Sie sind auf Seite 1von 13

THE EFFECT OF ETHANOLIC EXTRACT OF BAMBOO JAVA (GIGANTOCHLOA ATTER)

LEAVES OF GASTRIC MUCOSAL IN RAT INDUCED BORAX (Na2B4O7.10H2O)


Sari Nurmalia 1, dr. Rima Zakiyah, Sp.Rad 2, dr. H Arif Yahya, M.Kes 2
1

Student of Medical Faculty of Islam Malang University

Lecturer of Medical Faculty of Islam Malang University


ABSTRACT

Introduction: Survey result Indonesian food drug association on 2013 that borax is the most
widely abused as food addictives. 1 Borax is exogenous free radical which stimulated oxidative
stress, can cause organs damage such as the brain, kidneys, liver, testicular and stomach. 2
Previous research by Galih (2013) mentioning borax has effect on gastric mucosal
microscopically.3 Antioxidant may prevent the formation of ROS. Bamboo leaves extract (BLE)
contain flavonoids as a non-enzimatic antioxidant. 4 Purpose of this research is to know the effect
of ethanolic extract Bamboo Java leaves on gastric mucosal of rat induced borax. Methods: An
experimental study, used male Wistar rat, as many 25 rats were divided into five groups: control
negative (aquadest 2cc), control positive (borax 1gr/BW), treatment 1 (borax and BLE 10
mg/ml), 2 (borax and BLE 20 mg/ml) and 3 (borax and BLE 40 mg/ml). Borax and BLE induction
once a day for 21 days. Then the rats were sacrificed to made slice. Microscopic measurement
of gastric mucosal damage on five fields, then transformed into ordinal scale according to criteria
Sibilia et al (2003).5 Data analyzed by Kruskal-Wallis and Mann-Whitney test (p0.05). Results:
BLE dosages 10 mg/ml (p=0.88), 20 mg/ml (p=0.18) and 40 mg/ml (p=0.05) can decrease
microscopic score of gastric mucosal damage rats induced borax. Conclusion: Ethanolic
Bamboo Java leaves extract 40 mg/ml have a significant effect on gastric mucosal of rats
induced borax microscopically.
Keywords: Gigantochloa atter, Bamboo Java, borax, gastric mucosal damage.

PENGARUH EKSTRAK ETANOLIK DAUN BAMBU JAWA (GIGANTOCHLOA ATTER)


TERHADAP MUKOSA GASTER TIKUS YANG DIINDUKSI BORAKS (Na2B4O7.10H2O)
Sari Nurmalia 1, dr. Rima Zakiyah, Sp.Rad 2, dr. H Arif Yahya, M.Kes 2
1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang

Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang


ABSTRAK

Pendahuluan: Hasil survei Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2013
menyebutkan boraks merupakan bahan berbahaya yang paling banyak disalahgunakan
sebagai bahan tambahan pangan.1 Boraks merupakan radikal bebas eksogen yang dapat
memicu stres oksidatif dan mengakibatkan kerusakan organ seperti hepar, ginjal, otak, testis
dan gaster.2 Penelitian sebelumnya oleh Galih (2013) menyebutkan boraks mempengaruhi
gambaran mikroskopis mukosa gaster.3 Pembentukan ROS dapat dihambat oleh antioksidan.
Kandungan utama ekstrak daun bambu (BLE) adalah flavonoid yang berfungsi sebagai
antioksidan non-enzimatis.4 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak
etanolik daun Bambu Jawa terhadap mukosa gaster tikus yang diinduksi boraks. Metode:
Penelitian eksperimental menggunakan tikus Wistar jantan, berjumlah 25 ekor dibagi dalam
lima kelompok yaitu kelompok kontrol negatif (aquades 2 cc), kontrol positif (boraks 1 gr/KgBB),
perlakuan 1 (boraks dan BLE 10 mg/ml), 2 (boraks dan BLE 20 mg/ml) dan 3 (boraks dan BLE
40 mg/ml). Induksi dilakukan sehari sekali selama 21 hari. Kemudian tikus dikorbankan dan
diambil organ gaster untuk dibuat preparat histologi. Pengukuran mikroskopis kerusakan
mukosa gaster pada lima lapang pandang kemudian diubah menjadi data ordinal menurut
kriteria Sibilia et al (2003).5 Data dianalisa dengan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney
(p0.05). Hasil: Pemberian BLE dosis 10 mg/ml (p=0.881), 20 mg/ml (p=0.189) dan 40 mg/ml
(p=0.05) mampu

menurunkan

scoring

mikroskopis

kerusakan

gaster akibat

boraks.

Kesimpulan: Pemberian ekstrak etanolik daun Bambu Jawa dosis 40 mg/ml dapat
berpengaruh secara signifikan terhadap mukosa gaster tikus strain Wistar yang diinduksi
boraks.
Kata Kunci : Gigantochloa atter, Bambu Jawa, boraks, kerusakan mukosa lambung.
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini di Indonesia banyak terjadi penyalahgunaan bahan tambahan pangan
(BTP) berbahaya.6 Berdasarkan hasil survei keamanan pangan tahun 2013 yang dilakukan oleh
Badan POM RI pada 1.504 Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di 18 provinsi, ditemukan
banyak penyalahgunaan bahan berbahaya seperti boraks (8,80%), formalin (4,89%), rhodamin
B dan methanyl yellow (4,89%) pada produk IRTP.1 Survei tersebut membuktikan bahwa SK
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/MENKES/PER/IX/1988 tentang larangan
penggunaan boraks sebagai bahan tambahan makanan masih belum dipatuhi oleh lapisan
masyarakat di Indonesia.7 Penggunaan boraks sebagai BTP tidak memenuhi kaidah Islam
mengenai produk pangan yang halal dan baik (halalan thoyiban). Kaidah tersebut diatur
secara jelas dalam Q.S Al-Baqarah (168), Al-Maidah (88), An-Nahl (114) serta dipertegas dalam
hadist Nabi Muhammad SAW.8 Di dalam ajaran Islam menghindari kemudaratan lebih

diutamakan daripada mengambil kemaslahatan. Boraks (Na2B4O7.10H2O) biasa digunakan


sebagai bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik, dan insektisida. 9 Boraks ditambahkan
dalam produk makanan sebagai food additive dan food preservative. Food additive seperti
menambah kerenyahan pada krupuk dan menambah kekenyalan pada bakso, sebagai food
preservative boraks membuat makanan lebih awet. Boraks bersifat toksik bagi manusia dan
hewan.10,11 Kandungan dari boraks (asam boron) merupakan sumber radikal bebas eksogen. 2
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang terdiri dari satu atau lebih elektron yang
tidak berpasangan pada orbit terluarnya, yang dapat memicu terjadinya stres oksidatif dalam
tubuh melalui peroksidasi lipid, protein, dan DNA. 2 Hal inilah yang memicu terjadinya kerusakan
sel pada semua organ yang terpapar boraks salah satunya organ gaster. 12 Paparan boraks
yang berlangsung lama (kronik) akan menyebabkan radang pada organ gaster yang disebut
gastritis dan bisa mengakibatkan terjadinya ulkus peptikum. 1,7 Gastritis dan ulkus peptikum
secara konvensional dapat diobati dengan obat golongan antasida dan mukoregulator tetapi
banyak menimbulkan dilema di kalangan masyarakat antara lain kepatuhan pasien untuk
minum obat dan banyak efek obat yang tidak diinginkan. 13 Efeknya mulai dari yang ringan
seperti mual, muntah, masalah kardiovaskuler sampai yang parah seperti Burnett syndrome
(hiperkalsemia, hiperfosfatemia, dengan kemungkinan kalsinosis ginjal dan meluas menjadi
insufisiensi ginjal).14 Hal inilah

yang mendorong para ilmuan untuk memanfaatkan

keanekaragaman hayati yang ada (back to nature) sebagai antioksidan alami untuk upaya
preventif dan kuratif dengan harapan lebih ekonomis dan sedikit memberikan efek samping.
Eksplorasi kekayaan alam botani merupakan salah satu contoh ajaran islam yang dijelaskan
pada QS Abasa (24-31) dan Ar-Radu (3-4). Pada ayat-ayat tersebut menjelaskan tentang
ajakan bagi kaum muslim untuk memanfaatkan kekayaan alam dengan sebaik-baiknya. Salah
satu contoh kekayaan alam sebagai sumber antioksidan alami adalah ekstrak daun Bambu
Jawa (Gigantochloa atter).
Di negara kita, distribusi Bambu Jawa (Gigantochloa atter) sangat luas hampir ada di
seluruh wilayah Indonesia mulai dari pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Sudah dibuktikan
pada penelitian sebelumnya pada tahun 2012 bahwa daun bambu mengandung multi biological
effect yang dapat berfungsi sebagai penangkal radikal bebas, anti-aging, antimikroba,
antikanker, antidiabetes dan bisa mencegah penyakit kardiovaskuler.15 Kandungan utama
ekstrak daun bambu adalah flavonoid yang merupakan metabolit sekunder, dimana berperan
sebagai antioksidan dalam tubuh.4
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh ekstrak etanolik daun Bambu Jawa sebagai antioksidan yang bisa menangkal
senyawa radikal bebas, khususnya terhadap mukosa gaster tikus strain Wistar yang diinduksi
boraks dosis (1 gr/KgBB) sebagai sumber radikal bebas. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh ekstrak etanolik daun Bambu Jawa (Gigantochloa atter) dosis 10 mg/ml,
20 mg/ml dan 40 mg/ml terhadap mukosa gaster tikus strain Wistar yang diinduksi boraks 1
gr/KgBB.16,17

METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan metode eksperimental laboratorium desain control
group post test only secara in vivo menggunakan hewan coba tikus strain Wistar jantan.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2013 Juli 2013 di Laboratorium Terpadu
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang, Laboratorium FAAL Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya, dan Laboratorium AKAFARMA SMK Putera Indonesia Malang.
Ethical Clearance
Penelitian ini telah mendapat surat laik etik dari Komisi Etik Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya No.320/EC/KEPK-S1/05/2014 dan disetujui pada tanggal 9
mei 2014.
Prosedur Kerja
Pengelompokan Kelompok Kontrol dan Perlakuan
Pengelompokan hewan coba dilakukan secara acak. Dari 25 hewan coba dibagi
menjadi 5 kelompok, 2 kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan. Tiap kelompok terdiri dari 5
tikus.
Pembuatan Larutan Boraks
Serbuk boraks (Na2B4O7.10H2O) diperoleh dari Laboratorium Biokimia Fakultas
kedokteran Universitas Islam Malang. Seratus gram dilarutkan dalam 100 mL aquades.
Pembuatan Ekstrak Etanolik Daun Bambu Jawa
Simplisia daun Bambu Jawa (Gigantochloa atter) diperoleh dari Materia Medika Batu
dengan nomor determinasi 074/058/A/101.8/2013. Simplisia ini berasal dari pemilihan daun
segar, diambil 2-3 daun dari pucuk, tidak keriting, tidak berbintik dan tidak terlalu muda maupun
terlalu tua.18 Sebanyak 20 gram serbuk daun Bambu Jawa diekstrak dengan metode maserasi
dalam 200 ml etanol 96% dengan suhu 60C selama 12 jam, kemudian disaring. Hasilnya
dievaporasi, untuk memisahkan etanol dan ekstrak murni daun Bambu Jawa. Ekstrak etanolik
daun Bambu Jawa kemudian dibagi dalam tiga dosis 10 mg/ml, 20 mg/ml dan 40 mg/ml
Perlakuan
Tikus diadaptasikan didalam kandang, yang diletakkan di laboratorium selama 7 hari
dan diberi makan serta minum sesuai standar. Kelompok kontrol negatif (induksi aquades 2cc),
kelompok kontrol positif (induksi boraks 1 gr/KgBB), kelompok perlakuan 1 (induksi boraks 1
gr/KgBB dan ekstrak daun bambu/BLE 10 mg/ml), kelompok perlakuan 2 (induksi boraks 1
gr/KgBB dan BLE 20 mg/ml) dan kelompok perlakuan 3 (induksi boraks 1 gr/KgBB dan BLE 40

mg/ml). Induksi dilakukan personde lambung. Boraks diberikan 1 jam sebelum BLE dan
diberikan sehari sekali selama 21 hari.
Pengorbanan Hewan Coba dan Pembuatan Preparat Histologi
Pada akhir penelitian, hewan coba dikorbankan dengan diberi eter perinhalasi
kemudian diambil organ gaster untuk dibuat preparat histologi. Pembuatan preparat histologi
dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Welirang RSIA Malang.
Pemeriksaan Mikroskopis Mukosa Gaster
Pengukuran mukosa gaster tikus dilakukan secara mikroskopis dengan mengukur
panjang mukosa, panjang lesi, kedalaman mukosa dan kedalaman lesi dengan menggunakan
mikroskop trinokular perbesaran 200x dan 400x yang dilakukan oleh 2 peneliti yaitu peneliti
utama dan peneliti pohon. Pengukuran dilakukan pada lima lapang pandang untuk setiap
preparat. Setelah didapatkan hasil pengukuran kemudian diambil jumlah ratarata erosi mukosa
gaster dan diubah menjadi data ordinal atau score menurut kriteria sibilia et al (2003).5 Luas lesi
dinilai dari skor 0-3 berdasarkan kiteria berikut:
Skor 0 = tidak ada lesi
Skor 1 = lesi yang melibatkan 1-10% mukosa
Skor 2 = lesi yang melibatkan 11-20% mukosa
Skor 3 = lesi yang melibatkan >20% mukosa
Kedalaman lesi dinilai berdasarkan kriteria berikut:
Skor 0 = tidak ada perubahan
Skor 0,5 = erosi superfisial
Skor 1 = ulkus yang melibatkan 1/3 atas mukosa
Skor 2 = ulkus yang melibatkan 2/3 mukosa
Skor 3 = ulkus yang melibatkan hampir seluruh ketebalan mukosa.
Skor luas panjang dan dalamnya lesi dijumlahkan menjadi skor total mikroskopis yang
mempunyai rentang 0-6. Gambaran kerusakan mukosa gaster diidentifikasi dengan adanya
deskuamasi, erosi atau ulkus. Pengukuran dilakukan oleh 2 orang untuk menghindari
subjektifitas dan kesalahan membaca hasil pengukuran.
Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan uji

statistik

Kruskal-Wallis (Analysis of variance) yang

dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbandingan antar kelompok. Hasil
dikatakan bermakna jika p0.05.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Populasi

Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus strain Wistar berjenis kelamin jantan
dengan umur 2-3 bulan. Populasi dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1: Karakteristik Populasi
Kelompok

K(-)

K(+)

Pk1

Pk2

Pk3

Hewan Coba

Tikus Wistar

Tikus Wistar

Tikus Wistar

Tikus Wistar

Tikus Wistar

Jenis kelamin

Jantan

Jantan

Jantan

Jantan

Jantan

Usia-Awal (minggu)

Lama Adapasi (minggu)

Usia-Akhir (minggu)

12

12

12

12

12

Gerakan

Aktif

Aktif

Aktif

Aktif

Aktif

Aquades 2 cc

Boraks 1gr/KgBB

+
+

+
+

+
+

10 mg/ml

20 mg/ml

40 mg/ml

BLE
Jumlah tikus per kelompok
Keterangan :
K(-) = Kontrol (-)

K(+) = Kontrol (+)

Pk1 = Perlakuan 1

Pk2 = Perlakuan 2

Pk3 = Perlakuan 3

gr = Gram

KgBB = Kilogram berat badan

mg/ml = milligram per milliliter

BLE = Bamboo Leave Extract Ekstrak etanolik daun Bambu Jawa (Gigantochloa atter)

Histopatologi Mukosa Gaster


K(-)

K(+)

Pk1

Pk2

Pk3

Keterangan (perbesaran 200X):


K(-): kontrol negatif (aquades 2cc). Pada kelompok ini dapat dilihat gambaran histologi gaster normal
dimana mukosa gaster masih rata, tidak ada sel epitel yang terlepas dan tidak terjadi diskontinuitas
mukosa. K(+): kontrol positif (boraks 1 gr/KgBB). Pada kelompok ini terjadi kerusakan mukosa gaster.
Terlihat adanya diskontinuitas mukosa yaitu akibat terjadinya erosi lebih dari 1/3 kelenjar gaster dan
mukosa tidak rata. Pk1: perlakuan 1 (boraks 1 gr/KgBB dan BLE 10 mg/ml). Pada gambaran mikroskopis
Pk1 tersebut di atas, mukosa gaster mengalami erosi superfisial. Pk2: perlakuan 2 (boraks 1 gr/KgBB dan
BLE 20 mg/ml). Pada kelompok ini dapat terlihat erosi mukosa superfisial. Susunan epitel permukaan
mukosa gaster rata dengan tidak adanya deskuamasi epitel. Pk3: perlakuan 3(boraks 1 gr/KgBB dan BLE
40 mg/ml. Pada kelompok ini tampak adanya erosi superfisial dengan disertai regenerasi sel epitel di

atasnya. Dapat dilihat pada lapisan mukosa ada regenerasi yang bagus dibandingkan dengan kelompok
kontrol positif, perlakuan 1 dan perlakuan 2.

Luas Kerusakan Mukosa Gaster


Uji kuantitatif dilakukan dengan cara mengukur luas panjang dan kedalaman mukosa
maupun erosi mukosa gaster.
Tabel 2: Rerata hasil pengukuran mikroskopis mukosa gaster
Kelompok

Tebal mukosa
(mm)

Dalam lesi
(mm)

Panjang mukosa per lapang


pandang (mm)

Panjang lesi
(mm)

K(-)

11.76 1.16

0.65 1.46

34.98

0.86 1.92

K(+)

12.39 0.72

3.97 0.88

34.98

10.57 3.49

Pk1

12.40 0.35

3.53 2.18

34.98

9.13 5.28

Pk2

12.47 0.93

3.39 2.14

34.98

6.74 4.77

Pk3

11.64 1.01

1.54 2.50

34.98

4.60 6.45

Keterangan tabel :
K(-) = kelompok kontrol negatif (aquades 2 cc)
K(+) = kelompok kontrol positif (boraks 1 gr/KgBB)
Pk1 = kelompok perlakuan 1 (boraks 1 gr/KgBB + BLE 10 mg/ml)
Pk2 = kelompok perlakuan 2 (boraks 1 gr/KgBB + BLE 20 mg/ml)
Pk3 = kelompok perlakuan 3 (boraks 1 gr/KgBB + BLE 40 mg/ml)

Hasil pengukuran diatas, kemudian diubah menjadi data ordinal/score menurut kriteria Sibilia et
al (2003)5 dan ditunjukkan pada grafik dibawah ini.

Scoring Mikroskopis Gaster


4 kontrol (-)
3

3.8
kontrol (+)
perlakuan 1
3.2
2.8

2
1

perlakuan 2

1.5

perlakuan 3

0.6

Keterangan:
p = 0.031 (p0.05).

= bermakna statistik dibandinng kontrol (-): kontrol (+) (p=0.007), perlakuan 1

(p=0.028) dan perlakuan 2 (p=0.050).


dan perlakuan 3 (p=0.050).

= Bermakna statistik dibanding kontrol (+): kontrol (-) (p=0.007)

= Bermakna statistik dibanding perlakuan 1: kontrol (-) (p=0.028).


e

Bermakna statistik dibanding perlakuan 2: kontrol (-) (p=0.050). = Bermakna statistik dibanding perlakuan
3: kontrol (+) (p=0.050).

Grafik scoring tersebut menunjukkan penurunan score erosi mukosa gaster pada
kelompok perlakuan yaitu kelompok tikus dengan induksi boraks 1 gr/KgBB dan ekstrak etanolik
daun Bambu Jawa (Gigantochloa atter) dibanding kelompok kontrol positif yang diinduksi
boraks 1 gr/KgBB saja. Penurunan rerata score erosi mukosa gaster ini tergantung dari dosis
ekstrak daun bambu (BLE). Semakin tinggi dosis BLE, semakin sedikit rerata score
mikroskopisnya. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan nilai p=0.031 (p0.05) yang berarti
penelitian ini bermakna secara statistik.
PEMBAHASAN
Karakteristik Populasi
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih (Rattus novergicus) strain
Wistar dengan pertimbangan bahwa hewan ini mudah didapatkan, tahan terhadap kondisi
laboratorium dan berbagai perlakuan, mempunyai sensitifitas tinggi terhadap obat serta
kemiripan struktur DNA dengan manusia.17 Sehingga penelitian ini diharapkan dapat
direpresentasikan pada manusia. Tikus putih (Rattus novergicus) strain Wistar didapat dari
Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Semarang. Tikus putih yang dipilih berumur 2-3 bulan, berat badan 150-180 gram, keadaan
sehat, tidak cacat, aktif dan berjanis kelamin jantan karena tidak terpengaruh oleh faktor
hormonal dan kehamilan yang dapat menimbulkan bias hasil penelitian. Hewan coba
diaklimatisasi selama 1 minggu agar terbiasa dengan lingkungan laboratorium. Perlakuan
diberikan pada hewan coba menggunakan prinsip 5F yaitu freedom from hunger and thirst,
freedom from discomfort, freedom from fear and distress, freedom to express natural behavior
dan freedom from pain, injuri and disease. Karakteristik populasi bisa dilihat pada tabel 1.
Pengaruh Ekstrak Etanolik Daun Bambu Jawa (Gigantochloa atter) Terhadap Mukosa
Gaster yang Diinduksi Boraks (Na2B4O7.10H2O)
Hasil pemeriksaan mikroskopis mukosa gaster menunjukkan adanya lesi pada setiap
kelompok penelitian. Pada kelompok kontrol (-) ditemukan satu erosi superfisial dalam satu
lapang pandang pada satu slice preparat kelompok kontrol (-). Hal ini bisa disebabkan oleh
adanya faktor-faktor lain yang menyebabkan kerusakan mukosa gaster selain boraks. Faktor
penyebab kerusakan mukosa gaster antara lain: stres, infeksi Helicobacter pylori dan pola
makan.19 Pada kelompok kontrol (+) yaitu kelompok tikus yang diinduksi boraks mengalami
kerusakan mukosa dengan ditandai diskontinuitas mukosa gaster. Pada kelompok perlakuan 1,
2 dan 3 ditemukan adanya tanda-tanda erosi tetapi tidak sebanyak dan sedalam kelompok
kontrol (+). Hasil scoring kerusakan mikroskopis mukosa gaster tikus menunjukkan adanya
peningkatan jumlah score yang bermakna secara statistik dari kelompok kontrol (-) dengan
kelompok kontrol (+) dengan nilai p=0.007 (nilai p0.05). Hal ini memperkuat penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Galih (2013) mengenai pengaruh boraks terhadap gambaran
mikroskopis mukosa gaster.3

Boraks merupakan sumber radikal bebas eksogen yang dapat menyebabkan reaksi
berantai dengan molekul-molekul di dalam tubuh seperti DNA, protein dan lipid. 7 Di mukosa
gaster, boraks akan memicu terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan
mekanisme dari trauma membran sel yang tersusun oleh asam lemak tidak jenuh ganda atau
yang biasa disebut poly unsaturated fatty acid (PUFA).20 Menurut Winarsi (2007), mekanisme
peroksidasi lipid yang diperantarai oleh Reactive Oxigen Species (ROS) mempunyai tiga
komponen utama reaksi, yaitu pertama pembentukan awal radikal bebas (inisiasi), kemudian
perambatan atau terbentuknya radikal baru (propagasi), dan tahap terakhir (terminasi), yaitu
pemusnahan atau pengubahan menjadi radikal bebas stabil dan tidak reaktif. 21,22 Induksi boraks
dapat mempengaruhi gambaran mikroskopis mukosa gaster tikus dengan ditandai kerusakan
struktur mukosa gaster tikus berupa deskuamasi, erosi dan ulkus. 3 Deskuamasi adalah
pelepasan elemen epitel. Erosi adalah hilang atau terkikisnya lapisan mukosa superfisial.
Sedangkan ulkus adalah kerusakan seluruh epitel dan jaringan dibawahnya. 23
Pada penelitian ini digunakan ekstrak etanolik daun Bambu Jawa (Gigantochloa atter)
karena daun bambu mengandung protein, serat, mineral (seperti kalsium, Mg, Mn, Cu, Zn, P,
Na, kalium), flavonoid, polisakarida, klorofil, asam amino, vitamin, mikroelemen dan
sebagainya, sehingga baik untuk menurunkan lemak darah dan kolesterol. 15,24 Ekstrak daun
bambu (BLE) dipercaya sebagai antioksidan alami dan juga mempunyai efek farmakologi. 25,26
Kandungan dari BLE adalah flavonoid, asam fenolik dan lakton. Flavonoid di dalam tubuh
berfungsi sebagai anti-oksidan, anti-aging, anti-diabetik, vasodilatory, anti-iskemia, anti-bakteri,
anti-virus, anti-fatigue, anti-obesitas, anti-mikroba, anti-kanker, anti-hiperlipidemia, antiinflamasi, gastroprotektif, kardioprotektif dan imunomodulator.15,27,28 Asam fenolik merupakan
derivat asam sinamik selain asam klorogenik, caffeic acid dan asam ferulik. Sedangkan lakton
merupakan bagian dari hidroksil kumarin. Pelarut etanol dipilih karena mengacu pada hasil
penelitian PKM-P Teh Van Java oleh Rosida et al (2013) yang membuktikan bahwa ekstrak
etanolik mempunyai kadar antioksidan yang lebih tinggi dibanding ekstrak metanol dan infusa
daun Bambu Jawa.29
Berdasarkan hasil scoring kerusakan mikroskopis mukosa gaster pada kelompok
perlakuan 1 yaitu kelompok yang diinduksi boraks dan diberi ekstrak etanolik daun Bambu Jawa
(Gigantochloa atter) dosis 10 mg/ml sebesar 3,2 lebih rendah dari score kelompok kontrol (+)
yaitu 3.8. Pemberian dosis BLE 40 mg/ml secara signifikan (p=0.05) dapat menurunkan score
mikroskopis kerusakan mukosa gaster akibat induksi boraks dibandingkan dosis 10 mg/ml
(p=0.881) dan 20 mg/ml (p=0.189). Ketidakbermaknaan statistik hasil scoring mikroskopis
gaster tersebut disebabkan oleh dosis kurang optimum. Penurunan score mikroskopis tersebut
sesuai dengan penelitian-penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa ekstrak daun bambu
(BLE) dapat berfungsi sebagai antioksidan (penangkal radikal bebas boraks) dalam tubuh. 15,28
Antioksidan adalah senyawa atau bahan bioaktif yang dapat berfungsi untuk mencegah,
menurunkan reaksi oksidasi serta menghentikan reaksi radikal. 30 Antioksidan merupakan
substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas serta mencegah kerusakan

10

yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap DNA, protein dan lemak. Flavonoid dalam daun
bambu merupakan bagian dari golongan flavon c-glycosides yang terdiri dari beberapa jenis
yaitu orientin, isoorientin, vitexin dan isovitexin. 4 Flavonoid termasuk dalam golongan
antioksidan

nonenzimatik. Mekanisme kerja flavonoid sebagai antioksidan yaitu memutus

reaksi berantai radikal bebas dengan cara mendonorkan atom hidrogen. Antioksidan dapat
memberikan

atom

hidrogen

secara

cepat

pada

radikal

bebas,

sementara

radikal

antioksidanyang terbentuk memiliki keadaan yang lebih stabil dibanding radikal bebas
tersebut.31 Flavonoid selain sebagai antioksidan dalam tubuh juga dapat meningkatkan faktor
defensif mukosa dengan cara menstimulasi COX-1. 31,32 Faktor defensif meliputi produksi mukus
yang

didalamnya

terdapat

prostaglandin

yang

memiliki

peran

penting

baik

dalam

mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel epitel yang
bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi asam bikarbonat serta
sistem mikrovaskuler yang ada di lapisan subepitelial sebagai komponen utama yang
menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien
dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik yang merusak mukosa
lambung.

COX-1

berfungsi

sebagai

protektor

mukosa

gastrointestinal.

COX-1

akan

menstimulasi produksi mukus sebagai barrier pertahanan mukosa lambung dan menghambat
produksi asam hidroklorida (HCl) dan pepsin yang merupakan faktor agresif mukosa gaster.
Faktor agresif mukosa merupakan bahan yang dapat merusak/mengiritasi mukosa lambung
baik dari internal maupun eksternal. Dari internal meliputi asam lambung dan pepsin,
sedangkan

dari

eksternal

bisa

berupa

bahan-bahan

korosif,

kafein,

makanan

panas/asam/pedas, obat-obatan (NSAID, aspirin, sulfonamid, steroid dan digitalis) dan alkohol.
Sehingga dapat meningkatkan integritas mukosa lambung.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan pada penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa:
1) pemberian ekstrak etanolik daun Bambu Jawa (Gigantochloa atter) dosis 40 mg/ml dapat
berpengaruh secara signifikan terhadap mukosa gaster tikus strain Wistar yang diinduksi
boraks 1 gr/KgBB.
2) Pemberian ekstrak etanolik daun Bambu Jawa (Gigantochloa atter) dosis 10 mg/ml dan 20
mg/ml walaupun tidak signifikan secara statistik namun menunjukkan kecenderungan
perbaikan mukosa gaster tikus strain Wistar yang diinduksi boraks 1 gr/KgBB.

SARAN
Untuk pengembangan penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan antara lain:

11

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis optimum ekstrak daun Bambu Jawa
(Gigantochloa atter) sebagai antioksidan dengan dosis minimum 40 mg/ml.
2. Penelitian lanjutan mengenai dosis toksik ekstrak daun Bambu Jawa (Gigantochloa atter).
3. Penelitian lanjutan mengenai ekstrak daun Bambu Jawa (Gigantochloa atter) sebagai antiaging, anti-diabetik, vasodilator, anti-iskemia, anti-bakteri, anti-virus, anti-fatigue, antiobesitas, anti-mikroba, anti-kanker, anti-hiperlipidemia, kardioprotektif dan imunomodulator.
UCAPAN TERIMA KASIH
Artikel ini merupakan bagian dari penelitian program kreativitas mahasiswa bidang
penelitian (PKM-P) yang dikembangkan menjadi tugas akhir penulis di Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang. Oleh karenanya, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. H. Arif Yahya, M.Kes selaku pembimbing I, dan
dr. Rima Zakiyah, Sp.Rad selaku pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan secara
intensif dalam penyusunan tugas akhir ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada MasyarakatDirektorat Jenderal Pendidikan
Tinggi dengan surat perjanjian penugasan PKM-P No.220/SP2H/KPM/Dit.Litabmas/V/2013 dan
Ikatan Orang tua Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang yang telah
mendanai penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anggara, Norma. 2013. Formalin dan Boraks Masih Sering Dijumpai di Produk Industri
Rumahan. Diakses april 24, 2014. Available from:www.detikNews.com
2. Puspadewi, Angelique. Pemberian Alpha Lipoic Acid (ALA) Oral Dapat Menurunkan Kadar
Malondialdehid (MDA) Darah Tikus Wistar (rattus norvegicus) Yang Diinduksi Boraks Secara
Oral. Tesis. 2012. Pasca Sarjana Unud. Bali. 2012
3. Aryyagunawan, Galih. Pengaruh Pemberian Boraks Dosis Bertingkat Terhadap Perubahan
Makroskopis dan Mikroskopis Gaster Tikus Wistar Selama 4 Minggu. Skripsi. 2013 Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. 2013
4. Zhang Y, Bao BL, Lu BY, Ren YP, Tie XW, Zhang Y. Determination of flavone C-glucosides in
antioxidant of bamboo leaves (AOB) fortified foods by reversed-phase high performance
liquid chromatography with ultraviolet diode array detection. J. Chromatogr. A. 2005.
1065:177-185.
5. Sibilia V, Rindi F, Pagani D, Rapetti V, Locatelli A, Torsello N, et al. Ghrellin Protects Against
Ethanol-Induced Gastritis in Rats: Studies of Mechanism of Action. Endocrinology. 2003. p:
353-359.
6. Cahyadi, W. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi
Aksara. 2006
7. Suhendra, Mela S. Analisa Boraks Dalam Bakso Daging Sapi A dan B di Daerah Tenggilis
mejoyo Surabaya Menggunakan Spektrofotometri. Skripsi. 2013. Universitas Surabaya.
2014

12

8. Lailia, Sevi. Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (Pengawet) Dalam Makanan Ditinjau
Dari Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Islam. Skripsi. 2007. Universitas Muhammadiyah
Malang. Malang. 2014
9. Suhanda, Rikky. Higiene Sanitasi Pengolahan dan Analisa Boraks pada Bubur Ayam yang
Dijual di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012. Universitas Sumatera Utara. Medan. 2014
10. Murray, FJ. A Human Health Risk Assessment of Boron (Boric Acid and Borax) in Drinking
Water. Regul Toxicol Pharmacol 1999. 22:221-23
11. Widayat, Dandik. Uji Kandungan Boraks pada Bakso (Studi pada Warung Bakso di
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember. 2011. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Jember: Jember
12. Elziyad, Muhammad. et al. Pengaruh Boraks terhadap Gambaran Histopatologi Duodenum
Tikus Putih (Rattus norvegicus). 2013. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga:
Surabaya
13. Sutadi, Sri M. Gastritis. Divisi Gastroenterologi dan Hepatologi FK USU/RSUP Adam Malik.
Sumatera Utara
14. Fauci, Anthony S., Kasper, Dennis L., Longo, Dan L., Braundwald, Eugene., Hauser,
Stephen L., Jameson, J. Larry. Haarisons Principles of Internal Medicine, 7th Ed, McGrawHills, USA, Chapter 287. Peptic Ulcer Disease and Related Disorders. 2008
15. Tang LL, Ding XL. Extraction of bamboo amylase and its biological functions. Dev. Res.
Food. 2012. 21:8-10.
16. Zhao-lin, Lv. Antioxidant

activity

of

bamboo

leaf

extracts

from

species

Dendracalamopsisoldhami. Beijing Forestry University. Beijing. China. 2012.


17. Ekanova, Femiastutik. Pengaruh Pemberian Perasan Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica
Val.) Dan Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Kadar Malondialdehyde
(Mda) Hepar Tikus Jantan Galur Wistar Setelah Diinduksi Boraks (Nab4o7.10h2o) Subakut.
Skripsi. 2011. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang. Malang
18. Noryawati, Mulyono. et al. Original Research Article: Antibacterial Activity Of Petung Bamboo
(Dendrocalamus Asper) Leaf Extract Against Pathogenic Escherichia Coli And Their
Chemical Identification. 2012. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto
19. Suyono, Slamet. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3nd ed, Vol 2. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2001. p. 119-31.
20. Droge, W. Free Radicals In The Physiological Control Of Cell Function. Physiol Rev. 2002.
82:47-95
21. Winarsi, Henry. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius: Yogyakarta. 2007
22. Sofia, Dinna. Antioksidan dan Radikal Bebas. Majalah ACID FMIPA Universitas Lampung
Edisis III/Tahun V/Mei 2005, ISSN: 1410-1858. Lampung. 2005.
23. Kumala, P., et al. Kamus Saku Kedokteran Dorland/ Alih Bahasa. Edisi 25. Jakarta: EGC.
2000
24. Zhang Y, Bao BL, Lu BY, Ren YP, Tie XW, Zhang Y. Determination of flavone C-glucosides in
antioxidant of bamboo leaves (AOB) fortified foods by reversed-phase high performance
liquid chromatography with ultraviolet diode array detection. J. Chromatogr. A. 2005.
1065:177-185.

13

25. Goyal AK, Middha SK & Sen A. Evaluation of the DPPH radical scavenging activity, total
phenols and antioxidant activities in Indian wild Bambusa vulgaris Vittata methanolic leaf
extract. Jounral of Natural Pharmaceuticals, 1(1), 2010 p:40-45.
26. Goyal AK, Middha SK & Sen A. Bambusa vulgaris Schrad. ex J. C. Wendl. var. vittata Riviere
& C. Riviere leaves attenuate oxidative stress- An in vitro biochemical assay . Indian Journal
of Natural Products and Resources, 4(4), 2013. p:436-440.
27. Singhal P, Satya S & Sudhakar P, Antioxidant and pharmaceutical potential of bamboo
leaves. Bamboo Science and Culture, 24(1), 2011. p:19-28
28. Arvind, K., Birendra, K. Antioxidant and nutraceutical potential of bamboo: an overview.
Bamboo Technology, Department of Biotechnology, Bodoland University, Kokrajhar- 783370,
B.T.A. D, Assam, India. 2014.
29. Rosida, Eliyah., et al. TEH VAN JAVA, Teh dari Daun Bambu Jawa (Giggantochloa atter)
untuk Mengeliminasi Efek Negatif Boraks dalam Tubuh. 2013. Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Malang. Malang
30. Sunarno. Profil Antioksidan Copper Zinc Superoxide Dismutase (Cu,Zn-SOD) pada Sel-Sel
Ginjal Tikus Sprague dawley melalui Pewarnaan Imunohistokimia Polimer Peroksidase.
Laboratorium Biologi dan Struktur Fungsi Hewan Jurusan Biologi FMIPA Undip. Bioma Vol.
11, No. 1, 2009. Hal. 33-39
31. Lacasa CI, Villegas CA, Lastra T, Motilva MJM, Calero. Evidence for protective and
antioksidant properties of rutin, a natural flavone, against ethanol induced gastric lesions.
JEthnopharmacol. 2000. 71: 45-53.
32. Hussain, Md. Talib. Et al. Regular Articles: Rutin, a natural flavonoid, protects against gastric
mucosal damage in experimental animals. Pharmacognosy and Ethnopharmacology
Division, National Botanical Research Institute Lucknow 226 001. India. 2009

Das könnte Ihnen auch gefallen