Sie sind auf Seite 1von 32

Karakteristik Manajemen Risiko yang Baik

Untuk dapat mempelajari manajemen risiko yang baik terlebih dahulu kita melihat salah satu
contoh kegagalan dalam mengelola risiko yang menyebabkan kebangkrutan suatu institusi.
Berikut ceritanya:
Baring Bank
Baring bank dikenal sebagai bank yang konservatif, dengan umur sekitar 233 tahun, dengan
salah sartu nasabahnya adalah ARu Elizabeth. Tetapi pada tahun 1995, seorang trader-nya
Nick Leeson praktis secara individual membangkrutkan bank tersebut. Bagaimana hal tersebut
terjadi.
Nick Leeson berasal dari Inggris, mempunyai kualifikasi yang biasa-biasa saja. Tetapi pada
tahun 1980-an ia rnemperoleh pekerjaan di Bank Coutts, yang kemudian berpindah-pindah
sampai akhimya bekerja di Baring Bank. Di Baring, dia dengan cepat dipromosikan sebagai
trader. Kemudian ia ditunjuk menjadi Manajer untuk operasi yang baru di pasar futures SIMEX
(Singapore Monetary Exchange), Singapura. Pada mulanya, kegiatannya menghasilkan
keuntungan yang cukup besar, sehingga atasannya mempercayainya. Hidupnya juga cukup
menyenangkan, dengan gaji 50.000 pound sterling, dengan bonus menncapai 150.000
poundsterling, weekend di tempat eksotis, apartemen yang modem, pesta.
Leeson memegang dua fungsi sekaligus di Baring Singapura yaitu fungsi pencatatan (back
office) dan fungsi trading (front-office). Di Singapura, Baring mencatat setiap transaksi futuresnya, yang kemudian dikomunikasikan ke SIMEX. Jika terjadi perbedaan, maka Baring harus
memasukkan posisi baru untuk menyamakan catatan antara keduanya. Kerugian atau
keuntungan yang terjadi dimasukkan ke dalam rekening 99905. Masalahnya komputer SIMEX
seringkali terjadi crash, sehingga Baring tidak tahu persis posisinya saat itu. Aktivitas pada
rekening 99905 menjadi runyam, tidak mulus. Padahal rekening tersebut dilaporkan setiap hari
ke kantor pusat di London. Pada tanggal 3-Juli-1992, Gordon Bowser, pimpinan setelmen
futures dan opsi di kantor London memutuskan bahwa software di London tidak bisa lagi
menangani kekacauan dan kesalahan yang terjadi di Singapura, karena komputer yang crash.
Karena itu dia menyarankan Leeson untuk tidak lagi memberikan informasi mengenai
kesalahan kecil. Leeson kemudian menjawab bahwa dia akan membuat rekening baru untuk
menampung kesalahan keccil tersebut. Rekening tersebut dinamai rekening 88888, angka 8
dipilih karena merupakan angka favorit sekretarisnya, kemudian lima kali dipilih karena rekening
di SIMEX menggunakan lima digit.
Karena dia rnemegang rekening 88888, maka persoalan mulai muncul. Pada mulanya ia
mencatat kerugian kecil ke rekening 88888 tersebut. Dia seringkali memasukkan uang dari klien
yang masuk ke rekening tersebut dengan tujuan untuk menutup kerugian yang terjadi
sementara. Tetapi karena dia terlalu agresif melakukan trading, kerugian-kerugian yang terjadi
diakumulasi di rekening 88888, dan menjadi semakin besar. Pada musim fall 1993, kerugian
yang disernbooyikan tersebut rneneapai 5,5 juta pondsterling. Dia harus memperoleh tambahan
kas untuk menutup kerugian tersebut.
Dia kemudian mulai melakukan trading yaitu melakukan arbitrase antara kontrak futures Osaka
(Jepang) dengan Singapura. Kantor London mengira bahwa transaksi di dua tempat tersebut
membutuhkan dua kali pernbayaran margin, padahal SIMEX mensyaratkan pembayaran margin
atas posisi bersih (netting of margin). Dengan demikian kantor London mengirirnkan uang lebih
banyak dari yang seharusnya kepada Leeson. Sebagian digunakan untuk trading, sebagian lagi

ditaruh di rekening 88888.


Perdagangan arbitrase tersebut nampaknya cukup menguntungkan dengan risiko yang rendah.
Sebagai contoh, pada tahun 1994, auditor Baring yang me-review operasi di Singapura
mengatakan "Sukses kegiatan arbitrase di Singapura nampaknya dicapai tanpa menaikkan
eksposur terhadap indeks Nikkei 225". Pada tahun sebelumnya, Leeson memperoleh laba
sekitar 10 juta poundsterling, sekitar 10% dari total laba bank tahun itu. Situasi tersebut
nampaknya semakin rneningkatkan kepercayaan terhadap Leeson. Pada akhir tahun 1994,
kerugian dari rekening 88888 mencapai $512 juta. Leeson tetap bebas karena dia memegang
pencatatan rekening tersebut dan melakukan perdagangan. Jika kantor London tidak
mengawasinya dengan ketat, maka kerugian tidak akan pemah ketahuan.
Untuk menutup kerugian, Leeson harus memperoleh kas untuk membayar margin dari futuresnya. la kemudian mulai menjual opsi put dan call sekaligus dengan harga eksekusi sama, pada
indeks Nikkei 225. Posisi tersebut dinamakan sebagai short straddle, seperti pada bagan
berikut ini

17,0
00

3000

19,0
00

21,0
00

Melalui posisi tersebut dia memperoleh pembayaran premi opsi dua kali, yaitu dari menjual opsi
call dan menjual opsi put. Kunci suksesnya adalah harga saham Nikkei tidak banyak berubah.
Nikkei bergerak naik atau turun dari 19.000, maka straddle tersebut akan memperoleh kerugian
yang signifikan.
Pada bulan Januari 1995, gempa bumi dahsyat melanda Kobe, menewaskan 5.000 orang
Indeks Nikkei turun menjadi 17.785. Leeson menghadapi kesulitan besar, karena dia akan
membayar jumlah uang yang besar karena dia sudah menjual opsi put Nikkei. Kemudian dia
membeli Nikkei, long, sebanyak 55.399 kontrak yang akan jatuh tempo pada bulan Mei.
Sepertinya dia panik, dan ingin menggerakkan pasar Nikkei agar bisa naik. Tetapi hal tersebut
tidak cukup.
Pada akhimya Baring merugi sekitar $1,3 juta. Sekitar tiga perempat dari kerugian datang dari
kontrak futures yang terakhir tersebut. Pada saat itu Nick Leeson sudah menghilang. Dia
mengirimkan faks dari hotelnya di Kuala Lurnpur mengatakan 'My sincere apologie.
predicament that I have left on you' (Maaf atas kesulitan yang saya tinggalkan untuk anda).
Kemudian dia menandatanganinya Apologies, Nick. Nick Leeson akhirnya tertangkap di
Jerman dan dikirimkan balik ke Singapura untuk diadili disana. Dia dihukum 6,5 tahun karena
perbuatannya tersebut. (sumber buku Manajemen Risiko Dr. Mamduh M. Hanfi)
Materi Diskusi
Coba teman-Teman kaji mengenia penyebab permasalahan yang terjadi pada Baring Bank.
Dan sampaikan melalui forum diskusi atas semua pendapat dari teman-teman.
Manajemen Risiko yang Baik.
Manajemen risiko yang baik bila telah mencakup tiga hal-hal berikut ini Yaitu

Formal dan sistematis, Formal berarti kegiatan manajemen risiko dilakukan secara
resmi oleh organisasi dengan tujuan tertentu dan mendapat dukungan dari Top
Manajemen.

Terintegrasi, Terintegrasi menunjukkan bahwa kegiatan tersebut menyatu dengan


kegiatan lain dalam organisasi, khususnya kegiatan lini dari suatu organisasi. Hal ini
dikarenakan dalam suatu institusi atau unit usaha, suatu unit tidak dapat berdiri sendiri
tetapi terkait dengan unit lain.

Komprehensif. Komprehensif menunjukkan bahwa manajemen risiko bukan merupakan


kegiatan parsial, tetapi kegiatan yang menyeluruh. Kegiatan manajemen risiko bukan
hanya pekerjaan manajer risiko, tetapi juga merupakan pekerjaan manajer lini. Kegiatan
manajer risiko tidak hanya dilakukan oleh bagian tertentu saja dari suatu organisasi
dengan paradigma yang terpisah, misal oleh manajer keuangan yang mengasuransikan
bangunan atau pabrik, tetapi dilakukan dengan kerangka yang komprehensif.

Lebih spesik lagi, manajemen Risiko yang baik mencakup elemen-elemen berikut ini:
1. Memahami Bisnis Perusahaan

Memahami bisnis perusahaan merupakan salah satu kunci keberhasilan manajemen risiko
perusahaan. Tanggung jawab tersebut tidak hanya ada di pundak direksi atau manajer, tetapi
juga semua anggota organisasi. Semuanya harus menyadari bahwa pekerjaannya akan
berpengaruh terhadap risiko organisasi, dan pekerjaannya berkaitan dengan fungsi lainnya
dalam suatu organisasi. Dengan memahami bisnis perusahaan diharapkan seluruh potensi
yang dapat menyebabkan kerguan (risiko) dapat teridentifikasi dengan baik. Disamping itu
dengan memahami bisnis perusahaan termasuk didalamnya budaya organisasi dan
karakteristik dari organisasi dapat mendorong terciptanya konsep manajemen risiko yang
sesuai pada perusahaan tersebut serta dapat diimplmentasikan dengan baik.
2. Formal dan Terintegrasi
Untuk pengelolaan risiko yang efektif, perusahaan harus membuat manajemen risiko yang
formal, yang merupakan upaya khusus, yang didukung oleh organisasi (manajemen puncak).
Pada kondisi seperti ini keterlibatan seluruh karyawan menjadi suatu kewajiban dan juga
mengigat dalam lingkup unit usahan atau perusahaan manajemen risiko memerlukan sistem
dan prosedure yang baku yang didukung infrastruktur dan SDM. Secara singkat, manajemen
risiko formal tersebut mencakup:

Infrastruktur keras: ruang kerja, struktur organisasi, komputer, model statistic, dsb

Infrastruktur lunak: budaya kehati-hatian, organisasi yang responsif terhadap risiko, dsb

Proses Manajemen Risiko: identifikasi, pengukuran, dan pengelolaan risiko

Disamping pengelolaan risiko secara formal, risiko perlu dikelola secara integratif. Tabel berikut
ini menyajikan perbandingan antara paradigma manajemen risiko lama dengan yang baru.
Paradigma Lama
Paradigma Baru
Pengelolaan risiko dilakukan secara

Terintegrasi:
manajemen
risiko
terpisah oleh masing-masing departemen dikoordinasikan oleh eksekutif level
atau fungsi. Perhatian lebih pada puncak, setiap orang melihat manajemen
akuntansi, audit internal
risiko sebagai bagian dari pekerjaan
mereka
menerus:
manajemen
risiko
Ad-hoc: manajemen risiko dilakukan jika Terus
manajer
merasa
perlu
untuk merupakan proses yang berkelanjutan
melakukannya
Fokus yang lebih sempit: terutama Fokus Luas: semua risiko bisnis dan
memfokuskan
pada
risiko
yang kesempatan bisnis diperhatikan
diasuransikan dan risiko keuangan

Manajemen risiko terintegrasi mempunyai keuntungan seperti lebih menyeluruh (semua risiko
dilihat), biaya pendanaan risiko lebih kecil (misal premi asuransi menjadi lebih murah), dan
menghilangkan ketidakkonsistenan antar bagian dalam organisasi. Untuk mencapai manajemen
risiko yang terintegrasi secara formal, perusahaan bisa melakukan langkah berikut ini:

1. Mengidentifikasi semua risiko, meranking risiko tersebut (prioritisasi risiko).

2. Beberapa perusahaan menggunakan sesi brainstorming gabungan antara manajer


perusahaan dengan konsultan untuk mengidentifikasi semua risiko. Langkah berikutnya
adalah meranking risiko tersebut sehingga bisa dilihat urutan prioritasnya. Manajer
dalam hal ini bisa diminta untuk memberi ranking risiko-risiko yang diidentifikasi dengan
menggunakan dimensi tertentu (misal severity).

3. Menghitung probabilatas dan dampak risiko tersebut secara kuantitatif. Pendekatan


kuantitatif tersebut memungkinkan perusahaan menghitung dampak tersebut lebih
akurat, meskipun tidak semua risiko bisa dikuantitatifkan.

4. Menggunakan ukuran risiko yang terintegrasi dan mudah dipahami oleh organisasi
secara keseluruhan. Salah satu ukuran risiko semacam itu yang cukup popular adalah
VAR (Value At Risk). VAR banyak dibicarakan dalam buku ini.

5. Melihat ketidakkonsistenan antar bagian, melihat efek diversifikasi risiko-risiko yang ada
di perusahaan, sekaligus melihat kesempatan untuk penghematan dalam pendanaan
risiko.
3. Mengembangkan Infrastruktur Risiko
Dalam pelaksanaannya manajemen risiko yang efektif perlu didukung sistem prosedure baku
yang tercermin dalam struktur organisasi beserta tugas dan fungsinya. Disamping itu
ketersediaan prasarana dan sarana menjadi suatu kebutuhan wajib yang harus dipenuhi
termasuk didalamnya pengembangan SDM terkait dengan fungsi dari manajemen risiko
tersebut
4. Menetapkan Mekanisme Kontrol
Dengan tersedianya suatu sistem dan prosedur baku, manajemen risiko mampu menjalankan
fungsi pengendalian yang baik, dimana mekanisme saling mengontrol bisa terjadi. Dengan
mekanisme tersebut, tidak ada orang yang mempunyai kekuasaan yang berlebihan untuk
mengambil risiko atas nama perusahaan.
Logika semacam itu barangkali bisa disamakan dengan logika diversifikasi. Dalam diversifikasi,
aset didiversifikasikan sehingga ada mekanisme saling mengkompensasi. Jika ada satu aset
mengalami kerugian, ada aset lain yang mengalami keuntungan, sehingga kerugian pada satu
aset akan dikompensasi oleh keuntungan dari aset lainnya. Konsentrasi yang berlebihan pada
satu aset tidak diinginkan karena menghalangi efek diversifikasi tersebut.
5. Menetapkan batas (limits)
Dalam menjalankan mekanisme kontrol, perlu juga diterapkan mekanisme dimana
dimungkinkan suatu bentuk pengendalian yang dapat berupa penentuan batas (limits).Dengan
adanya limit (batasan) ini, manajer dapat menentukan batas kendali yang dimiliki sehingga
mereka tahu kapan bisa/harus jalan dan kapan harus berhenti. Keputusan bisnis bisa
diumpamakan sebagai gas, sedangkan manajemen risiko bisa diumpamakan sebagai rem. Jika
manajemen risiko tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka perusahaan bisa diumpamakan
seperti mobil yang melaju kencang tanpa ada rem.
Penetapan batas akan tergantung dari tipe risikonya. Sebagai contoh, untuk risiko pasar, batas
risiko barangkali VAR maksimum tertentu, pembatasan pada jenis instrumen yang bisa
diperdagangkan, kualifikasi trader, durasi, batas untuk stop-loss (jika kerugian mencapai batas
tertentu, maka posisi dijual, untuk mencegah kerugian yang semakin membesar). Untuk risiko

kredit, pembatasan mencakup antara lain, konsentrasi kredit pada nasabah, sektor tertentu,
atau negara tertentu, tingkat risiko dari calon nasabah.Untuk risiko operasional, batas risiko
mencakup antara lain standar kualitas minimum (misal jumlah maksimum kesalahan yang bisa
ditolerir) untuk operasi, sistem, dan proses.
Disamping itu, penetapan batas bisa diperluas untuk mengendalikan risiko bisnis. Sebagai
contoh, perusahaan bisa menetapkan prosedur dan mekanisme fungsi-fungsi perusahaan,
seperti menetapkan prosedur yang standar untuk rekrutmen (kualifikasi minimum, investigasi
latar belakangnya, dsb), disclosure (pengungkapan) produk, hukuman dan kompensasi jika
pegawai perusahaan melakukan pelanggaran atau menerapkan perilaku manajemen risiko
tertentu.
6. Fokus Pada Aliran Kas
Aliran kas yang seharusnya menjadi perhatian perusahaan. Banyak kejahatan atau
pelanggaran yang pada dasarnya ingin mengambil kas dari perusahaan. Karena itu manajemen
risiko yang baik harus bisa melakukan pengawasan yang memadai terhadap kas perusahaan.
Pengawasan tersebut bisa merupakan pengawasan yang sederhana, misal adanya otorisasi
untuk setiap cek yang dikeluarkan, atau untuk transfer uang. Mekanisme pengawasan yang lain
adalah pengecekan konsistensi antara transaksi kas dengan posisi kas.
Banyak contoh dimana kegagalan mengawasi kas bisa menimbulkan masalah. Sebagai contoh,
Enron mencatat laba bersih sebesar $3,3 milyar selama lima tahun 1996-2000. Pada periode
yang sama, Enron hanya melaporkan $114 juta kas yang diterima, hanya 3 persen dari laba
bersih. Sepertinya dibutuhkan waktu yang terlalu lama bagi Enron untuk merubah labanya
menjadi kas. Periode yang terlalu lama tersebut bisa menjadi indikator ada sesuatu yang salah
yang terjadi pada perusahaan. Pada akhirnya, terbukti bahwa Enron melakukan manipulasi
catatan akuntansi sehingga penjualan yang dilaporkan, dan laba yang diperoleh, terlalu tinggi
dari yang sebenarnya. Investor akhirnya tidak percaya lagi dengan Enron. Enron pada akhirnya
mengalami kebangkrutan karena tidak ada lagi investor yang mau memberi dana pada Enron,
sehingga kewajibannya tidak bisa dibayar.
7. Sistem Insentif Yang Tepat
Seringkali risiko yang timbul terkait denga penyalahgunaan wewenang yang dimiliki. Untuk itu
dalam rangka pengendalian karyawan disamping dituntut untuk dapat diciptakna suatu
mekanisme control dan pengendalian yang baik, juga diperlukan suatu bentuk system
pengahargaan. Dengan sistem ini kesejahteraan secara umum relah terpenuhi dan selanjutnya
dapat mendorong tumbuhnya budaya profesional yang dapat menurunkan tumbuhnya keiingian
dalam penyalanggunana wewenang.
Sistem insentif yang tepat akan membuat seseorang berperilaku tertentu. Sebagai contoh, jika
kita ingin mendisiplinkan karyawan, kita bisa membuat sistem insentif yang menghargai
kedisiplinan dan menghukum ketidaksiplinan. Karyawan yang disiplin diberi bonus, karyawan
yang tidak disiplin dipotong bonusnya. Sama halnya dengan membangun perilaku kesadaran
risiko. Sistem insentif juga bisa digunakan untuk merubah perilaku seseorang agar menjadi
lebih sadar akan risiko. Sebagai contoh, Chase menggunakan Shareholders Valua Added (SVA)
sebagai cara untuk mendorong perilaku sadar risiko. Manajer Chase akan dinilai berdasarkan
SVA yang mereka ciptakan. SVA dihitung sebagai berikut ini:
SVA = Pendapatan operasional Beban untuk modal

Beban untuk modal dihitung berdasarkan risiko dari modal tersebut. Sebagai contoh, jika
manajer menggunakan modal untuk kegiatan yang berisiko, maka beban modal akan lebih
besar, sesuai dengan risiko yang lebih tinggi tersebut. Melalui cara tersebut, risiko dikaitkan
dengan kinerja. Jika manajer melakukan aktivitas yang berisiko, maka ia harus bisa
menghasilkan keuntungan yang lebih besar untuk mengkompensasi risiko tersebut.
Jika manajer dibebani dengan target penjualan, tanpa memperhitungkan risiko, maka manajer
akan selalu berusaha meningkatkan penjualan. Ada kemungkinan besar bahwa risiko
perusahaan dalam situasi tersebut akan meningkat, karena secara umum ada hubungan positif
antara risiko dengan tingkat keuntungan (termasuk penjualan). Manajer akan memasuki wilayah
yang lebih berisiko karena mengejar target penjualan tersebut.
Perusahaan harus bisa memberikan target yang realistis. Sebagai contoh, jika perusahaan
menetapkan target pertumbuhan penjualan sebesar 25% ketika rata-rata industri hanya
mempunyai pertumbuhan penjualan sebesar 5%, maka target semacam itu cenderung
mendorong perilaku yang berisiko tinggi. Sistem insentif yang tidak tepat merupakan akar
permasalahan dari banyak kasus manajemen risiko.
8. Mengembangkan Budaya Sadar Risiko
Selama ini pembicaraan dalam modul ini lebih banyak membicarakan sisi keras (hard side)
dari manajemen risiko. Kita membicarakan pengukuran risiko secara kuantitatif, manajemen
risiko dengan instrument yang serba kuantitatif (derivative, asuransi, dsb), struktur organisasi,
dan semacamnya. Sisi keras tersebut diharapkan bisa mendorong perilaku sadar risiko dari
anggota organisasi. Disamping sisi keras tersebut, perlu diperhatikan juga sisi lunak (soft-side)
dari manajemen risiko. Sisi lunak tersebut akan terlihat pada budaya yang lebih sadar akan
risiko dari anggota organisasi. Mendorong sisi lunak tersebut bisa dilakukan melalui antara lain:

Menetapkan suasana keseluruhan (setting the tone) yang kondusif untuk perilaku yang
berhati-hati, mulai dari atas dengan menunjukkan komitmen dari manajemen puncak.

Menetapkan prinsip-prinsip manajemen risiko yang bisa mengarahkan budaya, perilaku,


dan nilai risiko dari organisasi

Mendorong komunikasi yang terbuka untuk mendiskusikan isu risiko, dampak risiko
tersebut, belajar bersama dari kejadian-kejadian di perusahaan atau di perusahaan lain.

Memberikan program pelatihan dan pengembangan yang berkaitan dengan manajemen


risiko

Mendorong perilaku yang mendukung manajemen risiko melalui evaluasi dan sistem
insentif yang sesuai

Selamat belajar

Leesons Lesson (Bagian 1)


Published February 11, 2011 Failures in risk management 1 Comment

Karena pemusatan kekuasaan di tangan Nick Leeson yang tanpa kontrol, Barings Bank yang
berusia 233 tahun bangkrut dan dijual ke Bank ING (Belanda) seharga GBP1, ya satu
poundsterling saja. Apa yang telah Leeson lakukan?
Menghancurkan jauh lebih mudah daripada membangun. Kalimat bijak ini belaku di mana-mana
dan di bidang apa saja. Di bidang jasa keuangan, bukti kebenaran kalimat bijak tersebut terdapat
pada kasus ambruknya Barings Bank yang berbasis di London, UK. Hanya perlu waktu tiga
tahun untuk menghancurkan reputasi dan bisnis Barings Bank yang dibangun selama 233 tahun.
Barings Bank didirikan oleh ini Sir Francis Baring pada tahun 1762 dan menjadi bank dagang
(merchant bank) paling tua di Inggris. Karena usianya, tak heran kalau bank yang ini mendapat
reputasi bagus. Tetapi pada tahun 1995 bank ini kolaps akibat menanggung kerugian senilai
USD1,4 miliar di bisnis, jauh di atas modalnya yang sekitar USD900 miliar.
ketidakmampuannya memenuhi banyak kewajiban trading, yang dibuka Leeson atas nama bank
tersebut. Ambruknya Barings menjadi catatan sejarah penting industri perbankan dan menjadi
contoh studi kasus di bidang keuangan dan manajemen keuangan.
Kehancuran dimulai ketika Nicholas William Leeson, yang populer dikenal dengan sebutan Nick
Leeson Leeson melakukan transaksi gelap (transaksi yang sebetulnya di luar kewewenangannya)
pada tahun 1992, segera setelah dia diperkenankan melakukan trading derivatif di Barings
Futures Singapore (BFS), unit bisnis Baring Bank yang menjalankan aktivitas bank tersebut di
Simex (Singapore International Monetary Exchange).
Sebagai trader Leeson bertugas mengambil posisi proprietary (transaksi untuk akun sendiri) baik
di kontrak opsi maupun kontrak berjangka di SIMEX. Menurut mandat yang dia terima dari
kantor pusat di London, dia diizinkan mengambil posisi jika posisi tersebut menjadi bagian dari
akun switching dan mengeksekusi order nasabah. Dia tidak diizinkan menjual opsi. Namun dia
melakukan transaksi di luar wewenangnya. Aktivitas gelap ini semakin menjad-jadi setelah ia

menjadi menduduki posisi general manager di BFS. Catatan yang terungkap kemudian dia
menderita rugi sejak hari pertama melakukan transaksi gelap.
Namun dia dipandang di London sebagai anak ajaib (wonder boy) dan turbo-arbitrageur yang
single-handedly menyumbang setengah dari laba BFS pada tahun 1993 dan setengah dari laba
Barings pada tahun 1994. Hal ini karena ia memanipulasi laporan ke london. Bukti menunjukkan
bahwa pada 1994 saja, Leeson menyebabkan Barings rugi USd296 juta. Tetapi ia melaporkan
bahwa dia untung USd46 juta, sehingga bosnya di london mengusulkan pemberian bonus sebesar
USD720.000 kepada Leeson.
The cross-trade
Bagaimana Leeson mampu mengelabuhi orang-orang di sekitarnya? Bagaimana dia mampu
membukukan laba pada aktivitas switching yang dilakukannya saat sebenarnya ia menderita
rugi? Bagaimana ia bisa menunjukkan bahwa pembukuannya selalu flat ketika dia mengambil
posisi long di indeks Nikkei dan posisi short di kontrak suku bunga berjangka di Jepang?
Dewan Pengawasan Bank (BoBS), badan yang dbentuk bank sentral UK, Bank of England, yang
melakukan investigasi hancurnya Barings percaya bahwa alat yang digunakan Leeson adalah
cross trade. Cross trade adalah transaksi jual beli efek atau kontrak derivatif yang dilakukan di
lantai bursa oleh satu pihak saja. Transaksi ini bisa dan boleh dilakukan jika satu anggota bursa
(AB) menerima order beberapa nasabah untuk membeli dan menjual efek atau kontrak yang
sama pada harga yang sama. Syaratnya, AB tersebut telah memasang harga bid dan offer secara
terbuka dan tidak ada anggota bursa lain yang mengambil harga tersebut. Di SIMEX, AB harus
memasang bid dan offer price tiga kali sebelum melakukan cross trade dan harus dieksekusi
pada harga pasar.
Dalam melakukan cross trade Leeson menggunakan akun rahasia bernomor 88888 yang umum
disebut five-eights account, akun bernomor 92000 yang disebut akun switching (atas nama
Barings Securities Japan, BSJ), dan akun bernomor 98007 (atas nama Barings London) dan
akun bernomor 98008 (atas nama Barings London untuk transaksi arbitrase Euroyen).
Setelah mengeksekusi cross-trade, Leeson memerintah staf di bagian settlement merinci semua
kontrak ke dalam beberapa transaksi dan mengubah harga transaksi sehingga hasil akhirnya
menjadi sangat berbeda. Transaksi yang rugi bisa jadi untung dan sebaliknya. Leeson
membukukan keuntungan di akun switching dan membukukan kerugian di akun 88888. Maka
jika cross trade di bursa asli terjadi, pembukuan dan catatan Barings berbeda dengan yang ada di
bursa. Perubahan harga perlu dilakukan untuk mengelabuhi BSJ bahwa laba yang tercatat di
akun 92000 adalah hasil aktivitas arbitrage yang sah. Dampak dari manipulasi ini adalah
penggelembungan laba di akun 92000 atas biaya kerugian di akun 88888, yang juga menanggung
kerugian besar dari transaksi gelap yang diambil Leeson.

Selain melakukan cross trade di SIMEX antara akun 88888 dan akun switching, Leeson juga
melakukan transaksi fiktif antarakun tersebut yang sebenarnya tidak terjadi di bursa. Dampak
dari transaksi di luar bursa ini, yang dilarang di SIMEX, sekali lagi menghasilkan laba di akun
switching tetapi rugi di akun 88888.
Intinya, dalam cross-trade ini Barings melakukan transaksi dengan diri sendiri. Artinya, Barings
tidak melakukan arbitrase untuk memanfaatkan perbedaan harga di SIMEX dan bursa berjangka
di Jepang, tetapi mengambil posisi terbuka yang nilainya sangat besar dan dikubur di akun
88888. Pernyataan laba dan rugi dari akun 88888 inilah yang sebenarnya mencerminkan dengan
benar apakah posisi Leeson laba atau rugi. Hebatnya, detil akun ini tidak dikirim ke kantor
treasury atau risk control di London, kelalaian yang akhirnya menimbulkan bencana bagi
pemegang saham dan obligasi Barings.
Leeson mulai membangun posisi di Nikkei setelah gempa bumi Kobe 17 Januari 1995. Posisi
Leeson bergerak berlawanan dengan arah Nikkei. Ketika bursa saham Jepang anjlok, posisi
Leeson meningkat. Sebelum gempa bumi Kobe, ketika indeks Nikkei bergerak di kisaran 19.000
ke 19.500, Leeson ambil posisi kontrak long sebanyak 3.000 kontrak di Osaka Stock Exchange
(OSE). Ini setara dengan 6.000 kontrak di SIMEX karena nilai kontrak di SIMEX hanya
setengah dari ukuran kontrak di OSE. Beberapa hari setelah gempa bumi Leeson mulai secara
agresif melakukan pebelian kontrak sehingga jumlahnya menjadi 19,094 kontrak yang dicapai
pada Februari 17 1995.
Posisi Leeson di OSE diketahui publik karena memang OSE mengumumkannya setiap minggu
oleh OSE. Namun transaksi di OSE hanya mencerminkan setengah transaksi yang dilakukan
Leeson. Jika ia ambil posisi long di OSE, dia harus short dua kali lipat jumlah kontrak di SIMEX
agar posisinya netral. Ini mengingat strategi perdagangan Leeson adalah arbritage untuk ambil
keuntungan dari perbedaan harga antara SIMEX and kontrak Nikkei 225 di OSE. Transaksi
arbitrage ini, yang disebut switching oleh Barings, mensyaratkan Leeson membeli kontrak yang
lebih murah dan menjual sekaligus pada harga tinggi di pasar yang lain. Aktivitas arbitrage ini
berisiko kecil karena posisi akhirnya selalu matched.
Masalahnya, Leeson tidak melakukan short di SIMEX sebagaimna seharusnya. Sebaliknya, ia
juga mengambil posisi long dengan nilai yang sama di SIMEX. Ada transaksi gelap yang dia
sembunyikan di apa yang disebut Akun Error (error acount) bernomor 88888. Dia belakangan
juga diketahui menggunakan akun ini untuk mengeksekusi transaksi gelap lain di kontrak
berjangka obligasi pemerintah Jepang (Japanese Government Bond/JGB) dan transaksi opsi
indeks Nikkei 225. Transaksi-transaksi tersebut begitu besar sehingga akhirnya menghancurkan
Barings.
Tidak itu saja. Leeson juga melakukan transaksi gelap lain yang tidak kalah berisiko. Pada akhir
Januari 1994, Leeson mulai menjual opsi put dan call di Nikkei 225 equity index. Pada

November dan Desember 1994 dia menjual 37.000 kontrak opsi opsi put dan opsi call pada
harga strike dan tenor yang sama. Sebagai penjual opsi Leeson menerima pembayaran yang
disebut premi opsi. Dia membukukan premi penjualan opsi di akun error bernomor 88888.
Strategi ini, dikenal dengan nama straddle, pada intinya adalah berspekulasi pada stabilitas harga
pasar. Strategi straddle sangat menguntungkan sepanjang Nikkei 225 diperdagangkan pada harga
strike pada saat jatuh tempo karena baik opsi call dan opsi put menjadi tidak ada nilainya.
Artinya, penjual opsi menerima premi penuh dan tidak membayar kewajiban. Jika indeks Nikkei
berada di dekat harga strike saat jatuh tempo, Leeson masih untung karena premi yang diterima
lebih besar dari kewajiban yang dialami baik jika opsi call (jika indeks naik) atau opsi put (jika
indeks turun).
Harga strike kebanyakan posisi straddle Leeson berkisar dari 18.500 ke 20.000. Maka dia
berharap bahwa indeks Nikkei 225 terus berkisar di kisaran 19,000 20,000 agar nilai premi
lebih besar dari kewajiban yang harus dibayarkan kepada pembeli premi. Tetapi gempa bumi
Kobe menghancurkan strategi opsi Leeson. Pada hari gempa terjadi, 17 January 1995, indeks
Nikkei 225 ditutup pada 19.350 poin. Seminggu kemudian indeks turun menjadi 18.950 sehingga
posisi straddle Leeson mulai guncang. Opsi call yang dijual Leeson mulai menurun nilainya
sehingga opsi tidak ada nilainya, dan ini berarti keuntungan bagi Leeson. Tetapi opsi put yang
dia jual menjadi sangat bernilai bagi pembelinya. Apalagi ketika Nikkei terus turun. Kerugian
Leeson di opsi put ini menjadi tidak terbatas, dan sepenuhnya bergantung pada level Nikkei saat
jatuh tempo. Sebaliknya, laba dari opsi call terbatas pada nilai premi yang diterima.
Ketika Nikkei turun 1.000 poin menjadi 17.950 pada Senin 23 Januari 1995, Leeson
mencatat kerugian dari posisinya di kontrak berjangka dan berpotensi merugi besar dari menjual
opsi put. Tak bisa balik lagi, Leeson, mencoba secara sendirian membalik arah sentimen negatif
setelah Kobe yang menakan harga saham Jepang. Pada hari Jumat 20 Januari 1995, tiga hari
setelah gempa bumi, Leeson membeli 10.814 kontrak berjangka yang akan jatuh tempo Maret
1995. Tak ada yang tahu apakah dia membeli kontrak tersebut karena dia mengira pasar telah
bereaksi berlebihan atas gemba buni Kobe atau karena dia ingin mendongkrak Nikkei untuk
melindungi posisi long di dalam strategi straddle. (Leeson tidak melakukan hedge atas posisi
opsinya sebelum gempa bumi. Pembelian kontrak berjangka indeks Nikkei 225 setelah gempa
tidak dapat ditafsirkan sebagai bagian dari program hedging karena kalau hedging dia akan
menjual kontrak berjangka bukan memb

Learning Leesons Lesson (2)

Banyak bukti menegaskan bahwa hancurnya Barings karena ulah Nicholas Leeson, tetapi
beberapa faktor internal perusahaan memungkinkan trader nakal tersebut berulah. Faktor apa
saja?

Pada 3 Maret 1995, ING membeli Barings seharga GBP1. Transaksi ini mengakhiri kisah bank
yang didirikan tahun 1716 dan pernah membantu AS membeli daerah Louisiana dari Perancis
dalam abad ke-18. Banyak dokumen menegaskan bahwa transaksi tersebut terjadi setelah bank
tersebut bangkrut akibat ulah tidak terkendali dari Nicholas William Leeson, trader derivatif
Barings di Singapura.
Leeson mendapat mandat untuk mencari peluang investasi dari perbedaan harga instrument
derivatif yang diperdagangkan baik di Singapore Money Exchange (Simex) dan Bursa Osaka.

Dengan kata lain, tugas Leeson adalah melakukan transaksi arbitrase. Kenyataannya, dia
mengambil posisi yang jauh lebih berisiko dengan membeli dan menjual kontrak yang berbeda di
dua bursa. Ketika kenakalan Leeson mulai terkuak pada 27 February 1995, Barings memiliki
posisi dengan nilai notional USD27 miliar. Ini di luar transaksi opsi Nikkei senilai USD6,68
miliar. Pada saat settlement, Barings harus menanggung kewajiban sebesar USD1,4 miliar, lebih
tinggi dibandingkan dengan modal bank yang hanya USD900 juta.
Dibandingkan dengan kegagalan perusahaan besar karena transaksi derivatif, instrumen yang
digunakan Leeson, kontrak berjangka Nikkei 225 dan JGB, adalah jenis paling sederhana. Kedua
instrumen sangat terbuka karena tercatat di bursa. Strategi arbitrase adalah bisnis berisiko
rendah, dan dengan demikian merupakan bisnis yang memberi untung kecil. Namun bagaimana
ia bisa menderita kerugian yang begitu besar? Bagaimana dia mampu mengelabuhi semua orang
di sekelilingnya? Bagaimana ia mampu membukukan laba padahal sebetulnya posisinya harus
menanggung kerugian? Bagaimana dia mampu menunjukkan pembukuan yang flat (impas)
ketika dia mengambil posisi long dalam jumlah besar pada Nikkei dan posisi short pada kontrak
berjangka suku bunga Yen?
Berikut adalah beberapa kondisi yang mendukung, atau memungkinkan, terjadinya penggelapan
oleh Nick Leeson.
Pertama, sebagaimana kesimpulan Badan yang dibentuk oleh bank sentral UK untuk menyelidiki
skandal Barings, manajemen puncak Barings kurang paham soal bisnis proprietary (transaksi
untuk kepentingan sendiri). Ini untuk membedakan transaksi bank untuk kepentingan nasabah.
Jika auditor dan manajemen puncak Barings memahami bisnis trading, mereka pasti tahu bahwa
mustahil bagi Leeson memperoleh laba sebesar yang dia laporkan jika tidak mengambil risiko
yang lebih besar pula. Selain itu auditor dan manajemen puncak mestinya mempertanyakan
darimana laba tersebut berasal. Artinya, laporan laba besar dari Leeson mestinya mendorong
mereka memberikan peringatan, bukannya pujian dan bonus. Kurangnya pengetahuan Barings
tentang bisnis trading memang beralasan mengingat kebanyakan manajer senior Barings
memiliki latar belakang merchant banking.
Kedua, kesembronoan manajemen senior. Hancurnya Barings juga karena sikap sembrono
manajemen senior terhadap bisnis derivatifnya di Singapura. Setiap laporan mengenai
pengelolaan risiko derivatif menekankan perlunya manajemen senior memahami risiko bisnis
tersebut untuk membantu mengartikulasikan risk appetite bank dan merancang strategi dan
mengontrol prosedur operasi. Para manager senior di Barings terbukti lemah dalam masalahmasalah tersebut. Sebagai contoh, mereka merasa senang dengan laporan laba dari cabang
Singapura, tetapi tidak memberikan perhatian lebih besar, misalnya dengan memberikan sumber
daya yang memadai untuk menjamin adanya manajemen risiko yang bagus bagi cabang yang
menyumbang seperlima laba Barings pada tahun 1993 dan hampir 50% laba Barings tahun 1994.

Manajemen senior Barings yang memiliki pengetahuan yang terbatas tentang derivatif juga tidak
ingin menyelidiki terlalu dalam bidang ini. Mereka memuji untung besar yang dilaporkan tetapi
tidak pernah menganalisa atau mengkaji potensi risiko bisnis ini di rapat Komite Investasi.
Bahkan para manager senior tidak mengetahui rincian laba yang dilaporkan Leeson. Hal ini
misalnya diakui Chairman Barings waktu itu, Peter Barings, di depan tim penyelidik dari bank
sentral UK. Peter menyebut keuntungan yang dilaporkan sebagai pleasantly surprising. Andrew
Tuckey, mantan deputy chairman Barings, mengatakan kepada tim yang sama bahwa
manajemen senior Barings berpandangan bahwa transaksi derivatif adalah tambang emas dengan
risiko kecil. Tim bank sentral UK menilai Ron Baker (head of Financial Products Group) dan
Mary Walz (Global head of Equity Financial Products), dua atasan Leeson tidak paham tentang
mekanisme transaksi di lantai SIMEX. Para anggota Asset and Liability Committee (ALCO),
yang memantau risiko pasar Barings, menyatakan kepeduliannya soal besaran posisi yang
diambil Leeson, tetapi kemudian merasa nyaman dengan pikiran bahwa eksposure Barings atas
risiko pasar relatif kecil karena Leeson melakukan hedging atas posisi tersebut. Keyakinan yang
salah tempat ini telah mengarahkan manajemen Barings mengabaikan posisi Barings, bahkan
ketika ada pertanyaan dari Bank for International Settlements in Basle pada 27 Januari 1995.
Kedua, tidak ada mekanisme checks and balances internal. Manajemen Barings melanggar
aturan penting dalam bisnis trading, yakni membiarkan Leeson melakukan settlement atas
transaksi yang dilakukannya sendiri. Hal ini terjadi karena Leeseon memegang wewenang di
dealing desk dan back office. Secara singkat, back office melakukan pemeriksaan yang
diperlukan untuk mencegah transaksi tidak sah dan meminimilisasi potensi penipuan dan
penggelapan. Karena Leeson bertanggung jawab atas back office, dia memiliki wewenang untuk
memutuskan tentang pembayaran, konfirmasi kontrak keluar atau masuk, rekonsiliasi laporan,
posisi transaksi.
Dengan menyalahgunakan posisinya ini Leeson bisa mengirimkan informasi palsu ke London.
Termasuk di antaranya adalah informasi tentang akun bernomor 88888, yang dibentuk pada Juli
1992 tidak sengaja untuk menyembunyikan kerugian senilai 20.000 USD dan kemudian
digunakan terus menerus sebagai akun error untuk menampung kerugian transaksi. Pada
mulanya, akun error dibentuk untuk mengakomodasikan transaksi yang tidak dapat direkonsiliasi
segera. Staff bagian kepatuhan (compliance) menyelidiki transaksi, mencatatnya di buku
perusahaan dan menganalisis bagaimana dampaknya pada risiko pasar dan laporan laba rugi.
Laporan tentang akun error umumnya dikirim ke pejabat senior perusahaan. Namun Leeson bisa
mengakali sehingga Barings London tidak menyadari hal ini karena Leeson telah memerintahkan
konsultan sistem untuk mengeluarkan akun 88888 dari daftar akun yang harus dikirim ke
London setiap hari.
Manajemen menumpuk kesalahan awal dengan memberikan wewenang back office dan dealing
desk dengan mengabaikan peringatan bahwa memperpanjang jabatan rangkap ini akan
berbahaya. Sebuah laporan dari auditor internal pada Agustus 1994 menyimpulkan bahwa

tanggung jawab ganda di front dan back offices adalah konsentrasi kekuasaan yang berlebihan.
Laporan tersebut menyatakan bahwa ada risiko umum bahwa si general manager (dalam hal ini
Leeson) dapat mendominasi kendali. Tim audit merekomendasikan agar Leeson dibebskan dari
empat kewajiban: mengawasi tim back-office, menandatangani cek, menandatangani rekonsiliasi
transaksi di SIMEX dan rekonsiliasi bank. Leeson tidak pernah menanggalkan hal tersebut
meskipun Simon Jones, manajer operasi regional Asia Tenggara dan chief operating officer
Barings Securities Singapore, mengatakan kepada tim audit bahwa Leeson akan dengan segera
menyerakan fungsi-fungsi tersebut.
Karena Leeson mengontrol back office dan karena Barings tidak memiliki unit independen untuk
mengecek keakuratan laporan Leesons, maka laporan tentang risiko pasar yang dihasilkan oleh
unit manajemen risiko Barings menjadi tidak akurat. Posisi Leeson di transaksi arbitrase tidak
menunjukkan adanya risiko pasar karena transaksi yang dilakukan di sebuah posisi memang
seharusnya bersifat netral karena dinetralisir oleh transaksi di bursa yang lain.
Ketiga, pengawasan karyawan yang lemah. Meskipun Leeson belum pernah memiliki lisensi
untuk melakukan transaksi sebelum penugasannya ke Singapura, namun aktivitasya hanya
mendapat sedikit pengawasan dan tidak ada individu khusus yang secara langsung bertanggung
jawab memantau strategi transaksi Leeson. Selain itu, Leeson banyak melakukan transaksi yang
sebetulnya I luar wewenangnya, seperti pembelian dan penjualan opsi. Namun dia dianggap
orang-orang di London sebagai anak ajaib (the wonder boy) dan turbo-arbitrageur yang tanpa
mitra menyumbang setengah laba Barings Singapore tahun 1993 dan setengah laba Barings pada
1994.
Keempat, kurangnya jalur pelaporan yang tegas. Transaksi ilegal Leeson mungkin terfasilitasi
oleh kekisruhan yang disebabkan adanya dua garis pelaporan: satu ke London untuk transaksi
proprietary, dan ke Tokyo untuk transaksi yang dilakukan atas nama nasabah.
Kelima, prosedur kontrol Barings sangat jelek. Ini terlihat ketika menutup kerugian dari posisi
yang dibuat secara ilegal oleh Leeson. Kantor pusat tidak mewajibkan Leeson membedakan
antara variasi margin yang diperlukan untuk menutup posisi sendiri dan transaksi atas nama
nasabah. Barings juga tidak memiliki sistem untuk mengkonsolidasikan dana yang diminta
Leeson dengan posisi yang dia laporkan. Mestinya Kantor Pusat London sudah menggunakan
program penetapan margin yang disebut Analisisi Risiko Portofolio Standar (Standard Portfolio
Analysis of Risk/SPAN) untuk menghitung margin. Kalau program ini diterapkan, Kantor
London pasti menyadari bahwa jumlah uang yang Leeson minta jauh lebih besar daripada aturan
margin yang ada di Simex. Sebaliknya London begitu saja, secara otomatis, mengirim uang uang
diminta Leeson. Fakta bahwa tidak ada yang meminta Leeson memberikan justifikasi atas uang
yang dimintanya sangat mencengangkan mengingat besarnya dana. Pada akhir Desember 1994,
total dana untuk menutup posisi Leeson adalah USD354 juta. Dalam dua bulan pertama 1995
angkanya meningkat menjadi USD835 juta dan kemudian USD1,2 miliar.

Keenam, tidak ada batasan transaksi. Barings tidak menetapkan batasan untuk posisi transaksi
proprietary Leeson karena merasa tidak menanggung risiko pasar untuk transaksi arbitrase.
Tetapi hancurnya Barings telah menunjukkan bahwa menetapkan batas posisi gross di setiap
bursa sama sekali bukan gagasan buruk. Memang transaksi arbitrase hanya terpapari risiko pasar
yang sangat kecil, tetapi transaksi tersebut mengandung risiko dasar dan risiko settlement. Risiko
dasar terjadi muncul jika harga di dua pasar tidak selalu bergerak bersamaan atau dengan laju
yang sama, sedangkan risiko settlement terjadi karena pasar yang berbeda memiliki sistem
settlement berbeda, sehingga hal ini bisa menciptakan risiko liquiditi dan pendanaan.
Ada aspek penting pada masalah ini: sebuah institusi harus memiliki modal yang cukup untuk
menahan dampak negatif dari pergerakan pasar dari posisi transaksinya dan cukup uang untuk
menjaga posisi ini tetap efektif. Manajemen Barings mengira posisi Leeson bersifat netral
terhadap pasar dengan demikian merasa senang-senang saja untuk memenuhi persyaratan margin
sampai kontrak jatuh tempo. Namun, margin call dari SIMEX dan bursa Osaka ternyata terlalu
besar untuk ditanggung, seperti dikemukakan di depan lebih besar daripada modal Barings.
Sebenarnya risiko funding yang melukai secara serius Barings, tetapi tembakan juga berasal dari
penemuan bahwa banyak posisi dibiarkan tidak di-hedging. Risiko funding ini pula yang
menenggelamkan Metallgesellschaft, sebuah perusahaan manufakturing Jerman pada tahun
1993. Kisah mengenai Barings dan Metallgesellschaft menunjukkan perlunya sebuah institusi
memberi perhatian lebih besar pada kebutuhan pendanaan sementara untuk posisi yang sudah
dihedged, maupun yang hanya setengahnya dihedged. Kesamaannya hanya di sini. Manajer
senior Baring terus mendanai aktivitas Leeson karena mereka mengira bahwa mereka membayar
margin untuk posisi yang sudah dihedged, padahal mereka sebenarnya merugi pada transaksi
langsung. Metallgesellschaft, di sisi lain, menolak memberikan pembiayaan sementara karena
mereka mengira menderita rugi di kontrak yang sebenarnya di-hedged. Kedua insiden ini
menggambarkan perlunya manajer senior lebih pagam tentang posisi hedging.
Ternyata, Barings terpapari risiko pasar secara signifikan dari posisi yang tidak dihedged
sehingga meskipun Barings bisa memperoleh cukup banyak uang untuk menutup biaya margin,
Barings tidak akan mampu menanggung kerugian substansial yang akan diderita saat posisi
tersebut jatuh tempo. Agen yang ditunjuk oleh administrator Barings, setelah Barings dinyatakan
bangkrut, menutup semua transaksi dengan kerugian total USD1,4 miliar. Maka
ketidakmampuan Barings memenuhi kewajiban margin pada Februari 2005 hanya memperkuat
kehancurannya. Nasib Barings sudah diukir pada akhir Januari ketika Leeson secara ilegal
melakukan 30.000 kontrak berjangka indeks Nikkei.
Ketujuh, terpapari risiko kredit. Implikasi risiko kredit ditunjukkan dari pencairan dana
tambahan ke nasabah, yang digunakan untuk memenuhi margin call. Namun departemen risiko
kredit tidak mempertanyakan mengapa Barings meminjamkan lebih dari USD500 juta ke
nasabahnya untuk bertransaksi di SIMEX, dan hanya menghasilkan return 10%. Juga tidak jelas

siapa nasabah yang dimaksudkan oleh Leeson untuk dibiayai, namun kerugian finansial Barings
akan sangat signifikan jika nasabah-nasabah ini mengalami wanprestasi (defaulted). Komite
Kredit Barings di bawah pimpinan George Maclean bersikeras bahwa menjadi kebijakan Barings
untuk membiayai transaksi margin oleh nasabah sampai bisa ditagih. Tetapi tidak ada batasan
jumlah dana tambahan per nasabah. Nasabah yang meminjam dana dengan cara ini jelas tidak
menjalani proses persetujuan kredit. Komite Kredit tidak pernah secara formal
mempertimbangkan aspek kredit dari tambahan dana untuk posisi margin nasabah meskipun
mereka melihat pesatnya pertumbuhan nilai pinjaman seperti terlihat di neraca. Pendek kata,
kontrol risiko kredit di Barings amburadul (shambolic).
Bangkrutnya bank tertua UK adala contoh ekstrim dari risiko operasi, yakni risiko bahwa
kelemahan dalam sistem informasi atau kontrol internal dapat berakibat pada kerugian yang tidak
diharapkan. Ketika kasus seperti itu terus berulang, maka jelas bahwa para manager senior terus
mengabaikan aturan dan rekomendasi untuk bersikap prudent dalam mengambil risiko.

Learning Leesons Lesson (3, Terakhir)

Hancurnya Barings Bank pada 1995 merupakan salah satu bencana paling spektakuler dalam
sejarah keuangan modern. Nasib Leeson lebih baik dari bank yang dibangkrutkannya. Meski ia
dihukum penjara dan didiagnosa kanker dan ditinggalkan istri selama dipenjara, ia mampu
bangkit dari kejatuhan. Bagaimana ia menggapai kembali kehidupan dan kesuksesannya?
Kehidupan Nicholas William Lesson bermula sebagai kisah klasik dari gembel menjadi kaya
raya. Dia dilahirkan pada 25 Februari 1967 sebagai anak laki-laki kelas pekerja bangunan dari
kawasan Watford, sebuah kota kecil dalam distrik Hertfordshire, UK, sekitar 30 kilometer barat
laut London. Dia gagal ujian akhir matematika dan meninggalkan sekolah dengan sedikit
kualifikasi.
Namun demikian, pada awal 1980-an, Nick Leeson berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai
tenaga administrasi di Coutts and Co., salah satu private bank terkemuka di Scotlandia.
Kemudian ia berpindah-pindah ke berbagai bank sebelum bergabung dengan Barings Bank.
Di Baring dia berkinerja mengesankan dan dipromosikan ke lantai perdagangan (trading floor).
Pada tahun 1993, tidak lama bekerja sebagai trader, Leeson ditunjuk sebagai manager sebuah
divisi baru di operasi pasar berjangka di bursa berjangka di bursa Moneter Singapura (Singapore
Monetary Exchange/SIMEX). Dengan posisinya ini tahun itu ia segera menghasilkan jutaan
dollar bagi Barings dari hasil spekulasi di kontrak berjangka indeks Nikkei. Maka oleh atasannya
dia dianggap sebagai anak ajaib.
Sebagai trader derivatif, secara duniawi Leeson dan istrinya Lisa tampak memiliki segalanya.
Dia mendapat kaji GBP50.000 dan bonus sampai GBP150.000, akhir pekan di tempat-tempat
eksotik, dan apartemen mewah tempat ia sering mengadakan pesta. Di atas semua itu pasangan
ini tampak saling mencintai.
Tetapi apa yang dengan mudah dicapainya juga mudah hilang. Pada akhir Desember 2004, dia
membukukan kerugian sebesar USD512 juta dari transaksi yang dilakukannya. Ia
menyembunyikan kerugian di akun yang disebut five-eights (88888). Dalam upaya menutup
kerugian itu, Leeson berspekulasi bahwa indeks Nikkei tidak akan turun di bawah 19.000 poin.

Pada waktu itu, spekulasi tersebut sangat masuk akal mengingat ekonomi Jepang mulai berbalik
arah dari resesi yang berlangsung selama 30 bulan sebelumnya. Namun sesuatu hal di luar
dugaan terjadi. Pada tanggal 17 Januari 1995, gempa bumi dahsyat berkekuatan 7,2 skala richter
melanda Kobe, Jepang. Akibatnya, indeks Nikke yang stabil dan cenderung menguat turun tajam,
sebesar 7% dalam seminggu. Maka kerugian Leeson makin besar.
Pada Januari 1995 SIMEX menyatakan kepeduliannya ke Barings Bank soal transaksi Leesons.
Para atasannya di London mempercayai anak ajaib ini dengan menyetujui permintaan Leeson
untuk mentransfer dana tambahan USD1 miliar untuk mempertahankan posisinya. Pimpinan
Barings percaya kata Leeson bahwa pihaknya tidak terpapari risiko karena transaksi Leeson
adalah untuk memenuhi order nasabah.
Leeson sendiri, yang berharap akan ada rebound pasca gempa, tidak melakukan hedging atas
posisinya tersebut. Bahkan ia terus menaikkan taruhan dengan membeli lebih dari 20,000
kontrak berjangka masing-masing senilai USD180,000 dalam upaya menggerakkan pasar. Dan
ternyata tidak ada rebound.
Total kerugian dari transaksi ini $1.3 miliar.

Dan mulai diketahui oleh pelaku pasar secara terbuka pada 19 Februari.
Pada Kamis 23 Februari 1995, dua hari sebelum ulang tahun ke-28, Lesson menghilang dari
Singapura. Dia sadar akan masuk penjara karena transaksi yang dilakukannya dan berharap dapat
ditahan di UK daripada di Singapura. Ia dan istrinya pun melakukan diri. Mula-mula dia pergi ke
sebuah resort eksklusif di Kalimantan dan kemudian ke Frankfurt. Ia memesan tiket penerbangan
atas namanya sendiri ke Eropa dan selamapenerbangan dia bersembunyi di balik topi baseball.
Pihak berwenang Jerman diberitahu dan polisi Jeran berada di Bandara dan menangkap Leeson
begitu ia mendarat.
Pada Kamis, 23 Februari itu juga Auditor Barings Bank akhirnya menemukan penggelapan yang
dilakukannya, hampir bersamaan dengan waktu chairman Barings, Peter Barings, menerima
surat pengakuan dari Leeson. Tetapi pengakuan itu sudah terlambat. Bank sentral UK, Bank of

England, mencoba melakukan bailout pada 24 dan 25 Februari tetapi tidak berhasil. Barings
dinyatakan insolvent pada Minggu, 26 Februari 1995.
Setelah ditahan di Frankfurt, Jerman, dia menghabiskan waktu beberapa bulan penuh beban
untuk mencoba bebas dari ekstradisi ke Singapura. Dia gagal dan disidang di pengadilan di
Singapura. Pada Desember 1995 dia dinyatakan bersalah atas dua tuduhan, yakni menipu auditor
Barings bank dan memalsukan dokumen ke SIMEX. Atas kedua kesalahan tersebut, dia dihukum
penjara enam setengah tahun dikurang masa penahanan sejak 2 Maret 1995 di Frankfurt sambil
menunggu ekstradisi.
Dia penjara ia pernah mengatakan banyak berolah raga lari mengelilingi lapangan basket
penjara, menemukan Tuhan dan menghabiskan waktu. Namun, penjara jelas tidak ramah bagi
sistem kekebalan manusia. Nick disel dengan dua orang lain selama 23 jam sehari. Teman
sepenjara menjadi anggota gang yang lawan, dan ketika terjadi perkelahian maka ia tak pelak
lagi juga terpaksa ikut. Dia tidur di lantai semen yang kasar; sarapannya tiga potong roti dan
hidangan lian berupa nasi dengan sepotong daging ayam dan sayur.
Istrinya Lisa mendapat pekerjaan sebagai pramugari sehingga bisa mengunjunginya secara
regular. Dari kunjungannya ini Lisa membantu Leeson menulis buku pertamanya yang berjudul
Rogue Trader. Pada mulanya, perkawinan mereka bertahan meski hidup mereka terpisah. Namun
akhirnya menceraikannya.
Leeson mengenang dalam Rouge Trader bahwa periode paling berat selama dipenjara, yang lebih
buruk daripada kena kanker adalah tujuh bulan antara Maret dan Oktober 1996, ketika istrinya
mulai jarang berkunjung dan surat yang biasa dikirim setiap hari benrhenti. Di penjara Anda
benar-benar membutuhkan pegangan. Pegangan itu adalah hubungan saya dengan Lisa sampai
saya tidak tahu lagi apa yang terjadi antara saya dengan Lisa. Akhirnya saya melalui surat
menawarkan perceraian dan dua minggu kemudian ia menjawab ya, tulis Leeson.
Perkawinan Lisa dengan trader derivatif lain memukul mental Leeson dan membuatnya depresi.
Penderitaannya lebih dari itu, selama di penjara Leeson didiagnosa sakit kanker usus besar,
penyakit yang menyebabkan kematian ibunya ketika ia berusia 20 tahun. Perlu sedikit
pemberontakan yang berisiko hukuman lebih panjang sebelum akhirnya Leeson dikirim ke
Rumah Sakit New Changi.
Leeson menjalani operasi pembedahan pada 11 Augustus 1996. Sepuluh hari kemudian dia
kembali ke sel, tidur di atas lantai semen dan berjuang untuk duduk ketika 38 jahitan baru saja
dilepas dari luka bedah dan otot perut yang sakit karena operasi. Beruntung ahli bedahnya adalah
salah satu yang terbaik di Singapore dan oncologist-nya pernah belajar di Universitas Cornell di
New York dan menjadi dokter mantan Presiden Lee Kuan Yu. Tak urung, berat badannya cepat

menyusut dan rambutnya rontok karena kemoterapi. Sosoknya berubah dari orang muda energik
yang suka minuman keras menjadi sesosok hantu laki-laki.
Dia akhirnya dibebaskan pada musim panas 1999. Kembalinya ke UK membawa kenyataan
baru. Bukan saja gaya hidup kelas atasnya yang hilang, dia menjadi pengangguran dan tidak
memiliki rumah. Pada tahun pertama di UK, ia menumpang di rumah teman dan saudara sambil
terus melakukan terapi untuk menyembuhkan kanker. Dia lari Marathon 2000 melawan nasihat
dokter dan bertekad mencari uang untuk menyembuhkan kankernya dan membantu biaya
ayahnya yang sakit di Linda Jackson MacMillan Centre di Middlesex, UK.
Nick Leeson membuktikan ketahanannya dan mampu memulai hidup baru. Mula-mula ia
menerima honor bagus dengan mengizinkan bukunya dimuat secara serial di Koran The Mail.
Kisahnya yang didramatisasi oleh produser Film-maker James Dearden kemudian difilmkan
dengan judul, Rogue Trader, dengan bintang Ewan McGregor. Film ini dirilis Juni 1999 di
London, satu bulan sebelum dia dibebaskan dari penjara.
Selama 2001 dia mengambil gelar Ilmu Psikologi dan kemudian menjadi pembicara seminar
yang laris tentang manajemen risiko, compliance dan corporate responsibility. Dia juga sering
diundang menjadi pembicara sehabis makan malam tentang pengalaman hidupnya, termasuk
ketika bekerja di Barings Bank. Kisahnya banyak dijadikan rujukan oleh pakar lain yang sering
menjadi pembicara tentang manajemen risiko.
Pada awal 2005 Nick ditunjuk menjadi General Manager dan pada 2006 chief executive officer
Galway United FC, sebuah asosiasi sepakbola di Galway, Irlandia. Pada Juni 2005, buku kedua
Leeson, Back from the Brink, Coping with Stress, diterbitkan oleh Virgin Books.
Back From the Brink menceritakan kisah pribadi Leeson, khususnya ketika mengatasi stress. Ini
menimbulkan simpati karena buku tersebut juga memuat perbincangannya dengan psikolog top
Ivan Tyrrell yang menunjukkan bagaimana stress menekan fisik dan mental Leeson. Digabung
dengan analisi professional dari Tyrrell, Back From the Brink, merupakan buku praktis namun
penuh inspirasi tentang cara mengatasi masalah hidup termasuk: hidup dengan masalah keluarga,
berjuang melawan utang, dan mencoba mencapai kembali kesuksesan, dan mengatasi sakit
serius. Pengalaman saya mungkin tidak biasa, tetapi dapat memberikan wawasan nyata tentang
bagaimana dapat mempengaruhi kita semua. Buku ini akanmembantu orang yang merasa
dipenuhi oleh beban penderitaan hidup, tulis Leeson. Format buku ada sepotong kisah hidup
dalam setiap bab, yang juga berisi pembicaraan Leesomn dengan Tyrrell dan kemudian
serangkaian teknik praktis mengatasi stress.
Kini, dengan gelar di bidang ilmu psychology dan perkawinan kedua dengan ahli kecantikan
Irlandia bernama Leona Tormay dan memiliki seorang anak laki-laki. Mengenai sakit Leeson
menyatakan, Saya berpandangan bahwa kanker tidak boleh mengambil alih dan mengontrol

hidupmu. Saya percaya bahwa semakin positif sikap Anda, semakin besar peluang Anda untuk
survive. Nasihatnya kepada orang lain adalah tidak pernah menahan stress seperti dulu pernah
ia lakukan. Anda perlu berbicara dan mengekspresikan diri seperti saya lakukan kemudian
dengan Leona. Sangat mengagumkan bagaimana manusia mampu beradaptasi dan Anda mampu
mengatasi dengan kanker dan dengan persoalan-persoalan lain sepanjang Anda tetap memiliki
kerangka piker yang kuat.

Pengertian Pasar Futures dan Option


Option adalah perjanjian yang memberikan si pembeli option hak untuk membeli
atau menjual kontrak
di masa yang akan datang pada harga tertentu (Specific Price) dan pada atau
sebelum
waktu tertentu (Expiration Date).

Ada 2 macam Option:

Call Option
Sebuah perjanjian yang mana si pembeli option membayar premium untuk
mendapatkan hak (bukan kewajiban) untuk membeli (go long) kontrak pada harga
tertentu dari si penjual option.

Put Option
Sebuah perjanjian yang mana si pembeli option membayar premi untuk
mendapatkan hak (bukan kewajiban) untuk menjual (go short) kontrak pada harga
tertentu dari si penjual option.

Call atau Put Option dapat di "exercise" (dilaksanakan) pada setiap waktu sebelum
tanggal jatuh tempo (Expiration Date).

Seperti halnya di pasar pasar lainnya, untuk setiap pembeli tentu ada penjualnya.
Dalam perdagangan option, penjual harus selalu siap untuk masuk posisi yang
berkebalikan dengan posisi si pembeli pada saat option di "exercise".

Keadaan ini dapat dijelaskan seperti di bawah ini:

Hak hak si pembeli vs Kewajiban kewajiban si penjual

PENJUAL (SELLER)

Call:
Penjual harus siap untuk memasuki posisi short di masa yang akan datang
(Short futures position) jika option di "exercise" oleh pembeli.

Put:
Penjual harus siap untuk memasuki posisi long di masa yang akan datang
(Long futures position) jika option di "exercise" oleh pembeli.

PEMBELI (BUYER)

Call:
Jika pembeli memutuskan untuk meng "exercise" optionnya maka ia akan
memasuki
Long position berdasarkan kontraknya yang telah disetujui.

Put:
Jika pembeli memutuskan untuk meng "exercise" optionnya maka ia akan
memasuki
Short position berdasarkan kontraknya yang telah disetujui.

Keadaan akhir posisi jika option di "exercise":

Option
Contract

Resulting Option in Option


Market

Futures Market
if Exercise

Call Option
Bought

a long call = membeli hak untuk


membeli futures contract

Long Futures

CallOption
Written

a short call = menjual hak untuk


membeli futures contract

Short Futures

a long put = membeli hak untuk


menjual futures contract

Short Futures

a short put = menjual hak untuk


menjual futures contract

Long Futures

Put Option
Bought
Put Option
Written

Option Strategy vs Market Expectation

Optio
Pembeli
n

Penjual

Call

mengharapkan harga pasar


naik

mengharapkan harga pasar


turun

Put

mengharapkan harga pasar


turun

mengharapkan harga pasar


naik

Kunci dari perdagangan option ini adalah premium. Karena premium ini bergerak
sesuai dengan harga pasar, maka diperlukan pengertian bagaimana cara
menentukan besarnya premium option dan faktor faktor apa yang
mempengaruhinya. Yang pertama dan perlu diingat bahwa premium ditetapkan
berdasarkan Supply dan Demand antara pembeli dan penjual. Harga yang dapat
diterima oleh kedua belah pihak pada suatu waktu tertentu ditentukan oleh 2 faktor
utama, yaitu: Intrinsic Value dan Time Value (Extrinsic Value)

Intrinsic
Value
Untuk sebuah Call Option, Intrinsic Value adalah jumlah premi yang menyebabkan
harga
yang
akan
datang (Future Price) di atas Strike Price (Option Exercise Price).
Option
yang
mempunyai
Intrinsic
Value
disebut
"In
the
money".
Jika Future Price sama dengan Strike Price, option tersebut disebut "At the Money".
Jika Future Price di bawah Strike Price, option tersebut disebut "Out of the money".
Sehingga jika option dalam keadaan "at the money" atau "out of the money",
maka
option
tersebut
tidak
mempunyai
Intrinsic
Value.
Demikian sebaliknya, untuk Put Option dikatakan mempunyai Intrinsic Value,
jika
Future
Price
dibawah
Strike
Price.
Premium
=
Intrinsic
Value
+
Time
Value
Intrisic
Value
=
In
the
Money
Time Value = Komponen dari premium yang lebih besar dari Intrinsic Value
Sehingga
Jika option
Time

dapat
"out of
Value

the

money", maka pada


+
Intrinsic

disimpulkan:
premium
Value

option tersebut,
=
0

Jika option "in the money", maka premiumnya menagandung 2 komponen yaitu
Intrisic Value dan Time Value

IN-AT-OUT of the money


Beli Euro Call/Put di harga 1.2650
Call

Market Price

Put

In the money

1.2800

Out of the money

At the money

1.2650

At the money

Out of the money

1.2500

In the money

Pengertian Tentang Pasar Futures

Perdagangan Futures dapat berbentuk Komoditi maupun Valuta Asing.


Dalam hal ini akan dibahas hanya Valuta Asing, karena sejak perdagangan
Internasional
berkembang
pesat,
maka nilai tukar mata uang antar negara menjadi faktor yang sangat penting.
Dengan keadaan demikian maka perdagangan Commodity Futures berkembang ke
area
baru
yaitu
mata uang itu sendiri yang diperdagangkan. Berbeda dengan komoditi,
perdagangan
valuta
asing
ini
tidak
pernah
diakhiri
dengan
pemindahan
secara
fisik
(Non
delivery).
Perdagangan futures ditandai dengan forward contract atau futures contract.
Pentingnya pardagangan futures ini baru terasa jika kita pergi ke luar negeri.
Sebagai contoh kita bepergian dari Jerman ke Swiss, mau tidak mau kita harus
menukarkan mata uang Euro (EUR) ke Swiss Franc (CHF), karena tidak jarang anda
akan menemukan toko atau restaurant yang tidak menerima mata uang Euro (EUR)
selain
mata
uang
Swiss
Franc
(CHF).
Sekarang, jika Swiss mengalami inflasi yang tinggi yang mengakibatkan nilai CHF
menjadi turun sehingga satu CHF hanya mampu ditukarkan dengan komoditi yang
lebih sedikit. Dan jika di Jerman inflasi rendah, sehingga nilai EUR dibandingkan
dengan CHF menjadi lebih tinggi. Apabila anda kembali ke Swiss dan akan
menukarkan EUR yang tersisa ke CHF maka anda akan menjual EUR ke CHF dengan
nilai tukar yang berlaku saat itu, yang mungkin saja berbeda nilainya dengan
kemarinnya
atau
1
minggu
sebelumnya.
Katakanlah anda bepergian dari Swiss ke Jerman 1 minggu lebih awal dan
menukarkan Swiss Franc ke Euro pada saat memasuki Jerman. Anda membeli EUR
dengan
menggunakan
CHF
sebagai
currency.
Seminggu kemudian, anda kembali ke Swiss dan ingin menjual sisa EUR anda,
tetapi saat itu nilai CHF jatuh dan anda dapat menjual EUR dan memperoleh Swiss
Franc lebih banyak dibandingkan dengan apa yang anda bayar seminggu yang lalu.
Pada saat ini, dikatakan EUR menguat terhadap CHF atau CHF melemah terhadap
EUR.
Dalam contoh sederhana ini, anda dapat melihat bagaimana mata uang dapat
berperan
sebagai
komoditi
yang dapat dibeli atau dijual. Untuk turis, hal ini tidak begitu berarti. Tetapi
bayangkan
bagaimana
pentingnya
fluktuasi nilai tukar mata uang bagi seorang pedagang yang kerjanya meng ekspor /
impor
ke
luar
negeri
atau
dari
luar
negeri.
Sebagai

contoh

Seorang distributor mobil di Amerika Serikat mengorder mobil dari Jerman seharga
50 juta USD dan akan dikirim 3 bulan mendatang. Ia menghadapi resiko kenaikan
EUR terhadap USD apabila ia membayar mobil mobil tersebut dengan EUR 3 bulan
mendatang. Karena untuk membeli mobil mobil tersebut, ia harus terlebih dahulu
membeli
EUR.
Harga mobil sebenarnya tidak berubah, yang naik adalah harga uang yang
digunakan untuk membayar mobil tersebut. Sehingga harus menjual mobil tersebut
lebih mahal di Amerika, atau kalau ia mempertahankan harga jual, maka ia akan
mendapatkan
keuntungan
yang
lebih
kecil.
Tentu saja hal yang sebaliknya dapat saja terjadi, sehingga ia dapat membeli mobil
mobil tersebut dengan harga yang lebih murah. Tetapi sebagai pedagang ia tidak
ingin menanggung resiko seperti itu, ia ingin memindahkan resiko tersebut kepada
para spekulan spekulan di pasar futures dan timbullah Foreign Currency Futures dan
yang melakukan hedging adalah Bank, Multi National Company,
Foreign
Exchange
Broker
dan
lain
sebagainya.

Perbedaan antara Pasar Futures dengan Pasar Spot dan Forward Inter
Bank
Para dealer dalam pasar inter bank menawarkan kontrak forward, yang mana
memberikan keuntungan keuntungan yang sama dengan kontrak future. Walaupun
sama secara konsep tetapi terdapat perbedaan perbedaan pokok. Dibawah ini
adalah perbedaan perbedaan utama antara keduanya.
Pasar Futures

Pasar Spot & Forward Inter


Bank

1. Trading dilakukan di sebuah


arena dimana penawaran,
permintaan dan jumlahnya
diteriakkan oleh para dealer
("open outcry")

1. Trading di lakukan melalui


telephon, telex dimana biasanya
bank melakukan transaksi
langsung dengan bank lain

2. Peserta baik pembeli maupun


penjual menawarkan satu harga
tertentu dan untuk waktu
tertentu

2. Para paserta biasanya


menawarkan harga 2 arah yang
menunjukkan keinginan untuk
membeli pada harga murah dan
menjual pada harga tinggi

3. Peserta yang bukan anggota


arena harus mengadakan
transaksi melalui brokers

3. Peserta dapat mengadakan


transaksi langsung, baik melalui

(exchange members) yang


mewakili mereka dalam arena

broker maupun tidak

4. Para peserta pasar biasanya


tidak kenal satu sama lain,
kecuali jika sebuah perusahaan
melakukan trading untuk
kepentingan accountnya sendiri
melalui brokernya sendiri di
arena

4. Para peserta dalam setiap


transaksi selalu mengetahui
siapa pihak lawannya

5. Para pesertanya adalah Bank


yang melakukan transaksi
5. Para peserta adalah Bank,
dengan sesama Bank maupun
Perusahaan, Lembaga Keuangan, Lembaga Lembaga komersial
Investor dan para spekulan
yang besar. Hubungan dengan
perorangan maupun perusahaan
kecil sangat terbatas
6. Harga harga trading dari mata
uang (currency future)
6. Harga indikasi 2 arah tersedia
diumumkan secara
di pasar uang internasional
berkesinambungan oleh CME
(melalui Reuter Screen)
(Chicago Merchantile Exchange)
7. Exchange's Clearing House
merupakan pihak lawan dari
setiap transaksi yang
dikliringkan, sehingga resiko
kredit (Credit Risk) menjadi kecil

7. Setiap pihak lawan (Counter


Party) pada siapa dealer
melakukan transaksi harus
diselidiki "credit risk" nya sendiri
sendiri lalu ditetapkan "credit
limit" nya masing masing

8. Diperlukan margin bagi


seluruh peserta

8. Tidak diperlukan margin


untuk transaksi inter bank,
tetapi untuk nasabah non bank
yang kecil kadang kadang
diperlukan margin

9. Settlement dilakukan harian


melalui Exchange's Clearing
House. Laba dari posisi dapat
diambil setiap saat dan kerugian
dipungut harian

9. Settlement dilakukan 2 hari


kerja setelah transaksi Spot.
Untuk transaksi Forward, laba
atau rugi direalisasikan pada
tanggal settlement

10. Sebagian kecil (kurang dari


1%) dari kontrak dapat berakhir
dengan delivery (penyerahan
secara riil)

10. Sebagian besar transaksi


berakhir dengan delivery

11. Semua posisi baik Long


maupun Short dapat dilikuidasi
dengan mudah

11. Posisi Foward tidak mudah


untuk ditransfer ke pihak lain

12. Tanggal jatuh tempo sudah


distandardisasi untuk setiap
bulannya supaya persaingan
12. Tanggal jatuh tempo dapat
harga dapat semaksimum
dibuat kapan saja sesuai
mungkin. Tanggal jatuh tempo
keinginan kedua belah pihak
tersebut diatur 3 bulan sekali
yaitu: Maret, Juni, September dan
Desember

13. Harga ditawarkan (quoted)


dalam American Term yaitu
berapa unit dollar per satu mata
uang asing

13. Harga ditawarkan (quoted)


dalam European Term (berapa
unit mata uang lain untuk satu
dollar) kecuali untuk
Poundsterling dan negara
negara persemakmurannya

14. Biasanya digunakan untuk


sarana hedging

14. Biasanya digunakan untuk


memperoleh keuntungan
dengan

Das könnte Ihnen auch gefallen