Sie sind auf Seite 1von 25

ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM STEVENS JHONSEN

TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Sindrom Stevens Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di oritisium
dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa
eritema, vesikel / bula dapat disertai purpura.
B. Etilogi
Penyebab yang pasti belum diketahui, ada angapan bahwa sindrom ini merupakan eritema
multiforme yang berat dan disebut eritema multifome mayor. Salah satu penyebabnya ialah alergi
obat secara sistemik. Obat-obatan yang disangka sebagai penyebabnya antara lain : penisilin dan
semisintetiknya, streptomisin, sulfonamida, tetrasiklin, antipiretik/analgetik, (misal : derivate
salisil / pirazolon, metamizol, metapiron, dan parasetamol) klorpromasin, karbamasepin, kinin
antipirin, tegretol, dan jamu. Selain itu dapat juga disebabkan infeksi (bakteri,virus, jamur,
parasit) neoplasma, pasca vaksinasi, radiasi dan makanan.
C. Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi tipe
III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibody yang membentuk mikro presitipasi
sehingga terjadi aktivasi neutrofil yang kemudian melepaskan lysozim dan menyebabkan
kerusakan jaringan dan organ sasaran (target organ). Reaksi tipe IV terjadi akibat lysozim T yang
tersensitisasi berkontrak kembali dengan antigen yang sama kemudian lysozim dilepaskan
sehingga terjadi reaksi radang.
D. Tanda dan Gejala
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia kurang dari 3 tahun. Keadaan umumnya bervariasi dari
ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat berespons sampai
koma. Mulainya dari penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi,
malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan.
Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa :

Kelainan kulit

Kelainan selaput lendir di orifisium

Kelainan mata

1. Kelainan Kulit

Kelainan kulit terdiri atas eritema, papul, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah
sehingga terjadi erosi yang luas. Dapat juga disertai purpura.
2. Kelainan Selaput lender di orifisium
Kelainan di selaput lendir yang sering ialah pada mukosa mulut, kemudian genital, sedangkan
dilubang hidung dan anus jarang ditemukan.
Kelainan berupa vesikal dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi serta
krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk pescudo membran. Di bibir yang sering tampak adalah
krusta berwarna hitam yang tebal.
Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas dan
esophagus. Stomatitis ini dapat menyeababkan penderita sukar/tidak dapat menelan. Adanya
pseudo membran di faring dapat menimbulkan keluhan sukar bernafas.
3. Kelainan Mata
Kelainan mata yang sering ialah konjungtivitis, perdarahan, simblefarop, ulkus kornea, iritis dan
iridosiklitis.
E. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila disangka


penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah.

Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel
darah merah, degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel epidermal dan spongiosis dan
edema intrasel di epidermis.

Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial serta
terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.

F. Kompikasi
Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumonia, kehilangan cairan / darah, gangguan
keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimal.
G. Penatalaksanaan
Pada sindrom Stevens Johnson pengangannya harus tepat dan cepat. Penggunaan obat
kostikosteroid merupakan tindakan life-saving. Biasanya digunakan Deksamethason secara
intravena, dengan dosis permulaan 4-6 X 5 mg sehari. Pada umumnya masa kritis dapat diatasi
dalam beberapa hari dengan perubahan keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru,
sedangkan lesi lama mengalami involusi.

Dampak dari terapi kortikosteroid dosis tinggi adalah berkurangnya imunitas, karena itu bila
perlu diberikan antibiotic untuk mengatasi infeksi. Pilihan antibiotic hendaknya yang jarang
menyebabkan alergi, berspekrum luas dan bersifat bakterisidal. Untuk mengurangi efek samping
kortikosteroid diberikan diet yang miskin garam dan tinggi protein.
Hal lain yang perlu diperhatikan ialah mengatur kseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi. Bila
perlu dapat diberikan infuse berupa Dekstrose 5% dan larutan Darrow.
Tetapi topical tidak sepenting terapi sistemik untuk lesi di mulut dapat diberikan kenalog in
orabase. Untuk lesi di kulit pada tempat yang erosif dapat diberikan sofratul atau betadin.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Data Subyktif

Klien mengeluh demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri
tenggorokan / sulit menelan.

b. Data Obyektif

Kulit eritema, papul, vesikel, bula yang mudah pecah sehingga terjadi erosi yang luas,
sering didapatkan purpura.

Krusta hitam dan tebal pada bibir atau selaput lendir, stomatitis dan pseudomembran di
faring

Konjungtiva, perdarahan sembefalon ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.

c. Data Penunjang

Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia

Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah,
degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel di
epidermis.

Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG,
IgM, IgA.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman, demam, nyeri kepala, tenggorokan s.d adaya bula

2. Gangguan pemenuhan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh s.d sulit menelan
3. Gangguan integritas kulit s.d bula yang mudah pecah
4. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit s.d kurang informasi
5. Potensial terjadi infeksi sekunder s.d efek samping terpasangnya infus dan terapis steroid
C. Rencana
Diagnosa
No

Perencanaan Keperawatan
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil

1.

Gangguan rasa
nyaman, demam,
nyeri kepala,
tenggorokan s.d
adaya bula

Rencana Tindakan

Tujuan :
Klien merasa nyaman dalam
waktu 2 x 24 jam

Berikan kompres dingin

Berikan pakaian yang tipis


dari bahan yang menyerap

Hindarkan lesi kulit dari


manipulasi dan tekanan

Usahakan pasien bias


istirahat 7-8 jam sehari.

Monitor balance cairan

Monitor suhu dan nadi tiap


2 jam

Kaji kemampuan klien


untuk menelan

Berikan diet cair

Jelaskan pada klien dan


keluarga tentang pentingnya
nutrisi bagi kesembuhan
klien

Kriteria hasil :
Nyeri berkurang / hilang
Ekpresi muka rileks

2.

Gangguan
Tujuan :
pemenuhan nutrisi :
Kurang dari
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
kebutuhan tubuh s.d selama perawatan
sulit menelan
Kriteria hasil :
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Diet yang disediakan habis

Monitoring balance cairan

Kaji adanya tanda-tanda


dehidrasi dan gangguan
elekrolit

K/P kolaborasi untuk


pemasangan NGT

Kaji tingkat lesi

Hindarkan lesi dari


manipulasi dan tekanan

Kriteria hasil :

Berikan diet TKTP

Tidak ada lesi baru

Jaga linen dan pakaian tetap


kering dan bersih

Berikan terapi topical sesuai


dengan program

Kaji tingkat pengetahuan


klien/ keluarga tentang
penyakitnya

Jeslakan proses penyakit


dengan bahasa yang
sederhana

Jelaskan tentang prosedur


perawatan dan pengobatan

Berikan catatan obat-obat


yang harus dihindari oleh
klien

Hindari lesi kulit dari

Hasil elektrolit serum dalam


batas normal

3.

Gangguan integritas Tujuan :


kulit s.d bula yang
mudah pecah
Kerusakan integritas kulit
menunjukan perbaikan dalam
waktu 7-10 hari

Lesi lama mengalami involusi


Tidak ada lesi yang infekted
4.

Kurang
pengetahuan
tentang proses
penyakit s.d kurang
informasi

Tujuan :
Pengetahuan klien/keluarga
akan meningkat setelah
diberikan penyuluhan kesehatan
Kriteria hasil :
Klien/keluarga mengerti tentang
penyakitnya
Klien/keluarga kooperatif dalam
perawatan /pengobatan

5.

Potensial terjadi
Tujuan :
infeksi sekunder s.d
efek samping
Tidak terjadi infeksi sekunder
terpasangnya infus

dan terapis steroid


selama dalam perawatan
Kriteria hasi :

kontaminasi

Dresing infus dan lesi tiap


hari

Kaji tanda tanda infeksi


lokal maupun sistemik

Ganti infus set dan abocatin


tiap 3 hari

Kolaborasi untuk
pemeriksaan Ro thorax dan
labortorium

Tidak ada tanda infeksi

STEVEN JOHNSON
Standard
BAB I
PENDAHULUAN

1. A.

Latar Belakang

Sindrom Steven Johnson(SSJ) Adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium
dan mata dengan keadaan umum berfariasi dari ringan sampai berat kelainan pada kulit berupa
eritema vesikel / bula, dapat disertai purpura. ( Djuanda, 2000)

Angka kejadian syndrom steven johnson sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar 1-14 per 1 juta
penduduk. Syndrom steven johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. Syndrom steven
johnson dapat timbul sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkak dan
kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang menyebabkan tidak dihentikan,
serta dapat timbul demam, sariawan pada mulut, mata, anus, dan kemaluan serta dapat terjadi
luka-luka seperti koreng pada kulit. Namun pada keadaan-keadaan kelainan sistem imun seperti
HIV dan AIDS serta lapus angka kejadiannya dapat meningkat secara tajam.

Etiologi SSJ sulit ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai faktor, walaupun pada
umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat. Beberapa faktor penyebab
timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit), obat (salisilat, sulfa, penisilin,
etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif), makanan (coklat), fisik (udara dingin,
sinar matahari, sinar X), lain-lain (penyakit polagen, keganasan, kehamilan). Patogenesis SSJ
sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III
(reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya
dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity
reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik.

Berdasarkan data-data di atas, maka penulis tertarik untuk menulis makalah mengenai steven
johnson dan mempelajari tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan steven johnson.

1. B.

Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat memahami dan dapat menerapkan asuhan


dengan steven johnson.

keperawatan kepada klien

1. Tujuan Khusus
2. Mahasiswa dapat mengerti mengenai konsep dasar penyakit steven johnson.
3. Mahasiswa dapat mengerti mengenai konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien
steven johnson.
4. Mahasiswa dapat membahas kasus yang ada mengenai steven johnson.

1. C.

Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah Bab I
Pendahuluan, yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
Kemudian di lanjutkan Bab II Konsep Dasar Penyakit Steven Johnson yang terdiri dari Anatomi
Fisiologi, Pengertian, Penyebab, Patofisiologi,Manifestasi Klinik, Pemeriksaan Diagnostik,
Komplikasi, Penatalaksanaan Medik. Bab III Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien steven
johnson yang meliputi Pengkajian Data, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Dan Evaluasi.
Bab IV Pembahasan Kasus. Bab V Penutup, yang berisikan Kesimpulan dan Saran. Dan di akhiri
dengan Daftar Pustaka.
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT STEVEN JOHNSON

1. A. Anatomi dan Fisiologi


2. 1.

Anatomi dan Fisiologi Kulit

Sumber : http//anatomi-fisiologi-penampang-kulit.blogspot.com
Kulit adalah lapisan atau jaringan yang menutupi seluruh tubuh dan berfungsi pelindung tubuh
terhadap bahaya yang datang dari luar, seperti bahan kimia, cahaya matahari, mikroorganisme
dan menjaga keseimbangan tubuh dengan lingkungan.
Klasifikasi kulit berdasarkan :
1. Warna
1)

Terang (fair skin), pirang, dan hitam

2)

Merah muda : pada telapak kaki dan tangan bayi

3)

Hitam kecokelatan : pada genitalia orang dewasa


1. Jenisnya

1)

Elastis dan longgar : pada palpebra, bibir, dan preputium

2)

Tebal dan tegang : pada telapak kaki dan tangan orang dewasa

3)

Tipis : pada wajah

4)

Lembut : pada leher dan badan

5)

Berambut kasar : pada kepala


1. Letaknya

1)

Lapisan epidermis (luar)

Lapisan epidermis merupakan lapisan paling luar yang tumbuh terus karena lapisan sel induk
yang berada di lapisan bawah bermitosis terus-menerus, sedangkan lapisan paling luar epidermis
akan terkelupas atau gugur. Epidermis terdiri dari 5 lapis yaitu stratum korneum, stratum
lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum malphigi.
2)

Lapisan dermis (dalam)

Dermis terdiri dari bulu, kelenjar minyak, kelenjar lendir dan kelenjar keringat yang
membenam jauh ke dalam dermis. Lapisan dermis terdiri dari lapisan papilla dan lapisan
retikulosa.
3)

Lapisan hipodermis (paling dermis)

Lapisan bawah kulit yang terdiri atas jaringan pengikat longgar, komponennya serat longgar,
elastis dan sel lemak. Lapisan hipodermis terdapat anyaman pembuluh arteri, vena dan anyaman
sarafg yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit dibawah dermis.
Kulit juga memiliki beberapa fungsi yang sangat penting selain menjalin kelangsungan hidup
secara umum. Fungsi-fungsi tersebut seperti fungsi proteksi yang menjaga bagian dalam tubuh
terhadap gangguan fisik, fungsi ekskresi merupakan fungsi untuk mengeluarkan zat-zat yang
tidak berguna dari dalam tubuh, serta fungsi pengaturan suhu tubuh dimana kulit mengeluarkan
keringat dan kontraksi otot dengan pembuluh darah kulit.
1. B.

Pengertian

Sindrom Steven Johnson Adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan
mata dengan keadaan umum berfariasi dari ringan sampai berat kelainan pada kulit berupa
eritema vesikel / bula, dapat disertai purpura. ( Djuanda, 2000)
Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari erupsi kulit,
kelainan dimukosa dan konjungtifitis. ( Junadi, 1982).
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat
disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan mata dengan keadaan
umum bervariasi dari baik sampai buruk. ( Mansjoer, 2000).
Sindrom Steven Johnson Adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan
mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa
eritema, vesikel atau bula disertai purpura, kelainan dimukosa dan konjungtifitis.

1. C.

Penyebab

Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa factor yang dapat dianggap sebagai
penyebab adalah:
1. Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti piretik ), Penisilline,
Sthreptomicine, Sulfonamide, Tetrasiklin.
2. Anti piretik atau analgesic ( derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan
paracetamol ), Kloepromazin, Karbamazepin, Kirin Antipiri, Tegretol.
3. Infeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur dan parasit ).
4. Neoplasma dan factor endokrin.
5. Factor fisik ( sinar matahari, radiasi, sinar-X ).

6. Makanan (coklat)
1. E.

Manifestasi Klinik

Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari
ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai
koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise,
nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan. Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan
berupa:
1. Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah
sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang
berat kelainannya generalisata.
1. Kelainan selaput lendir di orifisium
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%) kemudian disusul oleh
kelainan dilubang alat genetal (50%) sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masingmasing 8% dan 4%).
1. Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi erosi dan
ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk pseudomembran. Dibibir kelainan
yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang tebal.
2. Kelainan dimukosa dapat juga terdapat difaring, traktus respiratorius bagian atas dan
esofagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar tidak dapat menelan. Adanya
pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas.
3. Kelainan mata
konjungitivitis (radang selaput yang melapisi permukaan dalam kelopak mata dan bola mata),
konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit
dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan.
Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular
cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan
kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid
bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.
1. Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan
onikolisis.
2. Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit
nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan
kombinasi gejala tersebut.

1. F.

Pemeriksaan diagnostik
1. Laboratorium

Bila ditemukan leukositosis penyebab kemungkinan dari infeksi


Bila eosinophilia penyebab kemungkinan alergi
1. Histopatologi
Infiltrasi sel ononuklear di sekitar pembuluh darah dermis superficial
Edema dan extravasasi sel darah merah di dermis papilar.
Degenerasi hidrofik lapisan absalis sampai terbentuk vesikel subepidermal. Nekrosis sel
epidermal dan kadang-kadang dianeksa Spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
2. Imunologi
Deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial dan pada pembuluh darah yang
mengalami kerusakan. Terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA secara
tersendiri atau dalam kombinasi.
1. Penatalaksanaan Kedaruratan
Prioritas utama pada kedaruratan kasus alergi yang berat dan penyerangannya secara sistemik
kita tetap melakukan tindakan ABC ( Airway, Breathing dan Circulation ).
Tindakan berikutnya adalah:
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh beri prednisone 30-40 mg/hari Keadaan
umum buruk dan lesi menyeluruh beri kortikosteroid merupakan tindakan life saving dan
gunakan Dexamethason intravena dosis permulaan 4-6 x 5mg sehari setelah masa kritis teratasi
dosis diturunkan secara cepat setiap hari diturunkan 5mg. setelah dosis mencapai 5mg sehari
dexamethasone injeksi diganti dengan tablet Kortikosteroid misalnya Prednison yang diberikan
20mg sehari dan kemudian diturunkan menjadi 10mg kemudian dihentikan dengan total lama
pengobatan kira-kira 10 hari. Seminggu setelah oemberian Kortiokosteroid lakukan pemeriksaan
elektrolit ( Na, Cl dan K ) bila terjadi hipokalemi diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan bila terjadi
hopernatremia berikan diet rendah garam Berikan antibiotic yang jarang menyebabkan alergi,
berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya
Gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg. Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit dan nutrisi
sangat penting. Berikan cairan infuse Glukosa 5% dan larutan Darrow. Bila therapy dalam 2-3
hari kondisi tidak membaik berikan tranfusi darah sebanyak 300cc selam 2 hari berturut-turut.
Bila perlu berikan injeksi Vitamin C 500mg atau 100mg intravena. Therapy topical untuk lesi di
mulut dapat berupa Kenalog on orabase. Lesi di kulit dan erosive dapat diberikan Sofratule atau
krim Sulfadiazine perak.

1. G.

Komplikasi

Sindrom steven johnson sering menimbulkan komplikasi,antara lain sebagai berikut:


1. Kehilangan cairan dan darah
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, Shock
2. Oftalmologi ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan
3. Gastroenterologi Esophageal strictures
4. Genitourinaria nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring, stenosis
vagina
5. Pulmonari pneumonia, bronchopneumonia
6. Kutaneus timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi kulit
sekunder.
7. Infeksi sitemik, sepsis
2. H.

Penatalaksanaan medic
1. Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan
prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi
menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan
tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena, dengan dosis
permulaan 4-6 x 5 mg sehari.Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari.
Pasien steven-Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason
65 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak
timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat,
setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason
intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang
diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian
diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama
pengobatan kira-kira 10 hari.Seminggu setelah pemberian kortikosteroid
dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi,
misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah
garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari
kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat
dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak
tergantung berat badan).

2. Antibiotik
Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat
menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi,
berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x
80 mg.Infus dan tranfusi darah.
3. Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar
atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran
dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan
Darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat
diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama
pada kasus yang disertai purpura yang luas.
4. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg
atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik.
5. Topikal:
Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase. Untuk lesi di
kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN STEVEN JOHNSON

1. A.

Pengkajian Data
1. Identitas

Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
alamat, dan nomor register.
1. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama
Kaji apa alasan klien membutuhkan pelayanan kesehatan.

1. Riwayat Kesehatan Sekarang


Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Klien dengan Steven Johnson biasanya
mengeluhkan demam, malaise, kulit merah dan gatal, nyeri kepala, batuk, pilek, dan sakit
tenggorokan.

1. Riwayat Kesehatan Dahulu


Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu, riwayat penyakit yang
sebelumnya dialami klien.

1. Riwayat Kesehatan Keluarga


Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit yang sama.
1. Riwayat Psikososial
Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi sosial.

1.

Pola Fungsional Gordon

Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan, pada pola ini kita mengkaji :
1. Bagaimanakah pandangan klien terhadap penyakitnya?
2. Apakah klien klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan konsumsi obat-obatan
tertentu?

3. Bagaimakah pandangan klien terhadap pentingnya kesehatan?


Pada klien dengan Steven Johnson, biasanya penting dikaji riwayat konsumsi obat-obatan
tertentu.

1. Pola Nutrisi Metabolik


Pada pola ini kita mengkaji :
1. Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama dirawat di rumah sakit?
2. Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?
3. Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah sakit?
4. Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?
5. Apakah klien mengalami mual dan muntah?
6. Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan atau sebaliknya?
Pada klien dengan Steven Johnson, biasanya mengalami penurunan nafsu makan, sariawan pada
mulut, dan kesulitan menelan.
1. Pola Eliminasi
Pada pola ini kita mengkaji :
1. Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?
2. Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?
3. Kaji konsistensi BAB dan BAK klien
4. Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?
Klien dengan Steven Johnson, biasanya akan mengalami retensi urin, konstipasi, membutuhkan
bantuan untuk eliminasi dari keluarga atau perawat.
1. Pola aktivitas latihan
Pada pola ini kita mengkaji :

1. Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat di rumah sakit?


2. Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri
3. Kaji tingkat ketergantungan klien
0 = mandiri
1 = membutuhkan alat bantu
2 = membutuhkan pengawasan
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain
4 = ketergantungan
1. Apakah klien mengeluh mudah lelah?
Klien dengan Steven Johnson biasanya tampak gelisah dan merasa lemas, sehingga sulit untuk
beraktifitas.

1. Pola istirahat tidur


Pada pola ini kita mengkaji :
1. Apakah klien mengalami gangguan tidur?
2. Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?
3. Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?
Klien dengan Steven Johnson, akan mengalami kesulitan untuk tidur dan istirahat karena nyeri
yang dirasakan, rasa panas dan gatal-gatal pada kulit.
1. Pola kognitif persepsi
Pada pola ini kita mengkaji :
1. Kaji tingkat kesadaran klien
2. Bagaimanakah fungsi penglihatan dan pendengaran klien, apakah mengalami perubahan?
3. Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?

4. Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?


Klien dengan Steven Johnson akan mengalami kekaburan pada penglihatannya, serta rasa nyeri
dan panas di kulitnya.

1. Pola persepsi diri konsep diri


Pada pola ini kita mengkaji :
1. Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang dialaminya?
2. Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?
3. Apakah klien merasa rendah diri?
Dengan keadaan kulitnya yang mengalami kemerahan, klien merasa malu dengan keadaan
tersebut, dan mengalami gangguan pada citra dirinya.
1. Pola peran hubungan
Pada pola ini kita mengkaji :
1. Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?
2. Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?
3. Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat sekitarnya?

1. Pola reproduksi dan seksualitas


Pada pola ini kita mengkaji :
1. Bagaimanakah status reproduksi klien?
2. Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi (jika wanita)?
3. Pola koping dan toleransi stress
Pada pola ini kita mengkaji :

1. Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?


2. Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya?
3. Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?

1. Pola nilai dan kepercayaan


Pada pola ini kita mengkaji :
1. Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien
2. Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?

1. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Warna, suhu, kelembaban, kekeringan
Palpasi : Turgor kulit, edema

Data fokus:
DS : gatal-gatal pada kulit, sulit menelan, pandangan kabur, aktifitas menurun
DO: kemerah-merahan, memegang tenggorokan, tampak gelisah, tampak lemas dalam
beraktifitas.
1.

Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang


1. Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia
2. Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah
merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema
intrasel di epidermis.

3. Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung
IgG, IgM, IgA.
2. B.

Diagnosa Keperawatan

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermal dan epidermal


4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan denagan kesulitan menelan
5. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
7. Gangguan Persepsi sensori : kurang penglihatan berhubungan dengan konjungtifitis.

1. C.

Intervensi

2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermal dan epidermal


Tujuan

: Gangguan integritas kulit tidak terjadi

Kriteria hasil

: Menunjukkan kulit dan jaringan kulit yang utuh

Intervensi

1. Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan lainnya yang
terjadi.
Rasional : Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan
melakukan intervensi yang tepat
1. Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut
Rasional : Menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju, membiarkan insisi terbuka
terhadap udara meningkat proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi
1. Jaga kebersihan alat tenun
Rasional : Untuk mencegah infeksi
1. Kolaborasi dengan tim medis
Rasional : Untuk mencegah infeksi lebih lanjut.

1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan
Tujuan

: Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil

: Menunjukkan berat badan stabil/peningkatan berat badan

Intervensi

1. Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai


Rasional : Memberikan pasien/orang terdekat rasa kontrol, meningkatkan partisipasi dalam
perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan
1. Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional : Membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan
1. Hidangkan makanan dalam keadaan hangat
Rasional : Meningkatkan nafsu makan
1. Kerjasama dengan ahli gizi
Rasional : Kalori protein dan vitamin untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik,
mempertahankan berat badan dan mendorong regenerasi jaringan.

1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit


Tujuan

: Nyeri berkurang

Kriteria hasil

: Melaporkan nyeri berkurang

- Menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh rileks


Intervensi:
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya
Rasional : Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan
1. Berikan tindakan kenyamanan dasar. Contoh : pijatan pada area yang sakit

Rasional : Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan kelelahan umum


1. Pantau TTV
Rasional : Suhu merupakan salah satu gejala terjadinya inflamasi.
1. Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional: Menghilangkan rasa nyeri

1. Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan

: Gangguan intoleransi aktivitas tidak terjadi

Kriteria hasil

: Klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas

Intervensi:
1. Kaji respon individu terhadap aktivitas
Rasional : Mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari.
1. Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat keterbatasan yang
dimiliki klien
Rasional : Energi yang dikeluarkan lebih optimal
1. Jelaskan pentingnya pembatasan energi
Rasional : Energi penting untuk membantu proses metabolism tubuh
1. Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien
Rasional : Klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga

1. Gangguan Persepsi sensori : kurang penglihatan berhubungan dengan konjungtifitis


Tujuan

: Gangguan persepsi sensori teratasi

Kriteria hasil

: Kooperatif dalam tindakan

- Menyadari hilangnya pengelihatan secara permanen

Intervensi :
1. Kaji dan catat ketajaman pengelihatan
Rasional : Menetukan kemampuan visual
1. Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak.
Rasional : Memberikan keakuratan terhadap pengelihatan dan perawatan.
1. Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan:
Rasional : Meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan.
1. Orientasikan terhadap lingkungan.
1)

Letakan alat-alat yang sering dipakai dalam jangkuan pengelihatan klien.

2)

Berikan pencahayaan yang cukup.

3)

Letakan alat-alat ditempat yang tetap.

4)

Berikan bahan-bahan bacaan dengan tulisan yang besar.

5)

Hindari pencahayaan yang menyilaukan.

6)

Gunakan jam yang ada bunyinya.


1. Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima klien.

Rasional : Meningkatkan rangsangan pada waktu kemampuan pengelihatan menurun.

1. D.

Evaluasi
1. Integritas kulit dan jaringan kulit kembali utuh
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan berat badan stabil/peningkatan berat badan
3. Nyeri berkurang dengan menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh rileks
4. Peningkatan toleransi aktivitas
5. Gangguan persepsi sensori teratasi

BAB IV
PENUTUP
1. A.

Kesimpulan

Sindrom Steven Johnson Adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan
mata dengan keadaan umum berfariasi dari ringan sampai berat kelainan pada kulit berupa
eritema vesikel / bula, dapat disertai purpura. ( Djuanda, 2000). Penyebab belum diketahui
dengan pasti, namun beberapa factor yang dapat dianggap sebagai penyebab antara lain alergi
obat, infeksi, makanan, neoplasma, dan factor fisik. Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3
tahun kebawah. Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa: Kelainan kulit, Kelainan
selaput lendir di orifisium, Kelainan berupa vesikel dan bula, Kelainan dimukosa, Kelainan mata.
Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan
onikolisis.
Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien dengan Glaukoma terdiri dari: pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

1. B.

Saran

2. Untuk mahasiswa sebaiknya memperdalam ilmu dalam perawatan pasien stroke agar
dapat membantu klien untuk mencapai kesembuhan dan pengobatan.
3. Untuk mahasiswa bisa lebih paham tentang pengertian, pencegahan, pengobatan serta
cara-cara untuk memberikan pendidikan kesehatan terhadap pasien.
4. Untuk institusi pendidikan diharapkan dapat melengkapi atau menambah buku-buku yang
berkaitan dengan bidang keilmuan keperawatan seperti buku keperawatan medikal bedah,
asuhan keperawatan, kamus kedokteran dan lain-lain sebagai literatur dalam menambah
ilmu bagi mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth. J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Djuanda, Adi. 2000. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC

Hamzah, Mochtar. (2005). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3, jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius

Price dan Wilson. (1991). Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi 2. Jakarta:
EGC

Syaifuddin. (2002). Anatomi Fisiologi Manusia Untuk Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Tim Penyusun. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Tim Penyusun. (2000). Kapita Selekta Kedokteran 2. Jakarta : Media Aesculapius.

Das könnte Ihnen auch gefallen