Sie sind auf Seite 1von 47

PEMERIKSAAN FISIK KULIT ( SKIN PHYSICAL EXAM )

I. Tujuan Umum :
1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik dermatologis, dan clinical
test (uji kulit) secara sistematis dan benar sesuai dengan daftar penyakit
sistem integumen 4A SKDI 2012
II. Tujuan Khusus :
1. Mahasiswa mampu menginformasikan kepada pasien tentang tujuan dari
pemeriksaan
2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik dermatologis
3. Mahasiswa mampu mendeskripsikan status dermatologis dengan tepat dan
menghubungkannya dengan gejala klinis pasien
4. Mahasiswa mampu menentukan dan melakukan (uji kulit) yang relevan
dengan gejala klinis pasien
I.

ANATOMI KULIT DAN ADNEKSA KULIT

Gambar 1. Penampang kulit

Kulit merupakan lapisan terluar dari tubuh manusia yang terdiri atas :
1

A. Epidermis, merupakan lapisan luar yang terdiri dari


Stratum korneum (lapisan tanduk)
Stratum lusidum
Stratum granulosum (lapisan keratohialin) : berisi sedikit keratin sehingga kulit
menjadi keras dan kering ; mengandung melanin
Stratum spinosum (stratum malphigi)
Stratum basalis
B. Dermis:
Stratum papilare dan Stratum retikulare
C. Subkutis: terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya
Adneksa kulit
Kuku: terdiri atas matriks kuku, dinding kuku (nail wall), dasar kuku (nail bed), alur
kuku (nail groove), akar kuku (nail root), lempeng kuku (nail plate), lunula,
eponikium, hiponikium
Rambut: terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut) dan bagian
yang berada di luar kulit (batang rambut)
Kelenjar : kelenjar ekrin dan apokrin, kelenjar sebasea.
II. FAAL KULIT
1. Fungsi proteksi
2. Fungsi absorpsi
3. Fungsi ekskresi
4. Fungsi pengindra (Sensori) : kulit dilengkapi dengan reseptor-reseptor khusus. Reseptor untuk
rasa sakit ujungnya menjorok masuk ke daerah epidermis. Reseptor untuk tekanan, ujungnya berada
di dermis yang jauh dari epidermis. Reseptor untuk rangsang sentuhan dan panas, ujung reseptornya
terletak di dekat epidermis. Badan Ruffini untuk sensasi panas, Badan Krause untuk sensasi dingin,
Badan taktil Meissner dan Badan Ranvier untuk rabaan, Badan Paccini untuk tekanan

5. Fungsi pengaturan suhu tubuh


6. Fungsi pembentukan pigmen
7. Fungsi keratinisasi
8. Fungsi produksi vitamin D
9. Fungsi ekspresi emosi
III.TAHAPAN DALAM MEMBUAT DIAGNOSIS DERMATOLOGIS

Penegakkan diagnosis mudah dilakukan dengan memperhatikan tahap-tahap berikut:


1.
2.
3.
4.

Pendekatan terhadap pasien (anamnesis)


Pemeriksaan kelainan morfologi (deskripsi status dermatologis)
Pemeriksaan fisik kulit (tes klinis/uji kulit)
Pemeriksaan penunjang (pemeriksaan KOH, sediaan langsung, pewarnaan gram, kultur,
tzank test, indeks bakteri dan indeks morfologi, pemeriksaan

histopatologis,

imunofluoresensi, serologis, radiologis, pemeriksaan genetik, dan biomolekuler)


PEMERIKSAAN FISIK DERMATOLOGIS
Pemeriksaan fisik dermatologis merupakan pemeriksaan tubuh pasien untuk menemukan
adanya kelainan atau tanda klinis penyakit, meliputi : pemeriksaan kulit, adneksa kulit
(rambut dan kuku), membrana mukosa (mata, mulut, hidung, dan genetalia)
Hasil pemeriksaan harus dicatat dalam rekam medis. Pemeriksaan fisik dilakukan secara
sistematis, mulai dari kepala dan berakhir pada anggota gerak (cranio cauda)
Alat-alat yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan fisik :
1. Alat pembesar ( loupe )
2. Flashlight / lampu senter untuk menerangi lesi
3. Mistar untuk mengukur lesi
4. Kaca objek untuk pemeriksaan diaskopi, kaarsvlek phenomen dan auspitz sign
5. Kapas alkohol untuk menghilangkan sisik atau minyak pada permukaan kulit
6. Kasa atau tissue dengan air untuk menghilangkan make up
7. Sarung tangan, harus digunakan saat pemeriksaan skabies, sifilis sekunder, memeriksa

membrana mukosa, dan daerah genetalia.


8. Pisau skalpel nomor 15 untuk mengikis lesi atau nomor 11 untuk insisi lesi

9. Lampu Wood (365 nm) untuk menilai fluoresensi


10. Kamera untuk dokumentasi
Teknik pemeriksaan fisik kulit
Inspeksi kulit
Observasi tampilan keseluruhan pasien, termasuk hygiene kulit, warna kulit dan
variasinya, vaskularisasi, keringat, edema, injury (perlukaan)
Warna kulit dipengaruhi oleh ras. Kulit abnormal ditemukan : flushing, cyanosis,
jaundice, pigmentasi yang tidak teratur
Observasi dan dokumentasikan kelainan kulit yang ditemukan
Palpasi kulit:

Pergunakan jari-jari tangan untuk memeriksa lesi. Sarung tangan dispossible dapat
digunakan untuk melindungi pemeriksa ketika malakukan pemeriksaan luka
Pada palpasi periksa kelembaban kulit, temperatur, tekstur, turgor, dan lesi kulit
(kelainan/kerusakan kulit)
DESKRIPSI STATUS DERMATOLOGIS
Setelah melakukan inspeksi dan palpasi, maka tentukan deskripsi status dermatologis
berdasarkan TERMINOLOGI lesi kulit, (tipe lesi, morfologi lesi, ukuran, jumlah, susunan,
konfigurasi, dan distribusi lesi).
Terminologi lesi kulit
Definisi lesi (bahasa latin) artinya cedera. Lesi merupakan keadaan abnormal pada tubuh
disebabkan proses trauma (fisik, kimiawi, elektris) ; infeksi; kelainan metabolisme, dan
autoimun.
a. Lokasi atau Regio :
Merupakan tempat terdapatnya lesi, ditentukan berdasarkan lokasi anatomi tubuh
manusia, contohnya regio frontalis, regio aksilaris, regio sternalis, regio umbilikalis
b. Tipe lesi :
Lesi ditentukan berdasarkan : letaknya terhadap permukaan kulit dan berdasakan
perjalanan penyakit
Berdasarkan letaknya terhadap permukaan kulit
Tabel 1. Kelompok lesi berdasarkan letaknya terhadap permukaan kulit
Lebih tinggi

Lebih
rendah

Sama rata

Perubahan
permukaan

Berisi
cairan

Pembuluh darah

Papula

Erosi

Makula

Skuama

Vesikel

Purpura

Plak

Ulkus
Skar
atrofi

Patch

Krusta

Bula

Telangiektasis

Ekskoriasi

Pustula

Infark

Kista

Fisura

Abses

Wheal/Urtika

Likenifikasi

Nodul

Skar Hipertrofi

Berdasarkan perjalanan penyakit dan proses terbentuk lesi :


Lesi primer, adalah perubahan patologis awal pada kulit
Lesi primer yang sama rata dengan permukaan kulit :
1. Makula
Lesi datar pada

kulit atau

membran mukosa

berupa perubahan

warna tanpa

perubahan konsistensi, tidak dapat dipalpasi, bentuknya bervariasi, ukuran kurang dari
0,5 cm, dan batasnya bisa berbeda dengan kulit normal (sirkumskripta/berbatas tegas)
atau samar dengan kulit sekitarnya (difus/tidak tegas).
4

2. Patch
Makula dengan ukuran yang lebih dari 0,5 cm
Lesi primer yang lebih tinggi dari permukaan kulit
1. Papula
Bentuk peninggian kulit yang padat, ukuran kurang dari 0,5 cm. Lesi padat tersebut
disebabkan oleh infiltrat sel radang atau massa padat lainnya di epidermis atau dermis.
2. Plak
Merupakan peninggian kulit yang berbentuk padat dengan diameter lebih dari 0,5 cm,
mempunyai luas permukaan yang relatif lebih besar dibanding tingginya. Plak juga
bisa terbentuk akibat perluasan dan gabungan dari papul-papul
3. Nodula
Lesi yang menonjol, berbentuk padat, diameter lebih dari 0,5 cm. Nodul bisa terletak
di epidermis, dermis, dan subkutan
4. Urtika atau Wheal
Peninggian kulit yang datar karena edema

dermis bagian atas. Bersifat gatal,

timbulnya cepat, hilang setelah beberapa jam, pori-pori melebar, warna pucat.
Lesi primer yang berisi cairan
Vesikel
Peninggian kulit berisi cairan dengan ukuran kurang dari 0,5 cm, dapat pecah
menjadi erosi, dapat bergabung (konfluen) menjadi bula
Bula
Peninggian kulit berisi cairan dengan ukuran lebih dari 0,5 cm
Pustula
Peninggian kulit berisi nanah dengan ukuran kurang dari 0,5cm
Lesi sekunder : kelainan kulit yang dapat timbul selama perjalanan penyakit, dihasilkan
akibat proses eksternal (garukan, infeksi, manipulasi infeksi, ataupun proses penyembuhan
lesi primer)
Lesi sekunder akibat perubahan permukaan kulit
1. Skuama
Pengelupasan dari stratum korneum. Partikel epidermal dapat kering atau berminyak,
tipis ataupun tebal dan dilapisi massa keratin. Warnanya bervariasi : putih keabuabuan kuning atau coklat.
5

2. Krusta
Cairan tubuh yang mengering pada permukaan kulit. Cairan tersebut bisa berasal dari
serum, darah dan eksudat purulen. Warna krusta berbeda-beda, tergantung dari cairan
yang keluar, warna kekuningan bila berasal dari serum,

akan berwarna merah

kehitaman bila berasal dari darah, dan kuning kehijauan berasal dari pus.
3. Ekskoriasi
Hilangnya jaringan sampai stratum papilare di dermis. Secara klinis tampak adanya
bintik perdarahan di kulit. Garukan dapat menghasilkan lesi yang panjang, paralel dan
menyilang serta dapat menimbulkan krusta kehitaman
4. Fisura
Hilangnya kontinuitas (kesinambungan) kulit sehingga kulit pecah (diskontinuitas)
tanpa kehilangan jaringan.
5. Likenifikasi
Penebalan kulit disertai relief kulit yang makin jelas, disebabkan penebalan epidermis
disertai perubahan kolagen pada dermis bagian superfisial.
Lesi sekunder yang lebih tinggi dari permukaan kulit
1. Sikatrik atau skar hipertrofi
Pembentukan jaringan baru yang sifatnya lebih banyak mengandung jaringan ikat
untuk mengganti jaringan yang rusak akibat penyakit atau trauma pada dermis yang
lebih dalam, bila membesar disebut skar hipertrofi. Skar

hipertrofi

biasanya

berbentuk papula keras, plak, atau nodul. Bila tumbuh sangat berlebihan, disebut
keloid. Berbeda dengan skar hipertrofi, keloid dapat meluas melampaui daerah luka
awal.

Lesi sekunder yang lebih rendah dari permukaan kulit


1. Erosi
Hilangnya sebagian atau seluruh jaringan epidermis atau epitel mukosa. Erosi dapat
terjadi akibat trauma, misalnya garukan, laserasi, vesikel atau bula superfisial yang
pecah dan nekrosis epidermis. Meskipun erosi dapat menimbulkan infeksi sekunder,
erosi tidak meninggalkan skar.
2. Ulkus
Hilangnya jaringan yang melebihi stratum papilare, mempunyai tepi, dinding, dasar,
6

dan isi. Bentuk ulkus dapat bulat, lonjong, atau tidak beraturan. Sekitar ulkus dapat
tenang atau terdapat tanda inflamasi akut/kronis (biasanya hiperpigmentasi). Tepi ulkus
bisa datar atau tinggi. Pengerasan karena sebukan sel radang di sekitar ulkus, akan
teraba keras (indurasi), misalnya pada ulkus durum (sifilis stadium I). Rasa nyeri pada
perabaan (dolent) dapat dirasakan pada ulkus mole (chancroid).
3. Sikatriks atau skar atrofi
Pembentukan jaringan baru yang sifatnya sedikit mengandung jaringan ikat dalam
mengganti jaringan yang rusak dinamakan skar atrofi.
4. Kista
Rongga berkapsul yang berisi cairan atau bahan-bahan semisolid (sel dan produknya
seperti keratin), yang bisa terletak di epidermis, dermis & subkutan.

Jenis Morfologi
Berdasarkan pengelompokan penyakit (klinis), maka jenis morfologi dapat dibedakan
berdasarkan lesi yang terlihat, yaitu monomorf atau polimorf.
1. Monomorf : Kelainan kulit terdiri atas satu jenis morfologi. Penyakit terdiri atas satu jenis
lesi saja, misalnya folikulitis, moluskum kontagiosum, miliaria, dan psioriasis gutata.
2. Polimorf : Kelainan kulit yang terdiri atas bermacam-macam morfologi, dapat terlihat
makula eritematous, papul, vesikel, erosi kusta. Lesi polimorfi dapat ditemukan misalnya
pada dermatitis atopik, dermatitis kontak alergika, dan akne vulgaris.

Tabel 2. Tipe lesi primer dan sekunder


TERMINOLOGI

CONTOH

MAKULA
DAN
PATCH

PITYRIASIS VERSIKOLOR

Regio thoracalis posterior


Makula hipopigmentasi batas tegas, tertutup skuama halus. Ukuran gutata
sampai numular, beberapa lesi konfluen. Jumlah multipel, distribusi regional

FIXED DRUG ERUPTION

Regio Fasialis (labia)


Tampak makula violaceous berbatas tegas, tepi reguler, distribusi regional

VITILIGO

Regio fasialis (frontal dan palpebra superior dekstra)


Tampak patch depigmentasi berbatas tegas, tepi ireguler, ukuran bervariasi
(numular-plakat), jumlah multipel. Distribusi unilateral

PAPUL

AMILOIDOSIS KUTIS

Regio tibialis dekstra et sinistra


Tampak papul multipel, tersebar diskret, distribusi simetris

MORBUS HANSEN TIPE MULTIBASILER


(BORDERLINE LEPROMATOUS /BL TYPE)

PLAQUE

Regio Fasialis
Tamplak plak eritematosa, multipel dengan distribusi simetris

ERITEMA NODOSUM LEPROSUM (ENL)

NODUL

Regio fasialis
Tampak nodul eritematus, multipel, diameter bervariasi 1-3 cm, anestesi
positip dan penebalan cuping telinga. Lesi tersebar diskret, distribusi regional

URTIKARIA
WHEAL /
URTIKA

Regio thorakalis
Tampak urtika yang tersebar, berwarna kemerahan, besar dan bentuknya
bervariasi, jumlah multipel, distribusi regional

HERPES ZOSTER
VESIKEL

Regio Brachii sinistra


Tampak vesikulae bergerombol dengan dasar makula eritematus. Sebagian
vesikel berkonfluen membentuk bula. Distribusi unilateral sesuai dermatom

MILIARIA KRISTALINA

10

Regio thorakalis anterior et posterior


Tampak vesikel multipel, tersebar diskret, dengan distribusi genetralisa

POMPHOLIX

Regio palmar manus dekstra et sinistra


Tampak vesikulae, jumlah multipel, tersebar diskret, distribusi simetris

VARICELLA

Regio fasialis, thoracalis, dan ekstremitas superior et inferior


Tampak umbilicated vesicle berdinding tipis, tersebar diatas makula
eritematosa. Iai vesikel jernih, ada yang keruh. jumlah multipel, tersebar
diskret, distribusi generalisata

PEMFIGOID BULOSA

11

Regio thorakalis dan brachii dekstra


Terdapat bula berdinding tebal di atas kulit yang eritematus, isi jernih, jumlah
multipel, tersebar diskret dengan distribusi generalisata

IMPETIGO BULOSA
BULLA

Regio thorakalis
Terdapat vesikula, bula berdinding tipis di atas kulit yang eritematus, berisi
pus, hipopion, tersebar diskret dengan distribusi generalisata

PUSTULA

FOLIKULITIS

Regio Tibialis sinistra


Tampak pustula multipel, dengan distribusi regional

PSORIASIS VULGARIS
SKUAMA
12

Regio colli dan thorakalis posterior


Tampak makula eritematus batas tegas tertutup skuama tebal, transparan,
lekat di bagian tengah dan lepas pada bagian tepi dan. Jumlah lesi multipel,
tersebar diskret, distribusi generalisata

TINEA KORPORIS

Regio Gluteus dextra et sinistra.


Makula dan Patch eritematus batas tegas, ukuran plakat, jumlah multipel.
Tepi polisiklis dan aktif, dengan central healing ( penyembuhan ditengah) yang
tertutup skuama halus, distribusi bilateral

DERMATITIS SEBOROIK

13

Regio : Facialis (Sentro Fasial)


Tampak patch eritematus , berbatas tidak tegas, ditutupi skuama halus,
Jumlah lesi multipel, ukuran nummular-plakat, distribusi regional.

PITYRIASIS ROSEA

Regio Thoracalis posterior


Tampak makula eritematus berbentuk bulat lonjong, sumbu panjang searah
pelipatan kulit, diameter bervariasi 1-6 cm (gutata-plakat), tertutup skuama
tipis, lekat di bagian tepi dan lepas pada bagian tengah (skuama kolaret),
terdapat mother plaque/ herald-patch/ initial-plaque; lesi multipel, tersebar
diskret, distribusi regional

IMPETIGO KRUSTOSA

14

KRUSTA

Regio fasialis
Tampak vesikula, bula berdinding tipis mudah pecah di atas kulit eritematus.
Di beberapa tempat terdapat erosi berwarna kemerahan dan krusta berwarna
kuning kecoklatan seperti madu. Lesi multipel, tersebar distribusi regional

EKSKORIASI

DERMATITIS KONTAK IRITAN TOKSIK

EROSI

LIKENIFIKASI

Regio Fossa Cubiti Dekstra


Terdapat makula eritematus batas jelas, di bagian tengah terdapat erosi

LIKEN SIMPLEKS KRONIS

15

Regio pedis dekstra et sinistra


Tampak plak eritematosa et hiperpigmentasi, diatasnya terdapat likenifikasi,
lesi dengan distribusi simetris

SKAR

SKAR HIPERTROFI

FISURA

SKAR ATROFI

TINEA PEDIS

JUMLAH LESI :
1. Soliter (tunggal) : Hanya ada satu lesi
2. Multipel (lebih dari satu) : Banyak lesi berjumlah lebih dari 3 atau berjumlah banyak.
16

SUSUNAN LESI
Lesi-lesi ganda dapat tersusun berkelompok/clustered (herpetiformis, zosteriform) dan
tersebar/scattered (diskret, diseminata).
Lesi berkelompok (cluster) :
1. Herpetiforme : Beberapa vesikel bergerombol disatu tempat menyerupai lesi herpes
Contohnya dermatitis herpetiformis (Duhring disease), herpes simpleks
2. Zosteriforme : Lesi kulit yang berjalan mengikuti dermatom dan unilateral
Lesi tersebar (scattered)
1. Diskret : Bila lesi tersebar satu persatu. Contohnya pada varisela
2. Diseminata : Penjalaran dari satu lesi ke bagian tubuh yang lain. Penyebaran diseminata
dapat ditemukan, misalnya pada dermatitis kontak alergika autosensitisasi, ataupun pada
id reaction ; dimana awalnya terdapat satu lesi kemudian menyebar ke bagian tubuh lain
Tabel 3. Susunan (tatanan) lesi-lesi ganda

SUSUNAN

CONTOH PADA PENYAKIT

BERKELOMPOK (CLUSTER)

HERPES SIMPLEKS

HERPETIFORME

DERMATITIS HERPETIFORMIS

17

ZOSTERIFORME

HERPES ZOSTER

TERSEBAR (SCATTERED)

VARICELLA

DISKRET

DERMATITIS KONTAK
AUTOSENSITISASI

18

ID REACTION pada DIAPER


DERMATITIS

ID RECTION PADA TINEA PEDIS

KONFIGURASI LESI
1. Anular /Sirsinar : berbentuk cincin; yang menunjukkan bahwa pinggir lesi berbeda
dengan bagian tengah, lebih tinggi, bersisik, atau berbeda warnanya (misalnya granuloma
annulare, tinea corporis, eritema annulare sentrifugum).
19

2. Bulat/Numular/Diskoid : berbentuk koin, biasanya lesi bulat sampai lonjong dengan


morfologi yang sama dari bagian tepi hingga ke sentral lesi (misalnya eksema numular,
psoriasis tipe plak, lupus diskoid
3. Arkuata/ Arsinar : bentuk lengkung; sering sebagai akibat dari pembentukan tidak
lengkap dari sebuah lesi annular (seperti urtikaria, lupus eritematosus kutaneous subakut).
4. Polisiklik : terbentuk dari lingkaran-lingkaran, cincin atau cincin inkomplit yang
bergabung (seperti pada tinea korporis, tinea kruris).
5. Linear : menyerupai sebuah garis lurus; sering menunjukkan kontaktan eksternal (pada
dermatitis kontak iritan toksik) atau fenomena Koebner yang terjadi sebagai respon
terhadap penggarukan (pada psoriasis vulgaris); bisa ada pada lesi tunggal (seperti
scabies burrow, poison ivy dermatitis, atau pigmentasi bleomycin) atau pada tatanan lesi
ganda (liken nitidus atau liken planus).
6. Irisformis : lesi kulit tersusun menyerupai iris mata. Lesi dapat oval atau bulat dengan
perbedaan warna, yaitu di bagian tengah lebih gelap dari pada bagian tepinya. Bagian
tengah dapat pula berbentuk vesikel/bula disekitarnya terbentuk halo. Contohnya adalah
lesi target (irisformis) pada eritema multiforme.
7. Korimbiformis : suatu lesi induk (ukuran besar) yang dikelilingi lesi kecil-kecil berupa
(satelit) yang berukuran lebih kecil. Lesi tersusun mirip seekor induk ayam dikelilingi
anak-anaknya (pada kandidiasis kutis).
8. Retikular : Penampilannya mirip jaring, dengan cincin yang agak beraturan atau cincin
parsial kulit dengan jarak tertentu (misalnya livedo retikularis, cutis marmorata).
9. Serpiginosa : seperti ular (pada cutaneous larva migrans dimana larva bermigrasi
dibawah kulit atau lesi pada urtikaria).
10. Konfluens : Dua atau beberapa lesi menyatu. Ditemukan beberapa versikel menyatu,
misalnya pada herpes simpleks.

Tabel 4. Konfigurasi lesi

CONTOH PADA PENYAKIT


KONFIGURASI LESI
20

ANULAR TANPA SKUAMA

URTIKARIA

MORBUS HANSEN TIPE MULTIBASILER


(MID BORDERLINE TYPE)

ANULAR DENGAN SKUAMA

ERITEMA ANULARE CENTRIFUGUM

21

TINEA KORPORIS

PITYRIASIS ROSEA

BULAT / NUMULAR / DISKOID


DERMATITIS NUMULARIS

22

ARCUATA / ARSINAR
TINEA KORPORIS

TINEA KORPORIS
POLISIKLIK

23

LINEAR

DERMATITIS KONTAK IRITAN


(PAEDARUS DERMATITIS)

ERITEMA MULTIFORME MAYOR


IRISFORMIS / TARGETOID /
LESI TARGET

RETIKULER

LIVIDO RETIKULER

CUTANEOUS LARVA MIGRANS


24

SERPIGINOSA

KONFLUEN

BULA KONFLUEN PADA HERPES


ZOSTER

MAKULA KONFLUEN PADA


PITYRIASIS VERSIKOLOR

TINEA KORPORIS
POLISIKLIK
25

KORIMBIFORMIS

KANDIDIASIS KUTIS

DISTRIBUSI
1. Regional : Bila lesi terbatas; hanya ditemukan di satu tempat saja.
2. Unilateral : Lesi hanya ditemukan di satu sisi badan. Misalnya pada herpes zoster
ditemukan lesi pada satu dermatomal saja, misalnya di torakal 4-5 sinistra.
3. Bilateral : Bila lesi tersebar dikedua sisi tubuh, kanan dan kiri, tidak persis baik letak
maupun ukurannya. Misalnya pada dermatitis herpetiformis (Duhring disease), Morbus
Hansen tipe lepromatosa, tinea kruris.
4. Simetris : Bila lesi tersebar dikedua sisi tubuh (kanan dan kiri), letaknya satu sisi lesi dan
sisi lainnya di tempat yang persis sama; termasuk bentuk dan ukurannya, misalnya pada
dermatitis atopik fase infantil dapat ditemukan makula eritematosa di kedua pipi kiri dan
kanan sama, dermatitis kontak alergik akibat kontak sandal jepit.

26

5. Generalisata : Bila lesi tersebar ditemukan di setiap bagian tubuh, yaitu di skalp, wajah,
ekstremitas, abdomen, punggung. Umumnya meliputi 50-90% luas permukaan tubuh.
Penyebaran generalisata dapat ditemukan pada sindrom Stevens Johnson, Varisela, dan
eritroderma.
6. Universal : Bila lesi ditemukan tersebar hampir diseluruh tubuh (>90 -100%), hampir
tidak ada kulit yang sehat. Misalnya ditemukan pada vitiligo universal, penyakit leiner,
bayi kolodion, dan lamellar ichtyosis.

Tabel 5. Distribusi lesi sesuai perjalanan penyakit

DISTRIBUSI

CONTOH PADA PENYAKIT

REGIONAL

DERMATITIS KONTAK ALERGIKA

TINEA KORPORIS

UNILATERAL SESUAI DERMATOM

HERPES ZOSTER

27

BILATERAL

TINEA KRURIS

SIMETRIS

DERMATITIS ATOPIK

PSORIASIS VULGARIS

28

ERITRODERMA
GENERALISATA

UNIVERSAL

VITILIGO

APLIKASI KLINIS
Pada prakteknya, dalam membuat status dermatologis harus disusun secara sistematis
1. Catat lokasi lesi (ada di regio mana)
29

2. Deskripsi lesi yang ditemukan sebutkan tipe lesi tersebut, misalnya makula, papul,
plak, vesikel, bula, nodul, ulkus dan seterusnya. Dalam mendeskripsikan tipe lesi
primer dan sekunder harus disebutkan berurutan, dan lebih dahulu tentukan lesi
dominan yang terlihat. Tipe lesi dapat ditentukan dengan cara inspeksi dan palpasi
lesi terlebih dahulu
3. Khusus untuk makula dan patch harus mendeskripsikan:
Warna (misalnya sama dengan warna kulit, makula eritematosa, makula
hiperpigmentasi, makula kecoklatan)
Batas (tegas /sirkumskripta, atau tidak tegas /difus).
Contoh lesi berbatas tegas adalah :

Makula violaceous pada fixed drug eruption.


Makula eritematosa atau hiperpigmentasi pada tinea korporis
Makula eritematosa pada dermatitis kontak iritan
Patch eritematosa pada eritrasma

Contoh lesi berbatas tidak tegas adalah :


Makula eritematous pada dermatitis atopik
Makula eritematous pada dermatitis seboroik
4.
5.
6.
o
o
o
o
o
7.

Garis tepi ( regular/beraturan, ireguler/tidak beraturan).


Bentuk (bulat, oval, anular, linear, bervariasi)
Ukuran:
Milier
: sebesar kepala jarum pentol (0,1-0,2cm)
Lentikuler : Sebesar kepala jarum pentol (0,3-0,5) cm)
Gutata
: Sebesar tetesan air (>0,5-1 cm)
Numular
: Sebesar uang koin/logam (>1 cm-5cm)
Plakat
: Selebar telapak tangan dewasa (>5 cm)
Permukaan (maserasi, skuama, krusta, erosi, likenifikasi) tetapi deskripsi
permukaan tidak selalu harus ada

8. Khusus untuk plak harus mendeskripsikan:


Warna (sama dengan warna kulit, plak eritematosa, plak hiperpigmentasi)

30

Bentuk (bulat, oval, anular, linear, bervariasi/multiform, plak berbentuk


poligonal)
Ukuran :
o Gutata : Sebesar tetesan air (0,5 cm)
o Numular : Sebesar uang koin/logam (0,5-5cm)
o Plakat
: Selebar telapak tangan dewasa (>5 cm)
Permukaan (maserasi, skuama, krusta, erosi, likenifikasi) tetapi tidak selalu
harus ada
5. Sebutkan jumlah lesi (soliter atau multipel)
6. Selain inspeksi, perlu dilakukan palpasi pada lesi tersebut, bagaimana suhunya,
konsistensi (kenyal, keras), permukaan (licin, kasar, rata, verukosa)
7. Pada ulkus dilakukan palpasi apakah terdapat indurasi (pengerasan), dan ada rasa
nyeri (dolent) pada penekanan.
8. Sebutkan pula susunan (konfigurasi), misalnya vesikel multipel bergerombol
(herpetiformis); atau terdapat plak eritomatosa dengan lesi satelit di sekitarnya
tersusun korimbiformis.
9. Distribusi lesi

CLINICAL TEST (Uji Kulit)


CLINICAL TEST PADA MORBUS HANSEN
PERSIAPAN PEMERIKSAAN FUNGSI SARAF
1. Siapkan form POD jangan lupa menulis tanggal pemeriksaan
2. Siapkan peralatan untuk melakukan tes raba (kapas dan ballpen yang ringan, jarum
suntik steril), nyeri, dan suhu
3. Penderita diminta duduk dengan santai berhadapan dengan pemeriksa
A. PEMERIKSAAN FUNGSI SARAF PERIFER
1. Pemeriksaan N. Facialis:
a) Pasien di minta menutup mata secara perlahan
b) Dilihat dari depan dengan dagu sedikit diangkat, apakah mata menutup dengan
sempurna (tidak ada celah)
c) Bagi mata yang menutup tidak rapat, diukur lebar celahnya lalu dicatat : misalnya
lagophtalmus : ya / tidak ; bila ya 3 mm (ditulis)

31

Gambar 2. Pemeriksaan Nervus Facialis

2. Pemeriksaan N. Auricularis magnus :


a) Pasien di minta menoleh maksimal ke kiri sehingga M. Sternocleidomastoideus
berkontraksi dan N. Auricularis Magnus terdorong ke superfisial
b) Dilakukan perabaan dengan 3 jari pada 1/3 atas M. Sternocleidomastoideus, dicari
bentukan seperti kabel yang menyilang M. Sternocleidomastoideus
c) Terdapat struktur lain yaitu : V. Jugularis yang teraba lebih lunak dan ada pulsasi,
sedangkan saraf teraba seperti kabel,
d) Lakukan pemeriksaan yang sama pada N. Auricularis magnus sinistra
e) Kesimpulan : Terdapat/tidak terdapat penebalan/pembesaran N. Auricularis D/S,
Apakah ada nyeri atau tidak pada saraf

Gambar 3. Pemeriksaan Nervus Aurikularis magnus


3. Pemeriksaan N. Ulnaris (Singkap baju)

32

a) Lengan pasien dalam posisi fleksi diletakkan di atas tangan pemeriksa, agar otot rileks
sehingga saraf dapat dibedakan dengan tendon
b) Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri pemeriksa mencari sambil meraba
saraf Ulnaris didalam sulkus nervi ulnaris yaitu lekukan diantara tonjolang tulang siku
olkranon dan tonjolan kecil di bagian medial (epicondilus medialis)
c) Dibedakan dari tendon dengan cara meraba ke proksimal, jika tendon akan menjadi
otot, bila saraf , akan tetap teraba seperti kabel
d) Dengan tekanan ringan gulirkan pada saraf ulnaris, dan telusuri ke atas dengan halus
sambil melihat mimik/reaksi penderita apakah tampak kesakitan atau tidak
e) Kemudian dengan prosedur yang sama untuk memriksa saraf ulnaris kiri (tangan kiri
pemeriksa memegang lengan kiri penderita dan tangan kanan pemeriksa meraba saraf
ulnaris kiri penderita tersebut)
f) Kesimpulan : Apakah ada penebalan/pembesaran N. Ulnaris D/S,Apakah ada nyeri
atau tidak pada saraf, neuritis atau tidak

Gambar 4. Pemeriksaan Nervus Ulnaris

4. Pemeriksaan N. Peroneus comunis/poplitea lateralis (bersamaan, celana di gulung ke


atas)
a) Pasien dalam posisi duduk, kedua kaki dalam keadaaan relaksassi, sebaiknya dalam
posisi menggantung lebih rileks
b) Pemeriksa duduk di depan penderita, dengan tangan kanan memeriksa kaki kiri
penderita dan tangan kiri memeriksa kaki kanan
c) Pemeriksa meletakkan jari telunjuk dan jari tengah pada pertengahan betis bagian luar
penderita sambil pelan-pelan meraba ke atas samapi menemukan tonjolan tulang

33

(caput fibula), setelah menemukan tulang tersebut jari pemeriksa meraba saraf
paraneous 1 cm ke arah belakang
d) Dengan tekanan yang ringan saraf tersebut digulirkan bergantian ke kanan dan kiri
sambil melihat mimik/reaksi penderita
e) Kesimpulan :Apakah ada penebalan/pembesaran N. Peroneus communis D/S, Apakah
ada nyeri atau tidak pada saraf

Gambar 5. Pemeriksaan Nervus Peroneus communis

5. Pemeriksaan N. Tibialis posterior


a) Pasien masih dalam duduk rileks
b) Dengan jari telunjuk dan tengah, pemeriksa meraba saraf Tibialis posterior di bagian
belakang bawah dari mata kaki sebelah dalam (maleolus medialias) dengan tangan
menyilang (tangan kiri pemeriksa memeriksa saraf tibialis kiri dan tangn kanan
pemeriksa memeriksa saraf tibialis posterior kanan penderita)
c) Dengan tekanan ringan saraf tersebut digulirkan sambil melihat mimik/reaksi dari
penderita
d) Kesimpulan :Apakah ada penebalan/pembesaran N. Tibialis posterior D/S, Apakah
ada nyeri atau tidak pada saraf

34

Gambar 6. Pemeriksaan Nervus Tibialis posterior


B. PEMERIKSAAN SENSIBILITAS
I. Pemeriksaan rasa raba
1. Pemeriksaan rasa raba di kulit tubuh
a) Menyapa pasien dan perkenalkan diri, sampaikan tujuan pemeriksaan
b) Penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa
c) Sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk memeriksa rasa raba
d) Periksalah dengan ujung dari kapas yang dilancipi secara tegak lurus pada kelainan
kulit yang dicurigai (dari tengah ke tepi lesi)
e) Sebelumnya kita menerangkan bahwa bilamana merasa tersentuh bagian tubuhnya
dengan kapas, ia harus menunjukkan kulit yang disentuh dengan jari telunjuknya, ini
dikerjakan dengan mata terbuka
f) Bilamana hal ini telah jelas, maka pasien diminta menutup matanya , kalau perlu
matanya ditutup dengan sepotong kain / karton
g) Kelainan-kelainan dikulit diperiksa secara bergantian dengan kulit yang normal
disekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anestesi

Gambar 7. Tes raba dengan ujung kapas yang disentuhkan pada lesi

2. Pemeriksaan rasa raba pada tangan


a) Menyapa pasien dan perkenalkan diri, sampaikan tujuan pemeriksaan
b) Penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa,
c) Telapak tangan yang akan di periksa diletakkan di atas meja/paha penderita atu
bertumpu pada tangan kiri pemeriksa sehingga semua ujung jari tersangga (tangan
pemeriksa yang menyesuaikan diri dengan keadaan tangan penderita) misalnya claw

35

hand, maka tangan pemeriksa menyangga ujung-ujung jari tersebut sesuai lengkungan
jarinya.
d) Jelaskan pada penderita apa yang akan dilakukan padanya, sambil memperagakan
dengan sentuhan ringan dari ujung ballpoint pada lengannya dan satau atau dua titik
pada telapak tangannnya,
e) Bila penderita merasakan sentuhan diminta untuk menunjuk tempat sentuhan tersebut
dengan jari tangan yang lain
f) Tes diulangi sampai penderita mengerti dan kooperatif
g) Penderita diminta menutup mata atau menoleh kearah berlawanan dari tangan yang
diperiksa
h) Penderita diminta menunjuk tempat yang terasa disentuh,
i) Usahakan pemeriksaan titik-titik tersebut tidak berurutan (secara acak)
j) Penyimpangan letak titik yang ditolerir 2,5 cm

Gambar 8. Tes rasa nyeri dengan ballpen pada telapak tangan


Kesimpulan : nila rasa (+) V dan Bila (-) X

36

2.

Pemeriksaan rasa raba pada kaki


a) Menyapa pasien dan perkenalkan diri, sampaikan tujuan pemeriksaan
b) Penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa,
c) Kaki kanan penderita diletakkan pada paha kiri, usahakan telapak kaki menghadap ke
atas,
d) Tangan kiri periksa menyanggah ujung kaki penderita,
e) Berilah penjelasan apa yang akan dilakukan sambil memperagakan dengan
menyentuh ujung ballpoint pada telapak kaki tanpa lesi (penderita membuka mata).
Bila penderita merasakan sentuhan tersebut, diminta penderita menunjuk tempat
sentuhan tersebut,
f) Cara mengetes tersebut diulang, hingga penderita mengerti dan kooperatif,
g) Pada daerah yang menebal boleh sedikit menekan dengan cekungan berdiameter 1 cm
h) Dengan ujung ballpoint pemeriksa menyentuh tangan penderita pada titik-titik
tertentu di telapak tangan secara acak
i) Jarak penyimpangan yang bisa diterima maksimal 2,5 cm

Gambar 9. Tes rasa nyeri dengan ballpen pada telapak kaki


Kesimpulan: nila rasa (+) V dan Bila (-) X
II. Pemeriksaan rasa nyeri
a) Menyapa pasien dan perkenalkan diri, sampaikan tujuan pemeriksaan
37

b) Penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa


c) Tangan yang akan diperiksa diletakkan diatas meja/paha pasien atau bertumpu pada
tangan kiri pemeriksa
d) Berikan penjelasan apa yang akan dilakukan sambil memperagakan dengan menekan
jarum dengan ujung tajam pada kulit yang normal dan dengan pangkal tangkainya
yang tumpul, pasien harus mengatakan mana yang tajam dan mana yang tumpul.
(ujung jarum tegak, gentle, jangan sampai berdarah)
e) Mata pasien ditutup, lalu bergantian kedua ujung jarum tersebut ditempelkan pada
daerah kulit yang dicurigai
f) Bila pada daerah yang dicurigai tersebut beberapa kali pasien salah menyebutkan rasa
pada ujung jarum yang ditempelkan maka disimpulkan bahwa sensasi nyeri di daerah
tersebut terganggu

Gambar 10. Tes rasa nyeri dengan ujung jarum suntik yang disentuhkan pada lesi
Kesimpulan nila rasa (+) V dan Bila (-) X

III.Pemeriksaan suhu
a) Menyapa pasien dan perkenalkan diri, sampaikan tujuan pemeriksaan,
b) Penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa,
c) Tangan yang akan diperiksa diletakkan dia tas meja/paha pasien atau bertumpu pada
tangan kiri pemeriksa,
d) Berikan penjelasan apa yang akan dilakukan sambil memperagakan dengan
menyentuhkan ujung tabung reaksi yang berisi air panas (sebaiknya 40 oC) dan air
dingin (20oC) pada daerah kulit yang normal, untuk memastikan bahwa orang yang
diperiksa dapat membedakan panas dan dingin,
e) Mata pasien ditutup atau menoleh ke tempat lain, lalu bergantian kedua tabung
tersebut ditempelkan pada daerah kulit yang dicurigai,

38

f) Bila pada daerah yang dicurigai tersebut beberapa kali pasien salah menyebutkan rasa
tabung yang ditempelkan, maka disimpulkan bahwa sensasi suhu di daerah tersebut
terganggu.

Gambar 11. Tes suhu


Menggunakan 2 tabung reaksi yang berisi air dingin dan air hangat. Bila ada gangguan sensibilitas,
pasien tidak dapat membedakan dingin dan panas

CLINICAL TEST PADA URTIKARIA :


TES DERMOGRAFISME
Menggores kulit dengan benda tumpul dilakukan guna menilai : dermographism, yaitu
urtika atau wheal linear yang muncul akibat goresan

Gambar 12 . Dermographism pada pasien urtikaria

CLINICAL TEST PADA DERMATITIS ATOPIK :TES DERMOGRAFISME PUTIH


White dermographism, yaitu garis putih yang terjadi setelah goresan ( tidak mengikuti
triple phenomena Lewis yang seharusnya ), hal tersebut dapat terlihat pada penderita
dermatitis atopik. Dasar pemikiran adalah bahwa pada kulit normal bila digores dengan
benda tajam maka ;
-

Pertama : timbul garis putih yang kemudian berubah menjadi kemerahan


39

Kedua
Ketiga

: timbul daerah kemerahan disekitar tempat goresan


: timbul edema setelah beberapa menit

Pada penderita dermatitis atopik, garis merah yang terjadi tidak segera disusul dengan daerah
kemerahan tetapi malah disusul warna putih pucat selama 2-3 menit.

Gambar 13. White dermographysm

CLINICAL TEST PADA PSORIASIS VULGARIS


Kaarsvlek phenomen (fenomena tetesan lilin) : dapat dibuktikan pada skuama berlapis,
yaitu menggores skuama pada lesi dengan skapel/ pinggir kaca objek sehingga skuama akan
berubah warnanya menjadi putih seperti lilin disebabkan oleh berubahnya indeks bias.
Autzpitz sign (tanda Auspitz) : bila penggoresan diteruskan akan tampak bintik-bintik
perdarahan (pin point bleeding), yang disebabkan oleh disebabkan pemenggalan papila
dermis dan pelebaran serta berkelok-keloknya pembuluh darah. Tanda Auspitz ini lebih
mempunyai nilai diagnostik.Koebner phenomen (fenomena Koebner) : lesi yang sama seperti
lesi sebelumnya dapat timbul pada tempat trauma se-perti garukan, lokasi sunburn atau
pembedahan.

Gambar 14. A. Pemeriksaan fenomena tetesan lilin dan tanda auspitz


B. Fenomena Koebner

PEMERIKSAAN KLINIS PADA PURPURA : TES DIASKOPI

40

Pemeriksaan secara diaskopi, yaitu cara memeriksa dengan menekan lesi kulit
menggunakan benda transparan, misalnya kaca obyek atau spatel plastik, digunakan untuk
membedakan antara eritema (akibat vasodilatasi) dengan purpura (akibat ekstravasasi
eritrosit); juga warna apple jelly (kekuningan) dapat terlihat pada lupus vulgaris
Bila terdapat kemerahan lakukan tes diaskopi

+ (warna merah menghilang) = macula eritematous

(warna merah tidak menghilang) = purpura atau telangiektasis

Gambar 15. Tes diaskopi

Gambar 16. Purpura pada henoch shcoenlein purpura dapat ditentukan dengan tes diaskopi

CLINICAL TEST PADA BULLOUS DISEASE : NIKOLSKY SIGN


Tanda Nikolski positif disebabkan oleh adanya akantolisis. Cara mengetahui tanda
tersebut ada dua :
1. Menekan dan menggeser kulit di antara dua bula dan kulit tersebut akan terkelupas,
disebut dengan Nikolskys sign atau Nikolskys sign type 1
41

Gambar 17. Nikolskys sign (Nikolskys sign type ) pada pemfigus vulgaris, steven johnsons
syndrome dan toxic epidermal necrolysis , staphylococcal scalded skin syndrome

2. Cara kedua dengan menekan bula maka bula akan meluas karena cairan di dalamnya
mengalami tekanan disebut dengan Nikolskys sign type 2 / asboe hansen sign

Gambar 18.

Nikolskys sign type 2 pada pemfigoid bulosa

PEMERIKSAAN MENGGUNAKAN LAMPU WOOD


Menggunakan lampu merkuri tekanan tinggi yang menghasilkan sinar UV (360 nm),
untuk

memeriksa

memeriksa

infeksi

jamur

dan

bakteri

pada

kulit

superfisial,

menggambarkan derajat pigmentasi antara kulit normal dengan kulit yang ada lesinya,
menentukan area kulit hipopigmentasi atau amelanosit.
Alat :Lampu Wood dan ruangan kedap cahaya. Prinsip kerja : Sinar Wood diarahkan ke
lesi akan dipantulkan berdasarkan perbedaan berat molekul metabolik organisme penyebab,
sehingga menimbulkan indeks bias berbeda, dan menghasilkan pendaran warna tertentu. Cara
kerja : Kulit dan rambut yang akan diperiksa harus dalam keadaan sealamiah mungkin. Obat
topikal, bahan kosmetik, lemak, eksudat harus dibersihkan terlebih dahulu karena dapat
memberikan hasil positif palsu. Pemeriksaan harus dilakukan di dalam ruangan kedap cahaya
agar perbedaan warna lebih kontras. Jarak lampu Wood dengan lesi yang akan diperiksa 1015cm, Lampu Wood diarahkan ke bagian lesi dengan pendaran paling besar/jelas.
Interpretasi :
42

Tinea kapitis (M. caris, M. audouinii, M. rivalieri, M. Ferrugineum dan M. gypseum)


hijau terang. Pitiriasis versikolor: putih kekuningan, orange tembaga, kuning keermasan atau
putih kebiruan (metabolit koproporfirin). Tinea favosa (Trichophyton schoenleinii) : biru
suram / hijau suram (akibat metabolit pteridin). Eritrasma (Corynebacterium minutissimum) :
merah koral (metabolit porfirin). Infeksi pseudomonas : hijau (metabolit pioverdin atau
fluoresein). Hasil positif palsu : salep dan krim dikulit atau eksudat : biru, jingga; tetrasiklin,
asam salisilat dan petrolatum : kuning

Gambar 19. Wood lamp

Gambar 20. Fluoresen merah bata pada eritrasma

Gambar 21. Fluoresen kekuningan pada pityriasis versikolor

43

Gambar 22. Fluoresen hijau pada tinea kapitis

PENUTUP
Untuk menegakkan diagnosis penyakit kulit perlu dipahami dan dikuasai morfologi
serta terminologi baku, kemudian dilatihkan pada aplikasi klinis. Anamnesis sangat penting
membantu mencari etio-patogenesis penyakit. Melakukan inspeksi dan palpasi kulit
hendaknya dilakukan secara sistematik, dengan menggunakan terminologi yang telah umum
dipakai secara nasional maupun internasional.
Filosofi : Untuk membaca kata, seseorang harus mengenal huruf; untuk membaca
kulit, seseorang harus mengenal lesi-lesi pokok. Untuk memahami sebuah paragraf,
seseorang harus mengetahui bagaimana kata-kata dirangkai; untuk mengetahui diagnosis
banding, seseorang harus mengetahui lesi-lesi pokok apa yang ada, bagaimana mereka
berkembang, dan bagaimana mereka tertata dan tersebar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Garg A, Levin NA, Bernhard JD. Structur of skin lesion and fundamentals od clinical
diagnosis. In: Goldsmith LA, Katz IS, Gilchrest BA, Leffel DJ, Wolff K, editors.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8th ed.

New York: Mc Graw-

Hill;2012.p.27-57.
2. Leung DMY, Eichenfield LF, Boguniewick M. Atopic dermatitis In: Goldsmith LA,
Katz IS, Gilchrest BA, Leffel DJ, Wolff K, editors.

Fitzpatricks Dermatology in

General Medicine. 8th ed. New York: Mc Graw-Hill;2012.p.165-82.


3. Grattan CE. Urticaria dan Angioedema. In : Bolognia, JL, Jorizzo J L, Schaferr Julie
V, editors. Dermatology. 3rd ed. New York: Elsevier ;2012.p. 291-305
4. Sterry W, Paus R, Burgdorf. Dermatologic diagnosis. In: Sterry W, Paus R, Burgdorf,
editors. Thieme Clinical Companions Dermatology. 5 thed. German: George Thieme
verlag KG;20006.p.16-24

44

5. James WD, Berger TG, dan Elston DM.Seborrheic Dermatitis. Dalam: Andrews
Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. 11th ed. Saunders Elsevier, 2011: 10:
188-189.
6. Shear NH, Knowles SR. Cutaneous reaction to drug. In: Goldsmith LA, Katz IS,
Gilchrest BA, Leffel DJ, Wolff K editors.

Fitzpatricks Dermatology in General

Medicine.8thed. New York: Mc Graw-Hill Book CO;2012.p.449-50


7. Jopling W.H. Hand Book of Leprosy . 5 th ed New Delhi:CBS. Published &
Distributor. 2011. p.1-53,92-100.
8. DepKes RI. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan XIV, 201

Cheklist Pemeriksaan Fisik Kulit


No

ASPEK YANG DINILAI

SKOR
0 1 2 3

I.

Memberikan salam pembuka dan memperkenalkan diri


II. Mempersiapkan perasaan pasien untuk
menghindari rasa takut dan stress sebelum
melakukan pemeriksaan fisik
1. Memberi penjelasan dengan benar,
jelas, lengkap dan jujur tentang cara
dan tujuan pemeriksaan
2. Memberitahukan
kemungkinan
adanya rasa sakit atau tidak nyaman
yang timbul selama pemeriksaan
dilakukan
III. Melakukan Pemeriksaan Dermatologis
(inspeksi dan palpasi lesi) :
1. Menggunakan kaca pembesar (loupe)
2. Menentukan Regio
3. Menentukan tipe lesi primer dan
sekunder secara berurutan
4. Menentukan jumlah lesi
5. Menentukan susunan lesi
6. Menentukan konfigurasi lesi
7. Menentukan distribusi lesi
8. Melaporkan
deskripsi
status
dermatologis
IV. Melakukan Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Syaraf Perifer :
1. N. Auricularis magnus dextra/sinistra
2. N. Ulnaris dextra/sinistra
3. N. Peroneus communis dextra/sinistra
4. N. Tibialis posterior dextra/sinistra
B. Pemeriksaan Sensorik (Sensibilitas)
1. Pemeriksaan sensibilitas raba
2. Pemeriksaan sensibilitas nyeri

45

3. Pemeriksaan sensibilitas suhu


V. Clinical Test / Uji Kulit
1. Nikolskys sign / Asboe Hansen
sign/bullous spread phenomen
2. Kaarsvlek phenomen/Austpitz
sign/Koebner phenomen
3. Dermografisme
4. Dermografisme putih
5. Diaskopi
6. Lampu Wood
SKOR YANG DIDAPAT
SKOR TOTAL

Banda Aceh,2014
Instruktur

Keterangan Skor
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan, dengan banyak perbaikan ( lebih dari 50 %)
2 = Dilakukan, dengansedikit perbaikan (kurang dari 50%)
3 = Dilakukan dengan sempurna
Cakupan penguasaan keterampilan :
(Skor/ yang didapat / Skor Total) x 100% = ......%

46

47

Das könnte Ihnen auch gefallen