Sie sind auf Seite 1von 41

BAB III

TUGAS KHUSUS
3.1.

Judul Tugas Khusus

Evaluasi Kinerja Heat Exchanger 6-8 Ditinjau dari Nilai Fouling Factor,
Pressure Drop serta Koefisien Perpindahan Panas di Unit Crude Distiller V
Kilang CD & GP PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong
.2.

Latar Belakang
Unit Crude Distiller (CD) Unit RU III Plaju-Sungai Gerong terdiri dari

lima CD yaitu CD-II, CD-III, CD-IV, CD-V, dan CD-VI. Peralatan proses utama
di CD-V terdiri dari 1 flash kolom dan 4 kolom fraksionator. Selain itu unit ini
memiliki peralatan penunjang yang memiliki peranan penting untuk membentuk
kondisi operasi yang diinginkan, seperti pompa, heat exchanger, stripper, cooler,
condensor dan reboiler.
Alat penukar kalor atau lebih dikenal sebagai Heat Exchanger di dalam
industri memiliki peranan yang sangat vital. Heat Exchanger ini bekerja dengan
memanfaatkan energi panas dari fluida yang bersuhu tinggi untuk memanaskan
fluida yang bersuhu lebih rendah atau sebaliknya.
Heat Exchanger yang digunakan oleh PT. Pertamina (Persero) RU III
Plaju-Sungai Gerong di unit Crude Distiller V kilang CD & GP adalah jenis shell
and tube dengan aliran counter-current. Alat ini terdiri dari sebuah shell silindris
di bagian luar dan sejumlah tube (tube bundle) di bagian dalam, dimana
temperatur fluida di dalam tube bundle berbeda dengan di luar tube (di dalam
shell) sehingga terjadi perpindahan panas antara aliran fluida di dalam tube dan di
luar tube. Adapun daerah yang berhubungan dengan bagian dalam tube disebut
tube side dan yang di luar tube adalah shell side. Shell and Tube Heat exchanger
6-8 merupakan Heat Exchanger yang bertugas memanaskan crude oil dengan
media pemanas HCT (High Cold Test) sebelum masuk ke flash kolom. Di dalam
flash kolom pengkondisian level umpan harus selalu terjaga agar proses
pemisahan antara fase liqiud dan gas dapat terjadi. Produk atas dari flash kolom

66

67

akan diolah di kolom distilasi fraksionasi 1-1 sedangkan produk bawah sebelum
masuk ke kolom destilasi terlebih dahulu akan masuk ke furnace untuk
dipanaskan. Oleh karena temperatur telah dinaikkan oleh HE 6-8, sehingga beban
penggunaan bahan bakar furnace dapat ditekan.
Dalam pengoperasiannya, salah satu problem pada shell and tube heat
exchanger yaitu adanya fouling factor atau terbentuknya lapisan kotoran atau
kerak pada permukaan pipa. Adanya lapisan tersebut akan mengurangi koefisien
perpindahan panasnya

sehingga dapat menurunkan kinerja heat exchanger

tersebut.
Kinerja dari Heat Exchanger 6-8 perlu dikontrol agar kelangsungan proses
dapat berjalan dengan baik. Untuk mengetahui kelayakan operasinya maka kinerja
Heat Exchanger 6-8 harus selalu dievaluasi. Oleh karena itu pada tugas khusus ini
dilakukan perhitungan efisiensi kinerja heat exchanger dengan melihat dari
parameter-parameter seperti duty atau fouling factor, koefisien perpindahan panas,
Pressure Drop dan Log Mean Temperatur Difference (LMTD) dengan
berdasarkan studi literatur D.Q Kern.
.3.

Tujuan
Adapun tujuan dari tugas khusus ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi nilai efisiensi Heat Exchanger 6-8 di Unit
Crude Distiller V Kilang CD & GP PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai
Gerong
.4.

Manfaat
Adapun manfaat dari tugas khusus ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui kondisi peralatan dari aspek perpindahan panasnya.
2. Dapat menghitung faktor pengotor (fouling factor) dan pressure drop pada
Heat Exchanger 6-8 di Unit Crude Distiller V Kilang CD & GP PT. Pertamina
(Persero) RU III berdasarkan metode Kern.
3. Dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi Heat
Exchanger 6-8 di Unit CD V Kilang CD & GP PT. Pertamina (Persero) RU III
.5.

Perumusan Masalah

68

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka terdapat beberapa masalah yang


dibahas diantaranya :
1. Berapakah besar fouling factor, pressure drop serta koefisien perpindahan
panas Heat Exchanger 6-8?
2. Menghitung efisiensi Heat Exchanger 6-8 dengan metode Kern?
3. Menentukan efisiensi kinerja alat Heat Exchanger 6-8 Di Unit CD V Kilang
CD & GP masih bekerja dengan baik?
.6.

Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang dipakai adalah :
1. Studi lapangan yang meliputi :
Pengumpulan data aktual dari log sheet, shiftly/daily report dan analisa
laboratorium.
Pengumpulan data historis dari file dan log sheet.
2. Studi literatur dari berbagai referensi, baik dari operation manual book,
internet, dan literatur lainnya.
3. Diskusi dan konsultasi langsung dengan operator lapangan, pengawas, process
engineer, dan pembimbing.
.7.

Tinjauan Pustaka
Proses perpindahan panas yang terjadi pada suatu fluida proses merupakan

bagian terpenting dalam proses industri kimia. Mekanisme panas ini disebabkan
beda temperatur antara fluida yang satu dengan fluida yang lainnya, baik
perpindahannya secara konduksi, konveksi maupun radiasi. Sifat perpindahan
panas adalah bila dua buah benda mempunyai suhu yang berbeda mengalami
kontak baik secara langsung maupun tidak langsung, maka panas akan mengalir
dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda suhunya lebih rendah.
Mekanisme perpindahan panas dari sumber panas ke penerima dibedakan
atas tiga cara, yaitu :
1. Perpindahan panas secara Konduksi
Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas dimana
molekul-molekul dari zat perantara tidak ikut berpindah tempat tetapi molekul-

69

molekul tersebut hanya mengantarkan panas atau proses perpindahan panas dari
suhu tinggi ke bagian lain yang suhunya lebih rendah. (D.Q.Kern,1983).

Gambar 10. Perpindahan Panas Konduksi


Sumber : Holman, 1986

2. Perpindahan Panas secara Konveksi


Perpindahan panas secara konveksi diakibatkan molekul-molekul zat perantara
ikut bergerak mengalir dalam perambatan panas atau proses perpindahan panas
dari suatu titik ke titik lain dalam fluida antara campuran fluida dengan bagian
yang lain.

Gambar 11. Perpindahan Panas Konveksi


Sumber : Holman, 1986

Menurut cara menggerakkan alirannya, perpindahan panas secara konveksi


diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu :
a. Konveksi alam atau bebas (Natural Convection)
Perpindahan panas yang terjadi bila aliran panas yang berpindah diakibatkan
perbedaan berat jenis. Pada konveksi alam aliran fluida disebabkan oleh adanya

70

perbedaan suhu antara bagian satu dengan bagian lainnya sehingga terjadi
perbedaan densitas. Densitas bagian fluida dingin lebih besar dari pada bagian
fluida panas. Aliran terjadi akibat adanya perbedaan densitas (D.Q. Kern, 1983).
Proses perpindahan panas yang berlangsung secara alamiah, dimana
perpindahan panas molekul-molekul dalam zat dipanaskan terjadi dengan
sendirinya tanpa adanya tenaga dari luar (Holman,1986).
b. Konveksi Paksa (Forced Convection)
Perpindahan panas yang terjadi karena adanya energi dari luar, misalnya
pengadukan. Jika dalam suatu alat dikehendaki pertukaran panas, maka
perpindahan panas terjadi secara konveksi paksa karena laju panas yang
dipindahkan naik dengan adanya aliran atau suatu pengadukan (Holman, 1986).
3. Perpindahan Panas secara Radiasi
Perpindahan panas secara radiasi adalah perpindahan panas yang terjadi
karena perpindahan energi melalui geombang elektromagnetik secara pancara atau
proses perpindahan panas dari sumber panas ke penerima panas yang dilakukan
dengan pancaran gelombang panas. Antara sumber panas dengan penerima panas
tidak terjadi kontak. (D.Q. Kern, 1983)
.7.1.

Pengertian Heat Exchanger


Heat exchanger adalah alat penukar panas yang digunakan untuk

memanfaatkan atau mengambil panas dari suatu fluida yang ditransfer ke fluida
lainnya melalui proses yang disebut proses perpindahan panas (Kern, 1983).
Heat exchanger atau alat penukar panas merupakan suatu alat yang
digunakan untuk perpindahan panas dari suatu fluida yang suhunya lebih tinggi
kepada fluida lain yang suhunya lebih rendah. Pertukaran panas terjadi karena
adanya kontak, baik antara fluida terdapat dinding yang memisahkan (indirect
contact) maupun kedua fluida bercampur langsung (direct contact). Fluida yang
bertukar energi dapat berupa fluida yang sama fasanya (cair ke cair atau gas ke
gas) atau dua fluida yang berbeda fasanya. Dalam proses industri, perpindahan
panas antara dua fluida umumnya menggunakan peralatan heat exchanger,
dimana fluida panas dan fluida dingin tidak saling berkontakkan satu sama

71

lainnya tetapi dipisahkan oleh dinding tabungnya atau permukaan dasar atau
melengkung (Geankoplis, 1993).
.7.2.

Mekanisme Perpindahan Panas pada Heat Exchanger


Mekanisme perpindahan panas yang terjadi dalam heat exchanger , yaitu

konduksi dan konveksi. Perpindahan panas yang terjadi pada fluida disebut
konveksi, sedangkan proses konduksi terjadi pada dinding pipa.

Gambar 12. Perpindahan Kalor pada Heat Exchanger


Prinsip kerja dari alat penukar kalor yaitu memindahkan panas dari dua
fluida pada temperatur berbeda di mana transfer panas dapat dilakukan secara
langsung ataupun tidak langsung.
a

Secara kontak langsung, panas yang dipindahkan antara fluida panas dan
dingin melalui permukaan kontak langsung berarti tidak ada dinding antara
kedua fluida. Transfer panas yang terjadi yaitu melalui interfase atau
penghubung antara kedua fluida. Contoh : aliran steam pada kontak langsung
yaitu 2 zat cair yang immiscible (tidak dapat bercampur), gas-liquid, dan
partikel padat-kombinasi fluida.

Secara kontak tak langsung, perpindahan panas terjadi antara fluida panas dan
dingin melalui dinding pemisah. Dalam sistem ini, kedua fluida akan
mengalir.

72

.7.3.

Alat penukar Panas berdasarkan Fungsinya


Berdasarkan fungsinya alat penukar panas dapat dikelompokkan sebagai

berikut, yaitu :
1. Chiller
Alat ini digunakan untuk mendinginkan fluida pada suhu yang lebih rendah.
Media pendingin biasanya dapat digunakan berupa air, propane, freon atau
ammonia.
2. Kondensor
Alat ini digunakan untuk mendinginkan uap atau campuran uap, sehingga
berubah fase menjadi cairan. Media dingin yang dipakai biasanya air atau udara
3. Cooler
Alat ini digunakan untuk mendinginkan liquid yang panas sampai mencapai
suhu tertentu yang dikehendaki. Peristiwa perpindahan panas yang terjadi tanpa
perubahan fasa.
4. Evaporator
Alat ini digunakan untuk menguapkan fluida cair dengan menggnakan suatu
media pemanas (steam) atau media pemanas lainnya.
5. Reboiler
Alat ini digunakan untuk mendidihkan kembali (reboil) serta menguapkan
sebagian cairan yang diproses atau memproduksi uap air dari liquid, dimana liquid
tersebut dipanaskan dengan melewatkan uap air yang ada pada tube bundle
dengan media pemanas yang biasa digunakan adalah steam. Perpindahan panas
yang terjadi juga disertai perubahan fase, tetapi dari bentuk liquid menjadi vapour
dengan sumber panas dari fluida proses maupun sistem.
6. Preheater
Alat ini digunakan untuk mentransfer panas dari fluida yang masih bersuhu
tinggi ke fluida yang bersuhu rendah yang bertujuan untuk dimanfaatkan oleh
fluida yang bersuhu rendah sebelum masuk ke furnace, yang bertujuan agar kerja
furnace lebih ringan.
7. Cooling Tower

73

Alat ini digunakan untuk mendinginkan fluida dengan menggunakan


hembusan udara.
.7.4.

Jenis-Jenis Heat Exchanger Berdasarkan Bentuknya


Heat exchanger dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam

berdasarkan bentuknya, yaitu :


1. Double Pipe Exchanger (Penukar panas pipa rangkap)
Double pipe exchanger merupakan peralatan heat exchanger yang paling
sederhana yang hanya terdiri atas pipa besar dan kecil yang disusun secara
konsentris (Geankoplis, 1993).
Alat penukar panas pipa rangkap terdiri dari dua pipa logam standart yang di
kedua ujungnya dilas menjadi satu atau dihubungkan dengan kontak penyekat.
Fluida yang satu mengalir di dalam fluida, sedangkan fluida kedua mengalir di
dalam ruang annulus antara pipa luar dan pipa dalam. Alat penukar panas jenis ini
dapat digunakan pada laju alir fluida yang kecil dan tekanan operasi yang tinggi.
Mekanisme perpindahan kalor terjadi secara tidak langsung (indirect contact
type), karena terdapat dinding pemisah antara kedua fluida sehingga kedua fluida
tidak bercampur. Fluida yang memiliki suhu lebih rendah (fluida pendingin)
mengalir melalui pipa kecil, sedangkan fluida dengan suhu yang lebih tinggi
mengalir pada pipa yang lebih besar (annulus). Perpindahan kalor yang tejadi
pada fluida adalah proses konveksi, sedangkan proses konduksi terjadi pada
dinding pipa. Kalor mengalir dari fluida yang bertemperatur tinggi ke fluida yang
bertemperatur rendah.
Aliran fluida masuk ke dalam pipa satu dan fluida lainnya masuk dalam ruang
annular antara dua pipa. Aliran fluida bisa secara co-current (aliran searah) atau
counter-current (aliran berlawanan arah). Double pipe exchanger dapat dibuat
dari sepasang pipa tunggal panjang dengan fitting di ujung atau dari sejumlah
pasangan yang saling berhubungan secara seri. Jenis exchanger ini digunakan
untuk fluida yang berlaju aliran kecil. Double pipe exchanger terdiri dari suatu
pipa besar (shell) yang berisi sebuah pipa berukuran kecil (tube). Jenis ini dapat
digunakan untuk mendinginkan atau memanaskan fluida proses (Geankoplis,
1993).

74

Gambar 13. Laju alir di dalam double pipe exchanger


Sumber : Geankoplis, 1993

Kelebihan Double-pipe Heat exchanger:


a. Dapat digunakan untuk fluida yang memiliki tekanan tinggi.
b. Mudah dibersihkan pada bagian fitting.
c. Fleksibel dalam berbagai aplikasi dan pengaturan pipa.
d. Dapat dipasang secara seri ataupun paralel.
e. Dapat diatur sedimikian rupa agar diperoleh batas pressure drop dan LMTD
sesuai dengan keperluan.
f. Mudah apabila ingin menambahkan luas permukaannya.
g. Kalkulasi design mudah dibuat dan akurat.
Kekurangan Double-pipe Heat exchanger:
a. Relatif mahal.
b. Terbatas untuk fluida yang membutuhkan area perpindahan kalor kecil (<50
m2).
c. Biasanya hanya digunakan untuk sejumlah kecil fluida yang akan dipanaskan
atau dikondensasikan.
2. Plate and Frame Heat Exchanger
Merupakan heat exchanger yang terdiri atas pelat-pelat dan bingkai yang
tegak lurus, bergelombang, atau profil lainnya. Pemisahan antara tiap pelat tegak
lurus dipasang penyekat lunak (biasanya terbuat dari karet). Pelat-pelat dan sekat
tersebut disatukan oleh suatu perangkat penekan yang padan setiap sudut pelat

75

(kebanyakan segi empat) terdapat lubang pengalir fluida. Melalui dua dari lubang
ini, fluida dialirkan masuk dan keluar pada sisi yang lain, sedangkan fluida yang
lain mengalir melalui lubang dan ruang pada sisi sebelahnya karena ada sekat.

Gambar 14. Penukar panas jenis Plate and Frame


Sumber : Geankoplis, 1993

3. Shell and Tube Heat Exchanger


Jenis ini merupakan jenis yang paling banyak digunakan dalam industri
perminyakan. Alat ini terdiri dari sebuah shell (tabung/silinder besar) dimana di
dalamnya terdapat suatu bundle (berkas) pipa dengan diameter yang relatif kecil.
Fluida yang satu mengalir di dalam pipa-pipa sedangkan fluida lainnya mengalir
di bagian luar pipa tetapi masih di dalam shell. Untuk meningkatkan efisiensi
pertukaran panas, biasanya pada alat penukar panas Shell and tube dipasang sekat
(baffle). Ini bertujuan untuk menghambat turbulensi aliran fluida dan menambah
waktu tinggal (residence time), namun pemasangan sekat akan memperbesar
pressure drop operasi dan menambah beban kerja pompa, sehingga laju alir fluida
yang dipertukarkan panasnya harus diatur.
Jenis heat exchanger shell and tube dapat dilihat pada Gambar 15.

76

Gambar 15. Alat Penukar Panas Jenis Shell and Tube Heat Exchanger
Jika laju alir fluida yang mengalir lebih besar maka digunakan shell and tube
exchanger, yang merupakan jenis paling penting dari exchanger digunakan di
proses industri. Dalam exchanger ini laju alir fluida bersifat kontinyu. Tube yang
digunakan parralel dimana salah satu fluida mengalir di dalam tube. Tube diatur
dalam sebuah ikatan (bundle), diapit oleh shell tunggal dan aliran fluida lain di
luar tube di sisi shell. Paling sederhana shell and tube exchanger ditampilkan
dalam gambar 11 untuk 1 shell pass dan 1 tube pass , atau 1-1 counter flow
exchanger.

Gambar 16. Shell and Tube Exchanger : (a) 1 shell pass and 1 tube pass ( 1-1
Exchanger); (b) 1 shell pass and 2 tube passes (1-2 exchanger)
Sumber : Geankoplis, 1993

Kelebihan Shell and Tube Heat Exchanger yaitu :


a.
b.
c.
d.
e.

Luas permukaan kontak lebih besar


Layout mekanik lebih baik dan dapat dipakai untuk operasi yang bertekanan.
Bahan dan material dipilih sesuai dengan kondisi operasi yang dibutuhkan.
Mudah dibersihkan
Konstruksi sederhana sehingga kebutuhan ruangan relatif kecil.

77

f. Konstruksi dapat dipisahkan serta relatif mudah dalam pemasangan.


g. Pengoperasian tidak berbelit-belit, sangat mudah dimengerti.
Kerugian penggunaan shell and tube heat exchanger adalah semakin besar
jumlah lewatan maka semakin banyak panas yang diserap tetapi semakin sulit
perawatannya. (D.Q. Kern 1983)
Berdasarkan kondisi kerja, heat exchanger mempunyai standar dalam
pemakaiannya. Standarisasi ini dikeluarkan oleh asosiasi pembuat heat exchanger
yang dikenal denga Tubular Exchanger Manufacturing Assosiation (TEMA).
TEMA telah menetapkan standar heat exchanger jenis shell and tube dalam tiga
klasifikasi, yaitu :
a. Kelas R, yaitu kelas untuk alat yang dioperasikan pada kondisi berat, biasanya
digunakan pada industri petroleum (untuk keperluan proses dengan tekanan
tinggi).
b. Kelas C, yaitu kelas untuk alat yang dirancang pada beban dan persyaratan
yang sedang serta didasarkan pada segi ekonomis, biasanya digunakan untuk
proses umum industri (untuk keperluan proses dengan tekanan dan temperatur
menengah dan fluida yang tidak korosif).
c. Kelas B, yaitu kelas untuk alat yang dioperasikan pada kondisi ringan,
biasanya dirancang untuk jasa pelayanan umum (untuk keperluan fluida yang
korosif).
.7.5.

Klasifikasi Heat Exchanger Tipe Shell And Tube Berdasarkan


Konstruksinya
Dilihat dari konstruksinya, heat exchanger tipe shell and tube dapat

dibedakan atas :
1. Fixed Tube Sheet
Fixed Tube Sheet merupakan jenis shell and tube heat exchanger yang terdiri
dari tube-bundle yang dipasang sejajar dengan shell dan kedua tube sheet menyatu
dengan shell. Kelemahan pada tipe ini adalah kesulitan pada penggantian tube dan
pembersihan shell.
2. Floating Tube Sheet
Floating Tube Sheet merupakan heat exchanger yang dirancang dengan salah
sat tipe tube sheetnya mengembang, sehingga tube-bundel dapat bergerak di

78

dalam shell jika terjadi pemuaian atau penyusutan karena perubahan suhu. Tipe ini
banyak digunakan dlaam indstri migas karena pemeliharaannya lebih mudah
dibandingkan fix tube sheet, karena tube-bundlenya dapat dikeluarkan dan dapat
digunakan pada operasi dengan perbedaan temperatur antara shell dan tube side di
atas 200oF.
3. U Tube/U Bundle
U Tube/U Bundle merupakan jenis heat exchanger yang hanya mempunyai 1
buah tube sheet, dimana tube dibuat berbentuk U yang ujung-ujungnya disatukan
pada tube sheet sehingga biaysa yang dibutuhkan paling murah di antara shell and
Tube Heat Exchanger yang lain. Tube bundle dpat dikeluarkan dari shell nya
setelah channel headnya dilepas. Tipe ini juga dapat digunakan pada tekanan
tinggi dan beda temperatur yang tinggi. Heat exchanger ini sering terjadi erosi
pada bagian dalam bengkokan yang disebabkan oleh kecepatan aliran dan tekanan
di dalam tube , untuk itu fluida yang mengalir dalam tube side haruslah fluida
yang tidak mengandung partikel-partikel padat.
.7.6.

Komponen-Komponen Shell and Tube Heat Exchanger


Komponen-komponen penyusun shell and tube heat exchanger adalah :
1. Shell
Shell merupakan komponen heat exchanger tempat terjadinya proses
pertukaran kalor antar fluida. Shell berbentuk silinder yang dapat menahan
tekanan dari luar. Shell dapat dibuat dari pipa yang berukuran besar atau plat
logam yang di roll dibentuk menjadi suatu diameter lingkaran yang berbentuk
tabung. Shell merupakan badan atau bagian tengah dari heat exchanger yang di
dalamnya terdapat tube bundle. Celah antara shell and tube merupakan tempat
mengalirnya fluida yang menerima atau melepaskan panas, sesuia dengan proses
yang terjadi (Kern, 1983).

79

Gambar 17. Tipe-Tipe Desain Front-End Head, Shell dan Rear-End Head
Tipe-tipe desain dari shell ditunjukkan pada gambar di atas. Tipe E adalah
yang paling banyak digunakan karena desainnya yang sederhana serta harga yang
ralatif murah. Shell tipe F memiliki nilai efisiensi perpindahan panas yang lebih
tinggi dari tipe E, karena shell tipe F didesain untuk memiliki dua aliran (aliran
U). Aliran sisi shell yang dipecah seperti pada tipe G,H, dan J, digunakan pada
kondisi-kondisi khusus seperti pada kondensor dan boiler thermosiphon. Shell tipe
K digunakan pada pemanas kolam air. Sedangkan shell tipe X biasa digunakan
untuk proses penurunan tekanan uap.
Jenis shell yang banyak dipergunakan adalah jenis satu pass. Shell dua pass
dipergunakan apabila perbedaan temperatur pada shell and tube (temperature
driving force) tidak dapat diatasi pada jenis satu pass.

80

Pertimbangan untuk memilih aliran yang dibelah dan aliran yang dibagi ialah
untuk mengurangi penurunan tekanan (pressure drop) sisi shell, karena pressure
drop merupakan faktor kontrol pada perencanaan dan operasi alat penukar kalor.
2. Tube
Tube adalah pipa-pipa berukuran kecil sebagai tempat mengalirnya fluida
yang akan didinginkan atau dipanaskan pada heat exchanger. Tube atau pipa
adalah bidang pemisah antara kedua jenis fluida yang mengalir di dalamnya dan
sekaligus sebagai bidang penghantar panas.
Diameter dalam tube merupakan diameter aktual dalam ukuran inch. Ukuran
ketebalan pipa berbeda-beda dan dinyatakan dalam bilangan yang disebut BWG
(Birmingham Wire Gage). Ukuran pipa yang secara umum digunakan baisanya
mengikuti ukuran-ukuran yang telah baku, semakin besar bilangan BWG,
semakin tipis tubenya. Pemilihan tube harus sesuai dengan suhu, tekanan, dan
sifat korosif fluida. Jenis-jenis tube pitch yang utama adalah square pitch,
triangular pitch, square pitch rotated, triangular pitch with cleaning lanes (Kern,
1980).
Adapun beberapa tipe susunan tube dapat dilihat pada gambar 17:

Gambar 18. Tipe susunan tube


Sumber : Kern, 1983

Komponen untuk melepas atau menerima panas suatu alat penukar panas
dipengaruhi oleh besarnya luas permukaan tergantung dari panjang, ukuran dan
jumlah tube. Susunan tube mempengaruhi besarnya penurunan tekanan aliran
fluida dalam shell. Tipe-tipe susunan tube adalah sebagai berikut :
a. Tube dengan susunan bujur sangkar (square pitch)
Tube dengan tipe seperti ini sangat cocok digunakan untuk kondisi yang
memerlukan beda tekan (pressure drop) rendah, cocok digunakan untuk fluida

81

yang mengandung sedikit kotoran, serta mudah untuk dilakukan proses


pembersihan luar tube secara mekanik, namun jenis tube ini memiliki film
coefficient yang relatif rendah (Sitompul, 1993).

Gambar 19. Tube dengan susunan bujur sangkar (square pitch)


Sumber : Kern, 1983

b. Tube dengan susunan segitiga (triangular pitch)


Tube dengan tipe seperti ini sangat cocok digunakan untuk kondisi yang
memerlukan beda tekan (pressure drop) sedang hingga tinggi, cocok digunakan
untuk fluida yang mengandung pengotor berupa nsenyawa besi (iron fouling),
serta dapat dibuat jumlah tube yang lebih banyak dibandingkan tube dengan
susunan bukur sangkar (square pitch) sehingga memiliki film coefficient yang
lebih tinggi dibandingkan square pitch. Pembersihan tube dapat dilakukan dengan
proses kimia (Sitompul, 1993).
c. Tube dengan susunan bujur sangkar yang diputar 450 (square pitch rotated)
Tube dengan tipe seperti ini sangat cocok digunakan untuk kondisi yang
memerlukan beda tekan (pressure drop) rendah, cocok digunakan untuk fluida
yang mengandung sedikit kotoran, serta mudah untuk dilakukan proses
pembersihan luar tube secara mekanik, namun jenis tube ini memiliki film
coefficient yang relatif rendah jika dibandingkan dengan tube bersusun jenis
square dan triangular pitch (Sitompul, 19983).

82

Gambar 20. a. Tube dengan susunan segitiga (triangular pitch). b. Tube


dengan susunan bujur sangkar yang diputar 450 (square pitch rotated)
Sumber : Kern, 1983

d. Tube Susunan dengan Garis Pembersih (triangular pitch with cleaning lines)
Tube dengan tipe seperti ini sangat cocok digunakan untuk kondisi yang
memerlukan beda tekan (pressure drop) sedang hingga tinggi, baik digunakan
untuk fluida yang mengandung pengotor, memiliki film coefficient tidak sebesar
susunan triangular pitch, tetapi lebih besar dari susunan square pitch.
Pembersihan tube dapat dilakukan dengan proses kimia (Sitompul, 1993).

Gambar 21. Tube dengan susunan segitiga (triangular pitch)


Sumber : Kern, 1983

3. Tube sheet
Tube sheet adalah tempat untuk merangkai ujung-ujung tube sehingga menjadi
satu yang disebut tube bundle. HE dengan tube lurus pada umumnya
menggunakan 2 buah tube sheet. Sedangkan pada tube tipe U menggunakan satu
buah tube sheet yang berfungsi untuk menyatukan tube-tube menjadi tube bundle
dan sebagai pemisah antara tube side dengan shell side.
4. Baffle (sekat)
Adapun fungsi dari pemasangan sekat (baffle) pada heat exchanger yaitu :
a. Sebagai penahan dari tube bundle.
b. Untuk menambah atau mengurangi terjadinya getaran.

83

c. Untuk mengarahkan aliran fluida yang mengalir di luar tube sehingga


turbulensi yang lebih tinggi akan diperoleh, dengan adanya turbulensi aliran
maka koefisien perpindahan panas juga meningkat.
Heat transfer yang tinggi dapat diperoleh jika cairan berada dalam keadaan
turbulen. Untuk menimbulkan turbulen aliran di luar tube dapat dipasang baffle
sehingga aliran berada dalam keadaan turbulen di dalam shell. Jarak antara pusat
baffle disebut baffle pitch atau baffle spacing. Baffle spacing biasanya tidak lebih
besar dari diameter dalam shell atau lebih sama dengan seperlima diameter dalam
shell (Kern, 1983).
5. Head
Head yaitu kepala heat exchanger yang berfungsi sebagai penutup bagian
depan dan belakang shell. Bentuk dari kepala heat exchanger ini adalah lingkaran.
Head ini dapat dihubungkan dengan dinding bejana (shell) heat exchanger dengan
baut dan connection tube sheet dimana ukuran atau diameter dari pada head harus
sama dengan shell, untuk ketebalan bejana akan sedikit lebih tipis dibandingkan
dengan ketebalan dinding, sedangkan untuk jenis material sama dengan material
yang digunakan pada shell.
6. Channel and pass partition
Channel merupakan tempat keluar masuknya fluida pada tube, sedangkan
pass partition merupakan pembatas antara fluida yang masuk dan keluar tube.
7. Shell cover and channel cover
Shell cover and channel cover adalah tutup yang dapat dibuka pada saat
pembersihan.
.7.7.

Jenis-jenis Aliran Fluida


Berdasarkan arah aliran fluida, heat exchanger dapat dikelompokkan

menjadi :
1. Heat Exchanger dengan Arah Aliran Searah (co-current flow)
Pertukaran panas pada jenis aliran ini yaitu, kedua fluida (dingin dan panas)
masuk pada sisi penukar panas yang sama, kemudian mengalir dengan arah yang
sama dan keluar pada sisi yang sama pula. (Ti) merupakan fluida panas masuk

84

sedangkan (ti) merupakan fluida dingin yang masuk. Kedua fluida tersebut akan
kontak pada jarak di sepanjang heat exchanger dan keluar pada jalur yang sama,
namun temperatur kedua fluida tersebut akan berbeda dari temperatur sebelum
mauk ke heat exchanger dikarenakan fluida panas ang masuk akan mentransfer
panasnya kepada fluida yang temperaturnya lebih rendah saat masuk (Mc Cabe,
1993).

Gambar 22. Co-current flow


Sumber : Mc Cabe, 1993

Keterangan :
To

= Fluida panas yang keluar (0C)

Ti

= Fluida panas yang masuk (0C)

to

= Fluida dingin yang keluar (0C)

ti

= Fluida dingin yang masuk (0C)

2. Heat Exchanger dengan Aliran Berlawanan Arah (counter-current flow)


Pertukaran panas pada jenis aliran ini yaitu, kedua fluida (dingin dan panas)
masuk pada sisi penukar panas yang berlawanan arah, kemudian mengalir dengan
arah yang berlawanan dan keluar pada sisi yang berbeda. (Ti) merupakan fluida
panas masuk sedangkan (ti) merupakan fluida dingin yang masuk. Kedua fluida
tersebut akan kontak pada jarak di sepanjang heat exchanger dan keluar pada jalur
yang berlawanan arah, namun temperatur kedua fluida tersebut akan berbeda dari
temperatur sebelum masuk ke heat exchanger dikarenakan fluida panas yang
masuk akan mentransfer panasnya kepada fluida yang temperaturnya lebih rendah
saat masuk (Mc Cabe, 1993).

85

Gambar 23. Counter-current flow


Sumber : Mc Cabe, 1993

Keterangan :
To

= Fluida panas yang keluar (0C)

Ti

= Fluida panas yang masuk (0C)

to

= Fluida dingin yang keluar (0C)

ti

= Fluida dingin yang masuk (0C)

3. Heat Exchanger dengan Aliran Kombinasi atau Gabungan


Satu fluida masuk dari satu sisi kemudian berbagi arah ke arah sisi masuk,
sedangkan fluida lainnya masuk dan keluar dari sisi yang berlainan.

Gambar 24. Aliran kombinasi (gabungan)


Keterangan :
T1

= Temperatur fluida masuk ke dalam shell

T2

= Temperatur fluida keluar shell

t1

= Temperatur fluida masuk ke dalam tube

t2

= Tempereatur fluida keluar tube

.7.8. Tipe Penukar Panas


1. Direct heat exchanger

86

Kedua medium penukar panas saling kontak satu sama lain. Cooling tower
tergolong dari direct heat exchanger dimana operasi perpindahan panasnya terjadi
akibat adanya pengontakkan langsung antara air dan udara.
2. Indirect heat exchanger
Kedua medium penukar panas dipisahkan oleh sekat/dinding dan panas yang
berpindah juga melewatinya. Yang tergolong indirect heat exchanger antara lain
penukar panas jenis shell and tube, double pipe heat exchanger, dan plate and
frame heat exchanger.
.7.9. Dasar Pertimbangan Fluida yang Mengalir di Bagian Shell dan Tube
1. Fluida yang kotor selalu melalui bagian yang mudah dibersihkan, yaitu
melalui tube, terutama jika tube bundle bisa diambil. Namun dapat melalui
shell, bila kotorannya mengandung banyak coke, maka harus melewati shell
karena lebih mudah dibersihkan.
2. Fluida yang cepat membersihkan kotoran, tekanan tinggi, korosif, dan air
selalu melaui tube tahan terhadap tekanan tinggi dan biaya pemeliharaan tube
lebih mudah dibersihkan.
3. Fluida dalam bentuk campuran non condensable gas melalui tube agar non
condensable gas tidak terjebak.
4. Jika dibandingkan cara membersihkan tube dan shell, maka pembersihan sisi
shell jauh lebih sulit. Oleh karena itu, fluida yang bersih biasanya dialirkan di
sebelah shell dan fluida yang kotor melalui tube.
5. Shell yang bertekanan tinggi dan diameter yang besar akan diperlukan dinding
yang tebal, hal ini akan memakan biaya yang mahal. Oleh karena itu apabila
fluida bertekanan tinggi lebih baik dialirkan melalui tube.
.7.10. Fouling Factor (Rd)
Fouling factor adalah suatu angka yang menunjukkan hambatan akibat
adanya kotoran yang terbawa oleh fluida yang mengalir dalam heat exchanger,
yang melapisi bagian dalam dan luar tube. Fouling factor berpengaruh terhadap
proses perpindahan panas, karena pergerakannya terhambat oleh deposit atau
pengotor (Kreith, 1973).

87

Fouling factor ditentukan berdasarkan harga koefisien perpindahan panas


menyeluruh untuk kondisi bersih dan kotor pada alat penukar panas yang
digunakan. Apabila nilai fouling factor hasil perhitungan lebih besar dari nilai
fouling factor desain maka perpindahan panas yang terjadi di dalam alat tidak
memeuhi kebutuhan prosesnya dan harus segera dibersihkan baik secara mekanik
maupun dengan proses kimia (Kreith, 1973).
Nilai fouling factor dijaga agar tidak melebihi fouling factor desainnya
agar alat heat exchanger dapat mentransfer panas lebih besar untuk keperluan
prosesnya. Perhitungan fouling factor berguna dalam mengetahui apakah terdapat
kotoran di dalam alat dan kapan harus dilakukan pencucian.
Fouling dapat terjadi dikarenakan adanya :
1. Pengotor berat (hard deposit), yaitu kerak keras yang berasal dari hasil korosi
atau coke keras
2. Pengotor berpori (porous deposit), yaitu kerak lunak yang berasal dari
dekomposisi kerak.
Faktor yang menyebabkan terjadinya fouling pada alat heat exchanger
adalah sebagai berikut :
1. Fluida yang mengalir di dalam dinding tube.
2. Kecepatan aliran fluida
Semakin tinggi kecepatan linier fluida, semakin rendah kemungkinan
terjadinya fouling.
3. Temperatur fluida
4. Temperatur permukaan dinding tube
Kecepatan terbentuknya fouling akan meningkat dengan meningkatnya
temperatur.
Pencegahan fouling dapat dilakukan dengan tindakaan-tindakan sebagai
berikut :
1. Menggunakan bahan konstruksi yang tahan terhadap korosi
2. Menekan potensi fouling, misalnya dengan melakukan penyaringan.
.8.
.8.1.

Pemecahan Masalah
Waktu dan Tempat Pengambilan Data

88

Pengambilan data dilakukan mulai tanggal 18 Juli 2016 sampai dengan 22


Juli 2016 pada pukul 10.00 WIB. Pengambilan data dilakukan di controll room
serta meninjau langsung ke lokasi alat. Pada saat pengambilan data dicatat kondisi
operasi Heat Exchanger 6-8 tersebut.
.8.2.

Tahapan Pemecahan Masalah


1. Mencatat flow rate untuk crude oil di controll room
2. Mencatat flow rate untuk HCT di controll room
3. Mencatat specific gravity untuk crude oil di controll room
4. Mencatat specific gravity untuk HCT di controll room
5. Mencatat temperatur inlet dan outlet untuk crude oil di lapangan
6. Mencatat temperatur inlet dan outlet untuk HCT di lapangan.

.8.3.

Metode Perhitungan
Heat Exchanger 6-8 di unit CD V kilang CD & GP merupakan suatu alat

penukar panas yang digunakan untuk memanaskan fluida berupa crude oil yang
dialirkan melalui tube dengan media pemanas HCT yang dialirkan melalui shell.
Heat Exchanger 6-8 di unit tersebut merupakan heat exchanger tipe shell
and tube dengan aliran counter-current. Untuk menghitung nilai koefisien bersih
menyeluruh (Uc), overall design coefficient of heat transfer (Ud), fouling factor
(Rd), pressure drop dan efisiensi HE 6-8 dilakukan dengan beberapa tahap
penyelesaian yaitu mengambil data seperti yang terlampir pada tahapan
pemecahan masalahdan mengerjakan perhitungan dengan Metode Kern dengan
urutan sebagai berikut :
a. Perhitungan Neraca Panas (Heat balance)
Q = W x Cp x ( T1 - T2 ) = W x Cp x ( t 2 - t 1 )
Dimana

: (Sumber : Kern, 1965)

= Kalor jenis (Btu/hr)

= Laju alir fluida panas (lb/hr)

= Laju alir fluida dingin (lb/hr)

Cp

= Kapasitas panas fluida panas (Btu/lboF)

.....(1)

89

cp

= Kapasitas panad fluida dingin (Btu/lboF)

T1

= temperatur masuk fluida panas (oF)

T2

= Temperatur keluar fluida panas (oF)

t1

= Temperaut masuk fluida dingin (oF)

t2

= Temperatur keluar fluida dingin (oF)

b. Perhitungan Log Mean Temperature Different, LMTD


Untuk aliran penukar panas aliran counter current, beda temperatur rata-rata
dihitung dengan beda temperatur rata-rata logaritmik.
( T1 t2 ) ( T2 t 1 )
LMTD =
( T1 t 2 )
ln
( T 2t 1)
.....(2)
Sumber : D.Q. Kern, 1965

T T
R= 1 2
t 2t 1
S=

.....(3)

t 2t 1
T 1t 1

.....(4)
Sumber : D.Q. Kern, 1965

Ft = Gambar c pada Lampiran B (Sumber : D.Q. Kern, 1965)


t
= LMTD x F
T

.....(5)
Sumber : D.Q. Kern, 1965

c. Perhitungan Temperatur kalorik (Tc dan tc)


Temperature caloric ditafsirkan sebagai temperatur rata-rata fluida yang
terlibat dalam pertukaran panas.
Tc = T2 + Fc ( T1T 2 )
.....(6)
tc = t 1 + Fc ( t 2t 1 )

.....(7)
Sumber : D.Q. Kern, 1965

Dari Gambar d pada Lampiran B (Sumber : D.Q. Kern, 1965) didapat harga
Kc dan Fc dengan perbandingan :

90

t c ( T 2 - t 1 )
=
t h ( T1 - t 2 )

.....(8)
Sumber : D.Q. Kern, 1965

d. Perhitungan Flow Area


1. Shell Side
ID x C x B } over {144 x { P } rsub { T }}
as =
.....(9)
Sumber : D.Q. Kern, 1965

Dimana :
as
ID
C
B
PT

= Flow area (ft2)


= Inside Diameter (in)
= Jarak antara tube (in)
= Jarak Baffle (in)
= Tube pitch (in)

2. Tube Side
N x a't
at = T
144 x n
.....(10)
Dimana : (Sumber : D.Q. Kern, 1965)
at

= Flow area (ft2)

NT

= Jumlah tube

at

= Internal area (Tabel a pada Lampiran B)

= Jumlah tube passes

e. Perhitungan Mass Velocity


Kecepatan massa merupakan perbandingan laju alir dengan flow area.
1. Shell Side
W
Gs = s
.....(11)
as
Dimana : (Sumber : D.Q. Kern, 1965)
Gs
Ws

= Mass velocity fluida pada shell side (lb/hr.ft2)


= Laju alir pada shell side (lb/hr)

91

2. Tube Side
W
Gt = t
at

.....(12)

Dimana : (Sumber : D.Q. Kern, 1965)


Gt
= Mass velocity fluida pada tube side (lb/hr.ft2)
Wt
= Laju alir pada tube side (lb/hr)
f. Perhitungan Reynold Number
1. Shell Side
D x Gs
Res = e

.....(13)
Dimana : (Sumber : D.Q. Kern, 1965)
De
Gs

= Equivalent diameter (ft)


= Mass velocity (lb/hr.ft2)
= Viskositas fluida pada suhu Tc (lb/ft.hr)

2. Tube Side
D x Gt
Ret =

.....(14)
Dimana : Sumber : D.Q. Kern, 1965
Dt
= Inside diameter (ft)
Gt
= Mass velocity (lb/hr.ft2)

= Viskositas fluida pada suhu Tc (lb/ft.hr)


g. Perhitungan Heat Transfer Factor (Jh)
1. Shell Side
Nilai jH untuk sisi shell dapat diketahui dari Gambar e pada Lampiran B
(Sumber : D.Q. Kern, 1965)
2. Tube Side
Nilai jH untuk sisi tube dapat diketahui dari Gambar f pada Lampiran B
(Sumber : D.Q. Kern, 1965)
h. Menentukan Thermal Function

92

Pada tiap suhu, yaitu Tc (hot fluid) untuk shell dan tc (cold fluid) untuk tube
diperoleh dari masing-masing c (Gambar b),

(viskositas) dan k

(konduktivitas thermal).
c x 1/ 3
k

.....(15)
Dimana : (Sumber : D.Q. Kern, 1965)
c

= panas spesifik (Btu/lb.

= konduktivitas thermal (Btu/hr.ft.

i. Menentukan Nilai Outside Film Coefficient dan Inside Film Coefficient


1. Shell Side
k
c x 1 /3
h o =jH x
x
x s
De
k

.....(16)
Sumber : D.Q. Kern, 1965

2. Tube Side
k
cx
h i =jHx x
D k

1 /3

x t

.....(17)

h io h io ID
=
x
t t
OD
.....(18)
Dimana : (Sumber : D.Q. Kern, 1965)
ho = Outside film coeffiecient (Btu/hr.ft.
hio = Inside film coefficient (Btu/hr.ft.
j. Menentukan Tube Wall Temperature (tw)
Temperatur dinding rata-rata tube dapat dihitung dengan temperatur kalorik,
jika diketahui nilai koefisien perpindahan panas fluida shell dan tube pada
kondisi operasi sedang berlangsung.

93

t w = tc +

h o /s
( T t )
h io h o c c
+
t s

.....(19)
Dimana : (Sumber : D.Q. Kern, 1965)
tw = temperatur dinding tube ( )
k. Perhitungan Corrected Coefficient ho dan hio pada tw s
1. Shell Side
0,14
s =
w

( )

ho =

ho
x s
s

.....(20)
.....(21)

Sumber : D.Q. Kern, 1965

2. Tube Side
0,14
t =
w

( )

h io =

.....(22)

h io
x t
t

.....(23)
Sumber : D.Q. Kern, 1965

l. Perhitungan Clean Overall Coefficient (Uc)


Uc adalah overall heat transfer coefficient jika tidak terjadi fouling/kerak.
h xh
Uc = io o
hio + h o
.....(24)
Dimana : (Sumber : D.Q. Kern, 1965)
Uc = overall heat transfer coefficient (Btu/ft2.hr. )
m. Perhitungan Dirty Overall Coefficient (UD)
Ud merupakan Dirty Overall Coefficient jika terjadi fouling atau kerak.
A=Nt x L x a
.....(25)

94

Dimana : (Sumber : D.Q. Kern, 1965)


A = Heat transfer surface (ft2)
NT = Jumlah tube
a = luas area (ft2/lin ft) (Tabel a)
L = Panjang tube
Maka :
U D=

Q
A xt

.....(26)

Dimana : (Sumber : D.Q. Kern, 1965)


UD = Dirty Overall Coefficient ((Btu/ft2.hr. )
n. Perhitungan Dirt Factor (Rd)
U U D
Rd = c
Uc xUD
Dimana : (Sumber : D.Q. Kern, 1965)
Rd = Fouling Factor (hr.ft2. / Btu)
o. Perhitungan Pressure Drop
1. Shell Side
f x Gs2 x Ds x ( N +1 )
Ps =
5,22 x 1010 x De x s x s
.....(28)
Dimana : (Sumber : D.Q. Kern, 1965)
P = Total Pressure drop pada shell (psi)
s
f

= Friction factor shell (ft2/in2) (Gambar g)

Gs

= Mass Velocity (lb/hr.ft2)

= Specific Gravity (Gambar i)

N + 1 = Jumlah lintasan aliran melalui baffle


2. Tube Side

.....(27)

95

Pt =

f x G t2 x L x N
5,22 x 1010 x D x s x t

.....(29)
Dimana : (Sumber : D.Q. Kern, 1965)
P = Total Pressure drop pada tube (psi)
t

= Friction factor shell (ft2/in2) (Gambar h pada Lampiran B)


= Mass Velocity (lb/hr.ft2)
= Inside diameter (ft)
= Jumlah pass tube

f
Gt
D
n

4 x n v2
Pr =
x
s
2g'

.....(30)

Dimana : (Sumber : D.Q. Kern, 1965)


P = Return Pressure Drop pada tube
r
v2
2g

= Velocity head (psi) (Gambar j pada Lampiran B)

= Specific Gravity

Maka :
PT = Pt + Pr
Dimana : (Sumber : D.Q. Kern, 1965)
P
= Total Pressure Drop pada tube (psi)
T

p. Perhitungan Efisiensi Heat Exchanger


Q
= input x 100%
Q output
atau
=

Q Tube
x 100%
Q Shell

.....(31)

96

.9.
.9.1.

Hasil dan Pembahasan


Data dan Hasil Perhitungan Heat Exchanger 6-8
Table 11. Data Flow Rate dan SpGr Heat Exchanger 6-8

Tanggal
18/07/201
6
19/07/201
6
20/07/201
6
21/07/201
6
22/07/201
6
Jumlah
Rata-rata

HCT (Shell)
Flow Rate (T/D)
SpGr

Crude Oil (Tube)


Flow Rate (T/D)
SpGr

233

0,8550

1625

0,8595

235

0,8568

1520

0,8526

238

0,8568

1698

0,8560

240

0,8552

1668

0,8585

230

0,8554

1631

0,8534

1176
235.2

4,2792
0,8558

8142
1628,4

4,2800
0,8560

*Data diambil dari tanggal 18 Juli 2016 sampai 22 Juli 2016

Table 12. Data Temperatur Heat Exchanger 6-8


Tanggal
18/07/2016
19/07/2016
20/07/2016
21/07/2016
22/07/2016
Jumlah
Rata-rata

HCT (Shell)
Temp inlet,
Temp outlet,

Crude Oil (Tube)


Temp inlet, t1 Temp outlet,

T1 (0F)
472
461
450
445
487
2315

T2 (0F)
275
269
265
248
280
1337

(0F)
167
169
166
165
170
837

t2 (0F)
191
194
188
189
195
957

463

267,4

167,4

191,4

*Data diambil dari tanggal 18 Juli 2016 sampai 22 Juli 2016

97

98

Tabel 13. Data hasil perhitungan selama lima hari pada Heat Exchanger 6-8 Di Unit Crude Distiller V
Perhitungan
Flow rate
(lb/hr)
Temperatur inlet
(oF)
Temperatur
oulet (oF)
o

API

Heat
Balance
(Btu/hr)
LMTD
Caloric
Temperatur (oF)
Clean Overall
Coefficient
(Btu/hr.ft2.oF)
Fouling factor
(hr.ft2.oF/Btu)
Pressure drop
(kg/cm2)
Effisiensi (%)

Sisi (Side)
Shell
Tube
Shell
Tube
Shell
Tube
Shell
Tube
Shell
Tube
Shell
Tube

Shell
Tube

18 Juli 2016
21402,9917
149269,7917
472
167
275
191
33,9971
33,1306
2614161,4062
1848557,1004
180,9201
350,8450
176,2400

19 Juli 2016
21586,7083
139624,6667
461
169
269
194
33,6494
34,4629
2548958,5161
1811630,0504
170,0475
341,9600
178,5000

20 Juli 2016
21862,2833
155975,4500
450
166
265
188
33,6494
33,8037
2475247,7152
1760338,9287
167,4845
336,2250
174,4700

21 Juli 2016
22046,0000
153219,7000
445
165
248
189
33,9584
33,3224
2627552,5100
1886440,9464
153,5953
319,9050
173,7600

22 Juli 2016
21127,4167
149820,9417
487
170
280
195
33,9197
34,3074
2733359,5356
1947672,2421
186,4232
360,7300
179,7500

67,0651

69,9605

70,0280

70,9024

69,9480

0,0617

0,0569

0,0598

0,0487

0,0606

0,0610
0,6253
70,7132

0,0597
0,5259
71,0733

0,0627
0,6389
71,1177

0,0650
0,6531
71,7946

0,0598
0,6201
71,2556

99

.9.2.

Pembahasan
Unit Crude Distiller V (CD-V) mengolah crude oil yang berasal SPD-TAP

(South Palembang District Talang Akar Pendopo) untuk menghasilkan produk


berupa Gas, SR-Tops, Naphta II, Naphta III, LKD, HKD, LCT, HCT dan long
residue. Peralatan proses utama di CD-V terdiri dari 1 flash kolom dan 4 kolom
fraksionator. Selain itu unit ini memiliki peralatan penunjang yang memiliki
peranan penting untuk membentuk kondisi operasi yang diinginkan, seperti
pompa, heat exchanger, stripper, cooler, condensor dan reboiler.
Alat penukar kalor atau lebih dikenal sebagai Heat Exchanger bekerja
dengan memanfaatkan energi panas dari fluida yang bersuhu tinggi untuk
memanaskan fluida yang bersuhu lebih rendah atau sebaliknya. Salah satu heat
exchanger yang terpenting pada CD-V ini adalah HE 6-8. Heat exchanger 6-8
merupakan jenis heat exchanger tipe shell and tube dengan aliran fluida yang
digunakan adalah aliran counter-current. Shell and tube heat exchanger 6-8
merupakan heat exchanger yang bertugas memanaskan crude oil dengan media
pemanas HCT (High Cold Test) sebelum masuk ke flash kolom. Di dalam flash
kolom pengkondisian level umpan harus selalu terjaga agar proses pemisahan
antara fase liquid dan gas dapat terjadi. Produk atas dari flash kolom akan diolah
di kolom distilasi fraksionasi 1-1 sedangkan produk bawah sebelum masuk ke
kolom distilasi terlebih dahulu akan masuk ke furnace untuk dipanaskan. Oleh
karena itu temperatur telah dinaikkan oleh HE 6-8, sehingga beban penggunaan
bahan bakar furnace dapat ditekan.
Heat exchanger 6-8 dengan type floating tube sheet atau horizontal, yang
mana pada shell side untuk fluida panas dan tube side untuk fluida dingin. Bagian
shell side dialiri HCT (High Cold Test) yang merupakan side stream dari kolom 12. Side stream ini kemudian dialirkan ke stripper 2-3. Produk atas stripper 2-3
dikembalikan sebagai refluks dan sebagian produk bawahnya diambil sebagai
HCT. Sedangkan pada tube side dialirkan Crude Oil atau minyak mentah. Dasar
pertimbangan dialirkannya HCT pada bagian shell dikarenakan HCT merupakan
minyak berat yang kotorannya banyak mengandung coke sehingga akan lebih
mudah dibersihkan. Selain itu juga apabila HCT dialirkan pada bagian tube, maka

100

akumulasi pengotor atau coke yang terbentuk melapisi dinding tube akan
berakibat terjadinya pressure drop yang tinggi sehingga dapat menyebabkan
penyumbatan pada aliran tube, oleh karena itu HCT dialirkan pada shell side.
Hasil perhitungan Heat Exchanger 6-8 pada Unit Crude Distiller V (CDV) menggunakan metode Kern terhadap data kondisi aktual yang telah dilakukan
selama 5 hari proses pengamatan, sehingga diperoleh beberapa nilai yang
berkaitan dengan kinerja heat exchanger 6-8 seperti fouling factor, pressure drop,
koefisien perpindahan panas serta efisiensi alat.

Fouling Factor per Hari


0.07
0.06
0.05
Rd aktual
Fouling Factor (hr.ft2.oF/Btu)

0.04
0.03

Rd Desain

0.02
0.01
0
0

Hari Ke-

H
arga fouling factor yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan secara aktual
menunjukkan terjadinya hambatan akibat adanya kotoran yang terbawa oleh fluida
yang mengalir dalam Heat Exchanger 6-8 yang melapisi bagian dalam dan luar
tube. Nilai fouling factor yang ditampilkan pada grafik 3.1 terlihat ada yang
melebihi nilai batas maksimal fouling factor dari desain peralatan walaupun tidak
begitu besar namun ada juga yang berada di bawah desain yaitu terletak pada hari
ke-4. Fouling factor secara desain yaitu 0,054995 hr.ft2.oF/Btu.

101

Grafik 3.1 Nilai fouling factor pada Heat Exchanger 6-8


Dari data tersebut menunjukkan bahwa peralatan heat exchanger terdapat
fouling yang dapat disebabkan karena adanya

pengotor berat dan pengotor

berpori. Pengotor berat ini dapat diakibatkan karena adanya kerak keras atau coke
keras yang berasal dari hasil korosi sedangkan pengotor berpori dapat diakibatkan
adanya kerak lunak yang berasal dari dekomposisi kerak. Selain itu juga faktor
yang dapat mempengaruhi terjadinya fouling adalah temperatur fluida dan
temperatur permukaan dinding tube. Fouling factor berpengaruh terhadap proses
perpindahan panas karena pergerakannya terhambat oleh pengotor sehingga
perpindahan panas yang terjadi di dalam alat kurang memenuhi kebutuhan
prosesnya dan harus segera dibersihkan baik secara mekanik maupun dengan
proses kimia. Oleh karena itu nilai fouling factor ini dijaga agar tidak melebihi
nilai desain sehingga HE dapat mentransfer panas lebih maksimum untuk
kebutuhan prosesnya.

102

Pressure Drop pada Sisi Tube


1.2
1
aktual
Pressure DropP
(kg/cm2)

0.8 0.6253
0.6389 0.6531 0.6201
0.5259
P Desain
0.6
0.4
0.2
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
Hari ke-

Ko
nduktivitas thermal dari material peralatan heat exchanger juga dapat
mempengaruhi proses perpindahan panas. Dimana penumpukan pengotor (coke)
pada bagian luar dinding tube dengan material berupa logam carbonsteel
mengakibatkan konduktivitas termal dari logam menjadi berkurang, hal ini
disebabkan karena nilai konduktivitas termal coke atau carbon (1,7 W/mk) lebih
rendah dibandingkan konduuktivitas termal carbonsteel ((54 W/mk), sehingga
panas yang akan diserap oleh crude oil akan terhalang oleh adanya pengotor.
Kotoran (coke) tersebut dapat berasal dari fluida yang mengalir di dalam shell
maupun tube, kemudian menumpuk dan mengendap pada dinding dalam dan luar
tube.

103

Grafik 3.2 Nilai Pressure Drop pada Sisi Tube


Berdasarkan hasil perhitungan data aktual diperoleh nilai pressure drop
yang ditampilkan pada grafik 3.2 terlihat bahwa pressure drop secara aktual
berada di bawah nilai desain yaitu 1,3 kg/cm 2. Pressure drop ini juga dapat
dipengaruhi oleh fouling yang terdapat di dalam shell maupun tube, dimana
penumpukan pengotor akan berpengaruh pada penyempitan daerah penampang
sehingga dapat meningkatkan nilai pressure drop. Karena nilai aktual pressure
drop di bawah nilai desain maka dapat dikatakan bahwa hilang tekan pada saat
proses perpindahan panas berlangsung tidak begitu besar sehingga apabila ditinjau
dari nilai pressure drop, peralatan Heat Exchanger 6-8 masih layak dioperasaikan.

Pressure Drop pada Sisi Shell


0.3
0.25
0.2
aktual
Pressure DropP
(kg/cm2)

0.15

P Desain

0.1 0.06100.0597 0.0627 0.0650 0.0598


0.05
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
Hari Ke-

104

Gambar 3.3 Nilai Pressure Drop pada Sisi Shell


Dari grafik 3.3 dapat diamati bahwa nilai pressure drop pada sisi shell
sama halnya dengan sisi tube, yang mana memiliki nilai aktual masih berada di
bawah nilai pressure drop desain yaitu 0,24 kg/cm2, hal ini mengindikasikan
bahawa hilang tekan pada proses perpindahan panas tidak begitu besar.
Harga efisiensi yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan secara aktual
ditunjukkan dalam grafik 3.4 pengaruh efisiensi selama lima hari pengambilan
data. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa efisiensi dari Heat Exchanger 6-8
ini berubah-ubah selama lima hari pengambilan data. Hal ini dapat dipengaruhi
oleh perbedaan temperatur inlet dan outlet yang terjadi tiap harinya.

Grafik Efisiensi per Hari


72
71.5
Efisiensi (%)

71
70.5
70
0

2
Hari Ke-

105

Grafik 3.4 Pengaruh efisiensi tiap hari


Selain itu juga flow rate yang terjadi setiap harinya tidak sama antara
fluida yang masuk ke dalam shell maupun tube, sehingga nilai efisiensi dapat
berubah setiap hari. Jika ditinjau dari nilai fouling factor, dari hasil perhitungan
secara aktual dapat terlihat bahwa fouling factor berbanding terbalik dengan
efisiensi. Semakin besar nilai fouling factor maka efisiensi alat menjadi lebih
rendah. Sebaliknya, jika nilai fouling factor relatif rendah maka efisiensi dari heat
exchanger akan cenderung meningkat.
Efisiensi peralatan Heat exchanger 6-8 berdasarkan perhitungan selamata
lima hari berada pada kisaran 70 71%. Sedangkan menurut desain, efisiensi dari
Heat Exchngaer 6-8 yaitu 85%. Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja dari Heat
Exchanger 6-8 menurun yang dapat disebabkan karena adanya fouling factor,
pressure drop, temperatur fluida, dan laju alir fluida.

.10.
Kesimpulan dan Saran
.10.1. Kesimpulan
Berdasarkan data yang telah diambil di lapangan dan analisa perhitungan
terhadap kinerja dari Heat Exchanger 6-8 pada Crude Distiller V, dapat diperoleh
beberapa kesimpulan yaitu :
1. Heat Exchanger 6-8 digunakan untuk memanaskan crude oil dengan media
pemanas HCT (High Cold Test) sebelum masuk ke flash kolom serta dapat
meringankan beban kerja furnace sebelum masuk ke kolom distilasi.
2. Fouling factor ratarata yang didapat (0,05754 hr.ft2.oF/Btu ) dari perhitungan
data aktual selama 5 hari berada sedikit di atas batas desain yaitu 0,054995
hr.ft2.oF/Btu.

Hal

ini

menunjukkan

bahwa

heat

exchanger

tersebut

106

mengandung sedikit pengotor atau coke meskipun tidak begitu besar.


Sehingga proses perpindahan panas tidak optimal
3. Dari hasil perhitungan Pressure Drop pada sisi shell maupun tube masih
berada di bawah batas desain yaitu o,24 kg/cm2 untuk sisi shell sedangkan sisi
tube yaitu 1,13 kg/cm2. Hal ini menunjukkan bahwa hilang tekan pada Heat
Exchanger tidak begitu besar sehingga masih baik untuk dioperasikan.
4. Efisiensi rata-rata yang didapat selama 5 hari sebesar 71,2 % dan masih berada
dalam range efisiensi yang diizinkan yaitu 70-85%.
.10.2. Saran
Berdasarkan permasalahan yang terjadi pada Heat Exchanger 6-8 pada
Crude Distiller V, penulis dapat memberikan saran sebagai berikut :
1. Nilai fouling factor harus dijaga sehingga Heat Exchanger dapat mentransfer
panas lebih besar untuk keperluan prosesnya.
2. Apabila nilai fouling factor hasil perhitungan yang lebih besar dari desain
maka perpindahan panas yang terjadi di dalam alat tidak maksimal. Untuk
mendapatkan nilai fouling factor yang lebih rendah dari desain maka
dibutuhkan proses pembersihan alat secara kontinyu sehingga dapat
melakukan proses perpindahan panas dengan maksimal.

Das könnte Ihnen auch gefallen