Sie sind auf Seite 1von 5

ANTITUSIF (KODEIN)

Antitusif Bekerja sebagai pengendali batuk di medulla untuk menekan


refleks batuk. ada beberapa macam antitusif berdasarkan tempat kerjanya,
antitusif bekerja di sentral (dekstrometorfan, Kodein), perifer (Demulcent, Obat
anestesi lokal seperti benzokain, benzilalkohol, fenol), ekspektoran (Gliseril
guaiakolat), mukolitik (Bromheksin, Ambroksol, Asetilsistein). Kodein adalah
obat antitusif opioid.

Farmakokinetik

Absorpsi : Diabsorspsi dengan baik dan cepat setelah pemberian oral(50%).Onset


kerja oral 30-60 menit, melalui intramuskular10-30 menit. Untuk kadar puncak
oral mencapai 60-90 menit,dan kadar puncak obat kodein melalui intramuskular
selama30-60 menit. Untuk durasi obat kodein ini mencapai 4-6 jam.Memanjang
pada geriatri.
Distribusi : Di dalam darah kodein berikatan dengan protein plasma sebesar 7%.
Metabolisme : kodein di metabolisme di hepar. kodein menjadi morfin berlangsung di hati, dan dikatalisis oleh enzim sitokrom P450 dan CYP2D6, sedangkan
enzim CYP3A4 akan mengubah kodein menjadi norkodeina.
Ekskresi : sekitar 3-18% melalui urin dengan bentuk tidak diubah,norkodein dan
bentuk bebas serta morfin terkonjugasi

Farmakodinamik
Kodein merupakan obat antitusif golongan narkotik yang bekerja pada
SSP. Kodein merupakan golongan opiat yang selektif pada reseptor opioid,
seperti pada analognya morfin, namun dengan afinitas yang jauh lebih kecil.
Kemampuan analgesiknya diduga berasal dari konversi kodein ke morfin.
Reseptor opioid merupakan reseptor yang berpasangan dengan G-protein yang
berfungsi sebagai regulator transmisi sinaps melalui G-protein yang mengaktifkan
protein efektor. Terikatnya opiat menstimulasi pertukaran dari GTP (Guanosin
Trifosfat) menjadi GDP (Guanosin Difosfat) di G-protein kompleks. Sebagai
sistem efektor adalah adenylate cyclase dan cylcic adenosin monophospate
(cAMP) yang terletak di bagian dalam permukaan membran plasma. Opioid
mengurangi cAMP intraselular dengan cara menghambat adenylate cyclase.
Akibatnya, pelepasan nociceptive neurotransmitter seperti substansi P, GABA

(Gamma Amino Butyric Acid), dopamine, asetilkolin dan noradrenaline ikut


terhambat. Opioid juga menghambat pelepasan vasopressin, somastotatin, insulin
dan glukagon. Opioid menutup N-type voltage-operated calcium channels (OP2receptor agonist) dan membuka calcium-dependant inwardly rectifying potassium
channels (OP3 dan OP1 receptor agonist). Hal ini mengakibatkan hiperpolarisasi
dan mengurangi sensitivitas neuron.
Kodein mengalami demetilasi menjadi morfin oleh enzim hepar CYP2D6
(Cytochrome P450 family 2 subfamily D member 6). Sekitar 70-80% dosis yang
diberikan mengalami glukoronidasi membentuk codeine - 6-glucoronide. Proses
ini dimediasi oleh UDP - glukoronosiltranferase UGT2B7 (UDP-Glucorony
ltransferase 2B7) dan UGT2B4 (UDP-Glucoronyltransferase 2B4). Lima hingga
sepuluh persen dari dosis mengalami O-demetilasi menjadi morfin dan 10%
lainnya mengalami N-demetilasi membentuk norcodeine. CYP2D6 memfasilitasi
biotransformasi menjadi morfin. CYP3A4 (Cytochrome P450 family 3 subfamily
A member 4) adalah enzim yang memfasilitasi konversi menjadi norcodeine. Baik
morfin maupun norcodeine dimetabolisme lebih lanjut dan mengalami
glukoronidasi. Metabolit glukoronid dari morfin adalah morphine-3-glucoronide
(M3G) dan morphine-6-glucoronide (M6G).
Metabolit aktif dari kodein, terutama morfin, mengerahkan efeknya
dengan mengikat dan mengaktifkan - reseptor opioid, dengan mekanisme kerja :
Kodein merangsang reseptor dalam SSP juga menyebabkan depresi pernapasan,
vasodilasi perifer, inhibisi gerak peristaltik usus, stimulasi dari chemoreceptors
yang menyebabkan menekan refleks batuk.

Efek Samping
ssp

Sedasi, konfusi, sakit kepala, euphoria, perasaan mengambang,


mimpi yang tidak wajar, halusinasi, disforia.

Kadiovaskular
Mata dan THT

Hipotensi, bradikardia
Miosis, diplopia, penglihatan kabur

Respirasi

Depresi pernapasan

Gastrointestina
l
Genitourinary
Dermal

Mual, muntah, konstipasi


Retensi urin
Berkeringat, kemerahan

Lain- lain

Toleransi, ketergantungan fisik, ketergantungan psikologis.

Interaksi obat
- Alkohol : meningkatkan efek sedatif dan hipotensi jika diberikan bersamaan
- Antiaritmia : memperlambat absorpsi meksiletin
- Trisiklik : efek sedatif meningkat jika diberikan bersamaan
- Antipsikotik : meningkatkan efek hipotensi dan sedatif
- Antitukak : simetidin menghambat metabolisme kodein

Profil Kodein
a. Indikasi : Batuk Kering, Meredakan nyeri ringan, diare
b. Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap opiat; obstruksi saluran pernapasan
atas; gangguan pernapasan; asma akut; diare yang disebabkan karena
keracunan toxin
c. Dosis :
Analgesia
PO, IM, SC (Dewasa): 15-60 mg tiap 3-6 jam sesuai kebutuhan.
PO, IM, SC (Anak- anak): 0,5 mg/kg tiap 4-6 jam (sampai 4 kali sehari)
sesuai kebutuhan.
Antitusif
PO, IM, SC (Dewasa): 10-20 mg tiap 4-6 jam sesuai kebutuhan (tidak
lebih dari 120 mg/hari).
PO, IM, SC (Anak-anak 6-12 tahun): 5-30 mg tiap 4-6 jam sesuai
kebutuhan (tidak lebih daro 60 mg/ hari).
PO, IM, SC (Anak- anak 2-5 tahun): 1 mg kg/ hari dalam 4 dosis terbagi
(tidak lebih dari 30 mg/hari).
Antidiare
PO (Dewasa): 30 mg. dapat diulang sampai 4 kali per hari
Daftar pustaka
Departemen Farmakologi dan Terapeutik UI. 2007. Farmakologi dan
Terapi. Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Katzung, Betram G., Master, Susan B., Trevor, Athony J, Farmakologi
Dasar dan Klinik Vol.2. Edisi 12, Jakarta; ECG. 2014.

KODEIN

Oleh:
Rista Eka Suciwulansari
21504101026

KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNISMA
MALANG
2016

Das könnte Ihnen auch gefallen