Sie sind auf Seite 1von 6

Definisi

Retinopati hipertensi adalah kelainan pembuluh darah retina atau kelainan


pada retina itu sendiri yang terjadi akibat tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi
menyebabkan pembuluh darah mengalami kerusakan berupa sklerosis, penebalan
dinding pembuluh darah ataupun kebocoran plasma. Kelainan pembuluh darah yang
terjadi mengikuti derajat tingginya tekanan darah dan lamanya tekanan darah yang
diderita pasien.
Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad
ke-19 pada sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada
retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal,
perlengketan atau nicking arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flameshape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla (Ilyas, 2009; Ilyas, 2003)
Klasifikasi
Klasifikasi retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh
Keith-Wagener-Barker. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat didasarkan pada
hubungan antara temuan klinis dan prognosis yaitu tediri atas empat kelompok
retinopati hipertensi. Lalu tahun 2013 Downlie et al menyederhanakan klasifikasi
tersebut.
Tabel 1 . Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)
Karakteristik
Stadium
Stadium I

Stadium II

Stadium III

Penyempitan ringan, sklerosis, sehingga tampak lebih kurus, lebih


pucat, dan lebih sempit
Hampir tak ada keluhan
Dalam periode 8 tahun : 4 % meninggal

Tanda arteriosklerotik lebih jelas, konstriksi fokal, sklerosis, dan


crossing phenomena, tampak copper wire arteriola atau silver wire
arteriola
Tekanan darah semakin tinggi
Dalam periode 8 tahun : 20 % meninggal
Stadium II + edema retina, perdarahan, eksudat, cottonwoll patch,
starshaped figure, penyempitan arteriola lebih luas.
Tekanan darah sangat tinggi disertai keluhan sakit kepala, sesak
napas, nokturia

Stadium IV

Dalam periode 8 tahun : 80 % meninggal

Stadium III + edema papil yang jelas


Terdapat hipertensi maligna
Dalam periode 8 tahun : 98 % meninggal

Tabel 2 . Klasifikasi Keith-Wagener-Barker tersimplifikasi (2013)


Stadium

Karateristik

None

Tidak terlihat kelainan

Mild

Moderate

Malignant

Mengecilnya arteriolar secara


general dan fokal
Arteriovenous nicking
Opasitas (copper wiring) dari
dinding arteriolar
Kombinasi dari gambaran diatas
Retinal hemorrhages (blot-shaped,
dot-shaped, atau flames-shaped)
Microaneurisma
cotton wool spot
Eksudat keras
Kombinasi dari gambaran diatas

Gambaran moderate retinopati dengan


pembengkakan diskus optik

Tabel 3. Klasifikasi Scheie (1953)


Stadium

Karakteristik

Stadium I

Penciutan setempat pada pembuluh darah kecil

Stadium II

Penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh, dengan kadang-kadang


penciutan setempat sampai seperti benang, pembuluh darah arteri
tegang, embentuk cabang keras

Stadium III

Lanjutan stadium II, dengan eksudasi cotton, dengan perdarahan yang


terjadi akibat diastol di atas 120 mmHg, kadang-kadang terdapat
keluhan berkurangnya penglihatan

Stadium IV

Seperti stadium III dengan edema papil dengan eksudat star figure,
disertai keluhan penglihatan menurun dengan tekanan diastol kira-kira
150 mmHg

Gambar 1. Mild Hypertensive Retinopathy.

Gambar 2. Moderate Hypertensive Retinopathy.

Gambar 3. Severe Hypertensive Retinopathy.


Patofisiologi

Pada tahun 1982 Mark & Lee menjelaskan bahwa respon mata terhadap
hipertensi sistemik dibagi menjadi 3, yaitu (1) hipertensi chroidopati (2) hipertensi
retinopaty, dan (3) hipertensi edema diskus optik. Pada keadaan hipertensi,
pembuluh darah retina akan mengalami beberapa perubahan patofisiologis sebagai
respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori bahwa terjadi spasme
arterioles dan kerusakan endothelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis
terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas
pembuluh darah. (Wong, 2004)
Tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara
generalisata. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari
mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada
pemeriksaan funduskopi akan terlihat penyempitan arterioles retina secara
generalisata dengan kaliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau ireguler, arteriol
berwarna lebih pucat dan percabangan arteriol yang tajam. Peningkatan tekanan
darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan intima pembuluh
darah, hiperplasia dinding tunika media, degenerasi hialin dan fibrosis
(Arteriosklerosis). Dengan terjadinya fibrosis dari dinding pembuluh darah, maka
menjadi tebal dan kurang tembus pandang sehingga kolom darah menjadi sempit,
sedikit tidak teratur, refleks cahaya lebih jelas, warna kolom darah lebih pucat.
Dengan bertambahnya ketebalan dinding arteriola, dapat menekan pada venula yang
ada dibawahnya, pada tempat persilangan arterio-venula yang dikenal sebagai
arteriovenous nicking. (Wong, 2014; Sidarta, 2009)
Dinding aretriol normal bersifat transparan, sehingga yang terlihat sebenarnya
adalah darah yang mengalir. Pantulan cahaya yang tipis dibagian tengah lumen
tampak sebagai garis refraktif kuning sekitar selebar seperlima dari lebar lumen.
Apabila dinding arteriol diinfiltrasi oleh sel lemak dan kolesterol akan menjadi
sklerotik. Dinding pembuluh darah secara bertahap menjadi tidak transparan dan
dapat dilihat, dan refleksi cahaya yang tipis menjadi lebih lebar. Bila proses sklerosis
berlanjut, dinding arteriola bertambah tebal, sehingga warna kuning dari dinding
yang tebal bercampur dengan warna kolom darah, memberikan warna seperti
tembaga, yang dikenal sebagai copper wire arteriola. Jika bertambah tebal lagi,
dapat mengalami kalsifikasi dapat terlihat sebagai garis putih sepanjang kolom darah
(sheating). Jika menutupi kolom darah, maka arteriol akan terlihat sebagai kawat
perak (silver-wire). (Wong, 2005)

Dinding arteriola yang menekan venula pada tempat persilangan arteriola dan
venula dapat menyebabkan oklusi venula, kongesti venula, sehingga venula tampak
lebih besar dan berkelok-kelok, disusul dengan perdarahan berupa garis-garis yang
disebut flame shaped hemorrhage (lidah api), edema retina, eksudat, edema papil
dan ablasio retina jika edema yang terjadi bertambah hebat. Edema retina dan
kongesti venula dapat mendahului timbulnya edema papil, dimana dimulai dengan
perubahan warna papil dari merah jambu menjadi jingga yang akhirnya berwarna
merah tua dengan batas yang tidak jelas. (Wijana, 1993)
Dinding arteriola yang bertambah tebal dapat juga menimbulkan oklusi dari
arteriola itu sendiri, sehingga menimbulkan gangguan sirkulasi pada area yang
diperdarahinya, disertai dengan edema dan perdarahan. Oklusi dapat terjadi juga
pada tempat prekapiler, sehingga jaringan kapiler dibawahnya tak dapat dilalui
darah, menjadi iskemik dan retina yang diperdarahinya menjadi nekrotik yang dapat
dilihat melalui funduskopi sebagai bercak putih seperti kapas yang disebut
cottonwool patch. Akibat gangguan sirkulasi ini, maka didaerah cottonwool patch
dan didaerah lain timbul pembuluh darah baru yang menimbulkan kebocoran
perdarahan dan edema. (Wijana, 1993)
Pada hipertensi maligna, dengan adanya permeabilitas kapiler yang tinggi,
beberapa minggu kemudian dapat terbentuk eksudat keras, terutama terdiri dari
lipid. Jika hal ini terdapat di daerah makula maka akan terbentuk garis-garis radier
berwarna putih, keluar dari makula seperti gambaran bintang sehingga disebut
starshaped figure. (Wijana, 1993)
Derajat gangguan visus tergatung dari lokasi kelainan. Bila terletak didaerah
makula, sekecil apapun dapat menimbulkan gangguan visus yang berat, sedangkan
bila letaknya diluar makula, meskipun besar tidak cepat menimbulkan penurunan
ketajaman penglihatan oleh karena itu mungkin saja kelainan vaskuler akibat
hipertensi baru diketahui secara tidak sengaja. Hilangnya kapiler secara menetap
atau terbentuknya jaringan parut di makula menyebakan gangguan visus yang
menetap pula, meskipun hipertensinya telah diatasi. (Wijana, 1993)
Prognosis
Downie et al menghubungkan temuan retina pada pasien retinopati hipertensi
dengan penyakit cardiovascular yang memberikan hasil; pada kategori mild
ditemukan kemungkinan ringan dengan insidensi stroke, gangguan renal dan insiden
penyakit kororner. Pada katogori moderate ditemukan kemungkinan kuat dengan

kematian akibat cardiovaskuler, penurunan kognitif, dan kematian akibat stroke. Pada
kategori malignant ditemukan bahwa terdapat kemungkinan kuat dengan kematian.
Prognosis retinopati akibat hipertendi tergantung kepada kontrol tekanan darah
penderita itu sendiri. Kerusakan penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai
dampak langsung dari proses hipertensi kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal.
(Downy et al, 2013)
Keith Wagener Barker menentukan 5 year survival rate berdasarkan tidak
diberikan terapi medikamentosa yaitu antara lain grade I : 4%, grade II : 20%, grade
III : 80% , grade IV : 98%.

Daftar Pustaka
Downlie, L,E., Hodgson,L,A., Dsylvia,C., Mclntosh, R., Rogers, s., Connell, p.,
Whong, T. 2013. Hypertensive retinopathy: comparing the Keith^ Wagener^Barker to
a simplified classification.31;1-6.Journal of Hypertention.
Ilyas, S. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FK
UI Jakarta
Ilyas, S. 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FK UI Jakarta
Wijana Nana, S, D. 1993. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 6. Abdi Tegal. Jakarta 1993
Wong TY, Mitchell P, editors. 2004. Current concept hypertensive retinopathy.
351:2310-7. The New England Journal of Medicine.
Wong, Y.T., Mcintosh R. 2005. Hypertensive retinopathy signs as risk indicators of
cardiovascular morbidity and mortality. British Medical Bulletin;73-4,57-70.
(http://bmb.oxforsjournals.org, diakses tanggal 14 Februari 2017.

Das könnte Ihnen auch gefallen