Sie sind auf Seite 1von 21

Referat Ilmu Penyakit Dalam

Acute Kidney Injury

Pembimbing :
dr. M. Mahfudz, Sp.PD

Oleh :
Prastiti Rahmanita
2015.1040.1011.073

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN JOMBANG
2016
0

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................4
2.1....................................................................................................................
Definisi......................................................................................................4
2.2....................................................................................................................Eti
ologi...........................................................................................................5
2.3....................................................................................................................Ep
idemiologi..................................................................................................6
2.4....................................................................................................................Pa
tofisiologi...................................................................................................7
2.5....................................................................................................................Ga
mbaran Klinis.............................................................................................9
2.6....................................................................................................................Di
agnosis.......................................................................................................9
2.7....................................................................................................................Te
rapi.............................................................................................................13
2.8....................................................................................................................Pr
ognosis.......................................................................................................14
2.9....................................................................................................................K
omplikasi...................................................................................................14
BAB III LAPORAN KASUS..............................................................................15

BAB IV KESIMPULAN.....................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

BAB 1
PENDAHULUAN

Acute Kidney Injury (AKI) merupakan terminologi baru yang digunakan


sebagai pengganti gagal ginjal akut. Acute Kidney Injury (AKI) sebelumnya
dikenal dengan gagal ginjal akut (GGA, Acute Renal Failure [ARF]) merupakan
salah satu sindrom dalam bidang nefrologi yang dalam 15 tahun terakhir
menunjukkan peningkatan insidens (Sinto & Nainggolan, 2010).
Acute Kidney Injury (AKI) secara universal menggantikan gagal ginjal
dan sistem stadiumnya telah diusulkan untuk mendeteksi AKI secara dini dan
berdampak pada penatalaksanaan AKI. Terminologi baru memungkinkan para
profesional kesehatan untuk mempertimbangkan penyakit dengan beraneka
macam gangguan di ginjal (Lewington & Kanagasundaram, 2011).
Secara klinis AKI ditandai dengan penurunan cepat pada fungsi ginjal
yang mengakibatkan kegagalan untuk mempertahankan cairan, elektrolit dan
homeostasis asam-basa. Ada banyak definisi yang berbeda dari AKI digunakan
dalam literatur yang membuat sulit untuk menentukan epidemiologi dan hasil dari
AKI (Lewington & Kanagasundaram, 2011).
AKI merupakan komplikasi yang sering pada pasien rawat inap. Hal ini
terkait dengan morbiditas yang serius baik jangka pendek maupun jangka
panjang, peningkatan risiko kematian, dan biaya kesehatan yang signifikan.

Kenaikan kreatinin serum (SCr) yang kecil secara independen memprediksi


prognosis yang buruk. Saat ini tidak ada obat untuk AKI dan prinsip-prinsip
penatalaksanaan adalah deteksi dini, optimasi hemodinamik, koreksi hipovolemia,
menghentikan dan menghindari obat-obatan nefrotoksik, dan mengobati penyakit
atau penyebab yang mendasari (Varrier, Fisher, & Ostermann, 2015).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi
AKI (Acute kidney injury) didefinisikan sebagai peningkatan kadar
kreatinin serum ataupun produk metabolisme nitrogen yang bersifat
reversibel dan ketidakmampuan ginjal untuk meregulasi cairan dan elektrolit
kekeadaan homeostasis tubuh (Pardede & Puspaningtyas, 2012).
Gangguan ginjal akut/ GnGA (Acute kidney injury/AKI) merupakan istilah
pengganti dari gagal ginjal akut, didefinisikan sebagai penurunan mendadak
dari fungsi ginjal (laju filtrasi glomerulus/LFG) yang bersifat sementara,
ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin serum dan hasil metabolisme
nitrogen serum lainnya, serta adanya ketidakmampuan ginjal untuk mengatur
homeostasis cairan dan elektrolit (Rachmadi, 2011).
Penurunan tersebut dapat terjadi pada ginjal yang fungsi dasarnya normal
(AKI klasik) atau tidak normal (acute on chronic kidney disease). Dahulu,
hal di atas disebut sebagai gagal ginjal akut dan tidak ada definisi operasional
yang seragam, sehingga parameter dan batas parameter gagal ginjal akut yang
digunakan berbeda-beda pada berbagai kepustakaan. Hal itu menyebabkan

permasalahan antara lain kesulitan membandingkan hasil penelitian untuk


kepentingan meta-analisis, penurunan sensitivitas kriteria untuk membuat
diagnosis dini dan spesifisitas kriteria untuk menilai tahap penyakit yang
diharapkan dapat menggambarkan prognosis pasien. Atas dasar hal tersebut,
Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) yang beranggotakan para nefrolog
dan intensivis di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah ARF
menjadi AKI (Sinto & Nainggolan, 2010).
2.2.

Etiologi
Penyebab tersering AKI adalah sepsis, operasi besar, curah jantung yang
rendah, hipovolemia serta obat-obatan. KDIGO menyusun risiko AKI
berdasarkan paparan (exposure) dan kerentanannya (susceptibilities) (Widodo
& Irwanadi, 2015).

(KDIGO, 2012)
Penyebab AKI dapat dibagi menjadi tiga kategori: prerenal (disebabkan
oleh penurunan perfusi ginjal, sering kali karena penurunan volume), intrinsik
renal (yang disebabkan oleh suatu proses dalam ginjal), dan postrenal (yang
disebabkan oleh drainase yang tidak memadai distal urine ke ginjal). Pada

pasien yang sudah memiliki penyakit ginjal kronis dengan salah satu faktor

tersebut, terutama penurunan volume, dapat menyebabkan AKI dan gangguan


kronis fungsi ginjal lebih lanjut (Rahman, Shad, & Smith, 2012).

2.3.

Epidemiologi
Insiden

AKI

meningkat

(penuaan/komorbiditas),

7-9

perubahan

kali

karena

perilaku

perubahan

kesehatan

populasi

(meningkatnya

penggunaan obat yang berpotensi nefrotoksik, media kontras, intervensi


berisiko tinggi), dan peningkatan pengenalan (Varrier, Fisher, & Ostermann,
2015).
Berbagai penelitian menemukan bahwa angka kejadian AKI sejak tahun
1992 sampai dengan 2001 makin meningkat. AKI ditemukan pada 1-7%
pasien yang dirujuk ke rumah sakit, timbul pada 36-67% pasien yang sakit

kritis, dan 10-15% pasien yang dirawat di ICU. Sekitar 5-6% pasien AKI
yang drawat di ICU memerlukan terapi pengganti ginjal atau dialisis (Widodo
& Irwanadi, 2015).
2.4.

Patofisiologi
Ginjal menerima sekitar 20% dari output jantung, dan di ginjal ekstraksi
oksigen rendah (sekitar 10-15%), ginjal sangat rentan terhadap hipoksia
jaringan, terutama selama keadaan sakit yang akut. Dalam beberapa tahun
terakhir sebelumnya diyakini bahwa AKI berkembang karena penurunan
global dalam perfusi ginjal yang terkait dengan keadaan shock. Beberapa
mekanisme berkontribusi bersamaan termasuk variasi konsumsi regional
perfusi dan oksigen, gangguan autoregulasi, distorsi peritubular dan
glomerulus mikrosirkulasi, cedera sel tubular, cedera endotel, mikrovaskuler
trombosis, dan arteriovenous shunting, mengakibatkan aktivasi proses
inflamasi (Varrier, Fisher, & Ostermann, 2015).

(Adiyanti & Loho, 2012)


Mekanisme patofisiologi yang berkontribusi pada pengembangan AKI,
berupa iskemia atau toxic damage, yaitu (a) gangguan terhadap perfusi ginjal
yang menurunkan auto-regulasi ginjal dan menyebabkan vasokonstriksi

ginjal, (b) disfungsi tubular dan kematian sel akibat apoptosis dan deskuamasi
nekrosis (c) obstruksi sel yang memberikan kontribusi untuk intra-tubular (d)
gangguan metabolisme yang menyebabkan gangguan transportasi, sehingga
mengganggu keseimbangan tubular-glomerular, dan (e) produksi mediator
inflamasi lokal menyebabkan peradangan interstitial dan penyempitan
vaskular. Di tingkat sel, terdapat hilangnya integritas cytoskeletal dan
polaritas sel, dengan perpindahan molekul adhesi dan protein membran
lainnya seperti Na+K+ATPase dan integrin beta, hilangnya proksimal brush
border tubular, seperti apoptosis dan nekrosis. Terjadinya kerusakan yang
terus menerus, baik sel sehat dan tidak sehat yang desquamated
meninggalkan ruang membran basal sebagai satu-satunya penghalang antara
filtrat dan interstitium peritubular. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan
backleak atau bocor dari filtrat yang kembali, terutama jika ada peningkatan
tekanan

intratubular, yang

menyebabkan

obstruksi intratubular

dan

menyebabkan interaksi puing selular dengan protein seperti fibronektin dalam


lumen. Kerusakan epitel dapat menyebabkan sekresi mediator inflamasi dan
vasoaktif, yang dapat memperburuk vasokonstriksi dan peradangan (Adiyanti
& Loho, 2012).

(Adiyanti & Loho, 2012)

2.5.

Gambaran Klinis
Gambaran klinis bervariasi tergantung penyebab, tingkat keparahan AKI,
dan penyakit yang terkait. Kebanyakan pasien dengan AKI ringan sampai
sedang adalah asimptomatik dan diidentifikasi pada pengujian laboratorium.
Pasien dengan kasus yang parah, bagaimanapun, mungkin gejala hadir
dengan kelesuan, kebingungan, kelelahan, anoreksia, mual, muntah, berat
badan, atau edema. Pasien juga dapat muncul oliguria (output urin kurang
dari 400 ml per hari), anuria (output urin kurang dari 100 ml per hari), atau
volume normal urin (nonoliguric AKI). Gejala lain dari AKI dapat meliputi
perkembangan dari uremic encephalopathy (dimanifestasikan oleh penurunan
status mental, asterixis, atau gejala neurologis lainnya), anemia, atau
perdarahan yang disebabkan oleh disfungsi trombosit uremik (Rahman, Shad,
& Smith, 2012).

2.6.

Diagnosis

1. Anamnesis
Saat pertama kali mendapatkan seseorang pasien dengan penurunan
fungsi ginjal, maka assesment pertama adalah menentukan apakah
penurunan fungsi ginjal tersebut akut atau kronis. Adanya anamnesis
oliguria yang baru saja terjadi mengarahkan pada kemungkinan diagnosis
AKI, sedangkan adanya riwayat penyakit hipertensi, Diabete Mellitus,
usia lanjut, penyakit pembuluh darah, keluhan uremia seperti lelah, mual,
nafsu makan hilang, pruritus dan hicup menunjukkan bahwa penurunan
fungsi ginjal tersebut sudah lama terjadi (Widodo & Irwanadi, 2015).

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi ortostatik dan
takikardia, penurunan jugular venous pressure (JVP), penurunan turgor
kulit, mukosa kering, stigmata penyakit hati kronik dan hipertensi portal,
tanda gagal jantung dan sepsis. Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi
tinggi bila upaya pemulihan status hemodinamik tidak memperbaiki tanda
AKI. Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan dengan data klinis penggunaan
zat-zat nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin,
hemoglobin, asam urat). AKI pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri
sudut kostovertebra atau suprapubik akibat distensi pelviokalises ginjal,
kapsul ginjal, atau kandung kemih. Nyeri pinggang kolik yang menjalar
ke daerah inguinal menandakan obstruksi ureter akut. Keluhan terkait
prostat, baik gejala obstruksi maupun iritatif, dan pembesaran prostat pada
pemeriksaan colok dubur menyokong adanya obstruksi akibat pembesaran

10

prostat. Kandung kemih neurogenik dapat dikaitkan dengan pengunaan


antikolinergik dan temuan disfungsi saraf otonom (Sinto & Nainggolan,
2010).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan lab
Evaluasi laboratorium awal harus mencakup urine, darah lengkap, dan
pengukuran kadar kreatinin serum dan ekskresi fraksional natrium
(FENa). Urinalisis adalah tes non invasif paling penting dalam
pemeriksaan awal cedera ginjal akut. Temuan pada urinalisis memandu
diagnosis dan pemeriksaan lebih lanjut secara langsung. Darah lengkap
untuk mengetahui adanya anemia hemolitik akut dengan hapusan darah
tepi

menunjukkan

kemungkinan

schistocytes

sindrom

uremik

pada AKI
hemolitik

akan

meningkatkan

atau

thrombotic

thrombocytopenic purpura. Pemeriksaan urin elektrolit pada pasien


oliguria dengan pengukuran FENa membantu membedakan penyebab
AKI prerenal atau intrinsik (Rahman, Shad, & Smith, 2012).
Diagnosis AKI ditegakkan jika kondisi pasien telah memenuhi definisi
dan tahapan AKI dari KDGIO yang didasarkan pengukuran kreatinin
serum dan/ atau jumlah urin (Widodo & Irwanadi, 2015).

11

b. Pemeriksaan Imaging
Ultrasonografi

ginjal

harus

dilakukan

di

sebagian

besar

pasien dengan AKI, terutama laki-laki dengan usia tua, untuk


menyingkirkan obstruksi (yaitu, penyebab postrenal). Terdapatnya urin
sisa postvoid lebih besar dari 100 mL (ditentukan oleh scan kandung
kemih atau melalui uretra jika bladder scan tidak tersedia)
meununjukkan AKI postrenal dan membutuhkan ultrasonografi ginjal
untuk mendeteksi hidronefrosis atau obstruksi. Untuk mendiagnosis
penyebab extrarenal obstruksi (misalnya tumor panggul), menggunakan
modalitas pencitraan lain seperti computed tomography atau magnetic
resonance imaging mungkin diperlukan (Rahman, Shad, & Smith,
2012).
c. Biopsi
Biopsi ginjal dicadangkan untuk pasien dengan penyebab prerenal dan
postrenal dari AKI telah dikeluarkan dan penyebab intrinsik AKI yang
tidak jelas. Biopsi ginjal sangat penting ketika penilaian dan
penyelidikan

laboratorium

klinis

menunjukkan

diagnosis

yang

12

membutuhkan konfirmasi sebelum terapi spesifik dari penyakit


(misalnya, obat-obat imunosupresif) dimulai. Biopsi ginjal mungkin
perlu dilakukan segera pada pasien AKI dengan oliguria yang telah
memburuk dengan cepat, hematuria, dan sel darah merah yang
terbuang. Dalam pengaturan ini, selain menunjukkan diagnosis yang
memerlukan terapi imunosupresif, biopsi dapat mendukung inisiasi
terapi khusus, seperti plasmapheresis jika sindrom Goodpasture hadir
(Rahman, Shad, & Smith, 2012).
4. Kriteria Diagnostik
Definisi terbaru yang diusulkan oleh Acute Dialysis Quality Initiative
(ADQI), RIFLE, dan

Acute Kidney Injury Network (AKIN) telah

didasarkan pada kenaikan kreatinin serum atau pengurangan output urin.


Definisi ini bertujuan untuk deteksi dini dari AKI sehingga mengarahkan
pada pengobatan yang tepat sebelum gangguan ginjal progresif dan gagal
ginjal (KDIGO, 2012).

13

2.7.

Terapi
Prinsip dasar tatalaksana AKI adalah (Widodo & Irwanadi, 2015):
1. Mengenali faktor risiko
2. Mengatasi penyakit dasar
3. Memelihara perfusi ginjal
4. Pemberian nutrisi, oksigen dan penunjang hemodinamik serta terapi
suportif lainnya
5. Menghindari bahan/obat nefrotoksik lainnya
6. Mengatasi gangguan metabolik
7. Terapi pengganti ginjal
Pada dasarnya tata laksana AKI sangat ditentukan oleh penyebab AKI dan
pada tahap apa AKI ditemukan. Jika ditemukan pada tahap prarenal dan
inisiasi (kriteria RIFLER), upaya yang dapat dilakukan adalah tata laksana
optimal penyakit dasar untuk mencegah pasien jatuh pada tahap AKI
berikutnya. Upaya ini meliputi rehidrasi bila penyebab AKI adalah
prarenal/hipovolemia, terapi sepsis, penghentian zat nefrotoksik, koreksi
obstruksi pascarenal, dan menghindari penggunaan zat nefrotoksik.
Pemantauan asupan dan pengeluaran cairan harus dilakukan secara rutin.
Selama tahap poliuria (tahap pemeliharaan dan awal perbaikan), beberapa
pasien dapat mengalami defisit cairan yang cukup berarti, sehingga
pemantauan ketat serta pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit harus
dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus diawasi secara ketat dengan
pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta elektrolit urin dan
serum (Sinto & Nainggolan, 2010).

14

2.8.

Prognosis
Prognosis AKI tergantung dari banyak faktor antara lain deteksi dini,
penyakit yang mendasari dan komorbiditasnya, fungsi ginjal sebelumnya,
kondisi kritis pasien secara keseluruhan serta efektivitas terapi penunjang
yang diberikan (Widodo & Irwanadi, 2015).
Pasien dengan AKI lebih mungkin untuk berkembang menjadi penyakit
ginjal kronis di masa depan. Mereka juga berisiko lebih tinggi menjadi EndStage Renal Disease dan premature death. Pasien dengan AKI harus dipantau
untuk melihat tanda-tanda perkembangan atau pemburukan menjadi penyakit
ginjal kronis (Rahman, Shad, & Smith, 2012).

2.9.

Komplikasi
Komplikasi AKI sama dengan komplikasi yang timbul pada setiap
penurunan fungsi ginjal/penurunan LFG seperti gangguan keseimbangan
cairan, elektrolit dan asam basa, serta penurunan fungsi hematologis,
gastroenterologi, dan imunologis (Widodo & Irwanadi, 2015).
BAB 3
LAPORAN KASUS

1). Identitas

Nama: Tn. S

Usia: 34 tahun

Jenis Kelamin :

Alamat : Pojok Kletih, Plandaan

Pekerjaan: swasta

15

2). Anamnesa

Kel.utama : Bengkak perut sampai kaki

RPS :
Bengkak perut sampai kaki sejak 2 mgg lalu, awalnya bengkak pada kaki
dulu kemudian perut. Mual (+), muntah (+) setiap kali makan dan minum
sejak 2 minggu ini. Nyeri perut kiri bawah, perut terasa sebah, nafsu
makan turun. Pusing (-), demam sebelumnya disangkal. BAK sedikit,
BAB susah.

RPD :
-

HT disangkal

DM disangkal

Riw. sakit seperti ini sebelumnya (-)

Riw. vitiligo sejak 2011

RPK : -

RPSos :
Riw. bekerja sebagai buruh di Gresik
Belum menikah
Riwayat merokok (+) tapi sekarang tidak
Riwayat konsumsi alkohol disangkal

Pemeriksaan Fisik :
-

KU: lemah, kompos mentis

GCS: 4-5-6

VS: TD (100/70), N (84), RR (22), t (36,8)

16

Kepala: anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dispneu (+)

Leher: pembesaran KGB (-), JVP dbN, deviasi trakhea (-)

Thorak:

Inspeksi: btk dada simetris, benjolan (-), retraksi (-)

Palpasi: dada simetris, deviasi trakhea (-)

Perkusi: sonor/sonor

Auskultasi: ves/ves, Rh-/-, Wh -/-

Cor: suara jantung S1 S2 tunggal

Abdomen:

Inspeksi: rounded

Auskultasi: BU (+) menurun

Palpasi: sopel, undulasi (+), NT

- - - - + - +
Perkusi: timpani, shifting dullness (+)

Ektremitas: akral hangat, CRT <2dtk, edema


-

+ +
3). Clue & Cue

Tn. S, 34 th
Edema tungkai bawah
Perut membesar
Badan lemah
Anorexia
Vomiting
Nausea

Nyeri perut kiri bawah


Oliguri
Perut rounded
BU (+) menurun
Undulasi (+)
Shifting dullness (+)

17

4). Problem List


Edema tungkai
Ascites
Anorexia
Vomiting
Nausea
Oliguria

5). Initial Diagnosis


Susp. AKI et causa dehidrasi sedang

6). Planning Diagnosis

DL
GDS
LFT
RFT
Albumin
UL
USG abdomen

7). Planning Terapi

Terapi umum :
Tirah baring total & cegah dekubitus
Pemberian cairan yang adekuat (infus)

Terapi khusus :
- Inf. RL untuk atasi shock 20cc/kgBB (BB 70kg) 20x70=1400cc

Dengan estimasi kehilangan cairan 8%x70=5,6L=5.600cc

Setelah rehidrasi cek hemodinamik, jika membaik lanjut


maintenance (cek hasil laborat RFT)
- Inj. Ranitidin 2x50mg
- Inj. Ondansetron 3x4mg
8). Planning Monitoring

Vital sign

Keluhan pasien

BB

UT/24 jam

18

9). Planning Edukasi

KIE kepada keluarga pasien tentang keadaan pasien, dan


memberitahukan bahwa pasien diduga terkena gangguan pada
ginjal yang akut sehingga perlu MRS

KIE dan meminta persetujuan keluarga pasien untuk pemeriksaan


lanjutan berupa pemeriksaan darah, USG abdomen untuk
mengetahui penyebab gangguan ginjal pada pasien

KIE kepada keluarga pasien tentang rencana terapi.

KIE kepada pasien untuk bed rest.

KIE kepada pasien untuk membatasi minum maksimal 2 gelas/ hari

BAB 4
KESIMPULAN

Acute Kidney Injury (AKI) merupakan terminologi baru

yang digunakan sebagai pengganti gagal ginjal akut. Perubahan tersebut


disertai dengan pengajuan kriteria diagnosis yang terbukti lebih sensitif
untuk mendeteksi AKI lebih dini sehingga dapat diupayakan perbaikan
prognosis pasien.

AKI

(Acute

kidney

injury)

didefinisikan

sebagai

peningkatan kadar kreatinin serum ataupun produk metabolisme nitrogen


yang bersifat reversibel dan ketidakmampuan ginjal untuk meregulasi
cairan dan elektrolit kekeadaan homeostasis tubuh.

19

Menurut Widodo dan Irwanadi 2015, penyebab tersering

AKI adalah sepsis, operasi besar, curah jantung yang rendah, hipovolemia
serta obat-obatan. KDIGO menyusun risiko AKI berdasarkan paparan
(exposure) dan kerentanannya (susceptibilities) hal ini sejalan dengan
pasien dimana diduga penyebab penyakit pada pasien akibat hipovolemia.

Menurut Rahman, Shad dan Smith 2012 gejala yang


muncul pada pasien dapat berupa kelesuan, kebingungan, kelelahan,
anoreksia, mual, muntah, berat badan, atau edema. Pasien juga dapat
muncul oliguria (output urin kurang dari 400 ml per hari), anuria (output
urin kurang dari 100 ml per hari), atau volume normal urin (nonoliguric
AKI), ini sesuai dengan yang terjadi pada pasien berupa anoreksia, mual,
muntah, edema, dan dugaan oliguria.

Diagnosis AKI ditegakkan

berdasarkan

klasifikasi

RIFLE/AKIN, yang selain menggambarkan berat penyakit juga dapat


menggambarkan prognosis kematian dan prognosis kebutuhan terapi
pengganti ginjal. Diagnosis dini yang meliputi diagnosis etiologi, tahap
penyakit, dan komplikasi AKI mutlak diperlukan. Tata laksana AKI
mencakup upaya tata laksana etiologi, pencegahan penurunan fungsi ginjal
lebih jauh, terapi cairan dan nutrisi, serta tata laksana komplikasi.

Keberhasilan pemulihan dari AKI tergantung sejauh mana


proses perbaikan terjadi dan kemungkinan compromised pada pasien usia
lanjut atau CKD. Data terakhir menunjukkan bahwa AKI berpotensi untuk
menjadi CKD. Sehingga diagnosis awal AKI merupakan hal penting dalam
mengobati pasien dengan AKI, hal tersebut dtunjukkan dengan

20

meningkatnya kesadaran akan potensi penggunaan biomarker AKI di masa


depan.

DAFTAR PUSTAKA

Adiyanti, S. S., & Loho, T. (2012). Acute Kidney Injury (AKI) Biomarker.
Acta Medica Indonesiana - The Indonesian Journal of Internal Medicine ,
246-255.

KDIGO. (2012). Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO)


Clinical Practice Guideline for Acute Kidney Injury. Acute Kidney Injury
Work Group. Kidney International Supplements.

Lewington, A., & Kanagasundaram, S. (2011). CLINICAL PRACTICE


GUIDELINES ACUTE KIDNEY INJURY. UK Renal Association.

Pardede, S. O., & Puspaningtyas, N. W. (2012). Kriteria RIFLE pada


Acute Kidney Injury. Majalah Kedokteran FK UKI , 92-99.

Rachmadi, D. (2011). Gangguan Ginjala Akut (GnGA).

Rahman, M., Shad, F., & Smith, M. C. (2012). Acute Kidney Injury: A
Guide to Diagnosis and Management. American Family Physician , 631639.

Sinto, R., & Nainggolan, G. (2010). Acute Kidney Injury: Pendekatan


Klinis dan Tata Laksana. Majalah Kedokteran Indonesia , 60, 81-88.

Varrier, M., Fisher, R., & Ostermann, M. (2015). ACUTE KIDNEY


INJURY - AN UPDATE. EUROPEAN MEDICAL JOURNAL , 75-82.

Widodo, & Irwanadi, C. (2015). Acute Kidney Injury. Dalam A.


Tjokroprawiro, P. B. Setiawan, C. Effendi, D. Santoso, & G. Soegiarto,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (hal. 493-500). Surabaya: Airlangga
University Press.

Das könnte Ihnen auch gefallen