Sie sind auf Seite 1von 18

BAB I

PENDAHULUAN

Di negara-negara berkembang osteomielitis masih merupakan masalah


dalam bidang ortopedi. Sebelum ditemukannya antibiotik, osteomielitis masih
merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak. Keberhasilan
pengobatan osteomielitis ditentukan oleh fakor-faktor diagnosis yang dini dan
penatalaksanaan

pengobatan

berupa

pemberian

antibiotik

atau

tindakan

pembedahan.
Osteomielitis merupakan suatu proses peradangan pada tulang yang
disebabkan oleh invasi mikroorganisme (bakteri dan jamur). Diagnosis perlu
ditegakkan sedini mungkin, terutama pada anak-anak sehingga pengobatan dapat
segera dimulai dan perawatan pembedahan yang sesuai dapat dilakukan untuk
mencegah penyebaran infeksi dan kerusakan yang lebih lanjut pada tulang.
Berikut ini dilaporkan suatu kasus osteomyelitis pada pasien laki-laki
berusia 3,5 tahun yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Osteomielitis adalah radang tulang yang disebabkan oleh organisme
piogenik tetapi berbagai agen infeksi lain juga dapat menyebabkannya (misalnya
jamur). Hal ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang dengan
melibatkan sumsum tulang, korteks, jaringan retikular, dan periosteum. Radang
tulang yang disebabkan oleh organisme piogenik yang bersifat terlokalisasi
maupun dapat tersebar melalui tulang melibatkan sumsum, korteks, jaringan
kanselosa, dan periosteum (1,2).
B. Anatomi
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi
alat-alat di dalam tubuh, membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh,
tempat melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh, metabolisme
kalsium dan mineral, dan organ hemopoetik. (3,4).
Pembagian tulang menurut morfologi atau bentuk terdiri dari :
1)

os longum atau tulang panjang, contohnya os humerus, os femur, os tibia,


os fibula,dll.

2)

os breve atau tulang pendek, contohnya ossa carpalia, tarsalia,dll.

3)

os planum atau tulang piph, contohnya os sternum, os scapula,dll.

4)

os pneumaticum yaitu tulang bentuk lembaran, contohnya os ethmoidale,


os maxilla,dll.,

5)

os irreguler atau tulang yang bentuknya tidak teratur, contohnya os


vertebrae (5).
Pada potongan tulang terdapat dua macam struktur yaitu substantia

spongiosa (berongga) dan substantia compacta (padat). Secara histologis tulang


dibedakan menjadi dua komponen utama, yaitu tulang muda (tulang primer) dan
tulang dewasa (tulang sekunder). Kedua jenis ini memiliki komponen yang sama,
tetapi tulang primer mempunyai serabut-serabut kolagen yang tersusun secara
acak, sedangkan tulang sekunder tersusun secara teratur (3,4).
Tulang primer berperan dalam pembentukan tulang atau juga dalam proses
penyembuhan kerusakan tulang, maka tulang yang tumbuh tersebut bersifat muda
dan bersifat sementara karena nantinya akan diganti dengan tulang sekunder.
Tulang sekunder yang biasa terdapat pada kerangka orang dewasa dikenal juga
sebagai lamellar bone karena jaringan tulang sekunder terdiri dari ikatan paralel
kolagen yang tersusun dalam lembaran-lembaran lamella. Ciri khasnya adalah
serabut-serabut kolagen yang tersusun dalam lamellae yang sejajar satu sama lain
dan melingkari konsentris saluran di tengah yang dinamakan saluran havers atau
canalis haversi. Dalam canalis haversi ini berjalan pembuluh darah, serabut saraf,
dan diisi oleh jaringan pengikat longgar. Keseluruhan struktur konsentris ini
dinamai sistem havers atau osteon (3,4).
Epifisis merupakan bagian ujung dari tulang panjang. Bagian epifisis
langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis

sehingga pertumbuhan memanjang secara radier. Diafisis atau batang adalah


bagian tengah tulang yang berbentuk silinder dan tersusun dari tulang kortikal
yang memiliki kekuatan besar. Metafisis merupakan bagian melebar di dekat
ujung akhir batang. Disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang
mengandung sel hematopoetik. Sumsum merah juga terdapat di bagian epifisis
dan diafisis tulang. Metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang
cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epifisis. Lempeng epifisis
merupakan daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak dan menghilang
setelah dewasa. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut
periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan pada
proses pertumbuhan tulang (3).
Jaringan tulang merupakan jaringan yang vaskuler. Tulang mendapat
suplai makanan dari arteri nutrisium yang masuk ke dalam foramen nutrisium
pada diafisis tulang panjang. Pada umumnya sebuah tulang hanya memiliki satu
pasang arteri dan vena nutrisium, namun beberapa tulang seperti femur,
mempunyai arteri dan vena nutrsium lebih dari satu. Pembuluh darah pada
metafisis memvaskularisasi permukaan dalam diafisis dimana disitu merupakan
tempat kartilago digantikan oleh jaringan tulang. Pembuluh darah pada
periosteum memvaskularisasi bagian superfisial dari osteon. Pada saat osifikasi
endokondral, cabang dari pembuluh darah ini mencapai daerah epifisis guna
menyediakan nutrisi untuk pusat osifikasi sekunder (3).
Pada periosteum juga terdapat pembuluh limfe dan saraf sensoris.
Pembuluh limfe mencapai osteon melalui saluran perforasi. Saraf sensoris

mencapai korteks bersama arteri nutrisium untuk menginervasi endosteum,


substansia spongiosa, dan epifisis. Karena kaya akan saraf sensoris, maka
biasanya jika terjadi kerusakan pada tulang rasanya akan sakit sekali (3).

C. Etiologi
Osteomielitis terjadi ketika infeksi berkembang dalam tulang atau tulang
menyebar ke wilayah lain dari tubuh. Ini disebabkan oleh bakteri atau jamur.
Bakteri tersebut antara lain Staphylococcus aureus (penyebab 50%), Salmonela
sp, Staphylococcus aureus, Pseudomonas auragenosa, dan Escherichia coli
(penyebab 25%). Pada penggguna obat-obat intravena, banyak disebabkan oleh
Pseudomonas aeruginosa dan Serratia. Tulang yang terinfeksi dapat memburuk
dan terjadi abses. Hal tersebut dapat menghambat pasokan darah ke tulang. Untuk
kasus osteomielitis kronis hilangnya pasokan darah lama kelamaan dapat
mengakibatkan kematian pada tulang (1).
Osteomielitis lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan
rasio 2:1. Osteomielitis dapat terjadi pada siapa saja dan segala umur. Namun
osteomielitis sangat rentan terjadi pada orang-orang yang memiliki riwayat
penyakit diabetes, HIV dan anemia sel sabit; orang-orang yang melakukan suntik
intravena ke dalam tubuh secara tidak benar; orang yang pernah mengalami
cedera atau trauma tulang seperti fraktur terutama fraktur terbuka, dan luka akibat
tusukan serta orang-orang yang mengalami pasca bedah (1)
D. Patogenesis
Infeksi dalam sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui beberapa
cara. Kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka penetrasi langsung,

melalui penyebaran hematogen dari situs infeksi didekatnya ataupun dari struktur
lain yang jauh, atau selama pembedahan dimana jaringan tubuh terpapar dengan
lingkungan sekitarnya. Osteomielitis hematogen adalah penyakit masa kanakkanak yang biasanya timbul antara usia 5 dan 15 tahun.Ujung metafisis tulang
panjang

merupakan

tempat

predileksi

untuk

osteomielitis

hematogen.

Diperkirakan bahwa end-artery dari pembuluh darah yang menutrisinya bermuara


pada vena-vena sinusoidal yang berukuran jauh lebih besar, sehingga
menyebabkan terjadinya aliran darah yang lambat dan berturbulensi pada tempat
ini. Kondisi ini mempredisposisikan bakteri untuk bermigrasi melalu celah pada
endotel dan melekat pada matriks tulang. Selain itu, rendahnya tekanan oksigen
pada daerah ini juga akan menurunkan aktivitas fagositik dari sel darah putih
(1,6).
Dengan maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal dan ciri aliran darah
yang lamban tidak ada lagi. Sehingga osteomielitis hematogen pada orang dewasa
merupakan suatu kejadian yang jarang terjadi (1,6).
Infeksi hematogen ini akan menyebabkan terjadinya trombosis pembuluh
darah lokal yang pada akhirnya menciptakan suatu area nekrosis avaskular yang
kemudian berkembang menjadi abses. Akumulasi pus dan peningkatan tekanan
lokal akan menyebarkan pus hingga ke korteks melalui sistem Havers dan kanal
Volkmann hingga terkumpul dibawah periosteum menimbulkan rasa nyeri
lokalisata di atas daerah infeksi. Abses subperiosteal kemudian akan menstimulasi
pembentukan involukrum periosteal (fase kronis). Apabila pus keluar dari korteks,

pus tersebut akan dapat menembus soft tissues disekitarnya hingga ke permukaan
kulit, membentuk suatu sinus drainase (1,6).
Faktor-faktor sistemik yang dapat mempengaruhi perjalanan klinis
osteomielitis

termasuk

diabetes

mellitus,

immunosupresan,

penyakit

imundefisiensi, malnutrisi, gangguan fungsi hati dan ginjal, hipoksia kronik, dan
usia tua. Sedangkan faktor-faktor lokal adalah penyakit vaskular perifer, penyakit
stasis vena, limfedema kronik, arteritis, neuropati, dan penggunaan rokok (1,6).

E. Klasifikasi Osteomielitis
1.

Osteomielitis Hematogen Akut : merupakan penyakit tulang yang sedang


tumbuh, fokus infeksi pada daerah metafisis lalu terjadi hiperemia dan edema.

2.

Osteomielitis Kronik : merupakan osteomielitis akut yang tidak ditangani


secara adekuat sehingga semakin menjalar.

3.

Osteomielitis Pascacedera : biasanya akibat fraktur tulang tebuka, gambaran


klinisnya mrirp osteomielitis kronik karena adanya squester.

4.

Osteomielitis Perkontinuitatum : infeksi jaringan lunak pada kaki atau tangan


yang menjalar ke dalam tulang sehingga terjadi osteomielitis (7).

F. Manifestasi Klinis
Osteomielitis hematogenik akut
Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi akut. Nyeri
biasanya terlokalisasi meskipun bisa juga menjalar ke bagian tubuh lain di
dekatnya. Sebagai contoh, apabila penderita mengeluhkan nyeri lutut, maka sendi
panggul juga harus dievaluasi akan adanya arthritis. Penderita biasanya akan
menghindari menggunakan bagian tubuh yang terkena infeksi (8).
Pada pemeriksaan biasanya ditemukan nyeri tekan lokal dan pergerakan sendi
yang terbatas, namun oedem dan kemerahan jarang ditemukan. Dapat pula disertai
gejala sistemik seperti demam, menggigil, letargi, dan nafsu makan menurun pada
anak (9).
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan dramatis dari CRP,
LED, dan leukosit. Pada pemeriksaan kultur darah tepi, ditemukan organisme
penyebab infeksi. Pada pemeriksaan foto polos pada awal gejala didapatkan hasil
yang negatif. Seminggu setelah itu dapat ditemukan adanya lesi radiolusen dan

elevasi periosteal. Sklerosis reaktif tidak ditemukan karena hanya terjadi pada
infeksi kronis. Presentasi radiologi dari Osteomielitis hematogen akut mirip
dengan gambaran neoplasma seperti Leukimia limfositik akut, Ewings sarkoma,
dan histiositosis Langerhans. Karena itu, dibutuhkan biopsi untuk menentukan
diagnosis pasti.
Osteomielitis Subakut
Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik. Infeksi ini
biasanya disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah dan tidak memiliki
gejala. Osteomielitis subakut memiliki gambaran radiologis yang merupakan
kombinasi dari gambaran akut dan kronis. Seperti osteomielitis akut, maka
ditemukan adanya osteolisis dan elevasi periosteal. Seperti osteomielitis kronik,
maka ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang yang sklerotik. Apabila
osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang panjang, maka akan sulit
membedakannya dengan Histiositosis Langerhans atau Ewings Sarcoma (9).
Osteomielitis Kronik
Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut yang
tidak diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau akibat
dari trauma tembus. Infeksi kronis seringkali berhubungan dengan implan logam
ortopedi yang digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung
intraoperatif atau perkembangan hematogenik dari logam atau permukaan tulang
mati merupakan tempat perkembangan bakteri yang baik karena dapat
melindunginya dari leukosit dan antibiotik. Pada hal ini, pengangkatan implan dan
tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah infeksi lebih jauh lagi.

Gejala klinisnya dapat berupa ulkus yang tidak kunjung sembuh, adanya drainase
pus atau fistel, malaise, dan fatigue (9).
Pada anak-anak, infeksi tulang yang didapat melalui aliran darah
(hematogen), menyebabkan demam dan di kemudian hari, menyebabkan nyeri
pada tulang yang terinfeksi. Daerah di atas tulang bisa mengalami luka dan
membengkak, dan pergerakan akan menimbulkan nyeri (10).
Infeksi tulang yang disebabkan oleh infeksi jaringan lunak di dekatnya atau
yang berasal dari penyebaran langsung menyebabkan nyeri dan pembengkakan di
daerah di atas tulang. Selain itu, abses bisa terbentuk di jaringan sekitarnya.
Infeksi ini tidak menyebabkan demam dan pemeriksaan darah menunjukkan hasil
yang normal. Penderita yang mengalami infeksi pada sendi buatan atau anggota
gerak, biasanya memiliki nyeri yang menetap di daerah tersebut. Jika suatu infeksi
tulang tidak berhasil diobati, bisa terjadi osteomielitis menahun (osteomielitis
kronis). Kadang-kadang infeksi ini tidak terdeteksi selama bertahun-tahun dan
tidak menimbulkan gejala selama beberapa bulan atau beberapa tahun (10).
Osteomielitis menahun sering menyebabkan nyeri tulang, infeksi jaringan
lunak diatas tulang yang berulang, dan pengeluaran nanah yang menetap atau
hilang timbul dari kulit. Pengeluaran nanah terjadi jika nanah dari tulang yang
terinfeksi menembus permukaan kulit dan suatu saluran (saluran sinus) terbentuk
dari tulang menuju kulit (10).
G. Diagnosis

10

Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang:
1

Anamnesis seputar gejala yang mengarah pada osteomielitis.

Pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan penunjang:
a. Tes Darah (Tes Mei). Tes darah tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosis apakah seseorang menderita osteomielitis atau tidak. Tes
ini hanya mengungkapkan seputar tingginya tingkat sel darah putih
(leukosit) dan tingginya laju endap darah (LED).
b. Aspirasi pada daerah yang mengeluarkan pus (nanah).
c. Pemeriksaan titer antibodi anti-Staphylococcus.
d. X-Ray. Pemeriksaan ini dapat mengungkapkan kerusakan tulang.
Namun, kerusakan mungkin tidak dapat terlihat sampai osteomielitis
tampak dalam beberapa minggu. Pemeriksaan lebih rinci dapat dilakukan
imaging-test yang mungkin diperlukan jika osteomielitis terjadi barubaru ini.
e. Imaging test. Tes ini dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai
ektremitas pada tulang yang mengalami gangguan. Seperti computerizedtomography (CT-Scan) ataupun Magnetic Resonance Imaging (MRI).
f. Bone biopsy atau biopsi tulang (1).

H. Diagnosis Banding

11

Osteomielitis mudah didiagnosis secara klinis, pemeriksaan radiologis dan


tambahan seperti CT dan MRI jarang diperlukan. Namum demikian, seringkali
osteomielitis memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan yang lain.
Khususnya dalam keadaan akut, gejala klinis yang muncul sama seperti pada
histiocytosis sel Langerhans atau sarkoma Ewing. Perbedaan pada setiap masingmasing kondisi dari jaringan lunak. Pada osteomielitis, jaringan lunak terjadi
pembengkakan yang difus. Sedangkan pada sel langerhan histiocytosis tidak
terlihat secara signifikan pembengkakan jaringan lunak atau massa. Sedangkan
pada ewing sarkoma pada jaringan lunaknya terlihat sebuah massa. Durasi gejala
pada pasien juga memainkan peranan penting untuk diagnostik. Untuk sarkoma
ewing dibutuhkan 4-6 bulan untuk menghancurkan tulang sedangkan osteomielitis
4-6 minggu dan histiocytosis sel langerhans hanya 7-10 hari.
I. Penatalaksanaan
1

Perawatan dirumah sakit.

Pengobatan suportif dengan pemberian infus dan antibiotika.

Pemeriksaan biakan darah.


4

Antibiotika yang efektif terhadap gram negatif maupun gram positif diberikan
langsung tanpa menunggu hasil biakan darah, dan dilakukan secara parenteral
selama 3-6 minggu.

Imobilisasi anggota gerak yang terkena.

Tindakan pembedahan. Indikasi dilakukannya pembedahan ialah :


a Adanya sequester.

12

b Adanya abses.
c Rasa sakit yang hebat.
d Bila

mencurigai

adanya

perubahan

kearah

keganasan

(karsinoma

Epidermoid).
Jika infeksi bisa ditemukan pada stadium awal, biasanya tidak diperlukan
pembedahan. Tetapi kadang-kadang suatu abses memerlukan pembedahan untuk
mengeluarkan nanahnya (1).
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan
pemberian antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena
Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang
dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka
diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang
terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah baring, keseimbangan cairan dan elektrolit
dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi
dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian
antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah.
Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan
osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu
untuk memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP
yang persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin
memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit. C-Reactive
Protein (CRP) Adalah suatu protein fase akut yang diproduksi oleh hati sebagai

13

respon adanya infeksi, inflamasi atau kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan


proses dimana tubuh memberikan respon terhadap injury . Jumlah CRP akan
meningkat tajam beberapa saat setelah terjadinya inflamasi dan selama proses
inflamasi sistemik berlangsung. Sehingga pemeriksaan CRP kuantitatif dapat
dijadikan petanda untuk mendeteksi adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan
penelitian, pemeriksaan Hs-CRP dapat mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat
dibandingkan pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). Terutama pada pasien anakanak yang sulit untuk mendapatkan jumlah sampel darah yang cukup untuk
pemeriksaan LED.
Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk
darah. Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan
memasukkan darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak
sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi LED-nya. Tinggi ringannya
nilai pada LED memang sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama
saat terjadi radang. Nilai LED meningkat pada keadaan seperti kehamilan ( 35
mm/jam ), menstruasi, TBC paru-paru ( 65 mm/jam ) dan pada keadaan infeksi
terutama yang disertai dengan kerusakan jaringan. Jadi pemeriksaan LED masih
termasuk pemeriksaan penunjang yang tidak spesifik untuk satu penyakit. Bila
dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai
perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. LED
yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan
sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan LED yang menurun
dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan.

14

Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:

Hasil pemeriksaan Hs-CRP jauh lebih akurat dan cepat

Dengan range pengukuran yang luas, pemeriksaan Hs-CRP sangat baik


dan penting untuk: Mendeteksi Inflamasi/infeksi akut secara cepat (6-7 jam
setelah inflamasi)

Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun jika terjadi
perbaikan sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan menurun secara lambat
sesuai dengan waktu paruhnya.

Pemeriksaan Hs-CRP dapat memonitor kondisi infeksi pasien dan menilai


efikasi terapi antibiotika.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang
yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik
diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis
steril. Tetapi antibiotik dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika
merupakan adjuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi
(pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat
sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan
rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang
dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan
yang permanen.Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga
satu-satunya tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila

15

proses akut telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan
diberikan. Kapan aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang
yang terlibat. Pada infeksi luas, kelemahan akibat hilangnya tulang dapat
mengakibatkan terjadinya fraktur patologis.
Indikasi dilakukannya pembedahan ialah :
1.

Adanaya sequester.

2.

Adanya abses.

3.

Rasa sakit yang hebat.

4.

Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma


Epidermoid).

Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau
dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting
dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol
hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal
selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi
ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi
dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot
diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).
16

Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah
kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi.
Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian
memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. Saat yang terbaik
untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat;
mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.
Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh:
1

Pemberian

antibiotik

yang

tidak

cocok

penyebabnya
2

Dosis yang tidak adekuat

Lama pemberian tidak cukup

Timbulnya resistensi

Kesalahan hasil biakan

Pemberian pengobatan suportif yang buruk

Kesalahan diagnostik

Pada pasien yang imunokompromaise

J. Komplikasi
Komplikasi dari osteomielitis antara lain :
17

dengan

mikroorganisme

a. Abses tulang
b. Bakteremia
c. Fraktur
K. Pencegahan
Jika terjadi luka terbuka terutama pada fraktur terbuka, maka harus segera
diberikan penatalaksanaan yang lengkap, tepat dan steril untuk menghindari
terjadinya osteomielitis. Penatalaksanaan yang tepat tersebut harus segera
diberikan pada orang yang berisiko tinggi menderita osteomielitis jika diduga ada
tanda terjadinya infeksi pada bagian tubuh manapun (11).
L. Prognosis
Dengan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat, prognosis untuk
osteomielitis baik . regimen antibiotik digunakan selama empat sampai delapan
minggu dan kadang-kadang lebih lama dalam pengobatan osteomielitis tergantung
pada bakteri yang menyebabkan dan respon pasien. Umumnya , pasien dapat
sembuh total tanpa komplikasi lama (6).
Namun, jika ada keterlambatan dalam diagnosis atau pengobatan, atau jika
ada cedera tulang dan jaringan lunak yang signifikan akibat trauma dengan
kompromasi pasokan darah lokal, dapat menyebabkan defisit fungsional
permanen dan / atau membuat pasien lebih rentan terhadap terjadinya rekurensi.
Jika operasi atau pencangkokan tulang diperlukan , ini akan memperpanjang
waktu yang dibutuhkan untuk pulih (6).

18

Das könnte Ihnen auch gefallen