Sie sind auf Seite 1von 17

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTEM DENGAN VACUUM EKSTRAKSI


DI RUANG DAHLIA RSD dr SOEBANDI JEMBER

DISUSUN OLEH:
GUNADI
1601031001

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2016

Lembar Persetujuan
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN POST PARTEM
DENGAN VACUUM EKSTRAKSI DI RUANG DAHLIA
RSD DR SOEBANDI JEMBER

Tanggal

Disusun oleh
NIM

: Gunadi
: 1601031001

Menyetujui

Pembimbing Klinik

Pembimbing Akademik

Kepala Ruang

TINJAUAN PUSTAKA
A. POST PARTUM
1. Pengertian
Mochtar (1998: 115) menyatakan Post partum atau masa nifas adalah masa pulih
kembali, mulai dari persalinan kembali sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum
hamil. Lama masa nifas yaitu 6 sampai 8 minggu.
Wiknjosastro (2002: 238) mendifinisikan post partum adalah masa yang dimulai dari
persalinan dan berakhir kira-kira setelah 6 minggu, tetapi seluruh alat genital baru pulih
kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu tiga minggu.
Sedangkan menurut Novak (1999: 338). puerpurium merupakan interval waktu dari
haid pertama kelahiran bayi sampai dengan enam minggu, perhitungan hari di mulai dari hari
pertama setelah persalinan. Puerperium ditandai dengan meningkatnya laktasi dan
kembalinya organ reproduksi ke posisi sebelum hamil.
Dapat disimpulkan bahwa post partum merupakan masa yang dimulai dari persalinan
dan berakhir kira-kira setelah 6 minggu, dimana terjadi perubahan alat-alat kandungan pulih
kembali seperti sebelum hamil.
Ada tiga periode post partum menurut Mochtar (2002: 115) yaitu:
1. Puerpurium dini yaitu masa pulih dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan yang lamanya 40 hari,
2. Puerpurium intermedial yaitu masa pulih menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya
6-8 minggu,
3. Remote puerpurium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu
untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, atau tahunan.
2. Perubahan Fisiologi dan Psikologi Post Partum
a.

Perubahan Fisiologi
Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks setelah post partum bentuk serviks

agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan korpus uterus yang dapat mengadakan
kontraksi sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan antara
korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks merah kehitaman karena
penuh pembuluh darah dan konsistensinya lunak, segera setelah janin dilahirkan, tangan
pemeriksa masih dapat dimasukkan kedalam kavum uteri. Setelah 2 jam hanya dapat

dimasukkan 2-3 jari, dan setelah 1 minggu hanya dapat dimasukkan 1 jari ke dalam kavum
uteri. Hal ini harus diperhatikan dalam menangani kala uri (Wiknjosastro, 2002: 238).
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali
seperti sebelum hamil. Otot uterus berkontraksi segera pada post partum. Pembuluhpembuluh darah yang berada diantara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan (Wiknjosastro, 2002: 238)
Tabel 1: Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa involusi.
Involusi
Bayi lahir

Tinggi Fundus Uteri


Setinggi pusat

Berat Uterus
1000 gram

Uri lahir

2 jari bawah pusat

750 gram

1 minggu

Pertengahan pusat-simpisis

500 gram

2 minggu

Tidak teraba diatas simpisis

350 gram

6 minggu

Bertambah kecil

50 gram

8 minggu

Sebesar normal

30 gram
(Mochtar, 1998: 115)

Bekas Implantasi Uri mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri
dengan diameter 7,5 cm, sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm, pada minggu ke 6 menjadi 2,4
cm dan akhirnya pulih (Mohctar, 1998: 116).
Lokhea adalah pengeluaran cairan sisa lapisan endometrium dan sisa dari tempat
implatasi plasenta (Manuaba, 1998: 192). Sifat lochea berubah-ubah seperti secret luka,
berubah menurut tingkat penyembuhan luka, adapun jenis-jenisnya antara lain : lochea rubra
(Cruenta) berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, desidua, verniks caseosa, lanugo,
dan mekoneum selama 2 hari pasca persalinan, lochea sanguinolenta berwarna merah kuning
berisi darah dan lender, hari ke 3-7 pasca persalinan, lochea serosa berwarna kuning, tidak
berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan, lochea alba, cairan putih setelah 4 minggu,
lochea Purulenta telah terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk, locheastatis
apabila lochea tidak lancer keluarnya. (Mochtar, 1998: 116).
Perubahan pada endometrium ialah timbul thrombosis, degenerasi dan necrosis
diantara implantasi plasenta. Pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm
itu memiliki permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah tiga
hari permukaan endometrium mulai rata akibat lepasnya sel-sel dari bagian yang mengalami
degenerasi. Regenerasi endometrium terdiri dari sisa-sisa sel desidua basalis, yang memakan
waktu 2-3 minggu (Wiknjosastro, 2002: 238).

Pada vagina, hilangnya estrogen pada post partum berperan dalam menipiskan
mukosa vagina dan menghilangkan rugae. Pembengkakan, dinding lunak vagina berlahanlahan akan kembali seperti keadaan pra hamil selam 6-8 minggu setelah persalinan. Rugae
muncul kembali setelah 4 minggu setelah persalinan, antara primipara dan multipara berbeda.
Kekeringan pada vagina dan rasa tidak nyaman saat koitus (dyspareunia) dapat terjadi hingga
fungsi ovarium kembali dan menstruasi mulai terjadi (Bobak, 1995: 442).
Selama persalinan perineum mendapatkan tekanan yang besar yang kemudian setelah
persalinan menjadi udema. Perawat perlu mengkaji tingkat kenyamanan sehubungan dengan
adanya luka episiotomi, laserasi dan hemoroid, perawat harus melaporkan adanya udara,
kemerahan dan pengeluaran (darah, pes, serosa) (Pilliteri, 1999).
Ligament-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu
kehamilan dan persalinan, setelah bayi lahir, berangsur-angsur ciut kembali seperti sedia kala.
Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang menyebabkan uterus jatuh ke
belakang (Wiknjosastro, 2002: 239).
Proses laktasi diawal kehamilan, peningkatan estrogen yang diproduksi oleh plasenta
menstimulasi perkembangan kelenjar susu. Pada 2 hari pertama post partum terdapat
perubahan pada mammae ibu post partum. Semenjak masa kehamilan kolostrum telah di
ekskresi. Pada 3 hari pertama post partum mammae penuh atau membesar karena sekresi air
susu. Penurunan kadar estrogen saat kelahiran plasenta diikuti dengan meningkatnya kadar
prolaktin menstimulasi produksi air susu (Pilliteri, 1999). Ketika bayi mulai menghisap
putting susu hipotalamus merangsang kelenjar pituitary posterior untuk melepaskan oksitosin.
Hal ini menyebabkan kontraksi otot-otot saluran susu mengeluarkan air susu. Respon ini
disebut reflek Let down (Novak, 1999: 345).
Tanda-tanda vital dapat memberikan petunjuk adanya bahaya post partum seperti
perdarahan, infeksi dan komplikasi lainnya. Sehingga sangat penting untuk memantau tandatanda vital post operasi (Novak, 1999: 338)
Jumlah denyut nadi normal antara 60-80 x permenit segera setelah partum dapat
terjadi bradikardi. Trakhikardi mengidentifikasikan perdarahan, infeksi, penyakit jantung dan
kecemasan (Wiknjosastro, 2002: 241).
Tekanan darah akan kembali seperti prahamil setelah 6 jam setelah persalinan.
Kadang-kadang tekanan darah meningkat tak lama kemudian setelah persalinan. Kondisi ini
mungkin diakibatkan oleh beberapa faktor yang meliputi rangsangan persalinan dan keadaan
bayi. Tipe oksitosin yang diterima pasien nyeri, retensi urin atau kehamilan dengan
hipertensi. Peningkatan tekanan darah yang disertai sakit kepala dicurigai pada kehamilan

dengan hipertensi. Kenaikan tekanan darah 30 mmHg dari sistolik wanita normal dan
diastolik lebih dari 15 mmHg (atau siastolik lebih dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih
dari 90 mmHg) harus segera dilepaskan. Jika tekanan darah itu lebih rendah daripada pra
hamil menandakan banyaknya kehilangan darah selama persalinan atau perdarahan masih
terus mengalir. Tekanan siastolik 100 mmHg atau kurang harus dilaporkan. Jika tekanan
darah normal mulai turun perawat harus memeriksa aliran pendarahan. Penurunan tekanan
darah disertai oleh peningkatan denyut nadi, namun jika klien berlanjut pada keadaan syok
maka nadi perlahan melambat, lemah, terjadi dilatasi pupil abnormal, pucat, sianosis, kulit
lembab, lemas dan tidak sadar (Novak,1999: 338)
Suhu tubuh normal pasien post partum adalah antara 36,2 oC-380C. Kenaikan suhu
tubuh hingga 380C diakibatkan oleh dehidrasi. Cairan dan istirahat biasanya dapat
memulihkan suhu normal. Setelah 24 jam post partum, suhu 38 0C atau lebih dicurigai terjadi
infeksi (Novak, 1999: 339)
Frekuensi pernafasan normal 14-24 x permenit. Bradypneu (pernafasan kurang dari
14-16 x permenit) dapat disebabkan oleh efek narkotik,analgetik atau epidural narkotik.
Tachipneu (pernafasan lebih dari 24 x permenit) dapat diakibatkan oleh nyeri, pendarahan
masif atau syok, oleh karena emboli paru-paru atau edema paru-paru (Novak, 1999: 338).
Sistem pernafasan, pada umumnya tidak ada tanda-tanda infeksi pernafasan atau
distres pernafasan. Pada beberapa wanita mempunyai faktor predisposisi penyakit emboli
paru. Secara tiba-tiba terjadi dyispneu. Emboli paru dapat terjadi dengan gejala sesak nafas
disertai hemoptoe dan nyeri pleura (Sherwen, 1999).
Sistem persyarafan, ibu post partum hiperrefleksi mungkin terpapar kehamilan dengan
hipertensi. Jika terdapat tanda-tanda tersebut perawat harus mengkaji adanya peningkatan
tekanan darah, proteinuria, oedema, nyeri epigastrik dan sakit kepala (Sherwen, 1999: 838).
Sistem perkemihan pada masa post partum terjadi peningkatan kapasitas kandung
kemih, bengkak dan memar jaringan di sekitar uretra yang menurunkan sensitivitas
penekanan cairan (urin) dan sensasi kandung kemih yang penuh, sehingga berada pada resiko
distensi berlebihan, kesulitan mengosongkan dan penimbunan residu. Output urin meningkat
pada 12-24 jam pertama post partum yaitu sekitar 2000-3000 ml. Produksi urin mencapai
3000 ml pada 2 hari post partum. Ibu post partum dianjurkan untuk mengosongkan kandung
kemih setiap 3-4 jam. Fungsi ginjal akan kembali normal setelah 1 bulan post partum (Novak,
1999).
Sistem pencernaan, perut terkadang terjadi reaksi penolakan sesudah melahirkan,
karena efek dari progesteron dan penurunan gerakan peristaltik. Perempuan dengan seksio

sesarea boleh menerima sedikit cairan setelah pembedahan, jika terdengar bising usus dapat
mulai beralih ke makanan padat (Olds, 1999).
Sistem muskuluskeletal di kedua ekstremitas atas dan bawah terdapat edema dikaji
apakah terdapat pitting edema, kenaikan suhu, pelebaran pembuluh vena dan kemerahan
sebagai tanda thromboplebitis. Ambulasi harus sesegera mungkin dilakukan untuk dilakukan
sirkulasi dan mencegah kemungkinan komplikasi (Sherwen, 1999: 838).
b.

Perubahan Psikologis
1. Taking in Phase
Merupakan masa refleksi bagi wanita post partum. Selama periode ini wanita post

partum cenderung pasif. Wanita post partum cenderung dilayani oleh perawat daripada
melakukan pemenuhan kebutuhan sendiri. Hal ini berkenaan dengan rasa ketidaknyamanan
perineum nyeri setelah melahirkan atau haemorhoid, berkaitan dengan peran barunya, wanita
post partum selalu ingin membicarakan pengalaman selama hamil hingga melahirkan.
2. Taking Hold Phase
Wanita post partum mulai berinisiatif untuk melakukan tindakan sendiri. Lebih suka
membuat keputusan sendiri. Ibu mulai mempunyai ketertarikan yang kuat pada bayinya, di
masa inilah masa yang tepat untuk memberikan pendidikan tentang perawatan bayi. Tetapi
ibu sering merasa tidak yakin tentang kemampuannya mengasuh bayi, disinilah dukungan
positif dan semua pihak diperlukan.
3. Letting Go Phase
Ibu post partum akhirnya dapat menerima keadaan apa adanya. Proses ini
memerlukan penyesuaian diri atas hubungan yang terjadi selama kehamilan. Wanita yang
dapat melewati fase ini dianggap sudah berhasil dalam peran barunya (Pilliteri, 1999).
3. Penatalaksanaan Ibu Post partum.
a. Early Ambulation.
Ibu post partum diharapkan sedini mungkin melakukan early ambulation dimana ibu 8
jam post partum istirahat dan terlentang, setelah 8 jam boleh miring ke kiri, kanan, untuk
mencegah trombosis dan boleh bangun dari tempat tidaur setelah 24 jam post partum. Bayi
berada satu ruangan dari ibu (Rooming In) (Novak, 1999: 344).
b. Perawatan Perineum .
Bila ibu mengalami penjahitan pada perineum sebagai perawat harus memonitor
setiap hari untuk meyakinkan bahwa proses penyembuhan luka baik dan melakukan vulva
hygien dan perawatan luka perineum selama 24 jam pertama. Untuk mengurangi edema
lakukan kompres dingin dan rendam bokong. Jaga kebersihan perineum dengan

membersihkan vulva dari arah vagina ke anus, ganti pembalut sesudah buang air minimal 4 x
sehari, cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti pembalut dan perhatikan lochea yang
keluar. Gunakan pakaian dalam yang meresap sehingga lochea tidak mengiritasi (Novak,
1999: 344).
c. Perawatan Payudara.
Kedua payudara harus sudah dirawat selama kehamilan, areola mammae dan putting
susu di cuci teratur dengan sabun dan diberi minyak atau cream agar tetap lemas
(Wiknjosastro, 1999: 243).
d. Pemberian Nutrisi.
Nutrisi ibu yang diberikan harus memenuhi gizi seimbang dan porsinya lebih banyak
daripada saat hamil disamping untuk mempercepat pulihnya kesehatan setelah melahirkan
juga untuk meningkatkan produksi ASI (Novak, 1999: 356).
e. Pemantauan Suhu.
Suhu harus diawasi terutama pada minggu pertama dari masa nifas karena kenaikan
suhu menandakan infeksi (Novak, 1999: 356).
f. Pemantaun Sistem Perkemihan.
Setelah 6 jam post partum anjurkan ibu 8 untuk berkemih, jika dalam 8 jam ibu belum
dapat buang air kecil atau sekali kencing belum melebihi 100 cc maka lakukan kateterisasi
(Novak, 1999: 356).
g. Pemantauan Defekasi.
BAB harus dilakukan 3-4 hari post partum. Bila masih sulit BAB dan terjadi
konstipasi apalagi berak keras dapat diberikan obat laksan peroral atau per rectal. Jika belum
bisa lakukan klisma (Mochtar, 1998: 117)
h. Aktivitas Seksual.
Pasangan dianjurkan untuk menunggu sampai terdapat pengeluaran lochea dan
episiotomi telah sembuh (akhir 6 minggu). Sebelum melakukan aktivitas seksual dianjurkan
untuk menggunakan lubrikan seperti k-y jelli. Perhatikan posisi, sebaiknya wanita pada posisi
atas untuk mencegah penetrasi penis yang terlalu dalam (Novak, 1999: 356).
i. Istirahat.
Anjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan berlebihan, disarankan
untuk kembali melakukan kegiatan rumah tangga seperti biasa perlahan-lahan serta
dianjurkan untuk tidur siang selagi bayi masih tidur (Wiknjosastro, 1998: 116).

j. Kontrasepsi.
Masa post partum adalah masa paling baik menawarkan kontrasepsi oleh karena ibu
termotivasi untuk menggunakan alat kontrasepsi. Idealnya pasangan harus menunggu 2 tahun
sebelum hamil lagi, maka disini peran perawat sebagai educator untuk menjelaskan macamacam dan efek samping dari alat kontrasepsi tersebut (Novak, 1999: 3561).
B. EKSTRAKSI VAKUM
1. PENGERTIAN
Ekstrasi vacum adalah persalinan janin dimana janin di lahirkan dengan ekstrasi
tekanan negatif pada kepalanya dengan menggunakan ekstraktor vakun ( ventaouse ) dari
malstrom.
Alat yang umum di gunakan adalah vakum ekstraktor dari malmstrom, prinsip dari
alat ini adalah bahwa kita mengadakan suatu vakum ( tekanan negatif) melalui suatu cup akan
melekat erat pada kepala bayi.
Pengaturan tekanan harus diturunkan secara pelahan-lahan untuk menghindarkan
kerusakan pada kulit kepala, mencegah timbulnya perdarahan pada otak bayi dan supaya
timbul caput succedeneum.
2. INDIKASI
a. Kelelahan ibu
b. Partus tak maju
c. Gawat janin yang ringan
d. Toksemia gravidarum
e. Ruptur uteri immien
f. Kala II dengan presentasi kepala belakang
3. TENIK TINDAKAN VAKUM
1. Ibu dalam posisi litotomi dan dilakukan disinfeksi daerah genetelia (vulva toilet)
sekitar vulva di tutup dengan kain steril
2. Setelah semua alat estraktor terpasang mangkuk dengan tonjolan petunjuk di pasang
diatas titik petunjuk kepala janin. Pada umumnya dipakai mangkuk dengan diameter
terbesar yang dapat di pasang.
3. Dilakukan penghisapan dengan tekanan negative -0,3 kg/cm2 kemudian dinaikkan 0,2
kg/cm2 tiap menit sampai -0,7 kg/cm2. Maksud dari pembuatan tekanan negativ yang
bertahap ini supaya kaput suksedaneumbuatan dapat terbentuk dengan baik
4. Di lakuakn periksa dalam vagina untuk menentukan apakah ada bagian janin lahir
atau kulit ketuban yang terjepit diantara mangkuk dan kepala janin.

5. Bila perlu dilakukan anestesi lokal, baik dengan cara infiltrasi maupun blok
pundendal untuk kemudian di lakuakn episiotomi
6. Bersamaan dengan timbulnya his, ibu dipimpin mengejan dan ekstrasi di lakukan
dengan cara menarik pemegang sesuai dengan sumbu panggul. Ibu jari dan jari
telunjuk serta jari kanan kiri operator menahan mangkuk supaya tetap melekat pada
kepala janin,. Selama ekstrasi ini, jari-jari tangan kiri operator memutar ubun-ubun
sesuai dengan putaran paksi dalam. Bila ubun-ubun sudah berada di bawah simfibis,
arah tarikan berangsur-angsur di naikkan sehingga kepala lahir. Setela kepala lahir,
tekanan negative dihilangkan dengan cara membuka pentil udara dan mangkuk
kemudian di lepas. Janin lahir seperti pada kelahiran normal dan plasenta umumnya
dilahirkan secara aktif.
4. KEUNTUNGAN EKSTRASI VAKUM
a. Cup dapat dipasang waktu kepala masih agak tinggi, H III atau kurang dari sehingga
mengurangi frekwensi SC
b. Tidak perlu di ketahui posisi kepala denan tepat, cup dapat dipasang di belakang
kepal, samping kepala ataupun dahi
c. Tarikan tidak dapat terlalu berat, dengan demikian kepala tidak dapat dipaksakan
melalui jalan lahir. Apabila tarikan terlampau berat cup akan lepas dengan sendirian
d. Cup dapat dipasang walaupun pmbukaan belum lengkap, misalnya pada pembukaan
8-9 cm, untuk mempercepat pembukaan. Untuk ini di lakukan tarikan ringan yang
kontiu sehingga kepala menekan pada servik. Tarikan tidak boleh terlalu kuat untuk
mencegah robekan servik. Disamping itu cup tidak boleh dipasang lebih dari seengah
jam, untuk menghindari timbulnya perdarahan pada otak.
e. Vakum ekstraktor dapat juga dipergunakan untuk memutar kepala dan mengadakan
fleksi kepala (misal pada letak dahi)
5. KERUGIAN EKSTRASI VAKUM
Kerugian dari tindakan vakum adalah waktu yang diperlukan untuk pemasangan cup
samapi dapat di tarik relatif lebih lama ( 10 menit ) cara ini tidak dapat dipakai apabila
ada indikasi untuk melahirkan anak dengan cepat seperti pada fetal distres (gawat janin)
alatnya relativ lebih mahal dibanding dengan forsep biasa.

6. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


1.

Cup tidak boleh dipasang pada ubun-ubun besar

2.

Penurunan tekanan harus berangsur-angsur

3.

Cup dengan tekanan negative tidak boleh terpasang lebih dari setengah jam

4.

Penarikan waktu ekstraksi vakum hanya di lakukan pada saat his ibu mengejan

5.

Apabila masih tinggi ( HII ) sebaiknya di pasang cup tebesar

6.

Vakum estrksi tidak boleh dilakukan pada bayi premature

7. BAHAYA EKSTRAKSI VAKUM


1.

Terhadap ibu
Robekan dinding cervik atau vagina karena terjepit kepal bayi dan cup

2.

Terhadap bayi

Perdarahan pada otak, caput sukccedaneum artifisialis akan hilang beberapa hari

8.

Phatway

ASUHAN KEPERAWATANPADA PASIEN POST PARTUM


EKSTRAKSI VACUM
A.

Pengkajian
pengkajian post partum menurut Doenges (2001 : 387) antara lain :

1.

Aktivitas atau istirahat


Dapat tampak berenergi atau kelelahan atau keletihan, mengantuk.

2.

Sirkulasi
Nadi biasanya lambat (50 sampai 70 dpm) karena hipersensitivitas vagal. Tekanan darah
bervariasi, mungkin lebih rendah pada respons terhadap analgesia atau meningkat pada
respons terhadap pemberian oksitosin atau hipertensi karena kehamilan.
Edema bila ada, mungkin dependen atau dapat meliputi ekstremitas atas dan wajah atau
mungkin umum. Kehilangan darah selama persalinan dan kelahiran sampai 400-500 ml untuk
kelahiran vaginal atau 600-800 ml untuk kelahiran sesarea.

3.

Integritas ego
Reaksi emosional bervariasi dan dapat berubah-ubah, misalnya eksitasi atau perilaku
menunjukkan kurang kedekatan, tidak berminat (kelelahan).

4.

Eliminasi
Hemoroid sering ada dan menonjol. Kandung kemih mungkin teraba di atas simfisis pubis.
Diuresis dapat terjadi bila tekanan bagian presentasi menghambat aliran urinarius.

5.

Makanan atau cairan


Dapat mengeluh haus, lapar atau mual.

6.

Neuro sensori
Sensasi dan gerakan ekstremitas bawah menurun pada adanya anestesia spinal atau analgesia
kauda. Hiperfleksia mungkin ada.

7.

Nyeri atau ketidaknyamanan


Dapat melaporkan ketidaknyamanan dari berbagai sumber, misalnya setelah nyeri, trauma
jaringan atau perbaikan episiotomi, kandung kemih penuh atau menggigil.

8.

Keamanan
Pada awalnya suhu tubuh meningkat sedikit. Perbaikan episiotomi utuh, dengan tepi jaringan
merapat.

9.

Seksualitas
Fundus keras berkontraksi, pada garis tengah dan terletak setinggi umbilikus. Drainase
vagina atau lokhea jumlahnya sedang, merah gelap, dengan hanya beberapa bekuan kecil.

Perineum bebas dari kemerahan, edema, ekimosis atau rabas. Striae mungkin ada pada
abdomen, paha dan payudara. Payudara lunak, dengan puting tegang.
10. Penyuluha atau pembelajaran
Catat obat-obatan yang diberikan, termasuk waktu dan jumlah.
11. Pemeriksaan diagnostik
Hemoglobin atau hematokrit, jumlah darah lengkap, urinalisis.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan sekunder terhadap atonia
uteri. (Doenges, 2001)
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan trauma jaringan perineum dan
kontraksi uterus berlebih. (Doenges, 2001: 417)
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan masuknya kuman pada luka episiotomi
(Doenges, 2001: 427)
4. Gangguan eliminasi berhubungan dengan obstruksi uretra sekunder terhadap oedema
uretra. (Doenges, 2001: 434)
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan setelah melahirkan (Doenges,
2001: 436)
6. Perubahan pola peran berhubungan dengan penambahan anggota baru. (Carpenito, 2000:
513)
7. Konstipasi berhubungan dengan penurunan sensitivitas colon (Doenges, 2001: 430)
8. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan cemas, gelisah, factor eksternal
perubahan lingkungan.
9. ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan kurangnya manageman laktasi sekunder
terhadap pembengkakan payudara.(Carpenito, 2001: 513)
10. Nutrisi bayi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan inefektif laktasi.

D. FOKUS INTERVENSI
1.

Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan sekunder


terhadap atonia uteri. (Doenges, 2001)
Tujuan

: syok hipovolemi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan.

kriteria hasil : tekanan darah siastole 110-120 mmHg, diastole 80-85 mmHg, nadi 6080 kali permenit, akral hangat, tidak keluar keringat dingin,
perdarahan post partum kurang dari 100 cc.
Intervensi :
a.

monitor vital sign

b.

kaji adanya tanda-tanda syok hipovelomik

c.

monitor pengeluaran pervaginam

d.

lakukan massage segera mungkin pada fundus uteri.

e.

susukan bayi sesegera mungkin.

2.

Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan trauma jaringan


perineum dan kontraksi uterus berlebih.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : ekspresi wajah klien tenang, klien mengatakan nyeri berkurang atau
hilang, skala nyeri kurang dari 4, nadi antara 60-80 x permenit.
Intervensi
a.

kaji sebab-sebab nyeri pada klien

b. ajarkan pada klien tentang metode distraksi dan relaksasi


c.

anjurkan pada klien untuk melakukan kompres dingin pada daerah perineum

d. kolaborasi pemberian analgesic sesuai advis dokter.


3.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan masuknya kuman pada luka


episiotomi.
Tujuan

: infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil

: tidak ada tanda-tanda infeksi pada daerah sekitar luka episiotomi,


tanda-tanda vital dan jumlah sel darah putih normal.

Intervensi

a. cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien


b.

monitor tanda-tanda vital

c. monitor tanda-tanda infeksi pada daerah luka episiotomi


d.

beri perawatan pada luka episiotomi dengan teknik septic dan antisepti

e. anjurkan pada klien agar menjaga kebersihan perineum

f. kolaborasi pemberian antibiotik sesuai advis dokter.


4.

Gangguan eliminasi urin: inkonensia berhubungan dengan obstruksi


uretra sekunder terhadap oedema uretra. (Doenges, 2001: 434)
Tujuan

: kebutuhan eliminasi urin dapat terpenuhi.

Kriteria hasil

: klien dapat mengosongkan kandung kemih 4-8 jam setelah


melahirkan, klien tidak merasakan ketegangan pada kandung kemih.

Intervensi

a.

palpasi kandung kemih untuk memastikan adanya distensi kandung kemih

b.

kaji intake cairan klien mulai terakhir saat pengosongan kandung kemih

c.

anjurkan klien untuk merangsang BAK dengan menggunakan air hangat

d.

kaji jumlah urin yang dikeluarkan

e. jika klien tidak bisa mengeluarkan sendiri secara spontan.


f. kolaborasi untuk pemasangan kateter.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bari Saifuddin. (2002). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternitas dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Sarwono Prawiroharjo
Arif Mansjoer. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Jakarta: Media Aesculapius
Bobak, Jensen. (1995). Maternity and Gynecologic Care, the nurse and the family.5 th Ed.
Missouri: Mosby
Hanifa Wiknjosastro. (2002). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah 1. Bandung: Yayasan IkatanAlumni
Pendidikan Keperawatan Padjajaran
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah 3. Bandung: Yayasan IkatanAlumni
Pendidikan Keperawatan Padjajaran
Manuaba, I.B.G. (2001). Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Gynekologi dan KB.
Jakarta: EGC
Novak, Broom. (1999). Maternal and Child Health Nursing. 9th Ed. Missouri: Mosby
Pilliteri, A. (1999). Maternal and Child Bearing Family. 3th. JB Lippincott Company. USA
Rustam Mochtar. (1998). Sinopsis Obstetri. Edisi 1. Jakarta: EGC
Rustam Mochtar. (1998). Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC
Sherwen, Mery Ann. (1999). Maternity Nursing Care of The Child bearing Family.
Connecticut: Apleton&Lange
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar keperawatan Medikal-Bedah Brunner&Suddarth.
Ed. 8. Jakarta:EGC

Das könnte Ihnen auch gefallen