Sie sind auf Seite 1von 14

BAB II

TINJAUAN PUSATAKA
1. Definisi Cidera Kepala
Cedera kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak dan otak yang terjadi baik
secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat mengakibatkan
terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematian.
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Muttaqin 2008).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi
disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah
kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma
baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya
substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal
disekitar jaringan otak. (B.Batticaca, 2008).
2. Klasifikasi Cidera Kepala
a. Berdasarkan tipe mekanisme (Grace & Borley.2007)

b.

Cedera vaskuler : hematoma intracerebral, subdural, ekstradural

Cedera tulang : fraktur tengkorak sederhana, tertekan, fraktur dasar tengkorak

Cedera sekunder : hipotensi, hipoksia, infeksi

Berdasarkan jenis cedera otak (Grace & Borley.2007)

Primer : kerusakan yang terjadi pada otak segera setelah trauma

Sekunder : kerusakan yang berkembang kemudian sebagai komplikasi

c. Berdasarkan nilai GCS (george dewanto,dkk, 2009)


CKR (Cedera kepal ringan)
- Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak
- Tidak memerlukan tindakan operasi
- Lama dirawat di RS <48 jam
CKS (cedera kepala sedang)

- Ditemukan kelainan pada CT scan otak


- Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial
- Dirawat di RS setidaknya >48 jam
CKB (Cedra kepala berat)
- Dalam waktu 48 jam setelah trauma nilai GCS <9
d.

Cedera kepala (Brunner & Suddarth, 2001 : 2211; Long, 1990 : 203)

Cedera kepala terbuka


Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak atau luka
penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh velositas, masa
dan bentuk dari benturan. Kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak
menusuk dan masuk ke dalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak,
jaringan sel otak akibat benda tajam / tembakan. Cedera kepala terbuka

memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak.


Cedera kepala tertutup
Benturan kranium pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang
mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian
serentak berhenti dan bila ada cairan dalam otak cairan akan tumpah. Cedera
kepala tertutup meliputi: komusio (gegar otak), kontusio (memar) dan laserasi.

e.

Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas;

Cedera kepala tumpul


Biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh atau pukulan benda
tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi yang cepat
menyebabkan otak bergerak di dalam rongga cranial dan melakukan kontak pada

protuberans tulang tengkorak.


Cedera tembus; disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.

3. Etiologi Cidera Kepala


a. Deformasi
Merupakan injuri oleh sesuatu kekuatan yang menyebabkan terjadinya perubahan
bentuk dan kerusakan dari bagian tubuh, misalnya fraktur tulang tengkorak.
b. Trombosis, emboli, pecah pembuluh darah karena aneurisma dan hipertensi berat.
(karin, 2011)
c. Pukulan langsung

Dapat menyebabkan kerusakan pada sisi pukulan (coup injury) dan sisi yang
berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam tengkorak dan mengenai dinding
yang berlawanan (contrecoup injury).
d. Rotasi/deselerasi
Fleksi, ekstensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang menyerang
titik tulang pada tengkorak. Rotasi yang hebat menyebabkan trauma robekan didalam
substansi otak dan batang otak, menyebabkan cedera aksonal dan bintik pendarahan
intraserebral.
e. Tabrakan
Otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat (terutama pada anak
dengan tengkorak elastis).
f.

Jatuh :
Toodler jatuh dari tangga / tempat bermain
Bayi terjadi akbat menggoyangkan bayi terlalu keras,sehingga bayi aharus
diperiksa untuk mengetahui adanya cedera kepala non-kecelakaan(shaken
baby sindrome).
Lansia penyebab utama pada lansia berkaitan dengan penglihatan yang buruk.
(corwin J. Elizabeth,2009)

4. Patofisiologi Cidera Kepala


Terlampir

5. Manifestasi Klinis Cidera Kepala


a. Tanda dan gejala pada anak dengan cedera kepala (Veda.2008)

Trauma kepala ringan


-

Tidak kehilangan kesadaran/ tidak pingsan

Sadar/ dapat berinteraksi

Mungkin muntah namun hanya sekali

Bisa terdapat luka lecet atau robek di kepala

Trauma kepala sedang


-

Tidak sadar < 30 detik

Sadar dan berespon terhadap suara

Muntah dua kali atau lebih

Sakit kepala

Kejang singkat satu kali dapat terjadi langsung setelah trauma

Bisa mengalami lecet, benjol atau luka robek yang esar di kepala

Trauma kepala berat


-

Tidak sadar > 30 detik

Mengantuk dan tidak berespon terhadap suara

Memiliki tanda-tanda trauma lain yang signifikan seperti lebar pupil tidak
sama, kelemahan lengan dan kaki

Ada sesuatu yang tersangkut dikepala

Mengalami kejang yang kedua

6. Pemeriksaan Diagnostik Cidera Kepala

Pemeriksaan fisik
-

Amnesia pasca trauma (Post Traumatik Amnesia / PTA)


PTA didefinisikan sebagai lamanya waktu setelah cedera kepala saat pasien
merasa bingung, disorientasi, konsebtrasi menurun, dan/atau ketidak mampuan
untuk membentuk memori baru.

Cara Penilaian GCS


Pemeriksaan GCS meliputi respon membuka mata, respon verbal dan respon
motorik. (Ewens, 2010). Glasgow coma scale berguna/bermanfaat untuk evaluasi
dan penatalaksanaan pasien dengan gangguan kesadaran pasca trauma,juga
untuk menentukan prognosis perawatan suatu penyakit (udekwu,2004). Penilaian

GCS pada penderita dengan cedera kepala disamping untuk melakukan observasi
juga untuk mengetahui faktor-faktor penyebab gangguan kesadaranGlasgow Coma
Scale meliputi pengkajian reflek.

Pemeriksaan Penunjang
- CT scan
Merupakan standard baku untuk mendeteksi perdarahan intracranial. Semua
pasien dengan GCS<15 sebaiknya menjalani pemeriksaan CT Scan kepala
sedangkan pada pasien dengan GCS 15, CT scan dilakukan hanya dengna indikasi
tertentu seperti:
Nyeri kepala hebat, adanya tanda-tanda fraktur basis kranii, adanya riwayat

cedera berat
Muntah lebih dari 1 kali, lansia (usia>65thn) dengna penurunan kesadaran atau

amnesia
Riwayat gangguan

gangguan orientasi, berbicara, membaca, dan menulis


Rasa baal pada tubuh, gangguan keseimbangan atau berjalan

vaskuler

atau

menggunkan

obat-obat

antikoagulan,

MRI
Teknik pencitraan yang lebih sensitive dibandingkan dengan CT Scan, kelainan yang
tidak tampak pada CT scan dapat dilihat oleh MRI. Namun, dibuthkan waktu
pemeriksaan lebih lama dibandingkan scan sehingga tidak sesuai dalam situasi gawat
darurat.

PET dan SPECT


PET (Positron Emission Tomografi) dan SPECT (Single Photon Emission Computer
Tomografi) mungkin dapat memperlihatkan abnormalitas pada fase akut dan kronis
walaupun CT scan dan MRI tidak memperlihatkan kerusakan. Namun spesifitas
penemuan tersebut masih dipertanyakan dan pemeriksaan ini tidak direkomendasikan
untuk CKR(Dewanto, 2007).

EEG
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis. EEG
(elektroensefalogram) mengukur aktifitas listrik lapisan superfisial korteks serebri
melalui elekroda yang dipasang di luar tengkorak pasien

ENG (Elektronistagmogram)
Merupakan pemeriksaan elekro fisiologis vestibularis yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis gangguan system saraf pusat.

BAEK (Brain Auditon Euoked Tomografi)


Menentukan fungsi korteks dan batang otak.

Kimia / elekrolit darah


Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam peningkatan TIK / perubahan
mental.

Foto rontgen
Mendeteksi

perubahan

struktur

tulang

(fraktur)

perubahan

struktur

garis

(perdarahan /edema) fragmen tulang.

AngiografiSerebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral seperti pergeseran cairan otak akibat
oedema, perdarahan, trauma.Proses pemeriksaan dengan menggunakan sinar x
terhadap sirkulasi serebral setelah menyuntikkan zat kontras ke dalam arteri yang
dipilih. Kebanyakan angiografi serebral dilakukan dengan measukkan kateter melalui
arteri femoralis diantara sela paha dan masuk menuju pembuluh darah bagian atas.
Prosedur ini juga dilakukan dengan tusukan langsung pada ateri karotis atau arteri
vetrebaral atau dengan suntikan mundur ke dalam arteri brakhialis. Pemeriksaan ini
sering dilakukan sebelum pasien menjalani kraniotomi sehingga arteri dan vena
serebral terlihat, dan untuk menentukan letak, ukuran dan proses patologis. Dan juga
digunakan

untuk

mengkaji

keadaan

dan

keadekuatan

sirkulasi

serebral

(Bare&Smeltzer, 2001)

Angiografi Substraksi Digital


Suatu tipe angiografi yang menggabungkan radiografi dengan teknik komputerisasi
untuk mempelihatkan pembuluh darah tanpa gangguan dari tulang dan jaringan lunak
di sekitarnya.
Catatan :
Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah
injuri

7. Penatalaksanaan Medis Cidera Kepala

Pertolongan pertama ditepi jalan diberikan oleh paramedis/tim medis pada tempat
kejadian. Bertujan untuk memepertahankan hidup selama pengangkatan adan
evakuasi pasien.
- Survey Primer
a. Airway Circulation / penatalaksanaan jalan napas
b. Breathing/ pernapasan
c. Circulation / sirkulasi
d. Disfungsi SSP: nilai GCS/reaksi pupil/fungsi motorik dan sensorik ekstremitas
jika mungkin
e. Exposure of extremities/ pajanan ekstremitas: nilai ekstremitas untuk trauma
mayor tulang panjang dan pada lokasi kehilangan draah hebat (Pavey

patrick,2003).
Pada semua pasien

belakangservikal.
Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang atau berat, dilakukan prosedur

dengan

cedera

kepala/leher,

dilakukan

foto

tulang

berikut: pasang infus dengan larutan normal salin (NaCl 0,9%)/larutan RL dan larutan

ini tidak menambah edema cerebri.


Pada pasien dengan cedera kepala ringan, sedang, dan berat harus di evaluasi

adanya:
- Hematoma epidural
- Darah dalam subaraknoid dan infra ventrikel
- Kontusio dan perdarahan jaringan otak
- Edema cerebri
Pada pasien yang koma
- Elevasi kepala 30
- Pasang kateter
- Konsul bedah syaraf bila terdapat indikasi operasi
Pembedahan
- Kraniotomy
Membuka tengkorak untuk mengangkat bekuan dan atau tumor, menghentikan
perdarahan intracranial, memperbaiki jaringan otak, atau pembuluh darah yang
-

rusak.
Kraniaektomy
Mengangkat bagian tulang tengkorak.
Kranioplasty
Memperbaiki tulang tengkorak dengan logam, lempeng plastik untuk menutup area
yang terbuka dan memperkuat area kerusakan tulang. (Karin, 2011)

Obat-obatan :
-

Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis


sesuai dengan berat ringanya trauma.

Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa
40% atau gliserol 10%.

Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol.

Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.

Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami


penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka
hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama,
ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya
bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000
TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.

8. Komplikasi Cidera Kepala


a. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum dari peningkatan tekanan intra
cranial pada pasien yang mengalami cedera kepala. Puncak pembengkakan
terjadi kira-kira 72 jam setelah kecelakaan. Herniasi (perubahan posisi otak ke
bawah atau lateral)menyebabakan terjadinya iskemia, infark, kerusakan otak
ireversibel, dan kematian.
b. Defisit neurologik dan psikologik
Pasien yang mengalami cedera kepala dapat mengalami paralisis saraf fokal
seperti anosmia (tidak dapat mencium bau-bauan) atau abnormalitas gerakan
mata, dan deficit neurologic seperti afasia, defek memori, dan kejang pos
traumatic atau epilepsy. Pasien mengalami sisa penurunan psikologik seperti
(melawan, emosi labil, atau tidak punya malu, perilaku agresif) dan konsekuensi
gangguan, kurangnya wawasan terhadap respon emosi.
c. Infeksi
Infeksi sistemik (pneumonia, infeksi saluran kemih, septikemia), infeksi bedah
neuro (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis, abses otak) dan osifikasi
heterotrofik (nyeri tulang pada sendi-sendi penunjang berat badan)(Bare&
Smeltzer, 2001)

1. Definisi Nutrisi
Nutrisi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu
energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan
(Soenarjo, 2000).
Menurut Rock CL (2004), nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan
makanan untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan
untuk berlangsungnya fungsi normal setiap organ baik antara asupan nutrisi dengan
kebutuhan nutrisi.
Sedangkam menurut Supariasa (2001), nutrisi adalah suatu proses organisme
menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses degesti,
absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak
digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari
organ-organ, serta menghasilkan energi.
2. Kebutuhan Nutrisi
a. Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
Tunjangan nutrisi yang tepat dan akurat pada anak sakit kritis dapat menurunkan
angka kematian. Terdapat dua tujuan dasar dari tunjangan nutrisi yaitu:
- Mengurangi konsekuensi respon berkepanjangan terhadap
-

jejas

yaitu

starvationdan infrastruktur.
Mengatur respon inflamasi, penentuan status nutrisi pada anak sakit kritis
hendaknya dilakukan berulang ulang untu menentukan kecukupan nutrisi dan
untuk menentukan tunjangan nutrisi selanjutnya. Pemeriksaan yang berulangulang ini penting karena 16-20% anak yang dirawat di ruang Intensif mengalami
defisiensi makronutrien 48jam setelahanak dirawat. Disamping itu disfungsi/gagal
organ multipel dapat terjadi sesudah trauma, sepsis atau gagal nafas yang

berhubungan dengan hipermetabolisme yang berlangsung lama(Setiati,2000).


b. Beberapa cara mengukur kebutuhan nutrisi :
- Metabolic Chart- Indirect Calorimetry Resting EnergyExpenditur (REE).
[(konsentrasi O2)(0,39) + (produksi CO2)(1,11)] x 1440.
Rumus ini kurang akurat pada pasien-pasien dengan FiOlebih dari 40%.
- Persamaan Harris Benedict( untuk dewasa).
Basal Energy Expenditure (BEE):
Laki-laki: 66,47 + (13,75 x BB) + (5 x TB) (6,76 x Umur)
Wanita: 655,1 + (9,56 x BB) + (1,85 x TB) (4,67 xUmur)
Rata-rata BEE adalah mendekati 25 kkal/ kgbb /hari.
Untuk menghitung BEE harus disesuaikan dengan faktor-faktor metabolik, seperti:
-

demam, operasi, sepsis, luka bakar dan lain-lain.


25-30 kkal/kgbb ideal/hari (untuk dewasa)
120-135 kkal/kgbb/hari (untuk premature)
120-140 kkal/kgbb/hari (untuk infant) (Setiati, 2000)
Menghitung balance nitrogen dengan menggunakan urea urine 24 jam dan dalam
hubungannya dengan urea darah dan Albumin. Tiap gram nitrogen yang
dihasilkan menggunakan energy sebesar 100-150 kkal (At Tock, 2007).

Kebutuhan energi pada pasien kritis: Rule of Thumb dalam menghitung


kebutuhan kalori, yaitu 25-30 kkal/kgbb/hari. Selain itu penetapan Resting Energy
Expenditure (REE) harus dilakukan sebelum memberikan nutrisi. REE adalah
pengukuran jumlah energy yang dikeluarkan untuk mempertahankan kehidupan
pada kondisi istirahat dan 12-18 jam setelah makan. REE sering juga disebut
Basal Metabolic Rate (BMR), Basal Energy Requirement (BER), atau Basal
Energy Expenditure (BEE). Perkiraan REE yang akurat dapat membantu
mengurangi

komplikasi

akibat

kelebihan

pemberian

nutrisi

(overviding)

sepertiinfiltrasi lemak ke hati dan pulmonary compromise (Wiryana, 2007).


c. Bentuk pemberian kalori yaitu :
- Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energy yang penting. Setiap gram karbohidrat
menghasilkan kurang lebih 4 kalori. Asupan karbohidrat di dalam diit sebaiknya
-

berkisar 50%-60% dari kebutuhan kalori (Setiati, 2000)


Lemak
Komponen lemak dapat diberikan dalam bentuk nutrisi enteral maupun parenteral
sebagai emulsi lemak. Pemberian lemak dapat mencapai 20% -40% dari total
kebutuhan. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori. Lemak memiliki fungsi antara
lain sebagai sumber energi, membantu absorbsi vitamin yang larut dalam lemak,
menyediakan asam lemak esensial, membantu dan melindungi organ-organ
internal, membantu regulasi suhu tubuh dan melumasi jaringan-jaringan tubuh

(Setiati, 2000).
Protein (Asam Amino)
Kebutuhan protein adalah 0,8gr/kgbb/hari atau kurang lebih 10% dari total
kebutuhan kalori. Namun selama sakit kritis kebutuhan protein meningkat menjadi
1,2-1,5 gr/kgbb/hari. Pada beberapa penyakit tertentu, asupan protein harus
dikontrol, misalnya kegagalan hati akut pasien uremia, asupan protein dibatasi
sebesar 0,5 gr/kgbb/hari(Wiryana,2007). Setiati, 2000 juga berpendapat,kebutuhan
protein untuk BBLR 2,0-2,5g/kgbb/hari, bayi 2,5-3,0g/kgbb/hari, anak 1,52,5g/kgbb/hari.
Kebutuhan micro nutrient juga harus dipertimbangkan, biasanya diberikan

natrium, kalium 1 mmol/kgbb, dapat ditingkatkan jika terdapat kehilangan yang


berlebihan. Elektrolit lain seperti magnesium, besi, tembaga, seng dan selenium, juga
dibutuhkan dalam jumlah yang lebih sedikit. Pasien dengan suplementasi nutrisi yang
lama membutuhkan pengecekan kadar elektrolit-elektrolit ini secara periodik. Elektrolit
yang sering terlupakan adalah fosfat, kelemahan otot yang berhubungan dengan
penggunaan ventilator yang lama dan kegagalan lepas dari ventilator, dapat
disebabkan oleh hipofosfatemia (Wiryana,2007).

Pasien kritis membutuhkan vitamin-vitamin A, E, K, B1 (tiamin), B3 (niasin), B6


(piridoksin), vitamin C, asam pantotenat dan asam folat yang lebih banyak
dibandingkan kebutuhan normal sehari-harinya (Wiryana,2007).
3. Nutrisi Enteral
Nutrisi enteral adalah nutrisi yang diberikan pada pasien yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral, formula nutrisi diberikan melalui tube
ke dalam lambung (gastric tube), nasogastrik tube (NGT), atau jejunum dapat secara
manual maupun dengan bantuan pompa mesin (At Tock, 2007). Menurut Wiryana
(2007), Nutrisi enteral adalah faktor resiko independent pnemoninosokomial yang
berhubungan dengan ventilasi mekanik.
Cara pemberian sedini mungkin dan benar nutrisi enteral akan menurunkan
kejadian pneumonia, sebab bila nutrisi enteral yang diberikan secara dini akan
membantu memelihara epitel pencernaan, mencegah translokasi kuman, mencegah
peningkatan distensi gaster, kolonisasi kuman, dan regurgitasi. Posisi pasien setengah
duduk dapat mengurangi resiko regurgitasi aspirasi. Diare sering terjadi pada pasien di
Intensif Care Unit yang mendapat nutrisi enteral, penyebabnya multifaktorial, termasuk
therapy antibiotic, infeksi clostridium difficile, impaksi feses, dan efek tidak spesifik
akibat penyakit kritis. Komplikasi metabolik yang paling sering berupa abnormalitas
elektrolit dan hiperglikemi (Wiryana, 2007).
4. Nutrisi Prenteral
Nutrisi parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan langsung
melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernakan (Wiryana, 2007). Nutrisi
parenteral diberikan apabila usus tidak dipakai karena suatu hal misalnya: malformasi
kongenital intestinal, enterokolitis nekrotikans, dan distress respirasi berat. Nutrisi
parsial parenteral diberikan apabila usus dapat dipakai, tetapi tidak dapat mencukupi
kebutuhan nutrisi untuk pemeliharaan dan pertumbuhan (Setiati, 2000).
Tunjangan nutrisi parenteral diindikasikan bila asupan enteral tidak dapat dipenuhi
dengan baik. Terdapat kecenderungan untukmemberikan nutrisi enteral walaupun
parsial dan tidak adekuat dengan suplemen nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi
parenteral pada setiap pasien dilakukan dengan tujuan untuk dapat beralih ke nutrisi
enteral secepat mungkin. Pada pasien IRIN, kebutuhan dalam sehari diberikan lewat
infuse secara kontinyu dalam 24 jam. Monitoring terhadap faktor biokimia dan klinis
harus dilakukan secara ketat. Hal yang paling ditakutkan pada pemberian nutrisi
parenteral total (TPN) melalui vena sentral adalah infeksi (Ery Leksana, 2000)
Berdasarkan cara pemberian nutrisi parenteral dibagi atas: nutrisi parenteral sentral dan
nutrisi parenteral perifer (Wiryana, 2007).
Indikasi Nutrisi Parenteral :

Gangguan absorbs makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia intestinal,

colitis infeksiosa, obstruksi usus halus.


Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pancreatitis berat, status pre

operatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, diare berulang.


Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan Makan, muntah
terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemisis gravidarum (Wiryana, 2007).

5. Status Nutrisi Pasien


Status nutrisi adalah fenomena multidimensional yang memerlukan beberapa
metode dalam penilaian, termasuk indikator-indikator yang berhubungan dengan nutrisi,
asupan nutrisi dan pemakaian energy, seperti Body Mass Index (BMI), serum albumin,
prealbumin, hemoglobin, magnesium dan fosfor (Wiryana, 2007).
a. Penilaian status nutrisi
- Klinis: Metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode
ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti: kulit,
rambut, dan mukosa oral, atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan
-

tubuh seperti kelenjar tiroid.


Biofisik: Penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi dan melihat

perubahan struktur dari jaringan.Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
Biokimiawi: Pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan
pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain:

darah, urine, tinja dll.


Antropometri: Pengertian Antropometri: berasal dari kata anthropos dan metros.
Anthropos artinya tubuh dan methros artinya ukuran.Dari definisi di atas dapat
ditarik pengertian bahwa anthropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukurantubuh antara lain: berat badan tinggi
badan, lingkar lengan atasdan tebal lemak dibawah kulit.

DAFTAR PUSTAKA
Bare, Smeltzer. 2001. Keperawatanmedikalbedah. Ed. 8 Vol.3. Jakarta : EGC
Berhmandkk. 2000. IlmuKesehatanAnak Nelson. Jakarta : EGC
Brunner &Suddarth. 2001. Buku Ajar KeperawatanMedikalBedah. EGC. Jakarta
Dewantodkk. 2007. PanduanPraktis Diagnosis &TatalaksanaPenyakitSaraf. Jakarta : EGC
Dewanto, George.,dkk. 2009. PanduanPraktis Diagnosis & Tata LaksanaPenyakitSaraf.
Jakarta: EGC
Elizabeth J, Corwin. 2008. Bukusakupatofisiologi. Jakarta : EGC
Grace &Borley. 2007. At a Glance IlmuBedah. Jakarta :Erlangga
Grace, Pierce A., Borley, Neil R. 2006. At a Glance IlmuBedah. EdisiKetiga.
Jakarta:Erlangga
Kudou, Karin. 2011. CederaKepala. http://id.scribd.com/doc/46540780/CEDERA-KEPALA
(Diaksespadatanggal 5 November 2012)
Muscari, Mary E. 2001. PanduanBelajarkeperawatanPediatrik Ed:3. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. AsuhanKeperawatanKliendenganGangguanSistemPersarafan. Jakarta:
SalembaMedika

Muttaqin,

Arif.

2011.

Buku

AsuhanKeperawatanKliendenganGangguanSistemPersarafan.

Ajar
Jakarta:

SalembaMedika
Smeltzer, suzanne C. 2001. Buku Ajar KeperawatanMedikalBedah. EGC. Jakarta
Veda.

2008.

Trauma

Kepala.

keluargasehat.com/category/tata-laksana-penyakit/.

Diaksestanggal 5 November 2012


YayasanPendidikanSetihSetio. Asuhan Keperawatan tentang Cidera Kepala. Akademi
Keperawatan Setih Setio Muara Bungo

Das könnte Ihnen auch gefallen