Sie sind auf Seite 1von 86
“ua bal epi iil orang, dn cote oh Ala sages orang yang bey dan saber Dalrnurcan ager (scan bade) cha mete kepada yang lh tng lla meriva dan mencntlnya. Delay wean cnt ha meat kepada yang lb ben lle bersyahur fypada Alo baba ca asi beri elebiban.” CHR, Armd) Kepoda merchalah hupenembahhan harga hecib imi: Papper dan moaveb Terkavihy SPECIAL THANKS TO... My lovely sist Fenti and Sisoa.. hahagia rasanya memitiki kalian.. Dey greatest Grandfa... terima Lasil telah menceritalan Joageng 1001 mafam on mongajackan hebijahan hidup....comoya bebahagia 2 ataa cana Fadly Padi untuk kesetiaannya ‘meremani’ saatsanat penysunan skripsi ini dengan taupe lela. (Suara koww asus Lok) Guru SD-ku...te rima kasih telah mengajarkan bagaimana menulis dan membaca... Li slab sy. [Reseapaton itech nngenaay sat bite naic cpt, (SVG, bechol, Kenge, ter karcole bere...) ROXETTE, my inspiration. adex’, capel: ya... kerja rodi tiap mater? sekali ini aja kok. *_* My Gonk (wakss.) sapa nih yang bakal dapet tropy duluan? dan perjanjian ‘ity’ masih tetep berlaku kai....? > Nana (makasih udah Kemana-mana bersama, termasuk ke tempat arung jeram), Seukar (kadang kita berada diposisi yang sulit untuk memilih, tapi itu harus...), Dardo (siapa pun elo, dimanapun elo, elo tetep temen gue apa adanya) Bidadari-bidadari-nya Pak Nyoman, Nana (lagi..), Ilo, Ica, dan Dian... kapan lagi bisa ngerepotin bapak,fya gak? Anak basket cewek MSP, Eola, Fernandes, Mia. Riske, Vidya, tntan, sAyx, Rest daa Walen, thanks guys, kelion membust kelufosenku menjadi lebih mudsh BIGHT FOR, RED! Anak Pondok Melati: Jeta (sabar ya Ta...kata Padi kan..hidup itu tak selamanya indah...), Mbaks Non? (ditanyain tuh..kapap married nya?), Desi, dan Dyah. Temen “ngobrol” di {kellns (thx catetannya..), Rien, Zaenab, Ilo, ‘Tes, Oli, Nai, Elia, Iriw keeil dan Ris faiz. MSP's+...cewer-cenek yond sukea pikeaile lan pheto (say cheese..!!), dan. cowole-comlen. ja? iran... Uxveny ruta (ada beberape..) but ony way. tahun itu tannnysbir stn gtent yor c[k 100\ ot’ PEMETAAN LOKASI, IDENTIFIKASI MORFOMETRI DAN ANALISA ANCAMAN TERHADAP DANAU-DANAU DI SEPANJANG DAERAH ALIRAN SUNGAI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR Oleh : Ria Anggreini 02497060 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Timu Kelautan JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR ‘SEPTEMBER, 2001 ‘SKRIPSI Judut : Pemetaan Lokasi, Identifikasi Morfometri dan Analisa ‘Ancaman Terhadap Danau-danau di Sepanjang Daerah Aliran ‘Sungai Mahakam, Kalimantan Timur Nama : Ria Anggreini NNRP : €02497060 Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui : I. Komisi Pembimbing A Ir. LN. N. Suryadiputra Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga Ketua Anggota TI. Fakultas Perikanan dan IImu Kelautan Ir. Sigid Aariyadi, M.Sc [Kétua Program Studi - aes /f Pemba Dekan I Tanggal Lulus : 3 September 2001 Ria Anggreini. C02497060. PEMETAAN LOKASI, IDENTIFIKASI MORFOMETRI DAN ANALISA ANCAMAN TERHADAP DANAU-DANAU DI ‘SEPANJANG DAERAH ALIRAN SUNGAI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR (dibawah bimbingan Ir. I N. N. Suryadiputra dan Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga) RINGKASAN Keunikan dan kekhasan biodiversity dan nilai-nitai ekologis danau-danau di DAS Mahakam harus dijaga kelestariannya karena_merupakan faktor penting dalam keanggotaannya sebagai salah satu danau yang menjadi mitra organisasi dunia Living Lakes. Upaya konservasi danau ini masih sangat kurang, Karena terbatasnya informasi tentang sebaran, jumlah, dan parameter morfometri danau yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sebaran danau-danau di sepanjang DAS Mahakam, mengkaji parameter morfometri permukaan (surface dimensions) dan hubungannya dengan karakteristik ekologis disekitarnya serta mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang menjadi ancaman bagi kelangsungan/keberadaan danau-danau di sepanjang DAS Mahakam. Lokasi penelitian (diidentifikas! dari peta rupa bumi yang diterbitkan Bakosurtanal tahun 1991 dan 1993) meliputi sebaran danau-danau yang terdapat di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam, Kabupaten Kutei dan Kotamadya Samarinda, Propinsi Kalimantan Timur. DAS Mahakam di Kalimantan Timur terbentang melalui daerah Kabupaten Kuta dan Kotamadya Samarinda sepanjang 114°15' BT—117°30' BT dan 01°30" LU-00°451LS, yang terbagi menjadi bagian Mahakam hulu, Mahakam tengah, dan Mahakam hilir. Dari pemetaan lokasi menurut peta rupa bumi skala 1:50.00 terdapat total 165 1000 ha : sangat besar 100 ha - 1000 ha 10 ha - 100 ha <10ha : 2) Perbandingan panjang maksimum dan panjang maksimum efektif danau; danau- danau yang telah diukur panjang maksimum dan panjang maksimum efektifnya digolongkan menjadi danau dengan nilai panjang maksimum dan panjang maksimum efektif sama, dan danau dengan nilai panjang maksimum dan panjang maksimum efektif berbeda. 3) Lebar rata-rata (mean width atau mean brendth }; untuk menganalisa lebar rata-rata danau di sepanjang DAS Mahakam digunakan rumus lebar rata-rata danau yang merupakan rasio atau perbandingan antara luas permukaan dengan panjang maksimum danau. Dalam studi-studi limnotogi, informasi lebar rata-rata lebih bermanfaat daripada lebar maksimum. Lebar rata-rata dinyatakan dengan rumus: Ao W=b= —— Liman Keterangan: w = lebar rata-rata Ao = luas permukaan danau Lmax = panjang maksimum Perbandingan luasan danau dengan nilai panjang maksimum Danau-danau Mahakam dapat dikelompokkan dalam kisaran lebar rata-rata sebagai berikut: >1000 m + lebar 100-1000 m —: sedang < 100m + sempit (kecil) 4) Panjang garis tepi (shore line = SL); untuk nilai panjang garis tepi (shore fine) yang dimiliki Danau-danau Mahakam, digolongkan dengan kisaran nilai sebagai berikut: > 10.000 m + panjang 1000 m < SL < 10.000 m : sedang < 1000m : pendek 5) Indeks perkembangan garis tepi (shore line development index = SDI); dimensi ini digunakan untuk mencerminkan bentuk keteraturan Danau-danau Mahakam, yang menggambarkan hubungan antara shore /ine (SL) dengan luas permukaan (Ao) SL SDI = 2x. Ao. keterangan: SL = panjang gars keliling (meter) juas permukaan air (rm?) 3,14 Kriteri ‘SDI mendekati 1 (atau = 1) 12 = Danau berbentuk lingkaran teratur = Danau berbentuk subsircular atau ellis = Danau berbentuk tidak beraturan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi Sebaran Danau Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam di Propinsi Kalimantan Timur terbentang ‘melalui daerah Kabupaten Kutai dan Kotarnadya Samarinda sepanjang 114715! BT - 117°30’ BT dan 01°30" LU — 00°45’ LS (lihat Lampiran 1), dan terbagi menjadi : © bagian Mahakam hulu ( 114°15’ BT — 115°30' BT), ‘© bagian Mahakam tengah (115°30' BT - 116°45' BT) ¢ bagian Mahakarn hilir (116°45’ BT ~ 117°45" BT) Dari data peta rupa bumi Indonesia Kalimantan Timur skala 1:50.00 dan 1:250.000, diketahui terdapat 165 buah danau dengan lokasi penyebaran di ‘sepanjang DAS Mahakam tengah dan Mahakam hilir. Untuk penyebaran danau di daerah Mahakam hulu tidak dilakukan pengukuran pemetaan lokasi. Karena peretzan dalam bentuk peta rupa bumi untuk Mahakam hulu belum pernah dilakukan, baik pada skala 1:50.000 maupun 1:250.000. Namun dari bahan-bahan pustaka mengenai karakteristik DAS Mahakam bagian hulu, disebutkan bahwa badan ‘Sungai Mahakam di bagian hulu dibatasi oleh dinding-dinding batu terjal dengan ketinggian 100 — 1000 m dan mempunyai lebar badan sungai relatif sempit, yaitu 48-100 m. Daerah hulu Mahakam merupakan dataran tinggi dan daerah pegunungan dengan puncak gunung tertinggi Gunung Kong Kemul (2053 m), bahkan di sepanjang sungai sampai ke Kecamatan Long Bagun, Long Pahongai, dan Long Apari dibatasi oleh pegunungan yang berjajar di sebelah kiri dan kanan sungei. Dengan gambaran keadaan geografis DAS Mahakam di bagian hulu hampir dapat dipastikan di daerah hulu tidak terdapat danau, setidaknya danau dengan tipe dataran banjir. Secara keseluruhan, daerah di sepanjang DAS Mahakam tengah dan hilir terdapat 165 buah danau dengan luas sangat bervariasi. Dari hasil penelitian penulis, total [uasan danau-danau di Mahakam tengah dan hilir adalah 28.931,83 ha dengan luasan danau-danau di bagian Mahakam tengah 28.764,13 ha dan di bagian Mahakam hilir 167,70 ha (Lampiran 3). 26 a Sedangkan sebagai perbandingan, Giesen (1991) menyatakan bahwa total jumlah danau alami di Indonesia adalah sebanyak 500 buah dengan luas lebih dari 5.000 km?, Pulau Kalimatan memiliki total area danau sebesar 84.231 ha dengan area maksimum 114.231 ha dan jumiah danaunya sebanyak 139 buah, Danau- danau di Mahakam tengah (sebagai salah satu sistem danau yang ada di Indonesia) memniliki_luas maksimum 45,000 ha. Namun disebutkan bahwa Giesen mengukur danau-danau tersebut dengan menggunakan peta RePPProT (Regional Physical Planning Program of Transmigration) tahun 1986-1989 berskala 1:250.000, sehingga dikatakan danau-danau yang kecil (< 0,99 ha) tidak dapat terukur karena keterbatasan skala peta yang digunakan. Dari perbandingan ini terlihat bahwa Giesen memperoleh luasan danau di Mahakam tengah lebih besar (45,000 ha) dari yang diperoleh penulis (28.764,13 ha). Namun dari jumlah danau, penulis menemukan jumiah danau lebih banyak, untuk wilayah di DAS Mahakam saja penulis menemukan 165 danau, sedangkan Giesen menyebutkan jumlah danau di seluruh Pulau Kalimantan sebanyak 135. Perbedaan yang demikian besar ini perlu dicermati, Karena Giesen menggunakan peta berskala lebih kecil (1:250.000) dibandingkan dengan peta yang digunakan penulis (1:50.00), sehingga relevansi kuantitatif pengukuran (over estimate) pada Giessen relatif lebih kecit. Sedangkan menurut pemberitaan surat kabar Kompas (5 Februari 2001), di Kabupaten Kutai memiliki_perairan umum seluas 199.407, 32 ha (48,2% dari luas daratan Kabupaten Kutai). Perairan umum itu diantaranya termasuk perairan danau ‘mencapai 76 buah yang tersebar di area DAS Mahakam tengah. Jumlah danau ini berbeda dengan yang ditemukan penulis. Untuk wilayah DAS Mahakam tengah, penulis mencatat ada 97 danau. Dengan adanya perbedaan luasan atau jumlah danau-danau yang terdapat di sepanjang DAS Mahakam ini menunjukkan bahwa sampai saat ini belum ada informasi dan identifikasi kuantitalif yang jelas tentang keberadaan danau-danau ini. Di bagian Mahakam tengah ditemukan danau sebanyak 97 buah yang menyebar lebih merata di sepanjang daerah aliran sungai dengan 63 danau (64,95%) terletak di sebelah Selatan dari Sungai Mahakam dan selebihnya sebanyak 34 danau (35,05%) terletak di sebelah Utara. Sedangkan untuk bagian Mahakam bili, 28 ditemukan 68 buah danau yang berada di Kotamadya Samarinda dan terkonsentrasi Pada garis bujur dan lintang sempit yaitu antara 117°00' BT ~ 17°15’ BT dan 00°15" LS — 00°30’ LS, dan hampir semua danau terletak di sebelah Utara Sungai Mahakam (97,06%), hanya dua danau (2,94%) yang terletak di sebelah Selatan (Gambar 2 dan 3). Kondisi demikian mungkin disebabkan oleh kondisi lahan (topografi) yang semakin rendah ke arah Utara Sungai Mahakam. acum (25058) Samay (6708) eda (695%) =i Danav di sebelah Selatan Sungai TiiDanau di sebelah Selatan Sungai Mahakam ‘Mahakam Danau ci sebelah Utara Sungai mDanau di sebelsh Utara Sungat ‘Mahakam ‘Mahakarn Gambar 2. Diagram Sebaran Lokast danau-danau di DAS Mahakam tengah Gambar 3. Diagram sebaran okasi danau-danau di DAS Mahakam tile Banyaknya danau yang dijumpai di DAS Mahakam bagian tengah dan hilir karena bentuk dataran di daerah aliran sungai ini merupakan dataran rendah dengan gradient ketinggian hanya 0 ~ 100 meter dari permukaan laut. Daerah ini ‘merupakan daerah genangan (retarding basin) yang sangat luas pada waktu musim hujan. Danau-danau ini terbentuk akibat proses penurunan sebagian permukean bumi (geologycal depression) di DAS Mahakam sehingga pada daerah yang turun tersebut menjadi genangan dan membentuk danau-danau yang tidak begitu dalam dengan ketinggian air sangat bervariasi menurut musim. B. Identifikasi Jenis Kawasan danau-danau di DAS Mahakam bila dilihat dari tipe genangannya, dapat digolongkan ke dalam tipe genangan musiman, karena Danau-danau Mahakam ini 29 keberadaannya sangat tergantung dari musim yang mempengaruhi volume air sungai yang masuk ke danau. ‘Sedangkan bila ditinjau dari ada tidaknya aliran pengeluaran, Danau-danau Mahakam merupakan tipe danau terbuka (open lake), karena danau ini memiliki outlet dan inlet, yaitu sungai-sungai penghubung yang mengalirkan air danau dari atau ke Sungai Mahakam, Danau-danau Mahakam berdasarkan asal pembentukannya merupakan danau paparan banjir yang keberadaannya tergantung aktivitas aliran dari Sungai Mahakam dan terbentuk akibat adanya proses penurunan sebagian permukaan bumi di DAS Mahakam, sehingga pada daerah yang turun tersebut menjadi genangan dan membentuk danau-danau. Selain itu juga danau-danau ini terjadi karena adanya bagian-bagian dari anak sungai yang terputus dari sungai induknya akibat penerobosan arus pada dua bagian aliran sungai yang semakin mendekat, yang dikenal dengan istilah sungai mati (oxbow lake). C. Morfometri Permukaan Danau 1, Luasan danau Danau-danau Mahakam yang diternui pada peta rupa bumi Kabupaten Kutai skala 1:50.00 memiliki parameter-parameter morfometri permukaan beragam. Danau dengan kategori luas sangat besar (>1000 ha) dan besar (100 ~ 1000 ha) hanya dijumpai di bagian DAS Mahakam tengah, sedangkan danau dengan luas sedang (10 — 100 ha) dan kecil (< 10 ha) tersebar di bagian DAS Mahakam tengah dan hilir, Dari keseluruhan danau-danau ini, sebanyak 133 buah (80,60%) merupakan danau kecil, 24 buah (14,54%) merupakan danau sedang, empat buah (2,43%) merupakan danau besar, dan hanya empat buah (2,43%) saja tergolong danau sangat besar, yaitu Danau Jempang, Danau Melintang, Danau Semayang, dan Danau Siran (Gambar 4). Dari 133 danau yang tergolong kecil ini, 58 danau diantaranya memiliki luas kurang dari satu hektar. Untuk kategori Iuasan danau-danau yang tersebar di sebelah Utara dan sebelah Selatan Sungai Mahakam tengah dan hilir disajikan pada Tabel 4. 30 ana 4 danau 219%) (43%) 24 danau 454%) 433 danau (60,60%) ues 100 1000 ha ‘luas < 10 he Gambar 4. Diagram kisaran luasan danau-danau di sepanjang DAS Mahakam Tabel 4. Sebaran luasan danau-danau di sepanjang DAS Mahakam tengah dan hilir Kategori Luas Danau (ha) Lokast > 1000 | 100-1000 | 10-100] <10 DAS Mahakam | Sebelah Utara z 3) io tengah | Sebelah Selatan 2 4 2} 8 ‘DAS Mahakam | Sebelah Utara : 3) 8 tr | Sebetah Selatan =| 2 Danau dengan kategori luas sangat besar dijumpai di sebelah Utara dan Selatan Sungai Mahakam di bagian Mahakam tengah, sedangkan danau yang tergolong besar hanya dijumpai di sebelah Selatan Sungai Mahakam di bagian Mahakam tengah. Untuk sebelah Utara Sungai Mahakam, di agian Mahakam hilir lebih banyak dijumpai danau dengan luasan sedang dan kecil daripada di bagian Mahakam tengah. Jumlah danau-danau kecil yang tersebar di bagian Mahakam tengah dan hil ini dapat saja berkurang pada waktu musim kemarau karena kedalaman air di daerah inundasi sangat minim mengakibatkan beberapa sungai penghubung antara Sungai dan Danau-danau Mahekam menjadi tidak berair dan akhirnya danau-danau ini menjadi kering. Pada permulaan musim kemarau, saat air Sungai Mahakam mulai turun, air di danau akan keluar menuju Sungai Mahakam melalui sungei 3 penghubung dan danau akan menjadi dangkal kemudian perlahan-lahan mengalami kekeringan. Sebaliknya pada waktu musim hujan, danau-danau ini akan diisi oleh luapan air dari Sungai Mahakam dan mengalami peningkatan volume air dengan cepat. 2. Panjang maksimum dan panjang maksimum efektif danau Dari danau-danau yang tersebar di Mahakam tengah dan hii, terdapat 147 danau (89,09%) yang memiliki nilai panjang maksimum dan panjang maksimum efektif sama, sedangkan sebanyak 18 danau (10,91%) nilai panjang maksimumnya tidak sama dengan panjang maksimum efektit (Gambar 5). 18 danau (10,91%) (89,09%) aiPanjang maksimum = panjang maksimum efektit Panjang maksimum tidak sama dengan panjang meksimum efektif Gambar 5. Perbandingan nilai panjang maksimum dan panjang maksimum efektif danau-danau di DAS Mahakam ‘Adanya perbedaan nilai antara panjang maksimum dan panjang maksimum efektif menggambarkan adanya pulau atau daratan yang terdapat pada danau, dengan demikian berdasarkan diagram perbandingan panjang maksimum dan panjang maksimum efektif, danau-danau di DAS Mahakam ini hampir sebagian besar tidak memiliki pulau di danau. 3. Lebar rata-rata danau Danau-danau yang ditemukan di sepanjang DAS Mahakam sebagian besar mempunyai lebar rata-rata yang tergolong kecil (Gambar 6). Danau yang tergolong memiliki lebar rata-rata yang lebar (> 1000 m) sebanyak 12 buah (7,27%), lebar rata-rata sedang (100 ~ 1000 m) sebanyak 69 buah (41,82%) dan terdapat 84 buah danau (50,90%) memilikinilai lebar rata-rata kecil (<100 m). 32 (50,90%) (41,82%) ebarrata-ata >1000 mim Labarrata-rata 100-1000 Lebar ratarata < 100 m Gambar 6. Diagram kisaran nilai lebar rata-rata danau-danau di sepanjang DAS Mahakam Lebar rata-rata suatu danau lebih informatif dibandingkan dengan lebar maksimum danau, Karena nilai lebar rata-rata ini lebih dapat mewakili Kondisi morfometri permukaan danau. 4. Panjang garis tepi (shore /ine) dan indeks perkembangan garis tepi (SDI) danau Panjang garis tepi (shore line) yang dimiliki Danau-danau Mahakam ‘memperlihatkan ada tujuh buah danau (4,24%) bergaris tepi panjang (>10.000 m), 55 buah danau (33,33%) bergaris tepi sedang (1000 ~ 10.000 m), dan 103 buah danau (62,43%) memiliki garis tepi pendek (<1000 m) (Gambar 7). 7 danau (424%) 55 danau (333%) 103 danau (62,43%) i Garis tepi > 10.000 m faGaris t2pi 1000-10.000 m Garis tepi < 1000 m Gambar 7. Diagram panjang garis tepi (shore fine) danau-danau di sepanjang DAS Mahakam 33 Dengan lebih banyaknya danau-danau bergaris tepi sedang hingga pendek, menunjukkan bahwa Danau-danau Mahakam memiliki tingkat beban masukan (nutrient influx) dari daratan yang relatif rendah. Hal ini disebabkan Karena dengan semakin pendeknya panjang garis tepi suatu danau, maka kesempatan untuk berhubungan dengan daratan semakin kecil, dan potensi beban masukan ke badan air juga semakin kecil, pada akhirnya nilai bebant masukan ini akan mempengaruhi tingkat produktivitas danau. Namum tingkat produktivitas danau ini tidak sepenuhnya tergantung dari panjang pendeknya garis tepi danau, akan tetapi lebih diperkuat lagi dengan nilai SDI danau. Nilai SDI Danau-danau Mahakam menunjukkan bahwa sebagian besar danau (145 buah) atau sebanyak 87,87% berbentuk sub-circular atau ells (SDI lebih kecil atau sama dengan satu), dan danau berbentuk tidak beraturan (SDI sama dengan satu) 17 buah (10,30%), sedangkan danau berbentuk lingkaran teratur (SDI lebih > 2) hanya tiga buah (1,82%) (Gambar 8). Danau-danau dengan bentuk sub-circularatau ellos dan berbentuk lingkaran teratur lebih banyak ditemukan jika dibandingkan dengan danau yang berbentuk tidak beraturan, Nilai SDI danau-danau ini menggambarkan potensi tingkat kesuburan danau-danau di sepanjang DAS Mahakam tergolong rendah, karena danau dengan bentuk sub-circular atau ellis tidak banyak memiliki bagian perairan berteluk dan bagian yang berhubungan dengan daratan sehingga kemungkinan masuknya nutrien dari daratan juga semakin kecil. 17 ¢enqu 3 genau (10.30%) (1.82%) 148 dana 67.87%) SDI mendekali 1 (atau = 1) m1 2 Gambar 8. Diagram nilai SDI danau-danau di sepanjang DAS Mahakam 4 Namun karena danau-danau ini tergolong dataran banjir dengan input air berasal dari Sungai Mahakam yang luas DASnya mencapai 77.700 km?, maka dapat diduga danau-danau di sekitar DAS Mahakam memperoleh beban masukan nutrien yang relatif cukup tinggi. Hal demikian terlihat dari banyaknya danau-danau di DAS Mahakam yang mengalami eutrifikasi dengan tingkat penutupan tumbuhan air yang sangat tinggi (50 - 90%) (Lihat Tabel 6 hal. 44). Keadaan ini mengakibatkan beberapa indikator kesuburan danau yang didasarkan dari parameter morfometri seperti yang diuraikan di atas dapat saja tidak berlaku, D. Kualitas air few Selain disebabkan oleh bentuk morfometri permukaan danau, kondisi kualitas air dan produktivitas perairan danau-danau Mahakam juga dipengaruhi oleh faktor mutu air dan fluktuasi tingkat kedalaman air Sungai Mahakam yang masuk ke danau melalui sungai-sungai penghubungnya, Mutu air dan fluktuasi air Sungai Mahakam sangat erat kaitannya dengan pola musim yang terjadi di daerah Kalimantan Timur. Perubahan sifat-sifat limnologis air Sungai Mahakam (Iihat Lampiran 4) dijelaskan sebagai berikut: © Suhu Secara umum, menurut Saanin (1982), air Sungai Mahakam dari hulu berkisar sedikit di bawah 25°C, dan semakin ke hilir suhu mengalami peningkatan sehingga air sungai yang masuk ke danau-danau memiliki suhu sekitar 28°C. Stagnasi air di danau dapat menyebabkan suhu di lapisan permukaan pada siang hari meningkat hingga mencapai 30°C dan kernudian turun menjadi 26 - 27°C pada waktu subuh. Kondisi suhu tersebut terjadi pada saat musim hujan dan terkadang terjadi sedikit fluktuasi, tergantung pada lamanya intensitas cahaya matahari pada waktu siang. Di musim kemarau, dengan berkurangnya kedalaman air dan meningkatnya intensitas penyinaran, maka suhu di waktu siang dapat meningkat hingga kurang lebih 33°C dan pada waktu subuh suhu berkisar antara 29 - 30°C. Pada kondisi air dangkal, hingga sekitar satu meter, suhu dapat meningkat hingga mencapai 36°C pada waktu siang dan berkisar antara 31 - 32°C pada waktu subuh, Pada kondisi air dengan kedalaman 50 - 60 cm suhu dapat meningkat hingga sering mencapai 38°C 35 dan_pada waktu malam dapat mencapai 35°C. Di bagian-bagian danau yang hampir mengatami kekeringan atau di tempat-tempat yang terputus hubungan dengan daerah yang berair, suhu pada siang hari dapat meningkat di atas 38°C dan pada waktu malam lebih dari 35°C. Hujan yang turun di waktu-waktu tertentu dapat menurunkan suhu hingga lebih dari lima derajat celcius. Penurunan suhu ini menyebabkan kematian ikan dalam jumlah besar Karena proses pendinginan mendadak atau chilling pada perairan danau yang menyebabkan kandungan oksigen yang berlebih. Kondisi suhu secara umum ini terwakili oleh danau-danau Mahakam yang ada di bagian hutan Perian yang pernab diteliti oleh Wibowo et al. (2000) dan Danau Semayang yang telah diteliti oleh Riyanto (1995). Karena menurut Wibowo ef al (2000), danau-danau di sekitar kawasan bagian hutan Perian (seperti Danau Aloh, Batu Bunbun, tawar, Grege, Tempatung, dan Ruba) mempunyai kondisi fisik maupun kualitas air yang bervariasi (parameter kualitas air terukur pada bulan April 2000 /musim hujan fase I). Nilai suhu danau berkisar 29 ~ 31°C, sedangkan Danau Wis mempunyai kisaran suhu 27 — 28°C. Untuk Danau Semayang, Riyanto (1995) melakukan penelitian pada Agustus 1995 (mewakili musim air rendah) dan pada Nopember 1995 (musim air tinggi). Pada kondisi tersebut suhu danau relatif konstan, tidak memperlihatkan fluktuasi suhu yang nyata (pada saat musim air rendah dan air tinggi, yakni 29°C). * Kandungan oksigen Kandungan oksigen di lapisan dekat dasar danau agak rendah pada awal musim hujan karena proses pembusukan dari vegetasi rumput-rumput rendah yang tumbuh i dasar pada musim kemarau mengalami kematian. Hal ini terus berlanjut selama ‘musim hujan karena proses pembusukan juga terjadi pada vegetasi daerah pinggiran yang terendam hingga bagian atas tumbuhan dan akhirnya mengalami kematian. Danau-danau yang cukup Iuas kandungan oksigennya masih cukup tinggi, karena selain kandungan oksigen yang dibawa masuk oleh air sungai, juga hasil difusi oksigen bebas dari udara dan hasil fotosintesis vegetasi di dalam danau. Pada musim kemarau terjadi peningkatan suhu yang mengakibatkan penurunan kandungan oksigen di perairan, akan tetapi karena proses fotosintesis dari 36 ‘tumbuhan air dan phytoplankton pada waktu siang lebih efektif maka sering ditemui kondisi oksigen di danau yang lewat jenuh, Pada bagian-bagian yang sangat dangkal dan bagian-bagian danau yang terputus mengalami penurunan oksigen yang juga disebabkan oleh mineralisasi endapan organik yang lebih cepat karena peningkatan intensitas cahaya dan suhu (Saanin, 1982). Penurunan kandungan oksigen pada musim kemarau ini (musim air tinggi) dapat dilihat pada Danau Semayang. Riyanto (1995) menyatakan bahwa kandungan oksigen Danau Sernayang pada musim air rendah berkisar antara 6,5 ~ 7,5 ppm, dan pada musim air tinggi berkisar antara 5,0 - 7,5 ppm. + Derajat keasaman (pH) Pada awal musim hujan, kondisi pH air yang baru masuk ke danau akan ‘meningkat mencapai kisaran angka enam Karena proses mineralisasi lengkap dari dasar danau yang kering pada saat musim kemarau sebelumnya. Kondisi ini perlahan mengalami penurunan kembali dengan semakin meningkatnya volume air danau, namun dengan semakin berkurangnya kadar humus dari daerah hulu dan semakin dalamnya danau mengakibatkan pH kembali meningkat hingga mencapai angka sekitar 6,2. Setelah dalam jangka waktu kurang lebih sebulan setelah dasar danau sepenuhnya tenggelam terjadi pembusukan vegetasi dasar yang tumbuh saat musim kemarau sehingga pH kembali mengalami penurunan hingga di bawah enam ‘terutama di daerah-daerah dangkal dan dalam waktu yang singkat akan kembali lagi menjadi enam saat proses pembusukan selesai. Sebelum musim Timur (kemarau penyela) datang, sebagian daerah pinggiran danau yang ditumbuhi vegetasi darat tenggelam, karena bagian tepi ke arah danau lebih rendah sehingga ada kemungkinan tumbuhan vegetasi darat ini mulai ‘mengalami kematian jika terus menerus tenggelam hingga bagian atas vegetasi selama tiga minggu dan kemudian mengalami pembusukan sehingga bagian ini dapat terjadi penurunan pH yang agak mencolok. Selama musim kemarau penyela, dengan sedikit penurunan air sungai dan danau akan mengakibatkan air dengan kondisi asam yang ada di daerah pinggiran akan masuk ke danau sehingga air di daerah pinggir danau akan mengalami penurunan pH hingga di bawah enam. 37 Di danau-danau kecil yang terletak di tengah-tengah daerah berhutan gambut, kondisi pH tetap rendah karena air yang mengisi danau tersebut didominasi oleh air gambut yang bersifat asam, dan di musim kemarau penyela nilai pH di perairan ini dapat berada di bawah lima. Danau-danau kecil ini mempunyai warna spesifik, yaitu seperti warna air teh dan kondisi pH yang rendah ini dapat bertahan sepanjang tahun, kecuali pada saat puncak musim hujan, Pada musim hujan fase kedua kembali terjadi peningkatan volume air sungai dan ssecara langsung juga meningkatkan volume air danau. Di danau kondisi pH enam dan kondisi ini agak lebih tinggi Karena proses fotosintesis yang berlangsung di bagian yang ditumbuhi tumbuhan air di bawah permukaan (submerged aquatic plants) dan tumbuhan-tumbuhan yang bagian atasnya secara permanen berada di atas permukaan (floating plants), namun kenaikan pH ini tidak lebih dari 0,3 karena intensitas cahaya matahari di musim hujan terbatas. Pada awal musim kemarau, bagian tengah danau pH masih berkisar enam, dan selanjutnya setama musim kemarau ini pH akan meningkat hingga mendekati tujuh jika kondisi air danau mulai dangkal, kecuali untuk beberapa minggu, selama berlangsungnya peningkatan proses pembusukan dari endapan bahan organik di dasar danau. Kondisi pH yang agak rendah hanya terdapat pada lapisan dekat dasar, Karena pada lapisan permukaan dapat diimbangi oleh kecepatan proses fotosintesis (Saanin, 1982). Kondisi kenaikan pH yang sangat tergantung oleh perubahan musim ini dapat dilihat pula pada perubahan kondisi pH pada Danau Semayang. Riyanto (1995) menyatakan bahwa pada kondisi air rendah, nilai pH di Danau Semayang berkisar 4,5 — 6,5 dan kemudian meningkat saat musim air tinggi, yaitu berkisar 5,0 — 6,5. Sedangkan menurut Wibowo et af. (2000), danau-danau Mahakam di sekitar kawasan bagian hutan Perian (seperti Danau Aloh, Batu Bunbun, tawar, Grege kecil, Tempatung, dan Cabir/Ruba) mempunyai kondisi nilai pH netral hingga sedikit basa (7,50 - 8,05) dan kandungan oksigen terlarut relat tinggi (5,0 — 7,5mag/1) dan dijelaskan pula bahwa kualitas air danau-danau ini masih layak (balk) untuk keperluan perikanan dan minum. 38 * NdanP Kandungan Nitrogen di danau cukup banyak, bersumber dari asam humus yang terbawa oleh air sungai dan juga dari proses pembusukan bahan organik. Sedangkan kandungan fosfat lebih sedikit, terutama pada tempat-tempat yang pada saat musim kemarau terjadi blooming phytoplankton. Unsur Fe, Mn, dan Ca sangat sedikit, hal ini disebabkan Karena kondisi tanah dan batuan induk di daerah hulu sungai sangat sedikit mengandung unsur-unsur tersebut, begitu pula halnya dengan kondisi tanah di daerah danau (Saanin, 1982). Menurut Wibowo et a/. (2000), pada Danau Perian meskipun dari data hasit analisa N dan P memperlihatkan tingkat kesuburan perairan tergolong oligotrofik, ‘namun hasil analisa biota plankton menunjukkan bahwa Danau Perian memiliki tingkat kesuburan sedang (mesotrofik) hingga tingkat kesuburan tinggi (eutrofik) dan kandungan bahan organiknya juga berkisar antara sedang (mesoprobik) hingga tinggi (polysaprobik). ‘Semua perairan danau-danau Mahakam di bagian hutan Perian memiliki karakteristik sebagai air tawar (salinitas nol ppt). Secara unum kandungan bahan organik danau-danau ini bervariasi {uas (TOM 13 -115 mg/l) dan berdasarkan komposisi komunitas plankton di dalamnya, make sebagian besar danau-danau ini dapat digolongkan sebagai danau yang mengalami pencemaran bahan organik pada tingkat sedang (mesosaprobik), kecuali Danau Tempatung tingkat pencemarannya sedang hingga berat (polisaprobik). Kondisi demikian diduga karena padatnya pemukiman di dekat atau sekitar Danau Tempatung, ‘Sedangkan untuk kondisi peralran di Danau Semayang, Lukman et al (1997) menyebutkan bahwa perubahan kualitas air tampak sejalan dengan perubahan permukaan air. Naiknya permukaan air danau memberikan pengaruh peningkatan konduktivitas dan kesadahan akibat pelarutan garam-garam mineral pada daratan yang sebelumnya kering dan kemudian terendam. Efek pelarutan juga menyebabkan terjadinya peningkatan kadar nitrogen dan fosfat di perairan, yang sebelumnya terikat pada tumbuhan hidup (di wilayah surutan danau) kemudian terendam dan mati, lalu kedua nutrien tersebut lepas ke dalam sistem perairan. Perombakan yang berlangsung setelah tumbuhan tersebut mati, menyebabkan eect menurunnya kadar oksigen terlarut dan pH. Dengan adanya air baru dengan volume besar masuk ke danau, air danau mengalami pengenceran, dan ‘mengakibatkan tingkat padatan tersuspensi dan kekeruhan menurun. Berdasarkan tingkat keasamannya (pH 4 - 7), perairan Danau Semayang mencirikan perairan hitam (blackwater), dari tingkat konduktifitas menunjukkan kekayaan garam mineral rendah, sedangkan berdasarkan tingkat kesadahannya menunjukkan perairan tipe air lunak dengan kadar total fosfat menunjukkan perairan ologotrofik (pra penyurutan) dan eutrofik (awal penggenangan); sedangkan berdasarkan kadar total nitrogen (pada pra penyurutan dan awal penggenangan) menunjukkan perairan oligotrofik, Untuk kondisi kualitas air pada beberapa danau lain telah dilakukan penelitian oleh Suryadiputra ef af. (2000), yang meneliti kondisi kualitas air di beberapa danau Mahakam di bagian hutan Perian. Purnomo (1993) in Suryadiputra et af. (2000) juga telah melakukan penelitian terhadap kondisi kualitas air di danau-danau besar lainnya (Danau Jempang, Semayang, Melintang, dan Perian). Kondisi kualitas air di beberapa danau ini disajikan pada Lampiran 4. E, Ancaman Terhadap Danau-danau di Sepanjang DAS Mahakam Pada perkembangannya keberadaan danau-danau di sepanjang DAS Mahakam mengalami ancaman-ancaman yang bersifat degradatif terhadap fungsi dari danau tersebut. Ancaman ini secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kondisi danau. Ancaman tidak langsung meliputi perubahan tata guna lahan, penebangan dan kebakaran hutan, kegiatan pertanian dan pertumbuhan tanaman air (guima) yang tidak terkendali, sedangkan ancaman langsung dapat berupa pendangkalan dan kegiatan perikanan masyakarat sekitar danau. 1, Perubahan tata guna lahan Di daerah perhuluan Sungai Mahakam beberapa tahun terakhir telah mengalami perubahan peruntukan, dari hutan alami menjadi area perkebunan, transmigrasi, dan perladangen. Berdasarkan penelitian Purnomo et af. (1992), kualitas lingkungan perairan DAS Mahakam di sekitar Kota Samarinda menunjukkan penurunan yang disebabkan oleh masukan berbagai limbah dari kegiatan domestik, penambangan batubara, dan sawmill. Menurut Kristijatno ef a/. (1996), Kota Samarinda yang ‘merupakan pusat perdagangan untuk daerah sekitarnya mengalami perkembangan esat. Dengan meningkatnya industri pengolahan kayu serta industri pertambangan pelayaran perdagangan di Samarinda juga meningkat sehingga memacu Sungai Mahakam menjadi tempat pembuangan limbah industri, limbah transportasi sungai, limbah pertanian, dan limbah manusia. Lokasi industri-industri di Samarinda umumnya membuang limbah ke sungai, baik di Sungai Mahakam langsung maupun ke anak-anak sungai yang menuju Sungai Mahakam. Pada akhirnya jika aliran air sungai ini masuk ke danau-danau, akan mempengaruhi kualitas perairan danau. Dengan demikian pemanfaatan badan air DAS Mahakam berpengaruh terhadap Penurunan kualitas air sungai, yang secara tidak langsung juga mempengaruhi kondisi kualitas alr di danau-danau sekitar DAS Mahakam. Kondisi ini dapat dilihat dari terjadinya pendangkalan, pesatnya pertumbuhan tanaman air, dan penurunan produksi ikan di danau. 2. Penebangan dan kebakaran hutan Menurut Mackinnon ef a1 (2000), penebangan hutan dan kebakaran hutan mengakibatkan kerusakan hutan. Kerusakan hutan dapat menyebabkan suhu erairan peningkat, karena sinar matahari tidak lagi terhalang oleh pepohonan. Dengan kenaikan suhu, konsentrasi oksigen terlarut di dalam air juga menurun. ‘Semakin tinggi suhu air, laju metabolisme ikan (dan biota air lainnya) juga ‘meningkat, dengan demikian semakin banyak oksigen yang dibutuhkan tetapi tingkat pengikatan oksigen oleh haemoglobin pada darah semakin menurun. Dampak ini diperburuk jika banyak bahan organik yang membusuk, yang menggunakan oksigen dalam proses pembusukannya. Pada malam hari, tumbuhan di dalam air tidak melakukan fotosintesis, sehingga konsentrasi oksigen dapat menurun dengan cepat. Di daerah perhuluan, penggundulan hutan secara liar dan peladangan berpindah menyebabkan peningkatan muatan endapan sungai dapat menyebabkan banjir. Pengendapan dan kekeruhan, yang disebabkan oleh terhanyutnya partikel-partikel tanah dati bukit-bukit yang tererosi akan membatasi penetrasi cahaya ke perairan dan dapat mematikan kehidupan biota di perairan danau. 41 Endapan padatan tersuspensi dan gumpalan garam-garam besi dapat terakumulasi di insang ikan-ikan tertentu dapat menyebabkan kematian karena menghambat proses respirasi ikan. Ketika air sungai mengalir lambat, lumpur mengendap di dasar sehingga dapat mengurangi kedalaman dan lebar perairan serta mematikan sumber makanan, telur, dan tempat memijah. Lumpur yang ‘mengendap akan menutupi habitat benthos yang merupakan makanan bagi ikan. Pengendapan lumpur di dasar perairan juga menutupi telur-telur bagi jenis ikan tertentu sehingga tidak dapat berkembang ke fase berikutnya. Hal ini dapat berpengaruh buruk pada biota yang hidup di dasar perairan. Menurut laporan harian Kompas (5 Februari 2001), Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Timur mengungkapkan sekarang ini hutan alami di Kalimantan Timur hanya tinggal 30% dari sekitar 22,89 juta ha. Sedangkan jika dilihat dari dari kegiatan reboisasi dan rehabilitasi lahan selama 5 tahun terakhir (1994/1995 — 1998/1999) hanya mencapai 368,163 ha atau rata-rata sekitar 73.632 ha/tahun. Padahal dalam sepuluh tahun terakhir, hampir tiap tahun hutan Kalimantan Timur hangus terbakar. Kantor Integrated Forest Fire Management, lembaga kerja sama Pemerintah Jerman-Indonesia dalam Pengeloiaan Kebakaran Hutan dan Lahan Terpadu di Samarinda, menyebutkan kawasan hutan dan lahan Kalimantan Timur mengalami kebakaran paling dasyat selama terjadi penyimpangan cuaca dengan dampak musim kering yang panjang £1 Nino pada tahun 1997-1998. Kondisi demikian, jelas menyebabkan berkurangnya daerah tutupan hutan di Kalimantan Timur dan juga akan memberi dampak negatif terhadap keberadaan Danau-danau Mahakam. Kerusakan hutan juga terjadi di kawasan hutan bakau di Delta Mahakam yang mencapai 187.550 ha, Berdasarkan pemotretan citra satelit tahun 1999 milk Total Indonesia disebutkan bahwa dari 100.000 hektar kawasan bakau di Kalimantan Timur, 85.000 ha diantaranya telah buka dan dibabat habis untuk kawasan pertambakan. Padahal pada tahun 1980 di kawasan ini belum ada kegiatan pertambakan (Kompas, 5 Februari 2001). a2 3. Pertumbuhan tanaman air Dampak yang terjadi bila pertumbuhan tanaman air tidak terkendali adalah timbulnya pendangkalan di danau-danau. Karena menurut Wibowo et ai. (2000), keberadaan tanaman air di suatu perairan mampu meningkatkan faju pengendapan padatan tersuspensi di perairan. Kemampuan sistem perakaran tanaman air (seperti enceng gondok) dalam membantu proses koagulasi padatan tersuspensi maupun ‘oleh kernampuan tanaman air itu sendiri dalam meredam gejolak/laju aliran air menyebabkan kecepatan arus air menjadi lebih tenang dan layak bagi berlangsungnya proses pengendapan. Selain membantu terjadinya proses pengendapan bahan padatan tersuspensi di danau, tanaman air yang matipun akhirnya secara langsung memberi sumbangan material terhadap pendangkalan danau. Selain danau menjadi lebih dangkal, penguraian tumbuhan air yang mati di dasar pada tingkat tertentu akan menimbulkan kondisi anoksik dan selanjutnya menurunkan mutu air danau. Untuk wilayah Mahakam tengah, Gonner (1991) i Suryadiputra et af. (2000) menyatakan bahwa dijumpai tidak kurang dari 86 spesies tumbuhan air yang sangat bervariasi. Ada dari jenis terapung (terutama dari suku Pontederiaceae), mencuat (terutama dari suku Cyperaceae), tenggelam (terutama dari suku Hydrocharitaceae), dan mengakar di dasar tetapi daunnya mengapung di permukaan (suku Nymphaceae). Sedangkan Hasil identifikasi Nofdianto (1997) i Anwar dan Badjoeri (1997) terhadap tumbuhan air yang tumbuh di Danau Semayang, disebutkan terdapat 11 Famili (terdiri dari 20 spesies) yang sebagian besar tumbuh dan menutupi pinggiran danau, dan beberapa bagian lain tumbuh dan mengapung bebas. Laporan dari Kompas (5 Februari 2001) menyebutkan bahwa permukaan danau- danau besar (Jempang, Melintang, dan Semayang) sekitar 65-75% tertutup vegetasi air seperti eceng gondok (Eichomnia crassipes), kiambang (Salvinia natans), kumpai minyak (Panicum stagninum Retz), kumpai bisa (P culonum L), kelampis air (Mimosa pigra\), dan jenis lainnya. Keberadaan tumbuhan-tumbuhan air ini selain mempercepat pendangkalan juga mempercepat laju penguapan (evaporasi) air di danau sehingga mengakibatkan volume air danau berkurang, B Danau-danau yang terletak di bagian hutan Perian (yaitu Danau Aloh, Perian, Batubunbun, Tempatung, Tawar, Wis, dan Grege Kecil) menurut Wibowo ef a (2000), permukaannya ditutupi oleh enceng gondok (Eichornia crassipes) dan gerunggung (Polygonum barbatum) dalam jumlah sangat berlimpah, kecuali Danau Cabir/Ruba relatif dominan oleh teratai (Mymphaea sp.). Kisaran penutupan tanaman air Danau-danau Mahakam di bagian hutan Perian berkisar antara 30-90%. Sediangkan Anonim (1994) in Wibowo et af, (2000) menyatakan bahwa sekitar 75% permukaan danau-danau di Kalimantan Timur tertutup oleh tanaman air, Untuk kondisi penutupan tanaman air beberapa danau di sepanjang DAS Mahakam disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Kondisi penutupan tanaman air beberapa danau di sepanjang DAS Mahakam Nama Tuas | Penutupan | Jenis Tanaman dominan ] Danau (ha) | Tanaman | | Air | Se ey Jempang 15.000, > 50% | eceng giding, kiambang, dan kumpai Semayang | _13.000 | _—_—> 50% | kumpai, eceng gondok_ Melintang 11.000 > 50% | eceng giding, kiambang, dan kumpai Loakang 750 ‘50% | kiambang, jlung, kumpai, kayu duri/kayu. eee ec | , babakoan, teratai kecil dan kangkung_| Batubumbun ‘450 | 40% (75%) | eceng gondok, gerunaguna dan perumpung | ‘Gab 126 | _50 - 60% | ilung, ganggang, kumpai, dan paku ait Bahadag 250 | == "Tempatung 1.300 | 75% (80%) | eceng gondok, gerunggung, kumpai lenga, L | perumpung Wis 750 | 60% (75%) | eceng gondok, gerunggung, kumpai dan kiambang He Siran 1.500 (60%) | - — Ngayan 1,900 (60%) | = Tawar 10.729" (20%) | eceng gondok, gerunggung, kumpai, dan kiambang ae Cabir/Ruba 8.458" (B0%) | teratai | Grege kecil 1 (70%) | enceng gondok dan gerunggung Perian 743.935" (60%) | enceng gondok, gerunggung, dan perumpung ‘Aloh 5.814" (65%) | enceng gondok dan gerunggung ‘Sumber: PSI-UNNUL (1993) ~ tak dtemukan data + hasil pengukuran peta rypa bumi skala 1: 50.000 ‘Angka dalam kurung berdasarkan Laporan ITC{ (2000) Di Danau Loakang, Sarnita (1994) meneliti jenis tumbuhan air yang menutupi permukaan danau. Disebutkan sekitar 50% permukaan danau telah tertutup oleh ‘tumbuhan air, dan jenis yang banyak ditemukan adalah kiambang (Sa/vinia spp.), ilung (Eichornia crassipes), kumpai (Panicum spp., Paspalum spp.), kayu duri/kayu Jepang (Mimasa pigra), babakoan (Polygonum sp.), teratai kecil (Nymphaea sp.), kangkung air (Jpomoea aquatica), cowehan (Ludwigia sp.), dan ganggeng (Hydrilla verticilata, Ceratohyllum sp., Utricularia spp.). Sedangkan di Danau Gab, tumbuhan air telah menutupi sekitar 50-60% dari luas permukaan perairan. Sebagian besar adalah tumbuhan air yang tumbuh di permukaan (floating aquatic plan. Tumbuban air yang banyak ditemukan di danau ini adalah ilung/enceng gondok (Eichornia crassipes), ganggeng (Hydrilla verticilata, Ceratohyllum sp., Utricularia spp.), kumpai (Panicum spp., Paspalum spp.), dan paku air/ruan (Ceratopteris thalictroides). 4, Pendangkalan Salah satu ancaman terbesar bagi Danau-danau Mahakam adalah pendangkalan yang disebabkan oleh penumpukan fumpur, pasir, dan bahan-bahan lain yang terbawa arus air Sungai Mahakam, Materi-materi yang terbawa arus itu akibat aktivitas penebangan hutan dan perladangan, kebakaran hutan, longsoran tebing di perhuluan sungai, pengendapan akibat limbah industri kayu, sampah dan kulit kayu, pencucian batubara, dan penambangan emas. Proses pendangkalan ini jika dibiarkan terus menerus dapat mengubah ekosistem danau, Karena menurut Kristijatno ef af. (1996), pendangkalan Danau- danau Mahakam telah mencapai 1-2 cm/tahun. Pendangkalan akan mempercepat pertumbuhan tanaman air yang akan memacu suksesi alam. Suksesi dapat mengubah ekosistem danau menjadi ekosistem rawa, dan pada akhimya akan menjadi ekosistem darat. Sedangkan menurut laporan Kompas (5 Februari 2001), setelah terjadi kebakaran hutan tahun 1983, serta aktivitas hak penguasa hutan (HPH) makin intensif di daerah DAS Mahakam hulu dan tengah, kecepatan pendangkalan di Danau Jempang, Melintang, dan Semayang diperkirakan setiap 45 tahunnya mencapai 10 -12 cm. Laju pendangkalan ini makin meningkat karena erosi permukaan tanah tidak tertutup vegetasi hutan lagi, Saat ini banyak danau, selain sebagian telah mengalami suksesi menjadi rawa, juga beberapa bagian diantaranya menjadi daratan. Seperti terjadi pada Danau Tempatung di Kecamatan Muara Muntai, Dikuatirkan peristiwa yang sama cepat atau lambat akan dialami oleh semua danau di sepanjang DAS Mahakam. Pendangkalan di masa datang juga mengancam kehidupan kota-kota di hitir DAS seperti Tenggarong dan Samarinda. Bahkan daerah penghasil ikan seperti Loakang, Wis, dan Batubunbun juga mengalami kekeringan saat kemarau. Pendangkalan dapat menimbulkan bahaya banjir jika curah hujan di daerah perhuluan DAS Mahakam tinggi. Hal ini terjadi karena Danau-danau Mahakam kehilangan kemampuannya untuk menampung limpasan air Sungai Mahakam, dan menyebabkan banjir di wilayah hilir (termasuk Kota Samarinda). Menurut Kristijatno et.al. (1996), ketidakmampuan danau-danau ini sebagai retarding basin juga akan ‘mengakibatkan intrusi air faut yang masuk dari mulut muara pada waktu musim hujan tidak dapat dihambat. Kondisi dasar outlet danau yang lebih tinggi dari tinggi muka air sungai akibat pendangkalan menyebabkan danau tidak mampu lagi mensuplai air ke Sungai Mahakam untuk menghasilkan debit aliran yang dapat menjaga keseimbangan air tawar dan air laut di muara, sehingga air laut semakin bergerak ke hulu. Dampak dari pendangkalan lain adalah hilangnya habitat biota air. Pendangkalan danau mengancam kelangsungan hidup satwa mamalia air langka yang hidup di ‘Sungai Mahakam dan danau-danau sekitarnya. Keberadaan pesut mahakam selain sebagai satwa langka (telah dilindungi) juga merupakan objek wisata alam. Dari pemberitaan Suara Pembaharuan (20 Maret 2000) dilaporkan bahwa pendangkalan yang terjadi di danau (khususnya danau tempat hidup hewan air pesut mahakam) telah mengakibatkan populasi pesut mahakam cenderung menurun, selain karena aktivitas manusia di sekitar perairan Sungai Mahakam. Kekeringan yang melanda daerah pedalaman Sungai Mahakam juga dapat mengancam kelestarian habitat pesut, karenanya sering dijumpai kawanan pesut terjebak di alur sungai yang dangkal akibat mengeringnya air Danau Melintang dan Semayang. Seorang peneliti 46 pesut mahakam, Ade M. Rachmat mengadakan penghitungan pesut mahakam di habitat aslinya, di perairan Sungai Mahakam Kecamatan Muara Pahu dan sekitarnya. Diperkirakan mamalia air tersebut akan punah pada tahun 2025 apabila tidak ada upaya pelestarian yang baik. Menurut hasil penelitiannya, pesut mahakam saat ini tidak lebih dari 50 ekor, Penurunan populasi pesut mahakam saat ini dinilai sangat tajam. Pada tahun 1975, populasi pesut mencapai 1000 ekor, pada tahun 1980 ‘menurun menjadi sekitar 800 ekor. ‘Tahun 1985 diperkirakan 600 ekor, pada tahun 1990 tinggal 400 ekor, tahun 1995 kurang dari 150 ekor, dan tahun 2000 pesut mahakam yang ada kurang dari 50 ekor. Proses pendangkalan di danau-danau ini pun diperburuk lagi dengan kondisi penutupan tumbuhan air yang telah menutupi hampir sebagian besar permukaan danau, sehingga mempercepat proses pengendapan sedimen di dasar danau. Pendangkalan di danau-danau ini menyebabkan pada saat musim air rendah, banyak ikan tidak lagi mempunyai ruang hidup cukup, sehingga mudah ditangkap. 5. Kegiatan perikanan masyarakat Kegiatan penangkapan ikan di danau dan sepanjang Sungai Mahakam dapat dikatakan intensif karena nelayan tidak hanya menggunakan alat tangkap pasif yang tidak selektif (lihat Lampiran 5), tetapi juga menggunakan alat tangkap aktif (mobile) seperti pukat, terutama pada musim air rendah (kemarau), Secara ekonomis, kegiatan perikanan ini dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitarnya, karena banyak jenis ikan yang bernilai ekonomi penting. Menurut Christensen et al (1986), jenis ikan bernilai ekonomis penting bagi usaha perikanan di daerah Makaham tengah antara lain baung hitam/patik (Mystus micracanthus), baung putih/sanggi (Mystus nemurus), belida (Notopterus borneensis), betutu (Macrognathus sp.), biawan/tambakan (Helostoma temmincki), gabus (Channa sp.), dan jelawat (Leptobarbus hoeveni). Sementara di wilayah Danau Semayang ditemukan 30 jenis ikan yang masing- masing memiliki keragaman jenis pakan. Wilayah Sungai Pela dan outlet Danau Semayang diketahui sebagai salah satu pusat konsentrasi pesut mahakam. Sebagal 47 wilayah sebaran pesut mahakam, Danau Semayang menyediakan sumber pakan berupa ikan yang cukup melimpah (Lukman, 1997). Besarnya kontribusi ekonomis dari penangkapan ikan ini dapat dilihat dari banyaknya penduduk bermatapencaharian sebagai penangkap ikan. Dari Kompas (6 Februari 2001) dilaporkan juga, bahwa Danau Semayang diketahui sebagai lahan penangkapan ikan paling utama di wilayah Kota Bangun, karena 14 jenis ikan dari 30 jenis yang ada di danau ini merupakan ikan bernilai ekonomis. Penangkapan ikan dari Danau Semayang telah memberikan kontribusi pada perekonomian wilayah Kota Bangun, Sektor perikanan di wilayah Kota Bangun telah memberikan mata pencaharian untuk 11,5% dari jumlah penduduknya. i perairan Kota Bangun jenis ikannya terdiri dari ikan sungai (white fish) dan ‘kan rawa (black fish), dan 16 jenis diantaranya bernilai ekonomis. Namun demikian berdasarkan laporan-laporan sebelumnya menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis ikan tertentu, terutama jenis-jenis ikan sungai akibat penangkapan cukup intensif dengan menggunakan beberapa alat tangkap yang tidak selekti. Berdasarkan pemberitaan dari Kompas (5 Februari 2000), penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap tidak selektif tidak saja dapat merusak rantai makanan di perairan, bahkan dalam jangka waktu panjang dapat memutuskan siklus kehidupan jenis-jenis ikan yang ada. Dilaporkan bahwa penangkapan ikan dengan menggunakan alat setrum listrik juga semakin tidak terkendali, Alat ini merupakan gabungan dari dua batang kayu, ujungnya diberi dua kawat besi falu dihubungkan memakai kabel pada rangkaian empat aki dengan kuat arus listrik masing-masing 12 volt. Dengan penyetruman, semua ikan besar dan kecil akan mati sehingga tidak ada kesempatan bagi ikan-ikan kecil untuk menjadi dewasa dan bereproduksi. Dari Kompas (5 Februari 2001) juga dilaporkan penurunan produksi ikan alam di daerah ini juga disebabkan semakin gencarnya penangkapan ikan kecil untuk memberikan makan ikan yang dipelihara di keramba. Satu keramba dapat berisi 400 - 700 ekor ikan. Tiap hari sekitar 16 kg ikan kecil seperti jenis seluang ditangkap untuk kebutuhan tersebut, Padahal ikan-ikan kecil itu menjadi pakan utama satwa langka pesut mahakam. Penurunan produksi ikan itu juga karena adanya musuh alam, yakni toman (Channa micropeltes), ikan pemangsa yang sangat ganas. Ikan pendatang dari Kalimantan Selatan ini sekarang populasinya semakin besar. Ikan yang disebut masyarakat setempat ikan buaya itu juga bahkan dapat menyerang manusia. ‘Sedangkan untuk wilayah Kota bangun, usaha perikanan (khususnya perikanan tangkap) seperti dilaporkan oleh Lukman (1997), telah lama berkembang sejak tahun 1981, dan telah memberikan kontribusi berarti bagi perkembangan perekonomian Kota Bangun. Tersedianya perairan darat yang luas dan beragamnya sumberdaya ikan telah mendukung usaha perikanan tersebut. Danau-danau yang merupakan daerah penangkapan ikan yaitu Danau Semayang serta beberapa danau kecil seperti Danau Wis dan Kendang Murung. Untuk jenis ikan betutu (Oxyeleotris ‘marmorates), sejak tahun 1989 telah mengalami penurunan drastis sejak mencapal produksi tertingginya pada tahun 1988. Penurunan produksi ikan betutu di alam, tampaknya berkait dengan pengembangan jenis ini untuk dipelihara pada sistem haba, dengan mengambil anak-anak ikan dari alam untuk dibesarkan di keramba. Mengingat harganya sangat tinggi, penangkapan ikan betutu baik ukuran konsumsi maupun anaknya untuk dibesarkan pada sistem haba tampaknya akan terus meningkat. Tkan-ikan belida (Wotopterus chilata) dan patin (Pangasius nasutus) merupakan jenis-jenis ikan sungai yang diduga mengalami penurunan produksi. Sejak tahun 1995 ikan belida dan patin mulai mengalami penurunan, dan mencapal puncaknya pada tahun 1996, Penangkapan jenis ikan-ikan ini dapat berlangsung sepanjang tahun, arena tempat hidupnya di perairan terbuka (seperti sungai), juga karena harga jualnya yang tinggi. Dalam perkembangannya, usaha perikanan tangkap secara intensif yang dilakukan oleh masyarakat sekitar ini telah mengalami penurunan, karena pemanfaatan terus menerus ini tidak diimbangi oleh usaha regenerasi bibit ikan, balk secara alami (melalui selektivitas alat) maupun dengan usaha budidaya bibit ikan. Pemanfaatan sumberdaya ikan dengan budidaya sistem haba (keramba) di Kabupaten Kutai tersebar di berbagai kecamatan (Tabel 6), dengan proporsi tertinggi di Loa Kulu yang mencapai 34% dari total jumlah haba (Lukman, 1997). 49 Tabel 6. Tingkat produksi perikanan tangkap dan hasil budidaya sistem haba setiap kecamatan di Kabupaten Kutai tahun 1996 Kecamatan Perikanan (6) | Budidaya Haba | (%) Tangkap (ton) | (ton) j Muara kaman 6103.3 = Kota Bangun 5.716.1 | 4520| 126 Muara Pahu | 5517.8 | 3276} 9.4 Muara Muntal 5,168.8 4619) 128 Jempang | 3.8455 3182] 88 Melak 965.0 - - Barong Tongkok 253.0 - Semboja Ba - : Penyinggahan - : 345.1) 96 Loa Kulu - - 1222.4 34.0 tainain | - =| 4733133 I 27.592,6 | 3.600,5 | Sumber? Lukrnan (1987) Bahkan menurut Suryadiputra et a. (2000), dalam lima tahun terakhir telah terjadi penurunan potensi sumberdaya perikanan di Danau-danau Mahakam. Penurunan ini dirasakan nelayan dengan mendapatkan hasil dan ukuran ikan tangkapan yang semakin kecil, Sementara itu di pihak konsumen juga mengeluhkan kelangkaan dan harga dari ikan-ikan danau atau Sungai Mahakam mahal di pasaran. Penurunan produksi sumberdaya perikanan selain akibat overfishing juga disebabkan penurunan kualitas air, pertumbuhan guima yang tak terkendali, pendangkalan, pencemaran seperti akibat eksploitasi hutan di DAS Mahakam hulu dan tengah, limbah, kegiatan pertambangan serta perladangan berpindah. Ekslopitasi sumberdaya perikanan yang cukup besar dan penurunan produktivitas ikan tangkapan ini juga dilaporkan Kompas (5 Februari 2001). Disebutkan di perairan DAS Mahakam tengah yang terkenal sebagai penghasil ikan terbesar di Kalimantan Timur ini mampu menghasitkan ikan 20.000 — 35.000 ton/th, ‘amun produksi ikan alam dari daerah ini ditaporkan terus menurun. Dinas, Perikanan Kutai misalnya melaporkan pada tahun 1997 daerah ini hanya ‘memproduksi 17.000 ton ikan._Dilthat dari luasan wilayah tangkapan masyarakat, maka produktivitas perairan tersebut sekitar dapat mencapai 0,21 ton/ha. Namun produksi tahun 1995 hanya sekitar 11.134 ton atau 0,14 ton/ha. 50 ‘Menurut Sarnita (1994), rendahnya produksi ikan di perairan danau dari tahun ke tahun telah menyebabkan banyak terjadi penangkapan ikan sampai ke daerah- daerah reservat. Untuk saat ini perairan DAS Mahakam sudah terdapat 11 reservat (enam diantaranya merupakan danau), yaitu Danau Batu Bunbun, Danau Ngayan, Danau Loakang, Sungai Batangan, Danau Tanahiiat, Jantur Malang, Teluk Beduit, Teluk Selimau, Teluk Kedamba, Danau Padam Api, dan Danau Gab. Apabila kegiatan penangkapan ikan di reservat ini dibiarkan terus-menerus, dikuatirkan sumberdaya perikanan yang telah dikelola di reservat ini akhimya pun akan mengalami penurunan produksi. Permasalahan-permasalah yang mengancam danau-danau di sepanjang DAS Mahakam ini memberikan pengaruh nyata kepada kehidupan jenis-jenis biota yang menjadikan danau sebagai habitat. Kondisi danau yang mengalami penurunan fungsinya sebagai tempat hidup biota perairan ini telah menyebabkan penurunan pula terhadap produksi perairan, yang akhimnya juga dapat menurunkan sumberdaya perikanan. Pada dasamya, permasalahan-permasalahan yang dihadapi danau-danau di atas secara keseluruhan merupakan suatu hubungan sebab akibat (baik dari aktifitas manusia maupun alami) yang tidak terpisahkan. Dimulai dengan pengrusakan hutan dan perubahan tata guna lahan di perhuluan Sungai Mahakam yang mengakibatkan terjadinya erosi dan terhanyutnya materia-material tanah dari hulu dan lewat sungai penghubung masuk ke danau dan mengendap di dasar. Apabila permasalahan ini dibiarkan terus berlangsung (seperti kerusakan hutan dan pendangkalan danau), kekeruhan air Sungai Mahakam yang mencapai muara, dimana di muara sudeh tidak ada lagi hutan bakau (akibat penebangan), maka padatan tersuspensi dari air sungai yang tidak dapat terendapkan lagi akan terbawa oleh arus pantai menuju Utara. Di pesisir utara dari Delta Mahakam selama ini dikenal sebagai habitat dan tempat bertelur penyu laut, bila endapan tersuspensi dari Delta Mahakam sampai menutupi kawasan pesisir Utara, dapat mengakibatkan keberadaan penyu laut terancam punah. Danau-danau di sepanjang DAS Mahakam (khususnya di bagian Mahakam tengah) telah terdaftar sebagai anggota organisasi Living Lakes, yang berarti pula 3 danau-danau ini telah diakui kekayaan dan keanekaragaman hayatinya, serta diakui pula dapat memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup masyarakat sekitamya. Namun menurut Mackinnon et a/ (2000), kawasan danau-danau di bagian Mahakam tengah statusnya masih merupakan kawasan konservasi yang diusulkan, bahkan berdasarkan skala taksiran untuk kelangsungan hidupnya, danau-danau ini telah mengalami kerusakan dari sebagian kawasannya, dan dikuatirkan akan mengatami kerusakan menyeluruh bila tidak ada peningkatan perlindungan dan pengelotaan berkesinambungan secara menyeluruh. Dengan banyaknya faktor-faktor yang mengancam kelangsungan keberadaan Danau-danau Mahakam dan biota yang hidup didalamnya dan belum adanya usaha konservasi perairan danau dar! pihak terkait secara jelas memberikan isyarat terjadinya *kematian’ danau-danau itu sudah di depan mata, bukan tidak mungkin suatu saat nanti prediksi dari skala taksiran Mackinnon dapat terjadi bila kawasan danau ini tidak segera dijadikan kawasan konservasi. VI. _KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Terdapat total 165 buah danau tersebar di sepanjang DAS Mahakam. Danau- denau ini umumnya berada di Mahakam tengah dan hilir dengan total luasan denau seluruhnya 28.931,083 ha. Di Mahakam tengah ditemukan 97 danau yang menyebar lebih merata di sepanjang daerah aliran sungai dengan 64,95% terletak di sebelah Selatan dari Sungai Mahakam dan 35,05% terletak di sebelah Utara. Untuk bagian mahakam hilir, ditemukan kondisi sebaliknya, yaitu terdapat sebanyak 68 danau yang berada di Kotamadya Samarinda dimana 97,06% terletak di sebelah Utara Sungai Mahakam dan hanya 2,94% yang terletak di sebelah Selatan Sungai Mahakam. Luasan danau-danau di DAS Mahakam sangat berfluktuatif tergantung musim. Danau-danau di DAS Mahakam 80,60% merupakan danau kecil, danau sedang sebanyak 15,15%, danau besar dan danau sangat besar masing masing hanya 2,43%. Dari nilai panjang garis tepi dan SDI, Danau-danau Mahakam memiliki potensi beban masukan unsur hara (nutrient influx) dari daratan dan produktivitas perairan yang relatif rendah. Namun karena semua danau memperoleh suptai air dari Sungai Mahakam yang luas DASnya sangat besar (77.700 km*), maka danau-danau ini diduga memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Hasil pengukuran parameter morfometri Danau-danau Mahakam ini hanya berdasarkan dari bentuk peta yang ada (yaitu hasil pengukuran oleh Bakosurtanal tahun 1991 dan 1993), sehingga kondisi yang diperoleh tidak mutlak mencerminkan keadaan saat ini. Permasalahan yang menjadi ancaman bagi kelangsungan keberadaan Danau- danau Mahakam dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, ancaman tidak langsung meliputi perubahan tata guna lahan, penebangan dan kebakaran hutan, dan pertumbuhan tanaman air yang tidak terkendali, sedangkan ancaman langsung berupa pendangkalan dan kegiatan perikanan masyakarat sekitar danau. 32 3 B. Saran Karena pengukuran parameter morfometri permukaan danau-danau Mahakam ini menggunakan peta rupa bumi, perl adanya verifikasi hasil penelitian dengan mengadakan survei langsung ke lapangan. Permasalahan-permasalahan yang mengancam keberadaan danau-danau Mahakam sedapat mungkin harus dikurangi dengan upaya manajemen konservas! yang terpadu. Upaya-upaya ini reboisasi hutan di perhuluan, penggunaan alat tangkap yang selektif, dan restocking sumberdaya perikanan di danau, Kegiatan- kegiatan demikan dapat dilakukan dengan melibatkan kerjasama antara Pemnda, Bappeda, LSM, dan masyarakat setempat, sehingga manfaat danau-danau di sepanjang DAS Mahakam dapat dipertahankan secara optimal. Dengan memperhatikan bahwa di dalam kawasan Mahakam terdapat Sungai Mahakam (sebagai sungai induk) sepanjang 920 km dengan beberapa anak sungainya, danau-danau yang jumlahnya 165 buah, Delta Mahakam seluas kurang lebih 100.000 ha, dan masih terpisahnya kewasan-kawasan konservasi yang terdapat di dalam wilayah Mahakam, serta adanya usulan Wetland Intematoinal- Indonesia Programme untuk menjadikan bagian hutan Perian sebagai Taman Nasional, dan usulan UNESCO-PBB untuk menjadikan Delta Mahakam sebagai Cagar Biosfer, maka disarankan agar seluruh DAS Mahakam dijadikan satu kesatuan pengelolaan sistem Konservasi, agar sistem lahan basah dan keanekaragaman hayati didatamnya tidak punah. DAFTAR PUSTAKA ‘Anwar, K. E, dan M, Badjoeri, 1997, Upaya konservasi sumberdaya perairan Danau ‘Semayang di Kalimantan Timur melalui pengembangan ternak sapi. Laporan Hasi-hasil Penelitian Puslitbang Limnologi Tahun 1997/1998. Puslitbang Limnologi-LIPI. Bogor: Hal 667-668. Cole, G. A. 1983. Texbook of limnology. Third Edition. Waveland Press, Inc. USA. Christensen M. S., Abraham Mulu, dan Arbain Akbar. 1986. Technical report: Investigations into the fishery of the Middle Mahakam area. No. 86-1. Technical Cooperation for Area Development Kutai District, East Kalimantan. Davies, J., Gordon Claridge, Ch., dan Endah Nirarita. 1995, Manfaat lahan basah. potensi lahan basah dalam mendukung dan memelihara pembangunan. Direktur Jenderal Periindungan dan Pelestarian Alam. Asian Wetland Bureau Indonesia: Hal 4. Giesen, W. 1991. Indonesia's Major Fresh Water Lakes: A review of current knowledge. Development prosesses and threath. Presented at the meeting on concervation and management of tropical inland waters: Problems, Solutions and Prospects. Hongkong, September 5-9, 1991. Asian Wetland Bureau. Bogor. Indonesia. Hakanson, L. 1981. A manual of lake morphometry. Springer-Verlag. Berlin: Hal 13. ‘yas, S., Endi Setiadi K., Fuad Cholik, Rachmad Arifudin, Krismono M S., Didik Wahyu H. C., Zulkifli Jangkaru, Wardana Ismail, Atmadja Hardjamulia, E. Pratiwi, Hambali Supriyadi, Sutrisno, dan Soetatwo Hadiwigeno. 1990. Petunjuk teknis pengelolaan perairan umum bagi pembangunan perikanan. Seri Pengembangan Hasil Penelitian No.PHP/KAN/09/1990. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian: Hal 5-14. Ipieca.org. 2001. http://Ipieca.org/publications/sens_envvir_case_studs/total_mahakamy/total_ma hakem. html. Kristijatno, C., Rukiyati, Irwan Syafri, S. Parjo, dan A. Wuriyati. 1996. Beberapa faktor penting peningkatan perkembangan Sungai Mahakam, Buletin Pusair. Media Informasi Kegiatan Keairan. Puslitbang Pengairan. Balitbang PU - Departemen Pekerjaan Umum. 23: 1-16. 34 35 Lukman. 1997. Status perikanan darat di wilayah Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kalimantan Timur. Laporan Hasit-hasil Penelitian Puslitbang Limnologi Tahun 1997/1998. Puslitbang Limnologi-LIPI. Bogor: Hal 618-620. Lukman, Muh. Fakhrudin, Gunawan, dan I. Ridwansyah. 1997. Ciri morfometri dan pola genangan Danau Semayang. Laporan Hasil-hasil Penelitian Puslitbang Limnologi Tahun 1997/1998. Pusiitbang Limnologi-LIPI. Bogor: Hal 561-569. Kompas. 2001. Proyek itu penghijauan namanya. Surat Kabar Harian Kompas. 5 Februari 2001: Hal 28. Mackinnon, K., Gusti Hatta, Hakimah Halim, dan Arthur Mangalik, 2000. Seri Ekologi Indonesia, Buku III: Ekologi Kalimantan. Prenhallindo. Jakarta. McNaugthon, S. 3., dan Larry L. Wolf, 1992. Ekologi umum. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Indonesia. Purnomo, K., D.W.H. Tjahyo, H. Satria, C. Umar, dan A. Sarnita. 1992. Penelitian potensi sumberdaya perairan Danau Semayang, Melintang, dan Jempang di Kalimantan Timur. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar ‘Tahun 1991/1992. Balitkanwar Bogor. Bogor: Hal 274-283. Pusat Studi Lingkungan-Universitas Mulawarman. 1993. Beberapa alternatif konservasi dan rehabilitasi perairan danau di Mahakam Tengah. Prosiding Lokakarya Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau di Mahakam Tengah. Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Samarinda. Riyanto, W. 1995. Komposisi jenis ikan di beberapa habitat Danau Semayang Kalimantan Timur. Prosiding Ekspose Hesil Penelitian Puslitbang Limnologi LIP Tahun 1995/1996. Puslitbang Limnologi-LIPI. Bogor: Hal 94-98. Saanin, H.H. 1982. Jenis-jenis perairan umum di indonesia dengan penekanan khusus pada faktor-faktor yang mempengaruhi potensi perikanan dari jenis- jenis penting. Laporan Hasit-hasil Penelitian Puslitbang Limnologi Tahun 1982/1983. Puslithang Limnologi-LIPI. Bogor: Hal 2-11. Sarnita, AS. 1994. Ekologi reservat perikanan Danau Loakang, Jantur Malang dan Danau Gab, Kalimantan Timur. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar Tahun 1994/1995. Balitkanwar Bogor. Bogor: Hal 565-573. Soetoen, A., Ishak A. R. R., A. thamrin elok, Syaukani H.R, dan Syamsul rizal. 1999. Kutai: Perbendaharaan Kebudayaan Kalimantan Timur. Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai. Kalimantan Timur. Hal 22-28. Suara Pembaharuan Daily. 2000. Http://www.suarapembaharuan.com/news/2000/03/20/nasional/nsi4.html-3k. 56 Suryadiputra, IN. N. 2001. Danau-danau Mahakam sebagai anggota fiving lakes. Warta Konservasi Lahan Basah. 10(1): 6-7. Suryadiputra, I'N. N., Christian Gonner, Prianto Wibowo, dan Eka Ratnawati. 2000. The Mahakam Lakes of East kalimantan. Wetlands International - Asia Pacific Indonesia Programme. Bogor. Wetzel, R.G. 1983. Limnology. Second Edition. W. B. Sounders Company. Philadelphia. USA. Wibowo, P., IN. N. Suryadiputra, Herry N., Budi S., Dandun S., Irfan M, dan Euis N. (2000). Studi lahan basah bagian hutan Perian PT. ITCI, Kalimantan Timur. Wetlands International — Asia Pacific Indonesia Programme. Bogor. a nnd JV Tp-st6r “on ead sequie) 6 par ere uayedngey seieg = = = + = Uewey ele £9-STgT “ON eed seqWET _g e6ung a Nin unGueqeIOy T9-STeE “ON ered sequis) uayedngey BONGL cron eApeWeIO, Z efeued PS-STer ae ee 9 id esi @ never ° tejunyy exon 7S-STRT “ON ered equ s PEAS UEYesepI|g HEPLL J IS UEHeSepieg Yepll Jequiebiq neueq Nyed C1 TS-STBT “ON Bled uequiey uejewedsy 204 O peed Qa iueGueryay DINAN YrSTAT “ON ead sequis) ¢ uayedngey ey ©=— ©) sequies eyo wesiBuOT Ep-STAr “ON ered weqUET Zz BuqUeT Zr-STRT ‘ON evad wequie) —T o000'sze:t VIvHS eybuy VON3521 18.,0€ £15 00,9TT 19 ST)STE i 'S1,00,10 ( i \ \ VP é { epunewies eApewiejoy eau coves? wv uewpjeg ( 7O NEUE BOT e/ | S| JOE 00 4esseyeW II9S weyeyen tet ayes ren Buns | 00,00 11,ST,00 38 rebung “>, € ueudwey eped yeuyp 2edep neuep ueeynused [qawIOHOU YeUIeIes ¢ neueq 8 uajeuerey eon ©) Bjeys ueyjesepiag sequiebip yepn Neuep yMUBE ¢ Reuep sowoU UeYMMUNUL bh—-T # tuebues979y) pot G ony ly yenGuuiea = \ o AGE bon en | ued Tent pS, pe minane | @) eS x J wentuey WexeYeW SVC IP NeUep-neuep UeOWOUAg “(ueWNTue)) | UENdWET IES mo nea @ neva sy verucsr eon O) € veudwey eped ueexnued wawo}o ee sequieBjp yepn neuep owou ueynlunusu 26 ~ Sb ¢ supsuesoyey Pry { rguny) 2a) \ oy Oe bay Uo" ~~ § Beye wexeyeW S¥a IP Neuep-nevep ueLoWoUsG (ueIN{ue)) T UENdWeT 60 seOuns, ™ neve @ Uayednqey Seyeg me + mmm verewersy exosnar ©) € ueuidue7 eped 3eyqp yedep neuep ueeynunad uyawojoU seyaweteG efeys UeylesepI8q seque6ip yepa neuep ymusE neuep sowou Ueynfunuew sgt ~ 96 ieBuer32y J Fly Geer Ozt® 1 3 ert BT ert Lo WeNeYEW SVG Ip Neuep-neueg UeI0WOUaY -(uEINfue) | uENLIEY Lampiran 2. Alat planimeter yang digunakan dalam pengukuran parameter morfometri permukaan danau (luas permukaan, garis tepi, panjang maksimum, panjang maksimum efektif, lebar maksimum, dan lebar maksimum efektif) Planimeter Planix 5000 Tamiya digitat 61 [eet | eroet | cove 20ve Sv’tte | Stet Orter [60s WndST T “Ee [60% | tive |zciste | ze’bee ze'ogte | s0'zes 4L'd0re | BT'ST uepisaw! | "22 bt | 90g oz'cet | oz‘oer go’ezs | 89'ezs asizet_ | 09" Sunpuatd | “Te | ort | cr’ese | zo'set | co'ast Tr'tec | 9g'e0s = Th'sszt | g9'S aureu on | “02 ert joreer | se’sse | sz’sez Tree | €z'tSb asisvet | 02’ miges | “6T zt |68’99 | vo'0s =| bo'08 98/0 | 96'Ob> ascot | s6'2 eure ON | "8 go's | veizse | 6r'eot | To'bbe sc'osct | Z1'206 oo'orse | 91'2t ‘Sueped | “Zt [022 | bees | ey'0e ev'est o6'z9Er | z0'6ze 9z'0psEz | 68'8 ue|OL | “OT | | 18,00,91T-Lash,STt | Zb-STET ered "ON | | ‘S10E,00- S1:ST,00 ONIaWYT 06’ | 96'66t | be'see | be'see ez'tesh | 6z’Tesh | OS'bb86 | 09'T6 ‘nueg ueyousy | “ST | ee'o | Ze’est | e6'2ée 62/2 Lee | Lethe op'vett | LO'vT bekerey | “pT (eit | TAT | Sz’9e sc'b9e 66'96h | 6695 6z'oset | Ts'8 Gueduinyey | “et brit | pe'est | dz'sTz L8Te os’ste | o6'ste 26's06 | €0'S ewer | °2T za't | co'zae | ob'eer ov'ser y0'2Ob | O'Z0y €2'Z60t | 89'€ awieu ON | “TT so'r |or'es | arrer | er'tet celert | 6e'ebt 069s | 6E'T aueU ON | “OT 18.00,911-18.5b,61t | pb-STST eed ‘ON i 11,00 $1,00,00 on Wa ort |96'e< | ve’cot | e's ze’ect | z8’6zt go'rer | ee't oov | °6 at | 90's | te‘ort | te‘ott ceivet | Leet ss'zts | ss't uefeL | 8 9B't | 6s’e6er | 2bzsb | cb'Zoh grtese | 9r'rese | zv'vees | 9t's9 bepeued | -2 Tez | so'ozt | 69'zbt | e9'zbt Te'gos | t9’e0s oe’zeot | 62'T aweu on | °9 eit | 06'S | be'TL veite TUTOT | TT'TOT ssizze | 9s‘0 awe ON) °S 2'T | o9'tz | ac‘ott | z’ott verse | 6'0Se 8r'205 | Ts’ euleu On | *y seit | se'sh | Te'e9 Te'eo g9'Se | £9'SbE Be'6cc | 6S'T aueu ON | *€ gs'T | €6'8> | gs'TZ Bs'TL Go's | 60'9Ez gz'oog | or'T auieu on |Z 00'€ | s9'ozoz | sp’zet | Sb'cer ee'Leze | Cee — | Y'9TID | TRE eo |‘ L8Sp,ST1-19.0¢,S1T | €v-STST e18d ‘ON wy He S1ST,00- $7,00,00 | _VLOW WWYIDNOT oe | ; mer (ut) (us) (wu) (uw) eeu | sepa | winunsyew | yrpeya | winusyeyy | (ur) (eu) yas | seqe1 | seqe7 aeqe1 | Guefued | Guefuea | Sunrex | sen7 Isisod neuepewen | ‘ON weyeyeW S¥q Buefuedes 1p neuep-neueg UeeynuUad LawWopoW JajueIed UesNNBuad se} “¢ UENdLET 6 OTT [ers [06265 | 06266 TE8eST T9¥'86 siqued [2b | Sb'T | S08 | ge'bST | B6'SST er'est s6z't UIE ON | ‘Sb vet |1see | ere eres LORE 99¥'2 Suen | “Sb | AGOE,QTTUAST,OTT | ZT-TBT exed "ON | S1OE,00- S1ST,00| IVANNW Vay w'e | gp/oror | ss’stt | es’ezt eL'va0e gev'zr awieu on | "be | es't | LETTET | Te'z0L Tz0L OE'r6oT 98026 eGueN | eb Tet | sevozb | ce'80€ © | Z2'80E or'ebe eze'zE Gu0jod | “2 94't | 06/002 | 62’69z 6z'60r svicte o's aweu ON | “Te wO'T | sc’ese | c2’T8E eV'Tse 28'696 4668 euiel ON | “Ov 22'2 | v6'6506 | os'ssozt | os’ssozt | os'sTezt Tev'0260T Sueduist | ‘6e 1aT,91T-18,00,911 | TS-ST8T eed ‘ON ‘SWOE,00- $1.ST,00 NHVd vaWn Bvt | ee'se | T6TS Te'ts eee 662'0 Suepuad | ‘ee we'T | ve'@ObT | Ez'zbe | Ex'zHE SEOrTZ Ler unBueg | “Ze SLT | vsizbt | Zz'e9 e8'8L 29'962 zrro Suaed | 9¢ Qt | avez | 28'S z8'TS 89/66 £62'0 auieu oy | SE at | 80'sh | 8b's9 Cad s6/g0z 760 yndeyes | "be act | Le'vy | ob'e9 9/89 seicee ozb'T | auleU ON | “EE tt | cr'ze | 25's 2siss 9696 o9e’0 ausew on | Ze Ort | ooze | Té’6b T6'6b vT'0et zrs'0 aueU ON | ‘TE zt | zoe | bs'TS bs'Ts 89'bd 9ez'0 awreu oy | 0 ort | e995 | c0'T8 £0'18 se’sot s19'0 ueu ON | 62 svt |s9'79 | 6s'ga 6s'se 2b'bet €60'T aureu ON | *82 oe't | e6'69 | 06'96 06°96 ‘pT'ssT vto'r yeway6ual | 22 vs't |oz’sr | ss'tor | s9’TOr sae ¥68'T aurew oN | “92 Sb'T | 68’ShT | €5'062 €s’06z 80'Tbo T986 un6uey | “sz wt |so'o | ze’es | ze’es | sr'esh see | eybuer | vz a eyes (w) (wu) (uy cere | gpeya | wmuusyen | ana (eu) tas | seqe1 | eqe1 zeqe1__| 6uefuea sen} ss1s0d neuep owen | ‘ON (weynfue}) ¢ uewdie WT [eer Be SSSOE | eeSOr | eee Bare ON | EL svt | 2o'var 96'vtT er'zoz | eb'z0z as‘ess | 6e't auiet ON | TL ort | 26/97 8'28 eziost_ | 60ST szv'zop | SO’T neume | "OL evr | €0'266 z6'€€9 e9'goot | g9'g99t | eb'sTOr | 68°29 woaey | '69 es't | Sz’vep €e'sor 9L'06e | 92'06% so‘etez | o2’oz aweu ON | 89 ae | s6'6¢6 bL'S0b O6'sezT ts’90ee | 92'6E requieieg | *29 az’t | so'eth 9S'6E2 os'sas | 05'ses oz'seot | 16'6 aueu ON | ‘99 SET | e9'Tt ss'Zte | ee'tez | ze’tez ogo | eS’ aureu ON | “So és't | 69'tte ee'cee = 9's | 192s US'Spst | Bb‘ aureu on | V8 | | 19,0£,91T-L8ST,9TT | ¥S-STST ted “ON | | S1ST,00- $1,00,00 VIVE | | | set | zs'o9 secte | os'bezr aueu on | 69 | az | Were 8s'e9r | co'esre yemyeuer | "29 T9't | a6'0zz £6'882 82'6EbT ueU On | TS 46 | 6z'296 so'zst 90'089T yor | °09 | zit | oc'zoe ee'tee 6T'SbeE way Baus | “6s | Ze | sb’69 Bcoct es'sz9 auieu Of | *8S &6'T | 99/69 9s'2a4 oe'6etb SumedwaL | “25 zie | e1'199 ec'see eg'ooce | o1'ez tunquingmes | “95 6st | €8'92b ais oz'os0z | Shs eamy/sige9 | "SS Set | 99'69 ov'ztt asizs9 | 78° uleU ON | "S SEZ | BT'ISh v9'6Eez | €z'OT | seme | “ES ev’z_ | s8’o66r oz’zoetz | 7982 SIM | ‘7S ve't | 6r'ete oz‘oTst | 06'TT ueBuohuepl | “TS ze’ | 26’ves9 | Buewmen | “os zeit | ess eweu on | 6b ve'e_| es'ezte 96'T89) weued | ‘eb ty T eer (w) | (w) (w) j -aeY | wMUES Ie qas | seqe7 4eqe1 | Suefueg | Suefued 151600 neuepewen | “oN (ueynfue!) ¢ uesdusey 9996 gr'999T ec'tese | €2'T6S7 ate Sununu 6uepax | 6 | 66'TTE TH'Sbt ec'z0s | 8T'80b sv‘ auieu ou | *¢5 | 90'S6 or's6 T29OTT | IZ/oTT T6'0 aUleU ON |“ deve 6b'60r s9'96z | $9'96z ove aureu oy |” Ut Leoee Te'sse |‘ Te'89% 8s’ oureu on | *( zeeee yeas se'zee | as'zee vee Ure! ON | S882, ee'oge 7'Ses | 26'06b | 0L'6 Gunyey | * 68'Tot evTTT te'tte | Tete | sit ure ON | “1 ovisez Telly Od'b auieu on | ° os'gor 60 aUreL ON | os'eve zi aUIeU ON | eL'zer 680 BUIEU On | ee'z9z as aueU On |" zs'Tet | e9'0 aueu on | * o6'002 SCT aUeU ON |“ as'TIz 760 | aweu on | ee'08 a) aweu on |" Wee os'v6or | 68’ aureu on T9-ST8T eed “ON | | mnNNaNVEvLON | | oo'60ter | oo‘szztt | S6'zeEze | Lz'srES | Buesewias | * rsizet_ | 18’z6r vrieeo | £5'2 | wey oy | * eciezee | 6L'ecee OF'090bF | 6b'8ZS feyBuodAoyen lec’ | 6c'9 | sa’esr | zo’er __ aweu on | ae {w) (wy | | spreya | mnuysyen | (ui) (eu) | Tas | seqey | 4eqa7 zeqe1 | Guefueg | Suefued | Bumjey | seny | 1s150q neuep Ewen: (venfue}) ¢ vende] 66 uote s9'06s te‘orsz | ev'zr ewiese so‘ose o6'ze0r | 2b'9 aweu oN | “OTT 29°06 To“eor qo'zee | be'0 aweu ON | *STT Bp'0ET 66'20e eres az aweu on | “ett st'ee zen qe | es'0 aureu on | “ELT 979 10'S6 2c'sez | Sb‘0 oureu ON | “TT LU'88L éS'eset =| 60'9b0L | bb’es euieu On | “TTT es'c0r gp'cte gp’sta | ez’ aueu on | “OTT 99'6b | tert ev'sez | £v'0 aurets ON | “60T ore gr'oer zresz | 20 aureu On | "801 6s'sTT er'Tez o9'soe | THz. auieu ON | °20T Bris | a’9n yo'0ez BZ‘. eure OW | “90T vels ee'Te Sv'6EZ | HE'D aureu ont | “SOT oe'es 8968 | zziosz_— | 9€'0 auieU ON | “POT esiect Be'2ce | ee'esbt | oz'e sue ON | “OT re'tor 1s't2z 86'909 | 29°F eurett on | "20 ve'08 Teltzz osore | 99't j auiew on | TOt 20/06 eczer @y'tZe | $80 ‘aUleU ON | “OOF 66'ceT ze'g9z ecists | ose aweU OM | "66 o8'vet ortiz se'epe | sv’Z aueU ON | °86 | j ABST oLTT-LBO0GLTT | gy 7 | 7 TP-ST6T ved ‘ON 'S10E,00- SUST,00 dase tet |69'tse | eo'tsh | co'eed er'ectt | erectt | tz'z8be | ov'Ts faeces Fer | to'toz = | to’roz poe zrzos | z4‘2os Zp'g9et | 6T'OT ues | “s6 ect | cy'ttys | zp'tts | ec’seoe | pz'T908 | bz'T90e | 9T'EzEbz | EP'bvOT | 18,00,9TT-LASp,STT | €9-STST exed “ON _ Z ‘S1ST,00- $1.00,00| NVA» Vuvn i bad (wu) (a) (w) (uw) eeu | apeya | winuysyew | ypeja_ | winwysyey | (w1) (eu) | igs | seqe1 | e071 aeqe1 | Buefued | Guefued | Gunter sent {51500 neuep ewen ‘ON (veynfue}) ¢ vendwey 61 WE eZ | ELL we] 090 ure ON [SPT 1st w6'erz | L6'6L7 os'e69 | o8't aureu ON | "yt 82/65 se'rer | 9e‘TeT evece | £2’0 aureu ON | "Ext vty Be'bL Bebe scot | 12'0 aurett ON | “ZT ze'sot | ze'90T wires | 85'0 aweu oy | “Tet gsveet | 9s’ezt te'see | zz’0 eweu oy | “ObT sr’s9 | gt'eg gs'szz | o€’0 aweu on | “65 69'49 69'49 es’stz | Te’o aweu ON | "BET g6'ee | 86°82 geez | 270 aureU ON | “LET Tete | TeTTT TO‘eOe | Sb’O aureu ON | “SET Te'soz | Te’s0e ge'szo | art auieu oN | “SET 0% | E0'bZ so'6es | oe'T aweu on | “yer zie | 2568 as‘esz | ob'0 wet on | “eet eo'zor | e9'zor sb'sez | 2b'0 aureu ow | “ZET 6Lidb 6s'b0t | 6S'b0T ev'eez | 20 eure ON | “TET €s'0L es'ect | ES'6LT geese | €0'T wet ON | “ET 89'be 80'4s 80'S ge'ect | 02‘0 eure ON | "ZT 6z'e9 zeigt | £L'69t Testy | 96'0 oureu on | “Bet 9e'ss spozt | sy‘ozt svete | bs'0 eure ON | “221 $905 g0'se | €0°SL esizez | ze’0 aureU ON | “ST vz'os za'eat | z9%eoT Uivor | £9'0 auiew on | “S21 90"sez ZBUSE | ZB'LSE as'cest | 25'p ured On | "¥2T | bO'by weer | ec'zer goers | OO auleU ON | “E2T deve esisie | 16°96 zz'ves | €s'b aureu on | “Zt 60's6r 6Libe2 | 6L'vez zo'eos | az’ aureu ON | "TZ 4s'est z6'9t | 26'99r go'rss | cbr aueu oN | “Oet | ote ze'zor | 26'20T go'zee | aso aureu ON | “ETT se'eor ve'ose | be‘OSE ev'ege | 2r'e aureu on | ‘8TT Te'vez yO's6e | b6'86E es'ecit | es’e aureu ON | “LEE (wu) (w) (w) (wu) JA | winuysyeW | sVeIa | winuysHeW | (Ww) (eu) 4eq81 aeqe1 | Guefueg | Buefued | Buyyex | sem istsod neuep ewen | ‘ON (uemnfue}) € uewdey 6s T I E80 TESS WiOL | SUELO = str | 999 eciert To'ese Z2’0 aueu ON | ze't | 6S'bs 96'6TT gsiove | 99'0 aureU ON | to | 6z'962 96661 seizes | 28'St eUreU ON | * us't | $8'66 br'ore 6o'coor | 9¢’e aureu On | LET | 6y'96 ez'9ze pe'ese | ST’E BUreU ON |“ zit | be'sz see reser | 12/0 aureu ON | * oc't | oc'se 0'Le ge'eee | 820 UNE ON er't | ee 869. zz'soz | be’ auleU ON | gz't | t0'60r erezz se'90c | os'z aureu on | S6'T | 95'Te sereee r0'99 | z6’0 auuen on | z2'0 | bL'ss oo'sez | b80 SUE ON ac't | o6'ee s9'6sz | 9¢'0 aureu ON get | ce’er seat | T1'0 aureu ON ge't | bo'et zH'S6 |oo'zez | e2’o auren on | * Set | 9b'9T 64/08 |zsiest | e1’0 sureu on | vet | 6s'8z 69°08 | eg'otz | €2’0 BurEU ON | “GBT wet | oz'Ze | €2'90T go'oce | ov‘o aureU ON | “8¥E art | ete prost | pyost | av’ege | bt 'T auseL ON | “LT ez't_| 9e've | th’zoz_| th'z02 eles | TT aureU On | “SPT | way 1 eer ww) | wy | -eey sya | wnwysyen | (eu) tas | seqe7 Buefueg | Surfed | sen] 35180 [|__neuep ewen fon (ueynfue}) ¢ uendwey 69 anus epH B1ep ~ (0002 [dy - yo.ep) auuesSorg esauopur”jeuojseUs=yUT spuepam Yayo aM}MIp eAUUIE| NeLEG (z66t wenuer) uefny wisnus uep (966T NIMC) Newewey WISN jeme eped inynip jadwies ‘(Z66T) COLEH (€) eseway wIsnuL Bped ajdwes “(Z6gT) Ye 78 OWOUINd (2) S66F unYeR Jeme UEP ZEET UNYeS apfe eped arojnyp jaduues “(EgsT) OWOUINd (T) rueGuRIaRay toy'o> | st» | rovo> | ata’s | sav’t | ov'oti'e | ct-too'> | - : yous aeins °s sso'0 | To00> | seo0 900'0 | Ton’o> | ro’o-too'a> | sez’o-b00'0 | - 7 7 vou Codd) | | sreydsoud | | | “ono L seo | e900 | azo s10'0 | se0'0 | eso'o-tho'o | sar’o-ten'o 7 to's «= |u| (ONReAN “9 so | sexo | bot ees'0 | se8'0 | os'o-zs'o | esa'r-ea'o | - - - - you as or oy st a a ze-or forse | rest | cece'o | ees’ Ou) SEWED “> | oo 0 0 ° 9 ° : - : 7 yd) sees -e | ea oor | oo's | se'e ose 05's | osteose | vest oesz |- eest |eert | vou wai 2} oes | oe'e | 06'9 ose ose | so'esate | a'oz's sov's jeoa's [ees |s'c0's : Hat] awn oe oe te te joe oe-6e Tee vor |ecee | zesier | zevz 2 nung -Z ueubers | ueuders | ueubas | ueubers | ueubeys | ueuseg | ueudas | ueubas | ueubes | ueudas | ueubas | sip | snueumedsoay -t iss ‘ana pay eee (ee ig aigea | mes | Gumedwer | s6aip | sewer | wow vewed | Guoyenr | suedwar | Sunwin | SuekeWOS | un | yaIsWyEYvd neued eweN e6ue, weyeyen YedetiM Ip neuep edeiagag Ip se sewer |sIpuoY, “p UEdIdLUe) Lampiran 5. Alat tangkap ikan yang umum dipakai di daerah Mahakam tengah dan sekitarnya (Sumber : Christensen et a/,, 1996) “Nama AlatTangkap S| ”S*~*é~

Das könnte Ihnen auch gefallen