Sie sind auf Seite 1von 4

Toilet Training

Diane M. Howell, MD
Karen Wysocki, MA, MEd
Michael J. Steiner, MD
Department of Pediatrics
North Carolina Childrens Hospital at
the University of North Carolina
Chapel Hill, NC
Regardless of the method employed
to toilet train, some children have delayed
mastery of these skills, and in the
case of severe physical or development
disabilities, never may achieve mastery.
If successful toilet training is delayed,
physicians should perform a history
and physical examination to screen for
signs of developmental delay, genitourinary
abnormalities, or constipation.
If the evaluation does not reveal any
abnormalities, parents should be reassured
and encouraged to de-emphasize
the process in an effort to transfer more
responsibility to the child. Toddlers also
are in the process of developing increased
independence, and this issue
can produce an unwanted power struggle.
Parents should be reminded to
provide incentives for desired toileting
behaviors and to avoid criticism. All
caregivers for the child should follow a
consistent toilet training plan
One of the questions posed most frequently
to physicians is when to initiate
toilet training. There is no definitive
answer to this query, and many factors
influence when a child is ready to begin
the process, such as sex, individual neurophysiologic
and developmental status,
parental expectations, cultural beliefs,
and presence of familial stressors
Numerous strategies and methods
may be used for toilet training. Among
the most commonly implemented are
the passive/child-oriented approach (as
supported by the American Academy of
Pediatrics) and the toilet-train-in-ainday method proposed by Azrin and
Foxx. More recently, data have been
published supporting the use of enuresis
alarms as an initial method of training
rather than a tool to eliminate
persistent nocturnal enuresis.
The passive/child-oriented method
is a relaxed approach that emphasizes
the importance of the childs interest

in toilet training and attempts to minimize


the stress and demands surrounding
the process. Children are introduced
to a potty-chair and gradually
progress from simply sitting on it to using
it appropriately with the encouragement
of positive reinforcement. Accidents
are acknowledged but never
should result in reprimands or punishment.
This method typically takes weeks
to months for the child to achieve
continence.

Stimulasi perkembangan anak dalam kemampuan bersosialisasi dan


kemandirian salah satunya melatih b.a.k dan b.a.b di kamar mandi, yaitu
dengan mengajari anak untuk memberitahu orang tua bila ingin b.a.b atau
b.a.k dan mendampingi anak saat b.a.k atau b.a.b serta memberitahu cara
membersihkan diri dan menyiram kotoran (Dep. Kes. RI, 2005).
Orang tua sering meminta bantuan perawat untuk menilai kesiapan
toilet training. Mengenali keinginan untuk buang air kecil dan defekasi
sangat penting untuk menentukan kesiapan mental anak. Anak harus
dimotivasi untuk menahan dorongan untuk menyenangkan dirinya sendiri
agar toilet training dapat berhasil (Hockenberry dan Wilson, 2007)
Menurut Wong dalam Melysari (2012) menyatakan keberhasilan dalam toilet training yaitu
Anak mampu berjalan, duduk dengan stabil di potty chair (tempat BAB/BAK), Anak bisa
duduk dan bangun berdiri sendiri saat mengunakan kloset, Anak sudah mampu
memengendalikan keinginan BAB/BAK ditandai dengan tidak mengompol atau tetap kering
celanannya selama beberapa jam, Wajah Anak menunjukkan ekspresi meringis saat hendak
BAK atau menunjukkan gelagat saat hendak membuang hajat (BAB). Hal ini juga di
pengaruhi oleh perkembangan anak yang optimal.
Jenis kelamin anak juga memiliki pengaruh penting pada keberhasilan toilet training
berdasrkan hasil penelitian yang didaptkan bahwa jenis kelamin anak terbanyak 16 (57,1%).
Anak laki-laki biasanya berbeda dengan anak perempuan, dimana anak laki-laki cenderung
lebih nurut mudah diatur apabila diperintah dibandingkan dengan anak perempuan yang
lebih bandel begitu pula dalam perkembangannya anak laki-laki lebih meningkat pada
setiap aspek perkembangan. Usia juga berpengaruh pada keberhasilan toilet training,
berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa usia anak terbanyak 15 (53,6%)
berusia 18-24 bulan. Usia ini masih belum mencapai usia yang ideal untuk melakukan toilet
training, pada usia 18-36 bulan inilah anak mampu melakukan toilet training yang baik. Hal
ini didukung oleh teori Perry & Potter (2005), yaitu kemampuan fisik mobilitas fisik dan
kognitif lebih besar sistem tubuh sudah matang dan sudah terlatih toileting, karena pada
usia 18-36 bulan perkembangan sfingter sudah memungkinkan anak untuk toilet training.
Tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap keberhasilan toilet training. Hal ini didukung
oleh teori Notoatmodjo (2003), yaitu pendidikan berpengaruh pada pengetahuan ibu baik
dalam kehidupan rumah tangga, bermasyarakat, berorganisasi dan dalam hal perilaku
terutama dalam hal penerapan toilet training pada anak usia toddler, apabila pendidikan ibu
rendah akan berpengaruh pada pengetahuan tentang penerapan toilet training sehingga

berpengaruh pada cara melatih secara dini penerapan toilet training. Sehingga hal inilah
yang mendukung banyaknya anak yang mempunyai keberhasilan toilet training yang cukup.
Perkembangan anak pada fase anal pada usia 18-36 bulan, merupakan fase terpenting
dimana dalam fase ini anak anak dihadapkan pada keadaan fisiologis dan biologis tubuhnya
harus disesuaikan dengan faktor lingkungan dan sosial. Fase ini merupakan fase yang tepat
untuk mengajarkan anak untuk menahan kebutuhan biologis misalnya BAB/BAK. Hal ini
penting untuk menyesuaikan perkembangannya dengan faktor lingkungannya. Pada fase ini
anak sudah dapat diajarkan toilet training, pada fase ini anak merupakan fase terpenting
pada perkembangan psikologis dan psikoseksual anak. Pada motorik kasar anak bisa duduk,
berdiri, berjalan dan sebagainya, pada motorik halus anak memiliki kemampuan melakukan
pergerakan bagianbagian tertentu saja anak bisa menjepit, menulis, belajar makan sendiri,
pada bahasa anak merespon berbicara, berkomunikasi secara verbal mengikuti perintah,
pada personal sosial anak mampu berinteraksi, makan sendiri, bermain bersama dengan
anak lain. Hal ini didukung oleh teori Erikson dan Frud (2011) bahwa anak toddler berada
pada Autonomi vs ragu-ragu dan malu, anak mulai mengembangkan kemandiriannya pada
saat pengontrolan fungsi tubuh terhadap kegiatan membuka dan memakai baju, berjalan,
mengambil makan dan ke toilet, pada psikoseksual anak berada pada tahap anal muskular
dimana pemuasan kenikmatan sensual berasal dari retensi dan pengeluaran feses.
Apabila anak mengalami keterlambatan pada aspek perkembangannya maka sangat sulit
bagi orang tua dalam menerapkan toilet training, keberhasilan pada tahap ini tergantung
pada perkembangan yang optimal serta pola asuh dan sikap orang tua dalam
menerapkan/mengajarkan toilet training pada anak (Frud, 2010).

ED-WETTING IS DEFINED as the involuntary voiding

of urine during nighttime sleep in the absence of


defects of the central nervous system or urinary tract in
a child aged 5 years or older.1 It is estimated that 6
million children wet the bed annually in the United
States. The condition occurs in 15% of 5-year-olds, 5%
of 10-year-olds, and 1% of 13-year-olds.2 Without treatment,
_15% of children stop bed-wetting annually. The
prognosis for bed-wetting is usually spontaneous resolution;
however, 1% of these cases are resistant to all
treatment modalities.
Several etiologies have been proposed for bed-wetting,
including developmental delay, immature sleep pattern,
immature bladder function, and insufficient nocturnal
antidiuretic hormone.35
Causes for bed-wetting that may not be developmental
include psychosocial and familial factors. The effects
of psychosocial factors such as stress are unclear but
have been reported to be associated with bed-wetting.
Also, familial causes for bed-wetting have been identified,
indicating that some cases of bed-wetting tend to
run in families.2
We examined the relationship between bed-wetting

and breastfeeding because both have been reported to


be strongly associated with childhood development. For
example, since 1978, there has been increasing clinical
and basic science evidence demonstrating that breastfeeding
may provide visual, growth, and cognitive,
neurodevelopmental advantages to children, compared
with feeding with infant formula.912 It has been suggested
that the developmental advantages seen in
breastfed children are a result of higher n-3 and n-6
long-chain fatty acids found in breast milk compared
with infant formula.1315 These long-chain fatty acids are
essential for the provision of rapid growth, fat-soluble
vitamins, and essential fatty acids for the developing
child.
Because breastfeeding and bed-wetting have both
been associated with neurodevelopment, the objective
of this study was to examine whether breastfeeding
during infancy protects against bed-wetting during
childhood by providing neurodevelopmental advantages
to the child
This is because it is delayed maturation
of all aspects of bladder development that affects
nighttime urinary control.

Das könnte Ihnen auch gefallen