ini khusus diperuntukkan bagi masyarakat yang mendapatkan
penghasilan secara istuimewa
7) Asas Pelaksaan
Pelaksanaan pungutan pajak diusahakan sebaik mungkin meskipun sering
terjadi hambatan dan keluhan dari para wajib pajak.
Adolf Wagner
Adolf Wagner mengemukakan asas-asas sebagai berikut :
1) Asas Politik Potensial
Asas ini berisikan bahwa pungutan pajak mempunyai dua sasaran, yaitu :
a) pungutan pajak harus bersifat dinamis
b) perolehan hasil pungutan pajak jumlahnya memadai
2) Asas Ekonomis
Sasaran penarikan pajak harus tepat, antara lain terhadap pendapatan,
penanaman modal, barang mewah dan sebagainya.
3) Asas Keadilan
Asas ini mengandung pengertian :
a) pungutan pajak hendaknya bersifat umum dan universal
b) terhadap obyek pajak yang sama harus ada kesamaan beban
4) Asas Administrasi
Asas ini berisikan pengertian :
a) pungutan pajak harus disertai dasar pungutan yang pasti (undang-undang,
peraturan pemerintah atau peraturan daerah.
b) cara pemungutan atau penagihan harus fleksibel atau luwes dan tidak
memaksa atau tidak ada unsur tekanan.
c) biaya pemungutan pajak diusahakan sekecil mungkin.
5) Asas Yuridis
Asas ini mengandung makna :
a) pungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang yang berlaku
b) penafsiran kata pada undang-undang harus seragam dan punya pengertian
yang sama
d. Pembagian Pajak
1) Berdasarkan golongan
Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh
wajib pajak dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, contohnya : pajak
penghasilan.
Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada
pihak lain, contoh : PPN dan PPnBM.
2) Berdasarkan wewenang pemungut pajak
Pajak pusat atau pajak negara adalah pajak yang
dipungut oleh pemerintah pusat atau negara meleui
Dirjen Pajak, contoh : PPh dan PBB.
Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah, yang dalam hal ini ditangani oleh
Dinas Pendapatan Daerah, yaitu antara lain:
Propinsi; Pajak Kendaraan Bermotor, Bea balik
Nama kendaraan bermotor, Pajak bahan Bakar
Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air,
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah
tanah dan air Permukaan
Kabupaten; Pajak hotel, pajak reklame, pajak
restoran, pajak hiburan, pajak penerangan jalan
3) Berdasarkan sifat
Diktat Ekonomi Kelas XI IPS
3
0

Pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan kondisi wajib pajak yang
akan dikenakan pajak.

Diktat Ekonomi Kelas XI IPS

3
1

Pajak objektif adalah pajak yang pada awalnya memperhatikan obyek yang
menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian dicari subyeknya,
baik pribadi atau badan.

e. Fungsi Pajak
1) Fungsi anggaran
Maksudnya bahwa pajak adalah andalan pendapatan negara. Fungsi ini
menjelaskan bahwa pajak merupakan bagian dari pendapatan negara yang
sangat penting.
2) Fungsi mengatur
Pajak dapat berfungsi sebagai alat pendistribusian pendapatan masyarakat dan
sekaligus sebagai alat pemerataan pendapatan masyarakat.
3) Fungsi stabilisasi
Dengan pendapatan dari pajak, pemerintah dapat membelanjai pengeluaranpengeluarannya, baik rutin maupun pengeluaran pembangunan. Bila
pemerintah dapat membelanjai pengeluaran- pengeluarannya sesuai dengan
anggaran belanja yang telah ditetapkan berarti tidak akan terjadi fluktuasi,
hambatan ataupun keresahan di dalam penyelenggaraan perekonomian negara
yang berarti stabilitas ekonomi dapat terjamin.
f. Pajak
Penghasilan
(PPh)
Subyek
Pajak
Penghasilan
Yang menjadi subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut :
1) Orang pribadi.
2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
3) Badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, BUMN dan BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun,
persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau
organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun dan bentuk badan usaha
lainnya.
4) Bentuk usaha tetap.
Subyek pajak ini terdiri dari subyek pajak dalam negeri dan subyek pajak luar
negeri. Yang dimaksud subyek pajak dalam negeri adalah sebagai berikut :
1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang
berada di Indonesia.
2) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
3) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak. Yang dimaksud subyek pajak luar
negeri adalah sebagai berikut :
1) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di


Indonesia.
2) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.

Perbedaan perlakuan pengenaan PPh antara Wajib pajak Dalam Negeri dan
Wajib Pajak Luar Negeri
Keterangan
Wajib Pajak Dalam
Wajib pajak Luar
Negeri
negeri
Penghasilan
baik
yang Penghasilan
yang
Objek pajak
diterima atau diperoleh dari
berasal
Indonesia dan dari luar
dari sumber
Indonesia
penghasilan
di Indonesia
Dasar
Penghasilan Netto
Penghasilan Bruto
Pengenaan
Pajak
Tarif
Pasal 17 UU PPh
Pasal 26 UU PPh
Wajib menyampaikan
Pelaporan
Tidak Wajib menyampaikan
Surat
SPT
Pemberitahuan (SPT)
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak bertempat
kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia yang dapat berupa :
1) tempat kedudukan manajemen
2) cabang perusahaan
3) kantor perwakilan
4) gedung kantor
5) pabrik
6) bengkel
7) pertambangan dan penggalian sumber alam wilayah kerja pengeboran yang
digunakan eksplorasi pertambangan.
8) Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan atau kehutanan.
9) Proyek konstruksi, instalasi atau perakitan oleh orang lain sepanjang
dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
10)
Orang atau badan yang berlaku sebagai agen yang kedudukannya tidak
bebas.
11)
Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi
atau menanggung risiko di Indonesia.
Yang tidak termasuk subyek pajak adalah sebagai berikut :
1) Badan perwakilan negara asing
2) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat
lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukankepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan
syarat bukan warga Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut
serta negara yang bersangkutan memberi perlakuan timbal balik.
3) Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri
Keuangan, dengan syarat :
a) Indonesia menjadi organisasi tersebut
b) Tidak menjalankan usaha atau tuntutan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan
atau pekerjaan lain yang memperoleh penghasilan dari Indonesia
4) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan dengan syarat:
i. Bukan warga negara Indonesia
ii. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia

Obyek Pajak
Yang menjadi obyek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun, termasuk :
1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi,
uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam
undang-undang ini.
2) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.
3) Laba usaha.
4) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
6) Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang.
7) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis dan pembagian SHU koperasi.
8) Royalti.
9) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
12) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
13) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14) Premi asuransi.
15) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan belum dikenakan
pajak.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Menurut UU Pajak No.36 tahun 2008, besarnya PTKP adalah
sebagai berikut: PTKP setahun diberikan sebesar :
1) Rp 15.840.000,00 untuk wajib pajak orang pribadi.
2) Rp 1.320.000,00 tambahan untuk wajib pajak yang kawin.
3) Rp 15.840.000,00 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
ayat (1)
4) Rp 1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
sekeluarga, semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Penetapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian
tahun pajak. Penyesuaian besarnya PTKP ditetapkan dengan keputusan menteri
keuangan.
Tarif Pajak Penghasilan
Tarif pajakPasal 17 UU Pajak Penghasilan yang diterapkan adalah sebagai berikut :
1) Wajib pajak orang pribadi dalam negeri
a) Penghasilan sampai dengan Rp 50.000.000,00, tarif pajak 5 %.
b) Penghasilan di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp
250.000.000,00, tarif pajak 15 %
c) Penghasilan di atas Rp 250.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000,00,
tarif pajak
25 %

d) Penghasilan di atas Rp500.000.000,00, tarif pajak 30 %


2) Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah 28%

Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk wajib pajak


orang pribadi: Jumlah penghasilan kena pajak Rp
700.000.000,00
Pajak penghasilan yang terutang:
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 200.000.000,00 = Rp 30.000.000,00
30% x Rp 200.000.000,00 = Rp 60.000.000,00
Rp155.000.00
0,00
g. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah (PPnBM)
I. PPN
PPN diatur dengan UU Nomor 18 Tahun 2000.
1. Subyek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP), yaitu pengusaha yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).
Obyek dari PPN adalah :
(a) Penyerahan BKP dan JKP di dalam daerah pabean yang
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), baik
barang berwujud maupun tidak berwujud dalam
rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
(b) Impor dan ekspor BKP oleh PKP.
(c) Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan JKP dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean.
(d) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak
dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang
pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri
atau digunakan pihak lain
(e) Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan (bukan inventory) oleh PKP,
sepanjang pajak masukan yang dibayar pada saat
perolehannya menurut ketentuan dikreditkan
2. Jenis-jenis barang yang tidak dikenakan PPN
Menurut UU No. 18 Tahun 2000 jenis barang yang tidak dikenakan PPN yaitu:
Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung
dari sumbernya, meliputi: minyak mentah, gas bumi, panas bumi, pasir dan
kerikil, batubara sebelum diproses menjadi briket batu bara, bijih ( timah,
besi, nikel, perak, bauksit)
Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu:
segala jenis beras dan gabah, segala jenis jagung, sagu, segala jenis
kedelai, garam, makanan dan minuman (tidak termasuk makanan dan
minuman yang diserahkan oleh usaha katering atau usaha jasa boga), uang,
emas batangan dan surat-surat berharga
3. Pengecualian JKP berdasarkan peraturan pemerintah tidak dikenakan PPN adalah
kelompok jasa sebagai berikut:
Jasa di bidang kesehatan medis
Jasa di bidang pelayanan sosial
Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko
Jasa di bidang perbankan, asuransi dan sewa guna usaha dengan dengan hak
opsi
Jasa di bidang keagamaan
Jasa di bidang pendidikan
Jasa di bidang tenaga kerja dan bidang yang dilaksanakan instansi
pemerintah

4.Cara Kerja Sistem Pajak Pertambahan Nilai


PPN dikenakan atas pertambahan nilai (value added) dari barang yang dihasilkan
atau diserahkan oleh PKP. Pajak dipungut secara bertingkat pada jalur produksi
dan distribusi dengan tidak ada unsur pajak berganda.
II. PPnBM
PPnBM adalah pajak yang dikenakan terhadap penyerahan atau impor barangbarang berwujud yang tergolong mewah. PPnBM hanya dikenakan satu kali
pada sumbernya, yaitu pabrikan atau

saat impor dan tidak dapat dikreditkan. PPnBM tidak dapat dikenakan tersendiri
tanpa PPN. Jadi penarikan PPnBM harus selalu bersama PPN.
Subyek PPnBM adalah PKP yang menghasilkan barang mewah dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha yang mengimpor
barang yang tergolong mewah.
Obyek PPnBM adalah penyerahan barang berwujud yang tergolong mewah dan
impor barang yang tergolong mewah, seperti sedan built-up, komputer dan
lain-lain barang berwujud yang tergolong mewah sebagaimana ditetapkan oleh
peraturan pemerintah.
Tarif PPN dan PPnBM
Tarif PPN adalah 10%
Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% dan paling tinggi 75%
h. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB diatur melalui UU no 12 tahun 1994. Pajak ini dikenakan pada bumi atau
tanah dan bangunan yang dibangun pada tanah atau bumi tersebut. Ketentuan
perhitungan pungutan PBB adalah 0,5 % dari 20 % nilai jual obyek pajak. Nilai jual
obyek pajak adalah taksiran nilai jual bumi dan bangunan dikurangi dengan
bangunan tidak kena pajak (BTKP). BTKP bagi tiap-tiap wajib pajak sebesar Rp
8.000.000,00. Bagi seorang wajib pajak yang memiliki tanah dan bangunan lebih
dari satu buah, maka BTKP hanya diberikan pada satu bangunan saja.
1. Obyek Pajak
a) Yang menjadi obyek pajak adalah bumi dan/atau bangunan.
b) Klasifikasi obyek pajak sebagaimana dimaksud di atas diatur oleh menteri
keuangan.
2. Obyek Pajak yang tidak Dikenakan PBB
a) Obyek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah obyek pajak yang :
Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang
tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis
dengan itu.
merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah
negara yang belum dibebani suatu hak
digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh menteri keuangan.
b) Obyek pajak yang digunakan oleh pemerintah untuk penyelenggaraan
pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan
pemerintah.
c) Batas nilai jual Bangunan Tidak Kena Pajak akan disesuaikan dengan suatu
faktor penyesuaian yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
3. Subyek Pajak
Adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi
dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai
dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
4. NJOP
Adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang rejadi secara
wajar
5. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)

Adalah surat yang digunakan oleh wajib pakjak untuk melaporkan data objek
menurut ketentuan undang-undang pajak bumi dan bangunan
6. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
Adalah surat yang digunakan oleh DJP untuk memberitahukan besarnya pajak
terutang kepada wajib pajak
7. Tarif Pajak
Tarif pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah sebesar 0,5 %.
8. Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung Pajak
a) Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual kena pajak (NJKP)
40% untuk objek pajak perumahan yang wajib pajaknya perseorangan
dengan NJOP sama atau lebih dari Rp 1.000.000.000,00.

b) Nilai Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)


Mulai 1 Januari 2001 NJOPTKP untuk setiap daerah ditetapkan setinggitingginya Rp 12.000.000,00 untuk tiap wajib pajak
7. Dasar perhitungan PBB
Dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena
Pajak (NJKP). Besarnya persentase NJKP adalah
sebagai berikut:
Objek pajak perkebunan adalah 40%
Objek pajak kehutanan adalah 40%
Objek pajak pertambangan adalah 40%
Objek pajaklainnya (pedesaan dan perkotaan):
Apabila NJOP-nya lebih besar atau sama dengan Rp 1.000.000.000,00
adalah 40%
Apabila NJOP-nya kurang dari Rp 1.000.000.000,00 adalah 20%
Contoh soal.
2
Manohara memiliki sebidang tanah seluas 300 m . Di atas tanah tersebut berdiri
2
2
sebuah bangunan seluas 150 m . taksiran harga tanah per m Rp 160.000,00 dan
2
taksiran nilai jual bangunan per m Rp 180.000,00. Hitunglah besar PBB yang harus
dibayar oleh Manohara !
Jawab :
Nilai jual tanah/bumi = 300 X Rp 160.000,00
Rp 48.000.000,00
Nilai jual bangunan = 150 X Rp 180.000,00
Rp 27.000.000,00
Taksiran nilai jual bumi dan bangunan
NJOPTKP

Rp 75.000.000,00
(Rp 12.000.000,00)

Nilai jual obyek pajak

Rp 63.000.000,00

Nilai jual kena pajak 20 % X Rp 63.000.000,00 = Rp


12.600.000,00 Besarnya PBB = 0,5 % x Rp
12.600.000,00 = Rp 63.000,00
i. Pajak Ekspor dan Impor
Pajak ekspor adalah pajak yang dikenakan pada barang yang akan diekspor ke luar
negeri. Yang menghitung besar kecilnya pajak ekspor adalah petugas pabean.
Pajak impor adalah pajak yang dikenakan pada barang yang diimpor dari luar
negeri.
j. Pajak Kendaraan Bermotor
Merupakan pendapatan daerah, sehingga tidak dimasukkan dalam APBN. Pajak ini
dipungut dimana kendaraan bermotor tersebut berdomisili. Besar kecilnya pajak
didasarkan pada jenis, bahan bakar, kekuatan (cc), bobot dan tahun pembuatan.
k. Bea Materai

Tarif bea materai ada dua, yaitu Rp 6.000,00 dan Rp 3.000,00, yang
penggunaannya sebagai berikut
1) Tarif bea materai Rp 6.000,00
Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau
keadaan yang bersifat perdata
Akta akta notaris termasuk salinannya
Akta yang dibuat PPAT termasuk rangkap-rangkapnya
Surat yang memuat jumlah uang yang mempunyai harga nominal lebih dari
Rp 1.000.000,00

2) Tarif bea materai Rp 3.000,00


Dokumen yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp
250.000,00 sampai dengan Rp 1.000.000,00
Cek dan bilyet giro tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal
Efek
l. Tarif Pajak
1. Tarif tunggal
a) Tarif tetap, tarif yang jumlahnya tetap, tidak bergantung kepada besar kecilnya
objek pajak.
b) Tarif proporsional, yaitu tarif pajak yang menggunakan persentase tetap,
berapapun jumlah objek pajak.
2. Tarif tidak tunggal
a) Sistem Progresif
Pajak progresif adalah pajak yang dikenakan semakin besar kepada wajib pajak
yang mempunyai pendapatan semakin tinggi. Contoh : pajak penghasilan.
b) Sistem Degresif
Adalah kebalikan dari sistem progresif., dimana persentase pajak yang
dikenakan akan semakin besar jika pendapatan semakin rendah dan akan
semakin kecil jika pendapatan semakin besar.
l. Sistem Pemungutan Pajak

Official Assesment System (OAS)


Yaitu cara pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
wajib pajak
Self Assesment System (SAS)
Yaitu cara pemungutan pajak yang memberi
wewenang
kepada
wajib
pajak
untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang
Semi Self Assesment System (SSAS) dan With
Holding System (WHS)
Semi self Assesment System yaitu cara
pemungutan pajak

yang memberikan wewenang kepada wajib pajak dan fiskus untuk sama-sama
menentukan besarnya pajak terutang.
With Holding System adalah cara pemungutan pajak yang tidak memberikan
wewenang kepada wajib pajak dan fiskus untuk menentukan besarnya pajak
terutang, tetapi diserahkan kepada pihak ketiga yang ditunjuk.

Das könnte Ihnen auch gefallen