Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Konsep Dasar Mola Hidatidosa
1. Pengertian
Hamil mola adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi
tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili koriales
disertai dengan degenerasi hidropik (Hamilton, 1995).
Mola hidatidosa adalah kehamilan dini akan berkembang secara abnormal
dan uterus terisi oleh gelembung-gelembung mirip buah anggur yang
menghasilkan hormon korionik gonadotropin dalam jumlah yang sangat besar
(Farrer, 1999).
Hamil mola adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi
tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili koriales
disertai dengan degenerasi hidropik (Heller, 1986).
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili
korialisnya mengalami perubahan hidrofik (Mansjoer, 1999).
Mola hidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan
trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan degenerasi kistik villi
dan perubahan hidropik.
2. Etiologi
Belum diketahui pasti, ada yang menyatakan akibat infeksi, defisiensi
makanan, dan genetik. Yang paling cocok ialah teori Acosta sison, yaitu defisiensi
protein. Faktor resiko terdapat pada golongan sosioekonomi rendah, usia < 20
tahun dan paritas tinggi.
Menurut Heller (1986), penyebab dari mola hidatidosa adalah anomali yaitu
karena pembengkakan edematosa pada villi (degenerasi hidrofik) dan proliferasi
trofoblast.
3. Patofisiologi
Faktor ovum, imunoselektif dari tropoblas, sosial-ekonomi yang rendah,
paritas tinggi, keurangan protein, infeksi virus, faktor kromosom yang belum jelas
menyebabkan chorionic vili berganda.
g.
5. Komplikasi
Menurut Mansjoer (2002)
a.Anemia.
b.
Syok.
c.Infeksi.
d.
Eklamsia.
e.Tirotoksikosis.
f. Perdarahan hebat.
g.
Anemis.
h.
Syok.
i. Perforasi usus.
j. Keganasan.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji sonde uterus (Hanifa).
Tandanya yaitu sonde yang dimasukkan tanpa tahanan dan dapat diputar
3600 dengan deviasi sonde kurang dari 100.
b. Peningkatan kadar beta HCG darah atau urin.
c. USG menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern).
d. Foto thoraks ada gambaran emboli udara.
e. Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis.
f. Hitung darah lengkap dengan apusan darah : lazimnya ditemukan anemia
defisiensi besi, eritropoesis megaloblastik jarang.
g. Urinalisis : biasanya normal proteinuria memberi kesan adanya kaitan
dengan kaitan pre eklamsia.
7. Penatalaksanaan
Terapi mola hidatidosa ada 3 tahapan, yaitu :
a. Perbaikan keadaan umum.
a) Koreksi dehidrasi.
b) Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr%
atau kurang).
ada
gejala-gejala
tirotoksikosis,
pemasangan
laminaria
dan
melakukan
kuretase,
sediakan
pengawasan,
pasien
dianjurkan
tersebut
berhenti
menggunakan
13) Penyuluhan/pembelajaran.
Gejala : adanya riwayat keluarga yang mengalami masalah,
masalah penyakit trofoblast, terutama mola hidatidosa.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
kerusakan jaringan intrauteri.
2) Resiko tinggi terhadap devisit volume cairan
berhubungan dnegan perdarahan.
3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
tidak adekuat pertahanan sekunder.
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan masukan yang tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme (mual,
anoreksia, pembatasan medis).
5) Gangguan
aktivitas
berhubungan
dengan
perawatan
diri
berhubungan
dengan
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan I : Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
kerusakan jaringan intrauteri.
Tujuan
Intervensi :
1) Kaji kondisi nyeri yang dialami klien.
Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala
maupun diskripsi.
2) Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya.
Intervensi :
1) Kaji kondisi status hemodinamika.
Rasional : Pengeluaran cairan pervasinal sebagai akibat abortus memiliki
karakteristik bervariasi.
2) Ukur pengeluaran harian.
Rasional : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian
ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal.
3) Catat haluaran dan pemasukan.
Rasional : Mengetahui penurunan sirkulasi terhadap destruksi sel darah
merah.
4) Observasi nadi dan tensi.
Rasional : Mengetahui tanda hipovolume (perdarahan).
5) Berikan diet halus.
Rasional : Memudahkan penyerapan diet.
6) Nilai hasil lab.HB/HT.
Rasional : Menghindari peradarahan spontan karena proliferasi sel darah
merah.
7) Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi.
Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan
transfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan masif.
8) Evaluasi status hemodinamika.
Intervensi :
1) Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar; jumlah, warna, dan bau.
Rasional : Perubahan yang terjadi pada dischart dikaji setiap saat dischart
keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak
mungkin merupakan tanda infeksi.
2) Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa
perdarahan.
Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang
lebih luar.
3) Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart.
Rasional : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart.
4) Lakukan perawatan vulva.
Rasional : Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat
menyebabkan infeksi.
5) Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda infeksi.
Rasional : Berbagai manifestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik
infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin
merupakan gejala infeksi.
6) Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama selama
masa perdarahan.
Rasional : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk
kebaikan ibu; senggama dalam kondisi perdarahan dapat
memperburuk kondisi sistem reproduksi ibu sekaligus
meningkatkan resiko infeksi pada pasangan.
7) Batasi pengunjung dan ajari pengunjung untuk mencuci tangan yang baik.
Rasional : Mencegah cross infeksi.
8) Observasi suhu tubuh.
Intervensi :
1) Sajikan makanan yang hangat.
Rasional : Untuk mengkaji mual/muntah/nek.
2) Kaji/catat pemasukan diet atau kemampuan pasien
dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi definisi dan kebutuhan
diet.
3) Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering.
Rasional : Meminimalkan anorexia/mual.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi.
Rasional : Menambahkan dalam menetapkan program nutrisi spesifik
untuk memenuhi kebutuhan individu pasien.
Diagnosa Keperawatan V : Gangguan aktivitas berhubungan dengan kelemahan,
penurunan sirkulasi.
Tujuan
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas.
Rasional : Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi
perdarahan masif perlu diwaspadai untuk mencegah kondisi
klien lebih buruk.
Intervensi :
1) Dekatkan barang-barang milik pasien.
Rasional : Untuk memudahkan pasien.
2) Kaji tingkat keterbatasan pasien dalam perawatan
diri.
Rasional : Membantu dalam mengkaji keterbatasan pasien.
3) Bantu keperluan pasien dalam perawatan diri
pasien.
Rasional : Untuk memudahkan pasien.
4) Tentukan kemampuan saat ini (skala 0-4).
Rasional : Mengidentifikasi kebutuhan intervensi yang dibutuhkan.
5) Koordinasi dengan ahli terapi fisik/rehabilitasi.
Rasional : Berguna dalam menetapkan program latihan/aktivitas dan
dalam mengidentifikasi alat bantu untuk memenuhi kebutuhan
individu.
Pengertian
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah,
kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml
darah (Price, 2010:256).
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar HB
atau hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan
merupakan pencerminan keadaan sutu penyakit atau gangguan fungsi tubuh.
Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin
yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan tubuh. (Bakta, 2013:12)
2
Penyebab
Kehilangan darah
Akut karena perdarahan
Kronis karena perdarahan
Hemofilia (defisiensi faktor pembekuan darah)
Ini merupakan penyebab tersering dari anemia dimana terjadi kekurangan zat
gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan
asam folat.
3
Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai
sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik
(syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus),
pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi
abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman
lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu,
lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia.
Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata
bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala
terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau
serangan jantung.(Price ,2000:256-264)
Area
Keadaan umum
Manifestasi klinis
Pucat , penurunan kesadaran, keletihan
berat , kelemahan, nyeri kepala, demam,
dipsnea,
Kulit
vertigo,
sensitive
terhadap
dingin, BB turun.
Jaundice (anemia hemolitik), warna kulit
pucat, sianosis, kulit kering, kuku rapuh,
koylonychia, clubbing finger, CRT > 2
detik,
elastisitas
kulit
munurun,
aplastik)
Penglihatan
Telinga
Mulut
konjungtiva pucat.
Vertigo, tinnitus
Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis,
kabur,
jaundice
sclera,
asam folat)
Dipsneu, takipnea, dan orthopnea
Takikardia, lesu, cepat lelah, palpitasi,
sesak waktu kerja, angina pectoris dan
bunyi
Gastrointestinal
jantung
murmur,
Muskuloskletal
System persyarafan
hipotensi,
(pada
anemia
hemolitik)
Nyeri pinggang, sendi
Sakit kepala, pusing, tinnitus, mata
berkunang-kunang,
kelemahan
otot,
Patofisiologi
Klasifikasi
Sel darah merah memiliki ukuran sel yang kecil dan pewarnaan yang
berkurang atau kadar hemoglobin yang kurang (penurunan MCV dan penurunan
MCH)
Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung
jumlah hemoglobin dalam batas normal.
Sel darah merah memiliki ukuran yang ukuran yang lebih besar dari pada
normal tetapi tetapi kandungan hemoglobin dalam batas normal (MCH meningkat
dan MCV normal).
1
2
Bentuk megaloblastik
1 Anemia defisiensi asam folat
2 Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
Bentuk non-megaloblastik
1 Anemia pada penyakit hati kronik
2 Anemia pada hipotiroidisme
3 Anemia pada sindrom mielodisplastik
Faktor ekstrakorpuskuler
Hipersplenisme
Akibat infeksi
Kerusakan mekanik
2
Factor intrakorpuskuler
(Bakta, 2013:15,16)
Anemia yang terjadi akibat menurunnya produksi SDM antara lain :
Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi merupakan gejala kronis dengan keadaan
hipokromik (konsentrasi Hb kurang), mikrositik yang disebabkan oleh suplai besi
kurang dalam tubuh. kurangnya besi berpengaruh dalam pembentukan Hb
sehingga konsentrasinya dalam SDM berkurang, hal ini akan mengakibatkan tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen keseluruh jaringan tubuh. Pada keadaan normal
kebutuhan besi orang dewasa adalah 2- 4 gm. Pada laki-laki kebutuhan besi
Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
dalam
jumlah,
ukuran,
dan
bentuk,
membentuk,
Komplikasi
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya,
dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa
juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak. Anemia
berat, gagal jantung kongesti dapat terjadi karena otot jantung yang anoksik tidak
dapat beradaptasi terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Selain itu
dispnea, nafas pendek dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani
merupakan manifestasi berkurangnya pengurangan oksigen (Price &Wilson,
2006)
8
Penatalaksanaan
Tujuan utama dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan perawatan
karena penyebab kehilangan darah,dekstruksi sel darah atau penurunan produksi
sel darah merah.pada pasien yang hipovelemik:
Pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,
Resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.
Tranfusi kompenen darah sesuai indikasi
(Catherino,2013:416)
Evaluasi Airway, Breathing, Circulation dan segera perlakukan setiap kondisi
yang mengancam jiwa. Kristaloid adalah cairan awal pilihan (Daniel, direvisi
tanggal 22 Oktober 2010)
Acute anemia akibat kehilangan darah:
1 Pantau pulse oksimetri, pemantau jantung, dan Sphygmomanometer.
2 Berikan glukokortikoid serta agen antiplatelet (aspirin) sesuai indikasi.
3 Berikan 2 botol besar cairan intravena dan berikan 1-2 liter cairan
kristaloid dan juga pantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung kongestif
4
diindikasikan.
Pasien dengan hemofilia harus memiliki sampel terhadap faktor deficiency
mereka Rh negatif.
Setelah pasien stabil, mulailah langkah-langkah spesifik untuk mengobati
penyebab pendarahan. (Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2010)
dipertimbangkan
Dalam terapi anemia akibat penyakit kronik, beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian adalah:
Jika penyakit dasar daat diobati dengan baik, anemia akan
sembuh dengan sendirinya.
Anemia tidak memberi respon pada pemberian besi, asam
folat, atau vitamin B12.
Transfusi jarang diperlukan karena derajaat anemia ringan.
Sekarang pemberian eritropoetin terbukti dapat menaikkan
hemoglobin, tetapi harus diberikan terus menerus.
Jika anemia akibat penyakit kronik disertai defisiiensi besi
pemberian preparat besi akan meningkatkan hemoglobin,
tetapi
kenaikan
akan
berhenti
setelah
hemoglobin
Anemia Sideroblastik
Anemia Megaloblastik
Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan deficiensi asam folat adalah
terapi ganti dengan vitamin B12 atau asam folat meskipun demikian terapi kausal
dengan perbaikan gizi dan lain-lain tetap harus dilakukan:
Respon terhadap terapi: retikulosit mulai naik hari 2-3
dengan puncak pada hari 7-8. Hb harus naik 2-3 g/dl tiap 2
minggu. Neuropati biasanya dapat membaik tetapi
kerusakan medula spinalis biasanya irreverrsible. (Bakta,
2003:48)
Untuk deficiensi asam folat, berikan asam folat 5 mg/hari
selama 4 bulan.
Anemia Perniciosa
Anemia Hemolitik
Pada hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok dan gagal ginjal akut
maka harus diambil tindakan darurat untuk mengatasi syok, mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, sertaa memperbaiki fungsi ginjal. Jika
terjadi anemia berat, pertimbangan transfusi darah harus dilakukan secara sangat
hati-hati, meskipun dilakukan cross matchng, hemolisis tetap dapat terjadi
sehingga memberatkan fungsi organ lebih lanjut. Akan tetapi jika syok berat
telah teerjadi maka tidak ada pilihan lain selain transfusi.
Terapi Kausal
Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat memberikan
kesembuhan total. Tetapi sebagian kasus bersifat idiopatik, atau disebabkan oleh
penyebab herediter-familier yang belum dapat dikoreksi. Tetapi bagi kasus yang
penyebabnya telah jelas maka terapi kausal dapt dilaksanakan. (Bakta, 2003:69)
Terapi Suportif-Simtomatik
Terapi ini diberikan untuk menek proses hemolisis terutama di limpa. Pada
anemia hemolitik kronik familier-herediter sering diperlukan transfusi darah
teratur untuk mempertahankan kadar hemoglobin. Bahkan pada thalasemia
Pengkajian
penurunan
urin
output,
nefpritis,
gagal
Diagnosa Keperawatan
atau
penurunan
granulosit
(respons
inflamasi
tertekan)).
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan
mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
3. Intervensi Keperawatan
1 Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin
leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi
tertekan)
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan
risiko infeksi.
Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen
atau eritema, dan demam.
INTERVENSI
a. Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan
dan pasien.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien
dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
b. Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan
luka.
Rasional : menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
c. Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
d. Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan
batuk dan napas dalam.
pengunjung.
Berikan
isolasi
bila
memungkinkan.
Rasional : membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi
dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu.
g. Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia
dengan atau tanpa demam
Rasional
adanya
proses
inflamasi/infeksi
membutuhkan
evaluasi/pengobatan.
h. Amati eritema/cairan luka.
Rasional : indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak
ada bila granulosit tertekan.
i. Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi
(kolaborasi)
Rasional : membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus
dan mempengaruhi pilihan pengobatan.
j. Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik (kolaborasi).
Rasional : mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan
kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local.
INTERVENSI
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
b. Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
Rasional : mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi
makanan.
c. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi
nutrisi.
d. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau
makan diantara waktu makan.
Rasional : menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan
mencegah distensi gaster.
e. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan
gejala lain yang berhubungan.
Rasional : gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
INTERVENSI
a. Kaji kemampuan ADL pasien.
melakukan
aktivitas
semampunya
(tanpa
memaksakan diri).
Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan
memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri
dan rasa terkontrol.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan
pasien
dengan
tujuan
yang
telah
ditetapkan,
dilakukan
dengan
cara
Definisi
Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui
(ditentukan dengan biakan positif terhadap organism dari tempat
tersebut). SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome)
adalah pasien yang memiliki kriteria dua atau lebih sebagai
berikut:
Klasifikasi
Dari waktu terjadinya, sepsis dibagi menjadi sepsis awitan dini dan lanjut.
Awitan Dini
Jenis bakteri:
Jenis Bakteri:
Basil gram negatif
Pseudomonas
Klebsiella
Staph. aureus(MRSA)
Coagulase negative staphylococci
Coagulase negative
Selain perbedaan waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi juga berbeda
dalam macam kuman penyebab infeksi. Selanjutnya baik patogenesis, gambaran
klinis ataupun penatalaksanaan penderita tidak banyak berbeda dan sesuai dengan
perjalanan sepsisnya yang dikenal dengan cascade sepsis.
Berdasarkan waktu timbulnya:
1
Early Onset (dini) : terjadi pada 5 hari pertama setelah lahir dengan
manifestasi klinis yang timbulnya mendadak, dengan gejala sistemik yang
Late Onset (lambat) : timbul setelah umur 5 hari dengan manifestasi klinis
sering disertai adanya kelainan system susunan saraf pusat.
Infeksi nosokomial yaitu infeksi yang terjadi pada neonatus tanpa resiko
infeksi yang timbul lebih dari 48 jam saat dirawat di rumah sakit.
Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai
janin melalui aliran darah menembus barier plasenta dan masuk
sirkulasi janin. Keadaan ini ditemukan pada infeksi TORCH,
Triponema pallidum atau Listeria dll.
2)
3)
Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina
akan lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman
vagina masuk ke dalam rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi
kuman melalui saluran pernafasan ataupun saluran cerna. Kejadian
kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat
apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-24 jam
Setelah lahir, kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik karena
infeksi silang ataupun karena alat-alat yang digunakan, bayi yang mendapat
prosedur neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam ventilator,
kurang memperhatikan tindakan asepsis dan antisepsis, rawat inap yang terlalu
lama dan hunian terlalu padat, dll. Bila paparan kuman pada kedua kelompok ini
berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi respons tubuh yang berupaya
untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan
memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung
dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh karena
itu, pada penatalaksanaan selain pemberian antibiotik, harus memperhatikan pula
gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit.
4
Etiologi
Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit atau jamur dapat
menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada terjadinya sepsis. Penyebab dari
sepsis adalah bakteri gram (-) dan focus primernya dapat berasal dari saluran
genitourinarium, saluran empedu dan saluran gastrointestinum, sedangkan gram
(+) timbul dari infeksi kulit, saluran respirasi dan juga bisa berasal dari luka
terbuka, sperti luka bakar. Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara.
Melalui
Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu
melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi melalui
sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin.
2
Infeksi intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi dari pada cara lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah
ketuban pecah. Ketuban pecah lama (jarak waktu antara pecahnya ketuban dan
lahirnya bayi lebih dari 12 jam) memunyai peranan penting terhadap timbulnya
plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh
(misalnya ada partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi vagina).
3
Infeksi pascanatal
Infeksi ini terjadi sesudah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi berakibat
fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat
atau akibat perawatan yang tidak steril atau akibat infeksi silang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sepsis pada bayi baru lahir dapat di
bagi menjadi tiga kategori :
a
1 Faktor Maternal
Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya
buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam
b
c
d
e
menyebabkan
sebagian
besar
penurunan
aktivitas
opsonisasi.
Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki
empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
Variabel inflamasi
- Leukositosis (> 34.000 /ml)
- Leukopenia (< 5000/ml)
- Imatur neotrofil : total neutrofil (IT) ratio > 0,2
- Trombositopenia < 100.000/ml
- CRP > 10/dl atau > 2 SD atas nilai normal
- IL -6 atau IL -8 > 70 mg/ml
- 16 sPCR positif
Manifestasi klinis menurut sistem organ adalah seperti berikut:
1. Keadaan umum : kesadaran menurun, malas minum (poor feeding),
hipo/hipertermia, edema, sklerema.
2. Sistem susunan saraf pusat : hipotonia, irritable, high pitch cry, kejang,
letargi, tremor, fontanella cembung.
3. Sistem saluran pernafasan : pernafasan tidak teratur, napas cepat (>60
x/menit), apnea, dispnea, sianosis.
4. Sistem kardiovaskuler : takikardia (>160 x/menit), bradikardia (<100
x/menit), akral dingin, syok.
5. Sistem saluran cerna : retensi lambung, hepatomegali, mencret, muntah,
kembung.
6. Sistem hematology : kuning, pucat, splenomegali, ptekie, purpura,
perdarahan.
Adapun manifestasi klinis berdasarkan timbulnya sepsis
adalah sebagai berikut:
1. Early onset: terjadi 3 hari pertama paska lahir, dengan gejala klinis yang
timbulnya mendadak, serta gejala sistemik yang berat. Terutama
mengenai system saluran nafas, sifatnya progresif dan akhirnya syok
2. Late onset: timbul setelah umur 3 hari, sering disertai manifestasi klinis
adanya gangguan sistem susunan saraf pusat.
Manifestasi klinis juga selalunya tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
Infeksi pada tali pusar (omfalitis) bisa menyebabkan keluarnya nanah atau
darah dari pusar
Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak bisa menyebabkan
koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau
penonjolan pada ubun-ubun
Kategori B
Tremor
waktu
ekspirasi,
sianosis
sentral)
sepsis)
Kejang
Tidak sadar
tidak
sepsis)
tidak
memberi
stabil
pengukuran
respons
suhu
sesudah
normal
Air
ketuban
bercampur
mekonium
-
minum
abdomen
Distensi
Kondisi
memburuk
secara
dengan
baik
cepat
dan
dramatis
Pemeriksaan penunjang
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Waktu
tromboplastin
parsial
teraktivasi
(meningkat),
rasio
Penatalaksanaan medis
Berdasarkan
Surviving
Sepsis
Campaigne
pada
tahun
2004,
2) Inotropik/vasopresor/vasodilator
Apabila terjadi refrakter terhadap resusitasi volume, dan MAP kurang dari
normal, diberikan vasopresor; Dopamine merupakan pilihan pertama. Apabila
refrakter terhadap pemberian Dopamine, maka dapat diberikan epinephrine atau
norepinephrine. Dobutamin dapat diberikan pada keadan curah jantung yang
rendah. Vasodilator diberikan pada keadaan tahanan pembuluh darah perifer yang
meningkat dengan MAP tinggi sesudah resusitasi volume dan pemberian
inotropik. Nitrovasodilator (nitrogliserin, atau nitropusid) diberikan apabila terjadi
curah jantung yang rendah dan tahanan pembuluh darah sistemik yang meningkat
disertai syok
Apabila curah jantung masih rendah, akan tetapi normotensi dan tahanan
pembuluh
darah
phosphodiesterase
sistemik
meningkat,
inhibitor. Vasopresin
maka
dipikirkan
yaitu ADH,
pemberian
adrenocorticotrophic
Durasi
21 hari
10 14 hari
7 10 hari
5 7 hari
7) Terapi kortikosteroid
Beberapa meta-analisis telah menunjukkan secara konsisten bahwa
pemberian glukokortikoid dosis tinggi (lebih dari 42.000 mg equivalen
hidrokortison) telah terbukti tidak bermanfaat dan membahayakan. Pada saat ini
pemberian kortikosteroid pada pasien sepsis lebih ditujukan untuk mengatasi
dengan
tepat,
omphalitis,
omphalocele/gastroschisis,
necrotizing
enterocolitis, bleeding diathesis, infeksi pada tempat tusukan serta kurang baiknya
aliran pembuluh darah kolateral dari arteri ulnaris atau arteri dorsalis pedis.TT
cukup efektif sebagai terapi alternatif pada sepsis neonatorum yang gagal
ditatalaksana secara konvensional.
Umur
darah.
Riwayat imunisasi : Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi
terinfeksi.
f Psikososial : Bayi rewel
4) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum: lemah, sulit menelan, kejang;
Kesadaran: normal
Vital sign: TD
Nadi
Suhu
Palpasi
Perkusi
: Jantung : Dullness
Paru
: Sonor
Palpasi
Perkusi
: Pekak
g. Ekstremitas
Suhu pada daerah akral panas, Apakah ada cacat bawaan, kelainan
bentuk, Fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkai, hipertoni sehingga
bayi dapat diangkat bagai sepotong kayu.
5)
Pemeriksaan Spefisik
a Apgar score
b Frekuensi kardiovaskuler: apakah ada takikardi, brakikardi, normal
c Sistem neurologis
d Reflek moro: tidak ada, asimetris/hiperaktif
e Reflek menghisap: kuat, lemah
f Reflek menjejak: baik, buruk
g koordinasi reflek menghisap dan menelan
6) Pemeriksaan laboatorium
a sampel darah tali pusat
b fenil ketonuria
c hematokrit
d Bilirubin
e Kadar gular darah serum
f Protein aktif C
g Imunogloblin IgM
h Hasil kultur cairan serebrospinal, darah asupan hidung,
i
2
a
Diagnosa keperawatan
Risiko infeksi b.d penularan infeksi pada bayi sebelum, selama dan
sesudah kelahiran
b Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebuituhan tubuh b.d minum
sedikit atau intoleran terhadap minuman
c Ketidakefektifan pola nafas b.d apnea
d Resiko syok, factor resiko sepsis
e Hipertermi b.d
a Resiko infeksi b.d penularan infeksi pada bayi sebelum, selama dan
sesudah kelahiran
NOC
- Status imun
- kontrol risiko
Kriteria Hasil:
-
NIC
Kontrol infeksi
a) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan
keperawatan
Rasional: menghindari terjadinya infeksi dari petugas kesehatan
kepada pasien.
b) Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
Rasional: pasien dengan malnutrisi rentan terhadap kuman karena
sistem imun yang menurun.
c) Gunakan masker dan sarung tangan sebagai alat pelindung
Rasional: menghindari terjadinya infeksi dari petugas kesehatan
kepada pasien dan sebagai alat pelindung diri bagi petugas kesehatan
d) Berikan terapi antibiotik bila perlu
Rasional : proteksi terhadap infeksi
e) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
Rasional: untuk menghindari terjadinya infeksi yang dapat
memperparah keadaan pasien
f) Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
Rasional: kemerahan, panas, drainase merupakan tanda-tanda infeksi
yang perlu dipantau secara berkala.
g) Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang beresiko
Rasional: mencegah terjadinya infeksi
Status nutrisi
Status nutrisi : masukan makanan dan cairan
Status nutrisi : masukan gizi
Kontrol berat badan
Kriteria hasil:
-
NIC:
Manajemen nutrisi
a) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
Rasional: Penentuan jumlah kalori dan nutrisi penting untuk
menentukan bentuk dan jenis makanan sesuai dengan kebutuhan
pasien
b) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Rasional : Untuk mengetahui masukan dan keluaran dari nutrisi dari
kebutuhan pasien sesuai.
c) Anjurkan pasein atau keluarganya untuk meningkatkan protein dan
vitamin C
Rasional: Protein dan vitamin penting bagi metbolisme tubuh dan
perkembangan dan pertumbuhan
Monitoring nutrisi
a) Kaji adanya alergi
Rasional: mencegah terjadinya alergi terhadap makanan dan terapi
diet yang diberikan
b) Monitor dan catat respon terhadap pemberian makan, nafsu makan klien
Rasional: respon pasien saat makan dapat mempegaruhi jumlah intake
nutrisi
c) Monitor dan catat intake per oral
Rasional: penting untuk pemberian nutrisi sesuai dengan kebutuhan
anak
d) Monitor adanya penurunan berat badan
Rasional : untuk mengetahui status nutrisi anak
e) Kolaborasi diet dan pemberian vitamin
Rasional : memberikan nutrisi dan asupan gizi yang tepat bagi klien
sesuai kebutuhan
f) Monitor mual dan muntah
Rasional : mencegah kekurangan volume cairan
g) Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan jaringan konjungtiva
Rasional: mengetahui status nutrisin dan hidrasi klien/
c
NOC
Kriteria Hasil:
-
NIC
Airway management
a) Buka jalan nafas, gunakan chin lift atau jaw thrust jika perlu
Rasional: menjaga agar klien dapat bernafas dengan nyaman
b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Rasional: Agar ventilasi adekuat
c) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Rasional: Suara tambahan nafas mengindikasikan keadaan patologis klien
d) Keluarkan secret dengan batuk atau suction
Rasional : Membantu membersihkan jalan nafas
e) Monitor respirasi dan status O2
Rasional: agar status respirasi terpantau dalam batas normal dan mencegah
distress pernapasan
Vital sign monitoring
a) Monitor TD, nadi, suhu dan RR
Rasional : agar tanda vital terpantau dalam batas normal
b) Monitor kualitas nadi
Rasional : kualitas nadi mengindikasikan ada atau tidaknya gangguan
pada system kardiovaskuler
c) Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Rasional: mencegah terjadinya distress pernapasan dan syok
d) Monitor suhu, warna dan kelembababn kulit
Rasional: mencegah pada keadaan distress pernnapasan
Pencegahan syok
Manajemen stok
Kriteria Hasil;
-
Hidrasi
Indikator:
-
NIC
Syok prevention
a) Monitor status sirkulasi, TD, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR
dan ritme, nadi perifer dan kapiler refill
Rasional: memantau agar dalam batas normal dan mencegah
terjadinya syok
b) Monitor inadekuat oksigenasi jaringan
Rasional: mencegah terjadinya syok
c) Monitor tanda awal syok
Rasional: mencegah syok berlanjut
d) Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas
Rasional : kepatenan jalan nafas penting untuk status
okseigenasi
Syok management
a) Monitor status cairan, input output
Rasional: mengetahui status hidrasi pasien
b) Memonitor gejala gagal pernafasan
Rasional: menghindari terjadinya gagal nafas dan syok
c) Monitor nilai laboratorium
Rasional: nilai laboratorium menunjukkan keasaan klinis pasien
dan untuk menegakkan diagnose serta terapi yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made.2003.Hematologi Klinik Dasar.Jakarta:EGC
Catherino jeffrey M.2003.Emergency medicine handbook USA:Lipipincott
Williams
Doenges, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC:
Jakarta.
Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi
2005-2006.Editor : Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika
Price, S.A, 2000, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta :
EGC
Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC
Ackley, Betty. J, Ladwig, Gail. B, Nursing Diagnosis Hand Book, A Guide to
Planning Care, Masby-year Book, Inc, Missouri, 1997.