Sie sind auf Seite 1von 5

100 Lebih Rumah Warga Kampung Peuntas Terancam Longsor

Akibat Penambangan Galian C


AKTIVITAS penambangan pasir yang dilakukan PT Sabadan, Minggu (11/11) yang dikhawatirkan warga. Pasalnya,
penambangan sudah membuat sekitar 100 KK (Kepala Keluarga) Kampung Peuntas, Desa Cikahuripan, Kecamatan
Gekbrong terancam longsor. Bahkan, sudah ada
WILUJENG KHARISMA/PRLM
AKTIVITAS penambangan pasir yang dilakukan PT Sabadan, Minggu (11/11) yang dikhawatirkan warga. Pasalnya,
penambangan sudah membuat sekitar 100 KK (Kepala Keluarga) Kampung Peuntas, Desa Cikahuripan, Kecamatan
Gekbrong terancam longsor. Bahkan, sudah ada dua rumah roboh akibat penambangan tersebut.*
CIANJUR, (PRLM).- Sedikitnya 100 rumah warga Kampung Peuntas, Desa Cikahuripan, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten
Cianjur terancam longsor akibat penambangan galian C di dekat kampung tersebut.
Bahkan, akibat penambangan yang dilakukan dua rumah roboh. Berdasarkan pantauan "PRLM" di lokasi, Minggu
(11/11/12) jarak tebing yang ditambang dengan pemukiman warga kurang lebih sekitar satu meter dan hanya dikelilingi
dengan pagar kayu.
Meski posisi puluhan rumah warga sudah tampak seperti diatas tebing dengan ketinggian kira-kira mencapai belasan meter,
namun kegiatan penambangan tersebut terus berlanjut. "Dua rumah sudar roboh akibat kagiatan tersebut. Tapi sudah diganti
rugi," ucap salah seorang warga yang rumahnya di ganti rugi, Wildan (34).
Sedikitnya ada tiga eskavator yang melakukan pengerukan pada tebing tersebut. Kegiatan tersebut, kata Wildan, diakui
menganggu warga. Penambangan sudah dilakukan selama kurang lebih dua bulan tersebut adalah PT Sabadan.
Saat itu tembok rumah saya banyak mengalami keretakan akibat getaran yang ditimbulkan kegiatan pengerukan. Setelah
saya mengelulhkan hal tersebut pada pihak perusahaan dan meminta ganti rugi, akhirnya pihak perusahanpun membeli
rumah saya dan mertua saya yang tidak jauh dari rumah saya, ujarnya.
Hal senada diungkapkan Udin (54) pemilik rumah yang saat ini terancam roboh. Udin menuturkan setiap hari, baik siang
maupun malam kegiatan pengerusakan selalu dilakukan hingga menimbulkan kebisingan dan getaran sampai di rumah
warga.
"Kami mendiami rumah ini hampir 14 tahun. Akibat kegiatan penambangan yang menimbulkan getaran pada tembok rumah
membuta rumahnya retak-retak bahkan nyaris roboh," ucapnya.
Kondisi tersebut, kata Udin, sudah disampaikan langsung pada pihak perusahaan, namun pihak perusahaan kurang
menanggapi. "Memang dari pihak perusahaan pernah menyampaikan niat akan membeli rumah kami namun kami tidak
mau, soalnya harga tidak sesuai, ditambah pembayarannyapun dengan dicicil,ujarnya.
Bahkan, berdasarkan beberapa keterangan warga, selama ini warga terpaksa menerima ganti rugi ataupun menjual
rumahnya pada pihak perusahaan karena perusahaan seringkali mengatakan, jika warga tidak menjual saat ini, mereka tidak
akan bertanggung jawab manakala terjadi longsor.
Kami meminta agar pihak pemerintah daerah segera meninjau kelokasi dan memerhatikan nasib kami, jangan sampai
menunggu timbulnya korban terlebih dahulu akibat longsor, katanya.
Hingga kini baik pihak pemerintah Desa setempat, kecamatan maupun instansi pemerintah terkait belum melakukan

tinjauan ke lokasi meski seringkali warga mengeluhkan hal tersebut.


Saat "PRLM" ingin meminta konfirmasi dari pihak perusahaan, tidak ada pemilik atau staf perusahaan yang memberikan
keterangan. Hanya ada beberapa orang pekerja yang enggan dimintai keterangan.
Sementara itu, Kepala Sub Bidang Bina Usaha Bidang Pertambangan, Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air dan
Pertambangan (PSDAP), Soma mengatakan PR Sabadan yang beroperasi tersebut tidak ada dalam daftar perusahaan yang
diberi ijin untuk melakukan galian C.
"Dari lokasinya seharusnya yang melakukan operasi PR Duta Prima. Namun, kami tidak tahu jika diberikan haknya untuk
melakukan kegiatan. padahal hal tersebut tidak dibenarkan," tuturnya.
Soma mengatakan akan segera melakukan tinjaun ke lapangan. Jika memang jarak pengerukan dengan rumah di kampung
tersebut hanya sekitar satu meter itu sudah manyalahi aturan. "Dengan tinggi tebing yang lebih dari 10 meter
seharusnyajarak sempadan yang boleh ditambang paling tidak sepanjang 12 meter," ucapnya. (A-186/A-108)***

Batu Bara: Antara Bisnis, HAM, dan Lubang Tambang Maut


Bisnis.com, SAMARINDA -- Suasana di ruang pertemuan kantor Gubernur Kalimantan Timur, Kamis (26/11) siang itu
mendadak sunyi saat Rachmawati, 37, mulai berbicara. Suaranya terdengar serak dan terbata-bata.
Dengan mata berkaca-kaca, dia hanya mampu berbicara singkat. "Saya berharap tidak ada lagi anak-anak kita yang
tenggelam di lubang tambang," katanya.
Rachmawati merupakan ibu dari Raihan Saputra, korban meninggal di bekas lubang tambang pada Desember 2014.
Sejak 2011 hingga saat ini, setidaknya selusin anak-anak di Samarinda yang mengalami nasib serupa.
Raihan yang saat kejadian berumur 10 tahun merupakan korban ke-9.
Kamis siang itu, Rachmawati bersama beberapa ibu korban mendatangi Kantor Gubenur atas undangan Komnas HAM.
Dalam pertemuan tersebut juga hadir perwakilan dari masyarakat adat di Kaliamantan Timur.
Gagai, warga Dayak Basap di Desa Keraitan Kutai Timur, mengadukan permasalahannya dengan PT Kaltim Prima Coal.
Perusahaan batu bara tersebut diketahui mencoba memindahkan masyarakat Dayak Basap dari tempat tinggalnya saat ini
untuk kepentingan pertambangan.
Kehadiran mereka memang relevan dengan tema diskusi siang itu: Bisnis dan hak asasi manusia.
Sebagai gudangnya sumber daya alam, Kalimantan Timur sangat rentan terhadap permasalahan tersebut.
Tidak heran jika kantor gubernur siang itu turut diramaikan keluhan masyarakat terkait dengan kemungkinan pelanggaran
HAM.
Asisten Bidang Kesejahteraan Masyarakat Sekprov Kaltim Bere Ali tidak menampik hal tersebut.
Di mulai dengan bisnis kayu di era 1980-an, Kalimantan Timur kemudian menikmati booming batu bara di era milenium.
Namun, pengerukan sumber daya alam secara masif tersebut menimbulkan efek domino yang tidak sedikit.
Kini hanya sedikit hutan alam di Kaltim yang masih tersisa.
"Batu bara pun dampaknya juga seperti itu. Kini lubang-lubang bekas tambang yang ditinggalkan malah merenggut nyawa
anak-anak kita," ujarnya, Kamis (26/11).
Pemerintah Provinsi menurutnya, tidak bisa berwenang banyak. Pemberian izin pertambangan sebelumnya berada di bawah
kewenangan pemerintah kabupaten. UU no. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah lah yang akhirnya memberikan
kewenangan kepada pemerinta provinsi mengatur izin tambang.
Dengan kewenangan tersebut, pemerintah provinsi akhirnya mengeluarkan moratorium izin tambang baru.

Bere mengakui, industri pertambangan menimbulkan persoalan sosial yang tidak sedikit.
Permasalahan ini mulai dari lubang-lubang tambang yang tidak direklamasi, konflik dengan masyarakat adat setempat,
hingga debu dan kebisingan yang menghantui masyarakat di sekitar lokasi.
Persoalan HAM pada akhirnya, menjadi isu yang sulit diredam keberadaannya.
Ketua Komnas HAM Nurcholis menuturkan persinggungan HAM dan bisnis sudah menjadi isu internasional yang dibahas
sejak beberapa tahun lalu.
Dalam implementasinya di Indonesia, Komnas HAM tengah berupaya menyusun naskah akademik antara bisnis dan HAM.
Kalimantan Timur dipilih mewakili industri pertambangan se-Kalimantan untuk mencari masukan penyusunan rencana aksi
nasional tersebut.
"Sebelumnya kami sudah melakukan loka karya serupa di Palembang yang mewakili industri perkebunan se-Sumatera,
katanya," Kamis (23/11).
Nurcholis menuturkan permasalahan HAM yang melibatkan korporasi di Indonesia tidak pernah sepi.
Setiap tahun, sekitar 5.000 hingga 7.000 kasus pengaduan masuk ke meja komisioner.
Dari Kalimantan Timur, kasus yang pernah diadukan adalah tenggelamnya anak-anak di lubang tambang.
Jika mengacu pada data yang ada, persoalan tambang di Kalimantan Timur memang patut menjadi perhatian lebih.
Merah Johansyah, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur membeberkan data yang cukup membuat
peserta diskusi menggelengkan kepala.
"Kami mencatat ada 1.488 izin usaha pertambangan yang ada di Kalimantan Timur. Total luasnya mencapai 46% dari
seluruh luas wilayah Kaltim. Ini belum termasuk izin kelapa sawit dan migas," katanya, Kamis (26/11).
Merah merinci daya rusak yang ditimbulkan dari pertambangan batu bara. Mulai dari perusakan hutan, emisi karbon,
dampaknya terhadap kesehatan, hingga lubang bekas tambang yang tidak direklamasi.
Kendati demikian, batu bara nampaknya masih menarik di kalangan investor.
Belum lama ini, PT Indominco Mandiri bahkan masih bernafsu meningkatkan produksinya dengan mengajukan rencana
pengalihan aliran Sungai Santan.
Bere Ali pun memastikan pemerintah provinsi telah menolak permohonan perusahaan tersebut.
Pertemuan tersebut memang tidak akan mampu menyelesaikan seluruh permasalahan bisnis dan HAM di Kalimantan Timur.
Namun, keluhan yang diajukan oleh Rachmawati, masyarakat Dayak Basap, dan banyak masyarakat adat lainnya
mengingatkan kita bahwa bisnis tidak seharusnya mengangkangi hak asasi manusia.

Das könnte Ihnen auch gefallen