Sie sind auf Seite 1von 14

Syok hipovolemik ec gastroenteritis dengan dehidrasi berat

Linda Levina 102013086


Vanesha Cicilia Kwentano 102013229
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.06 Jakarta 11510

Abstrak
Syok hipovolemik terjadi ketika ada kehilangan volume cairan intravaskular. Syok hipovolemik
terjadi ketika volume yang tidak memadai untuk mengisi ruang vaskuler. Penyebab paling umum
syok hipovolemik adalah perdarahan (pengeluaran darah dalam jumlah besar). Jumlah
kehilangan darah yang mengakibatkan syok tergantung pada efisiensi mekanisme kompensasi
seseorang dan kecepatan kehilangan darah. Tanda dan gejala syok hipovolemik harus dipantau
oleh perawat secara berkala. Sebagai seorang dokter harus memahami dan memiliki kemampuan
untuk menangani kondisi ini, di setiap tempat / lingkungan. Para petugas medis harus
memberikan intervensi yang tepat atau manajemen darurat untuk mengobatinya.
Kata kunci: darurat, manajemen, syok hipovolemik
Abstract
Hypovolemic shock occurs when there is a loss of intravascular fluid volume. In hypovolemic
shock the volume is inadequate to fill the vascular space. The most common cause of
hypovolemic shock is hemorraghe (an excessive loss of whole blood). The amount of blood loss
that results in shock depends on the efficiency of a persons compensatory mechanism and the
rapidity of blood loss. Signs and symptoms of hypovolemic shock should be monitored by nurses
periodically. As a doctor, we should understands and has capability to handle this condition, in
every place/ward. The doctors have to give appropriate interventions or emergency management
for treat it.
Key word: emergency, management, hypovolemic shock
Pendahuluan
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik yang ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang
serius, seperti perdarahan masif, trauma dan luka bakar yang berat (syok hipovolemik), infark
miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol
(syok sepsis), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respon imun
(syok anafilaktik).1
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan
dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi

yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok
hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik). Dua contoh syok
hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan cairan, antara lain gastroenteritis masif dan luka
bakar yang luas.1 Terjadinya kehilangan cairan dapat di bagi atas cairan eksternal dan internal.
Kehilangan cairan eksternal terutama terjadi pada gastroenteritis, walaupun demikian kehilangan
cairan eksternal ini juga dapat timbul dari sengatan matahari, poli uria, dan luka bakar.
Sedangkan kehilangan cairan internal di sebabkan oleh sejumlah cairan yang berkumpul pada
ruangan peritoneal dan pleura. Kehilangan cairan eksternal ini juga di sertai dengan kehilangan
elektrolit.1
Anamnesis
Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap pasien, setiap dokter harus melakukan
anamnesis. Anamnesis merupakan wawancara yang dilakukan terhadap pasien. Tehnik
anamnesis yang baik disertai dengan empati merupakan seni tersendiri dalam rangkaian
pemeriksaan pasien secara keseluruhan dalam usaha untuk membuka saluran komunikasi antara
dokter dengan pasien. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis)
atau terhadap keluarga atau pengantarnya (alo-anamnesis) jika keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk diwawancarai misalnya dalam keadaan gawat darurat.2-3
Beberapa hal yang harus diperhatikan selama anamnesis :
1. Identitas pasien : nama lengkap pasien,umur, tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang tua
atau suami atau istri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan pekerjaan suku bangsa
dan agama. Pada kasus pasien adalah seorang perempuan berusia 76 tahun.
2. Keluhan utama :keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter
atau mencari pertolongan. Pada kasus keluhan utama pasien adalah penurunan kesadaran
sejak 20 menit yang lalu.
3. Riwayat penyakit sekarang : pasien mengalami diare sejak 3 hari sebelumnya. Frekuensi
diare sangat sering kira-kira tiap 2 jam sekali disertai dengan muntah Apa yang dimaksud
pasien dengan diare yang dialaminya? Sering buang air besar? Buang air besar lunak?
Encer? Apakah volume tinja benar-benar meningkat? Apakah sangat berair? Adakah
makanan yang tidak tercerna dalam tinja? Apa warna dan konsistensi tinja? Adakah
darah, lender atau nanah? Apakah tinja pucat, apakah mengapung (akibat steatorea)?
Adakah gejala lain yang berhubungan seperti muntah atau nyeri abdomen? Adakah gejala

sistemik seperti demam, pusing, ruam atau atralgia? Adakah tanda-tanda yang
menunjukan malabsorpsi (misalnya penurunan berat badan, gejala anemia)? Pernahkah
pasien berpergian baru-baru ini?
4. Riwayat penyakit dahulu. Tanyakan apakah pasien pernah mengalami hal yang sama
dengan yang dialaminya sekarang. Adakah riwayat diare sebelumnya, penyakit saluran
cerna yang diketahui, atau operasi perut? Obat-obatan yang pernah dikonsumsi yang
mungkin menyebabkan diare? Atau yang masih dikonsumsi sampai sekarang?
5. Riwayat penyakit keluarga. Tanyakan apakah ada anggota keluarga mengalami hal yang
serupa dengan pasien.
6. Riwayat sosial. Tanyakan kebiasaan pasien yang berhubungan dengan kasus. Tanyakan
apakah pasien selalu mencuci tangan sebelum makan. Apakah pasien sering
mengkonsumsi makanan yang dijual di pinggir jalan yang kurang bersih. tanyakan pada
keluarga pasien apakah pasien mengkonsumsi banyak cairan selagi dia mengalami diare
selama 3 hari tersebut. Tanyakan juga apakah pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan
diare sebelumnya
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan keadaan umum dan kesadaran,
tanda-tanda vital, glasgow coma scale, waktu pengisian kapiler, pemeriksaan tekanan vena
jugularis, abdomen patologis yang dilakukan setelah kondisi gawat telah ditatalaksana dan pasien
kondisinya kembali stabil. Tanda-tanda vital yang diperiksa pada pasien adalah suhu tubuh,
frekuensi nafas, frekuensi nadi, tekanan darah. Glasgow coma scale seperti yang sudah
dijelaskan diatas.4
Hal yang dilakukan pada pemeriksaan abdomen adalah:
1. Inspeksi untuk melihat bentuk abdomen simetris atau tidak, datar atau menonjol, warna
kulit dan apakah dan apakah ada vena yang berdilatasi, juga dilihat adakah adanya
gerakan pada abdomen.
2. Palpasi dilakukan untuk mengetahui adana nyeri pada tekanan dan pelepasan sentuhan
pada bagian abdomen tertentu.
3. Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya pembesaran hati atau adanya perforasi
lambung, hal ini dilakukan dengan pembedaan suara timpani yang terdapat pada rongga
kosong dengan gas, dan suara pekak yang merupakan suara perkusi organ.
4. Auskultasi dilakukan untuk mengetahui adanya bising usus yang meningkat atau adanya
suara nadi pada abdomen seperti pada kasus aneurisma aorta.

Penilaian derajat dehidrasi dengan:


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Keadaan dan tingkah laku


Mata, air mata, rasa haus
Turgor kulit
Ubun-ubun cekung pada anak
Nadi cepat dan lemah
Pada keadaan asidosis metabolik terdapat pernapasan yang cepat dan dalam.

Diare terbagi atas tiga derajat.5


a. Diare dengan dehidrasi ringan, dengan gejala sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)

Frekuensi buang air besar 3 kali atau lebih dalam sehari


Keadaan umum baik dan sadar
Mata normal dan air mata ada
Mulut dan lidah basah
Tidak merasa haus dan bisa minum

b. Diare dengan dehidrasi sedang, kehilangan cairan sampai 5-10% dari berat badan, dengan
gejala sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari dan sering
Kadang-kadang muntah, terasa haus
Kencing sedikit, nafsu makan kurang
Aktivitas menurun
Mata cekung, mulut dan lidah kering
Gelisah dan mengantuk
Nadi lebih cepat dari normal, ubun-ubun cekung.

c. Diare dengan dehidrasi berat, kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan, dengan
gejala:
1) Frekuensi buang air besar terus-menerus
2) Muntah lebih sering, malas minum
3) Tidak kencing, tidak ada nafsu makan
4) Sangat lemah sampai tidak sadar
5) Mata sangat cekung, mulut sangat kering
6) Nafas sangat cepat dan dalam
7) Nadi sangat cepat, lemah atau tidak teraba
8) Ubun-ubun sangat cekung
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran apatis,
tekanan darah 70/40 mmHg, denyut nadi 110x/menit teraba lemah, frekuensi napas 26x/menit,
temperatur 360C, turgor kulit menurun, cor pulmo normal, abdomen hepar lien tidak teraba, tidak
ada nyeri tekan, akral teraba dingin.
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium mungkin berguna dalam menentukan penyebab dari hipotensi.


Namun, resusitasi pada pasien dengan syok tidak boleh tertahan hanya karena menunggu hasil
laboratorium. Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain: analisis
Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3, BUN, kreatinin, kadar
glukosa).5
Nilai hematokrit pada pasien dengan syok hipovolemik bervariasi dari rendah, normal,
hingga tinggi tergantung dari penyebab dan durasi syok. Saat kehilangan darah berlangsung,
evaluasi pada pengisian kapiler dengan cairan interstitial hematokrit dapat bernilai normal.
Namun apabila pasien mengalami perdarahan yang kronis namun perlahan, dan terlambat untuk
diketahui maka hematokrit akan bernilai rendah. Saat hipovolemia terjadi karena kehilangan
cairan bukan darah seperti diare, muntah, nilai hematokrit akan tinggi. Asam laktat terakumulasi
pada pasien dengan syok yang berat hingga menyebabkan metabolisme anaerob. Penilaian
elevasi asam laktat arterial dengan kecepatan pembuangannya dengan volume resusitasi serta
kontrol perdarahan merupakan marker yang penting. Kegagalan untuk membuang kenaikan asam
laktat arterial menunjukkan bahwa resusitasi tidak adekuat. Jika telah diberikan resusitasi cairan
yang cukup, namun masih tetap tinggi kadar asam laktat arterial, maka harus dicari penyebab
hipoperfusi yang lain.4,5
Pada pasien non-trauma dengan syok hipovolemik memerlukan pemeriksaan USG jika
dicurigai adanya aneurisma aorta abdominal. Jika perdarahan saluran crna dicurigai, maka
diperlukan pemasangan nasogastrik tube, dan lavage gaster dilakukan. Endoskopi juga dapat
dipergunakan untuk mengetahui sumber perdarahan. Pada kecurigaan deseksi aorta maka
diperlukan pemeriksaan CT-Scan. Jika dicurigai adanya trauma abdomen, maka FAST USG
dilakukan pada pasien, dengan kondisi stabil atau tidak stabil. Jika dicurigai adanya trauma pada
tulang panjang yang menyebabkan fraktur, maka diperlukan foto radiologis 2 posisi.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien dengan pengeluaran cairan tanpa
darah berlebih seperti kasus diare adalah kadar elektrolit dan juga Ph tubuh, karena pada kasuskasus ini ditakutkan terjadi pembuangan elektrolit berlebihan khususnya kalium dan dapat terjadi
metabolik asidosis.6
Monitoring hemodinamik
Penilaian pada central venous pressure jarang diperlukan untuk membuat diagnosis syok
hipovolemik. Karena volume darah yang berkurang dapat membuat vena kolaps, insersi dari
monitoring vena sentral dapat berbahaya. Jika tekanan darah pasien dan status mentalnya tidak

merespons terhadap administrasi cairan, maka harus dicurigai adanya sumber perdarahan yang
masih aktif. Central venous pressure monitoring berguna untuk pasien yang lebih tua dengan
kecurigan mengalami gagal jantung kongestif, karena administrasi cairan berlebih dapat
mengakibatkan terjadi edema pulmonar.5,6
Working Diagnosis
Syok hipovolemik adalah kondisi medis dimana terdapat kehilangan cairan yang cepat,
sehingga mengakibatkan gagal organ multipel karena volume darah yang bersirkulasi dalam
tubuh tidak adekuat, syok hipovolemik paling banyak disebabkan oleh karena kehilangan darah
yang cepat (hemoragik). Selain dari perdarahan, syok tipe ini dapat berasal dari kehilangan
cairan selain darah yang juga signifikan, contohnya adalah kehilangan cairan karena
gastroenteritis diare dan luka bakar yang masif.7 Tingkat keparahan dari syok bergantung tidak
hanya pada volume cairan yang defisit tapi juga pada umur pasien dan riwayat penyakit pasien
sebelumnya. Faktor lain yang menentukan juga adalah kecepatan volume cairan yang hilang, hal
ini penting karena menentukan keberhasilan respons kompensasi. Dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan perempuan berumur 76 tahun
menderita syok hipovolemik ec gastroenteritis dengan dehidrasi berat.
Diagnosis banding
1. Syok hipovolemik ec Perdarahan
Syok hemoragi terjadi sebagai akibat dari kehilangan darah masif. Beberapa kondisi yang
menimbulkan kehilangan darah drastis mencakup perdarahan gastrointestinal, hemoragi
pascaoperasi, hemofilia, persalinan, dan trauma. Kehilangan darah minimal, sampai 10%
dari volume total, tidak menimbulkan perubahan nyata pada tekanan darah atau curah
jantung. Kehilangan darah sampai 45% dari volume darah total menurunkan baik curah
jantung maupun tekanan darah sampai nol. Gejala-gejalanya bergantung pada kehilangan
darah aktual dan apakah kehilangan tersebut tiba-tiba atau bertahap.7
2. Syok hipovolemi ec luka bakar
Luka bakar, khususnya luka bakar derajat tiga, sering menyebabkan syok hipovolemik.
Mekanisme yang terjadi pada syok ini tidak terlalu berhubungan dengan kehilangan cairan
melainkan berhubungan dengan kehilangan protein plasma melalui permukaan yang
terbakar.Kehilangan protein plasma secara bermakna menurunkan tekanan osmotik koloid.

Dalam upaya untuk menurunkan ekuilibrum tekanan koloid dan hidrostatik, air
meninggalkan ruang vaskular dan memasuki interstitium. Akibatnya, volume intravaskular
menurun, aliran balik menurun, curah jantung tidak adekuat, tekanan darah menurun.
Syok akibat luka bakar mungkin juga disebabkan oleh hemoragi dan sepsis yang
menyertai. Permukaan luka bakar meningkatkan agregasi trombosit dan aktivasi faktor XII,
yang menimbulkan pembentukan bekuan intravasikular lokal. Bekuan lokal ini bisa merusak
mikrosirkular, mengakibatkan iskemia dan nekrosis jaringan, dan dapat mengkonsumsi
faktor pembekuan, yang menyebabkan koagulasi intravasikular diseminata (DIC).
Sepsis dapat diakibatkan oleh luka bakar luas karena kehilangan atau kerusakan barier
alamiah, yaitu kulit terhadap invasi bakteri. Selain itu permukaan yang terbakar melepaskan
toksin ke dalam sirkulasi iskemik yang dapat menciderai kapiler usus, dengan demikian
melepaskan bakteri usus dan endotoksin ke dalam sirkulasi iskemik.7

Etiologi
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah dalam
pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat dari volume darah yang berkurang.
Hal ini bisa terjadi akibat pendarahan yang masif atau kehilangan plasma darah.1

Tabel 1. Penyebab syok hipovolemik berdasarkan kelompoknya1


Perdarahan

Kehilangan Plasma

Kehilangan cairan
ekstraselular

Hematom subkapsular hati


Perdarahan gastrointestinal
Perlukaan berganda
Aneurisma aorta pecah

Luka bakar yang luas


Pankreatitis
Sindrom dumping
Deskuamasi kulit

Muntah
Dehidrasi
Diare
Insufisiensi renal

Epidemiologi
Sampai saat ini penyakit diare atau juga sering disebut gastroenteritis merupakan salah
satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat Indonesia. Dari daftar urutan penyebab
kunjungan Puskesmas atau Balai Pengobatan, hampir selalu termasuk dalam kelompok 3
penyebab utama ke Puskesmas. Angka kesakitannya adalah sekitar 200 400 kejadian diare di
antara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia, diperkirakan ditemukan

penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya, sebagian besar atau sekitar 70-80% dari
penderita ini adalah anak dibawah 5 tahun ( 40 juta kejadian).8
Patofisiologi
Syok hipovolemik atau status syok akibat dari kehilangan volume cairan sirkulasi
(penurunan volume darah), dapat diakibatkan oleh berbagai kondisi yang secara bermakna
menguras volume darah normal, plasma, atau air. Patologi dasar, tanpa memperhatikan tipe
kehilangan cairan yang pasti, dihubungkan dengan defisit volume atau tekanan cairan sirkulasi
aktual. Penurunan volume cairan sirkulasi menurunkan aliran balik vena, yang mengurangi curah
jantung dan karenannya menurunkan tekanan darah. Penurunan curah jantung disebabkan oleh
penurunan volume preload walaupun terdapat kompensasi peninggian resistansi vaskuler,
vasokonstriksi dan takikardia.7
Tekanan darah masih dapat dipertahankan walaupun volume darah berurang 20-25%.
Pada permulaannny keadaan ventrikuler filling presure, CVP dan PAOP rendah, akan tetapi
dalam keadaan yang ekstrim dapat terjadi bradikardia. Pada keadaan hipovelemik yang berat
juga terjadi iskemi miokard, bahkan dapat terjadi infark. Penurunan volume intra vaskuler ini
menyebabkna penurunan volume intra ventrikuler kiri pada akhir diastole. Yang akibatnya juga
menyebabkan berkurangny kontraktilitas jantung dan juga menyebabkan menurunnya curah
jantung.7
Keadaan ini juga menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi dari pembuluh darah
dimana terjadi vasokonstriksi oleh katekolamin sehingga perfusi semakin memburuk. Akan
tetapi, bila kehilangan volume darah lebih dari 30% mulai terjadi shock. Dan bila terjadi syok
maka suplai O2 ke sel menurun sehingga menyebabkan gangguan perfusi jaringan yang akhirnya
bis amenimbulkan gangguan metabolism seluler.7
Stadium Syok
Berdasarkan persentasi volume kehilangan darah , syok hipovolemik dapat dibedakan
menjadi empat tingkatan atau stadium. Stadium syok dibagi berdasarkan persentase kehilangan
darah . yaitu :9
1. Stadium I
Stadium I adalah syok hipovolemik yang terjadi pada kehilangan darah hingga maksimal
15% dari total volume darah. Pada stadium ini tubuh mengkompensasi dengan
vasokonstriksi perifer sehingga terjadi penurunan capillary refilling. Pada saat ini pasien

juga menjadi sedikit cemas atau gelisah , namun tekanan darah dan tekanan nadi ratarata, frekuensi nadi dan nafas masih dalam keadaan normal.
2. Stadium II
Syok hipovolemik stadium II adalah jika terjadi perdarahan sekitar 15-30%. Pada stadium
ini vasokontriksi arteri tidak lagi mampu mengkompensasi fungsi kardiosirkulasi,
sehingga terjadi takikardi, perlambatan capillary refilling, peningkatan frekuensi nafas,
dan pasien menjadi lebih cemas.
3. Stadium III
Stadium III terjadi bila perdarahan mencapai 30-40%. Gejala yang muncul pada stadium
II menjadi semakin berat. Frekuensi nadi terus meningkat hingga diatas 120 kali per
menit. Peningkatan frekuensi nafas hingga diatas 30 kali permenit, tekanan nadi dan
tekanan darah sistolik sangat menurun, capillary refilling menjadi sangat lambat.
4. Stadium IV
Stadium IV adalah syok hipovolemik pada kehilangan darah lebih dari 40%. Pada saat ini
takikardi lebih dari 140 kali permenit. Dengan pengisian lemah sampai tidak teraba,
dengan gejala klinis yang semakin memburuk. Kehilangan volume sirkulasi lebih dari
40% menyebabkan terjadinya hipotensi berat , tekanan nadi semakin kecil dan disertai
dengan penurunan kesadaran atau letargik.
Tabel 2. Stadium Syok Hipovolemik dan Gambaran Klinisnya9
Tanda

dan

Pemeriksaan
Klinis
Kehilangan
Darah (%)
Kesadaran

Stadium I

15 %

15-30%

Sedikit cemas

Cemas

Frekuensi
Jantung atau
Nadi
Frekuensi
Nafas
Capillary

Stadium II

Stadium III

30-40%
Sangat
cemas/bingung

Stadium IV

>40%
Letargi

>100-

>120-

120x/menit

140x/menit

14-20x/menit

20-30x/menit

30-40x/menit

>35x/menit

Lambat

Lambat

Lambat

Lambat

<100x/menit

>140x/menit

Refilling
Tekanan Darah
Sistotik
Tekanan Nadi
Produksi Urin

Normal

Normal

Turun

Turun

Normal
>30ml/jam

Turun
20-30ml/jam

Turun
5-15ml/jam

Turun
Sangat sedikit

Gejala Klinis
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi tergantung pada usia, kondisi premorbid,
besarnya volume cairan yang hilang dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan
tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah
mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokontriksi dan takikardia.
Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia
lanjut masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu cepat dan singkat.
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan
darah lebih dari 15mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting untuk
mengenali tanda-tanda syok, yaitu:8
1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu
berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon homeostasis
penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi
berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan
curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esnsial dalam mempertahankan
tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri
turun tidak di bawah 70mmHg.
4. Oligouria umumnya terjadi pada syok hipovolemik. Oligouria pada orang dewasa terjadi
jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.
5. Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan
menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti turunnya turgor jaringa, mengentalnya
sekresi oral dan trakea, bibir dan lidah kering serta bola mara cekung.
Penatalaksanaan
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki
perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini

tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat
diberikan pengobatan kausal.
A. Lakukan primary survey A, B, C, D, E4,9
Airway
Penanganan jalan napas pada survei primer dapat dilakukan hanya dengan
memposisikan jalan napas dengan melakukan maneuver pengangkatan dagu atau
pendorongan rahang (jaw thrust; dilakukan jika terdapat kekhawatiran akan
instabilitas leher dan tulang belakang). Penanganan tersebut juga mencakup
penempatan alat bantu jalan napas oral atau nasofaring dan pemberian oksigen
tambahan. Pada kasus obstruksi, benda asing dapat dibebaskan dengan
menggunakan manuver basic life support atau secara manual dengan penghisapan
{suctioning) atau forseps Magill. Intervensi jalan napas yang definitif, seperti
intubasi endotrakeal oral (dengan atau tanpa rapid sequence technique), intubasi
nasotrakeal atau pembedahan jalan napas (misal krikotiroidotomi), mungkin

diperlukan.
Breathing
Intervensi yang mungkin dilakukan saat fase pernapasan survey primer
adalah ventilasi dengan bag valve mask, pemberian nalokson untuk apnea yang
dicetuskan narkotika, pemasangan jarum dan slang torakostomi dan penggunaan

ventilasi bertekanan positif, baik dengan cara invasif maupun non-invasif.


Circulation
Intervensi saat fase sirkulasi pada survey primer mencakup pemasangan
monitor oksimetri untuk denyut nadi dan jantung serta pemasangan infus ke
pembuluh darah. Intervensi tersebut juga dapat mencakup pemberian cairan dan

produk darah.
Disability
Disabilitas menggambarkan penilaian status neurologis pada survey
primer. Jika memungkinkan, sebaiknya penilaian cepat dilakukan sebelum
memberikan obat atau agen paralisis. Intervensi saat fase disabilitas pada survey
primer sering kali terbatas pada jalan napas, pernapasan dan sirkulasi, karena
semua hal tersebut mempengaruhi fungsi neurologis. Degitu semua hal tersebut
dapat diketahui, perhatian dapat diarahkan pada upaya intervensi seperti CT

kranial, pemberian manitol dan hiperventilasi untuk kasus kecurigaan herniasi

otak.
Exposure
Meskipun sering digambarkan sebagai upaya menelanjangi,membalik,
meraba dan mencium, pajanan tidak hanya berarti menelanjangi pasien, tetapi
juga mencakup upaya pencarian petunjuk penting lainnya.
Intervensi terpenting saat fase pemajanan pada survei primer sering kali
berupa pengukuran suhu rektum dan pemeliharaan suhu tubuh normal (eutermia).
Hal ini dapat dilakukan dan hanya menempatkan selimut hangat pada pasien
hingga prosedur penghangatan invasi/ untuk pasien hipotermia tak stabil. Pada
beberapa resusitasi, hipotermia dapat dipertahankan atau ditimbulkan secara
sengaja. Pasien dengan hipertermia dapat ditangani dari sekedar pemberian
asetaminofen, atau. Pada kasus dengan peningkatan suhu tubuh yang ekstrem
(>40C), memerlukan upaya pendinginan mekanis yang agresif. Pembalutan luka

dengan bahan yang steril harus dilakukan pada pasien dengan luka bakar.
B. Resusitasi cairan
Resusitasi cairan dengan cepat adalah dasar dari tatalaksana terapi syok
hipovolemik. Cairan harus diinfus pada kecepatan yang tepat untuk mengoreksi defisiensi
cairan. Pada pasien yang muda, infus biasanya dilakukan dengan kecepatan penuh yang
disanggupi oleh alat dan akses vena. Pada pasien yang lebih tua atau dengan penyakit
jantung, infus harus diperlambatkan setelah terjadi respon perbaikan untuk mencegah
terjadinya efek hipervolemia. Cairan parenteral dibagi dua yakni kristaloid dan koloid,
yang berbeda dari berat molekul.9
Kristaloid, cairan kristaloid memiliki berat molekul yang rendah yakni <6000.
Walaupun cairan ini banyak jenisnya, namun yang dapat dipakai untuk syok
hipovolemik adalah cairan yang isotonis dan memiliki natrium sebagai komponen
utama. Karena memiliki viskositas yang rendah maka dapat diberikan dengan
banyak dari vena perifer. Karena cairan isotonik memiliki osmolalitas yang sama
dengan cairan tubuh, maka tidak ada perpindahan cairan kedalam atau keluar dari
ruang intrasel. Kondisi cairan dalam extrasel adalah 75% ekstravaskular dan 25%
intravaskular. Administrasi cairan kristaloid adalah 3 kali dari jumlah cairan tubuh
yang hilang, karena kurang dari 2 jam hanya tersisa 20% dari jumlah cairan yang
diinfus berada pada ruang intravaskular. Cairan kristaloid aman dan efektif untuk

resusitasi pasien dengan syok hipovolemik. Komplikasi dari penggunaan cairan

ini adalah undertreatment dan overtreatment.


Koloid, cairan ini memiliki berat jenis molekul yang tinggi untuk efek
osmotiknya. Karena itu, cairan koloid akan berada didalam ruang intravaskular
dalam waktu yang lama. Jumlah cairan koloid yang lebih sedikit dibandingkan
dengan cairan kristaloid diperlukan untuk terapi resusitasi karena sifat berat
molekulnya yang berat, sehingga menarik cairan dari ruang ekstravaskular ke
ruang intravaskular. Pada metaanalisis dari percobaan random, prospektif dengan
26 sampel ditemukan peningkatan angka sebesar 4% pada kematian dengan

penggunaan albumin dibanding kristaloid sebagai terapi resusitasi.


C. Hentikan Diare
Diare yang terjadi perlu dihentikan dan penyebabnya dicari lebih lanjut apakah berupa
suatu intoleransi atau suatu infeksi agar tidak memberikan tatalaksana yang salah, untuk
pemberian obat penghenti diare dapat diberikan loperamid dengan dosis 4mg pada
awalnya, dan 2 mg setiap diare, sehari tidak lebih dari 16mg. Hentikan apabila tidak ada
perbaikan dalam 48jam. Efek samping yang dapat terjadi adalah mual, nyeri perut, mulut
kering, flatulens, konstipasi.9
Komplikasi
Sequele neurologis, hal ini disebabkan oleh karena berkurangnya perfusi pada otak yang
merupakan organ vital. Kematian, disebabkan oleh kegagalan organ multipel karena hipoperfusi,
khususnya organ vital seperti otak dan jantung. Asidosis metabolik, dehidrasi menimbulkan
gejala syok, sehingga filtrasi glomerulus berkurang, sehingga konsentrasi asam bertambah dan
berakibat pH tubuh menurun.7
Prognosis
Prognosis bergantung pada jumlah volume cairan yang hilang serta seberapa cepat
penanganan kegawatan yang diberikan.10
Kesimpulan
Pasien perempuan berusia 76 tahun tersebut datang dengan syok hipovolemik yang
dikarenakan oleh gastroenteritis dengan dehidrasi berat. Hal pertama yang harus dilakukan pada
pasien yang datang dengan syok adalah melakukan survei primer yang terdiri dari Airway,
Breathing, Circulation, Disability, Exposure. Pada pasien ini diperlukan tatalaksana setelah
semua langkah dilakukan yakni berupa resusitasi cairan, dimana terdapat pilihan kristaloid dan

koloid, penggunaan kedua cairan ini tidak harus terpisah dan dapat dikombinasi. Setelah semua
langkah dilakukan dan pasien menunjukkan tanda-tanda perbaikan maka dapat dilakukan survei
sekunder yakni anamnesis pasien dengan lengkap dan evaluasi ulang pasien. Kasus syok
hipovolemik memiliki prognosis yang sangat bergantung pada jumlah cairan yang hilang dari
tubuh, semakin banyak cairan yang terbuang, semakin jelek prognosis dari pasien.
Daftar Pustaka
1. Aru S, et all. 2007.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi IV. Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 180-7.
2. Abdurrahman N, et al. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Ed.3. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2005. h.45.
3. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2005. h.466-8.
4. Bongard F S, Sue D Y, Vintch J R E. Current diagnosis & treatment critical care. New
York:McGrawhill;2008.h 10-2, 222-30.
5. Gleadle, Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;
2007.h 37-47.
6. Burnside, McGlynn. Adams diagnosis fisik (alih bahasa: dr. Henny Lukmanto). Jakarta:
EGC;2004.h 117-22.
7. Abrutyn E, Braunwald E, Fauci AS et all editor. Harrisons principle of internal medicine
16th ed. New York:McGrawhill;2005.h 1602-2.
8. Eliastam M, Sternbach GL, Brester MJ. Penuntun keperawatan medis. Jakarta: EGC;
2005. h. 4-7
9. Hardisman. 2013. Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik: Update
dan Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas: 2(3), 178-182.
10. Ghafari MH, Moosavizadeh SA, Moharari RS, Khashayar P. Hypertonic saline 5% vs.

lactated ringer for resuscitating patients in hemorrhagic shock. Middle East J Anesthesiol.
Oct 2008;19(6):1337-47.

Das könnte Ihnen auch gefallen