Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
ALINYEMEN VERTIKAL
Landai maksimum
Kelandaian 3 % mulai memberikan pengaruh kepada gerak kendaraan mobil
penumpang, walaupun tidak seberapa dibandingkan dengan gerakan kendaraan truk yang
terbebani penuh. Pengaruh dari adanya kelandaian ini dapat terlihat dari berkurangnya
kecepatan jalan kendaraan atau mulai dipergunakannya gigi rendah. Kelandaian tertentu
masih dapat diterima jika kelandaian tersebut mengakibatkan kecepatan jalan tetap lebih
besar dari setengah keepatan rencana. Untuk membatasi pengaruh perlambatan kendaraan
truk terhadap arus lalu lintas, maka ditetapkan landai maksimum untuk kecepatan rencana
tertentu. Bina Marga (luar kota) menetapkan kelandaian maksimum seperti pada tabel 5.1,
yang dibedakan atas kelandaian maksimum stndar dan kelandaian maksimum mutlak. Jika
tidak terbatasi oleh kondisi keuangan, maka sebaiknya dipergunakan kelandaian sandar.
AASHTO membatasi kelandaian maksimum berdasarkan keadaan medan apakah datar,
perbukitan ataukah pegunungan.
Panjang kristis suatu kelandaian
Landai maksimum saja tidak cukup merupakan fator penentu dalam perencanaan
alinyemen vertikal, karena jarak yang pendek memberikan faktor pengaruh yang berbeda
dibandingkan dengan jarak yang panjang pada kelandaian yang sama. Kelandaian besar akan
mengakibatkan penurunan kecepatan truk ang cukup berarti jika kelandaian tersebut dibuat
pada panjang jalan yang cukup panjang, tetapi kurang berarti jika panjang jalan dengan
kelandaian tersebut hanya pendek saja.
Tabel 5.1 Kelandaian maksimum jalan. Sumber Traffic Engineering Handbook, 1992
dan PGJLK, Bina Marga 1990 (Rancangan Akhir)
Jalan Arteri luar kota Jalan antar kota
Kecepatan
(AASHTO 90) (Bina Marga)
Kelandaian Kelandaian
Rencana
Datar Perbukitan pegunungan Maksimum Maksimum
km/jam
Standar (%) Mutlak (%)
40 7 11
50 6 10
64 5 6 8
60 5 9
80 4 5 7 4 8
96 3 4 6
113 3 4 5
Batas kritis umumnya diambil jika kecepatan truk berkurang mencapai 30 75%
kecepatan rencana, atau kendaraan terpaksa mempergunakan gigi rendah. Pengurangan
kecepatan truk dipengaruhi oleh besarnya kecepatan rencana dan kelandaian. Kelandaian
pada kecepatan rencana yang tinggi akan mengurangi kecepatan truk sehingga berkisar antara
30 50 % kecepatan rencana selama 1 menit perjalanan. Tetapi pada kecepatan rencana yang
rendah, kelandaian tidakbegitu mengurangi kecepatan truk. Kecepatan truk selama 1 menit
perjalanan, pada kelandaian 10%, dapat mencapai 75% kecepatan rencana.
Tabel 5.2 memberikan panjang kritis yang disarankan oleh Bina Marga (luar kota),
yang merupakan kira kira panjang 1 menit perjalanan, dan truk bergerak dengan penuh.
Kecepatan truk pada saat mencapai panjang kritis adalah sebesar 15 20 km/jam.
Lajur pendakian
Pada jalan jalan berlandai dan volume yang tinggi, seringkali kendaraan berat yang
bergerak dengan kecepatan di bawah kecepatan rencana menjadi penghalang kendaraan lain
yang bergerak dengan kecepatan sekitar kecepatan rencana. Untuk menghindari hal tersebut
perlulah dibuatkan lajur pendakian. Lajur pendakian adalah lajur yang disediakan khusus
untuk truk bermuatan berat atau kendaraan lain yang berjalan dengan kecepatan yang lebih
rendah, sehingga kendaraan lain dapat mendahului kendaraan yang lebih lambat tanpa
mempergunakan lajur lawan.
Tabel 5.2 Panjang kritis untuk kelandaian yang melebihi kelandaian maksimum
standar
KECEPATAN RENCANA (KM/JAM)
80 60 50 40 30 20
5% 500 m 6% 500 m 7% 500 m 8% 420 m 9% 340 m 10% 250 m
6% 500 m 7% 500 m 8% 420 m 9% 340 m 10% 250 m 11% 250 m
7% 500 m 8% 420 m 9% 340 m 10% 250 m 11% 250 m 12% 250 m
8% 420 m 9% 340 m 10% 250 m 11% 250 m 12% 250 m 13% 250 m
Lajur pendakian
LENGKUNG VERTIKAL
Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan
mempergunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan sedemikian
rupa sehingga memenuhi keamanan, kenyamanan dan drainase.
Jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian lurus
(tangen), adalah :
1. Lengkung vertikl cekung, adalah lengkung di mana titik perpotongan antara kedua
tangen berada di bawah permukan jalan.
2. Lengkung vertikal cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara
kedua tangen berada di atas permukaan jalan yang bersangkutan.
Lengkung vertikal dapat berbentuk salah satu dari enam kemungkinan pada gambar
5.2.
a Ev = + d
g2 = - g2 = -
g2 = +
g1 = +
g2 = +
g1 = - e
g1 = -
g2 = -
f
g2 = -
g2 = + g1 = +
c
g1 = +
Gambar 5.2 Jenis lengkung vertikal dilihat dari titik perpotongan kedua tangen.
Lengkung vertikal type a, b dan c dinamakan lengkung vertikal cekung.
Lengkung vertikal type d, e dan f dinamakan lengkung vertikal cembung.
Persamaan lengkung vertikal
Bentuk lengkung vertikal yang umum dipergunakan adalah berbentuk lengkung
parabola sederhana.
PPV g1
Q g2% B
g1%
PLV Y L
A X
Untuk x = L dan y = Ev
Diperoleh :
AL
Ev = .(36)
800
Persamaan di atas berlaku baik untuk lengkung vertikal cembung maupun lengkung
vertikal cekung. Hanya bedanya, jika Ev yang diperoleh positif, berarti lengkung vertikal
cembung, jika negatif, berarti lengkung vertikal cekung.
Dengan mempergunakan persamaan (35) dan (36) dapat ditentukan elevasi setiap titik
pada lengkung vertikal.
Contoh perhitungan
Sta o +150
Sta o + 200
PLV
PPV PTV
L L
PPV diketahui berada pada Sta 0 + 260 dan mempunyai elevasi + 100 m. perubahan
kelandaian terjadi dari 8 % (menurun dari kiri) ke kelandaian sebesar 2 % (menurun dari
kiri), dan panjang lengkung vertikal direncanakan sepanjang 150 m.
a. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+150 m ?
b. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+200 m ?
c. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+260 m ?
d. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+300 m ?
e. Berapakah tinggi rencana sumbu jalan pada Sta 0+350 m ?
g1 = -8% g2 = -2%
A = g1 g2 = - 8 (-2) = - 6%
L = 150 m
Ax 2
Persamaan umum lengkung vertikal : y =
200 L
6x 2
y=
200.150
x2
y=
5000
y dihitung dari garis tangennya.
Bertanda negatif, berarti ke atas darigaris tangen (lengkung vertikal cekung). Untuk
persamaan lengkung di kiri PPV, x dihitung dari titik PLV.
Untuk persamaan lengkung di kanan PPV, x tidak boleh dihitung dari titik PLV. Hal
ini disebabkan kelandaian tidak menerus, tetapi berubah di titik PPV. Jadi x dihitung dari titik
PTV.
Elevasi di sembarang titik pada alinyemen vertikal ditentukan dari kelandaian dan
ordinat y.
Sta PLV berada pada Sta 0 + 260 L, yaitu Sta 0 + 185
Sta PTV berada pada Sta 0 + 260 + L, yaitu Sta 0 + 335
h1 h2
d1 d2 PTV
PLV
S
Ax 2
Dari persamaan (35) diperoleh v = , atau dapat pula dinyatakan dengan y =
200 L
kx2, dimana :
Ax 2
k=
200 L
Lengkung parabola y = k x2 (k konstanta)
y = Ev Ev = k ( L)2
y = h1 h1 = k d12
y = h2 h2 = k d22
2 2
h1 kd h2 kd
1 12 12 2
Ev k 4 L Ev k 4 L
2 2
h1 4d1 h2 4d 2
2 2
Ev L Ev L
h1 L2 h1 L2
d1 = d2 =
4 Ev 4 Ev
h1 L2 h1 L2
S = d1 + d2 = +
4 Ev 4 Ev
AL
Ev =
800
200h1 L 200h2 L
S = +
A A
S =
100 L
A
. 2h1 2h2
S2 =
100 L
A
2h1 2h2
2
AS 2
(37)
L = 2
100 2h1 2h2
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina Marga,
dimana h1 = 10 cm = 0,10 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka :
AS 2
L= 2
100 2h1 2h2
AS 2
L= CAS 2 .(38)
399
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan menyiap menurut Bina Marga,
dimana h1 = 120 cm = 1,20 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka :
AS 2
L= 2
100 2,40 2,40
AS 2
L= CAS 2 .(39)
960
C = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung dimana S<L.
Tabel 5.3 Nilai C untuk beberapa h1 & h2 berdasarkan AASHTO dan Bina Marga
PPV
g2 g2
Ev
h1 h2
PLV L/2 PTV
1 100h1 100h2
S= L+
2 g1 g2
200h1 200h2
L = 2S -
g1 g2
Panjang lengkung minimum jika dL/dg = 0, maka diperoleh :
h1 h2 h1 h2
0
g12 g 22 g12 g 22
h2
g2 = g1
h1
A h1
g1 =
h1 h2
A h2
g2 =
h1 h2
L = 2S -
200h1 h1 h2 200h
2 h1 h2
A h1 A h2
L = 2S -
200 h1 h2
2
..(40)
A
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina Marga,
dimana h1 = 10 cm = 0,10 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka :
L = 2S -
200 0,10 1,20 2
A
399 C
L = 2S - 2S 1 .(41)
A A
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina Marga,
dimana h1 = 120 cm = 1,20 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka :
L = 2S -
200 1,20 1,20
2
A
960 C
L = 2S - 2S 1 ..(42)
A A
C1 = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung dimana S>L.
Tabel 5.3 dan tabel 5.4 menunjukkan konstanta C = C1 tanpa melihat apakah jarak
pandangan berada di dalam atau di luar lengkung.
Tabel 5.4 Nilai C1 untuk beberapa h1 & h2 berdasarkan AASHTO dan Bina Marga
S B
A
1 100
60 cm
O V D D
L
Gambar 5.7 Lengkung vertikal cekung dengan jarak pandangan peyinaran lampu depan < L.
A L
DB =
100 2
2
S
DB = ( DB)
L
S2A
DB =
200 L
DB = 0,60 + S tg 1
tg 1 = 0,0175
S2A
= 0,60 + S tg 1
200 L
AS 2
L= .(44)
120 3,50 S
Lengkung vertikal cekung dengan jarak penyinaran lampu depan > L
S
1 B
B
1
A
100
60 cm
O V D D
L L
2 S 2
Gambar 5.8 Lengkung vertikal cekung dengan jarak pandangan penyinaran lampu depan >
L
A 1
DB = S L
100 2
DB = 0,60 + S tg 1
DB = 0,60 + 0,0175 S
A 1
S L 0,60 0,0175 S
100 2
120 3,5 S
L = 2S - ..(45)
A
h2 PTV
PLV h1 PPV
L
S g2%
g1%
PPV
PPV
Gambar 5.9 Jarak pandangan bebas di bawah bangunan pada lengkung vertikal cekung
dengan S<L.
S2A S2A
L= dan m=
800 m 800 L
Jika jarak bebas dari bagian bawah bangunan atas ke jalan adalah C, maka :
h1 h2 S2A h h2
m= C C 1
2 800 L 2
S2A
L= .(46)
800C 400(h1 h2 )
AS 2
L= (47)
3480
b. Jarak pandangan S>L
Diasumsikan titik PPV berada di bawah bangunan
h1 h 2
2
KONST. ATAS
GARIS PANDANG
h1 h2
S g2 %
g1 % L
PLV PTV
PPV
Gambar 5.10 Jarak pandangan bebas di bawah bangunan pada lengkung vertikal cekung
dengan S>L.
S Em S 1 m
L 2E L 2 2E
AL h1 h2
E= m= C
800 2
800 C 400(h1 h2 )
L=2S (48)
A
Jika h1 = 1,80 m, h2 = 0,50 m, dan C = 5,50 m, maka persamaan (48) menjadi :
3480
L = 2S ..(49)
A