Sie sind auf Seite 1von 15

ALAT MUSIK MARWAS

Marwas adalah salah satu jenis band tepuk dengan perkusi sebagaialat musik utamanya. Musik ini
merupakan kolaborasi antara kesenianTimur Tengah dan Betawi, dan memiliki unsur
keagamaan yang kental. Itu tercermin dari berbagai lirik lagu yang dibawakan yang merupakan pujian
dan kecintaan kepada Sang Pencipta.

Kesenian marawis berasal dari negara timur tengah terutama dariYaman. Nama marawis diambil dari
nama salah satu alat musik yang dipergunakan dalam kesenian ini. Secara keseluruhan, musik ini
menggunakan hajir (gendang besar) berdiameter 45 Cm dengan tinggi 60-70 Cm, marawis (gendang
kecil) berdiameter 20 Cm dengan tinggi 19 Cm, dumbuk (sejenis gendang yang berbentuk
seperti dandang, memiliki diameter yang berbeda pada kedua sisinya), serta dua potongkayu bulat
berdiameter sepuluh sentimeter. Kadang kala perkusi dilengkapi dengan tamborin atau krecek. Lagu-
lagu yang berirama gambus atau padang pasir dinyanyikan sambil diiringi jenis pukulan tertentu

Dalam Katalog Pekan Musik Daerah, Dinas Kebudayaan DKI, 1997, terdapat tiga jenis pukulan atau
nada, yaitu zapin,sarah, dan zahefah. Pukulan zapin mengiringi lagu-lagu gembira pada saat pentas
di panggung, seperti lagu berbalas pantun. Nada zapin adalah nada yang sering digunakan untuk
mengiringi lagu-lagu pujian kepada Nabi Muhammad SAW (shalawat). Tempo nada zafin lebih lambat
dan tidak terlalu menghentak, sehingga banyak juga digunakan dalam mengiringi lagu-lagu Melayu.

Pukulan sarah dipakai untuk mengarak pengantin. Sedangkan zahefah mengiringi lagu di majlis.
Kedua nada itu lebih banyak digunakan untuk irama yang menghentak dan membangkitkan
semangat. Dalam marawis juga dikenal istilah ngepang yang artinya berbalasan memukul dan
ngangkat. Selain mengiringi acara hajatan seperti sunatan dan pesta perkawinan, marawis juga kerap
dipentaskan dalam acara-acara seni-budaya Islam.

Alat Musik Tradisional Riau


Musik adalah suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan
keharmonisan terutama suara yang dihasilkan dari alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-
bunyian. Dengan mendengar musik perasaan bisa menjadi tenang dan damai.

Sejak zaman dahulu musik sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia, tidak terkecuali di
tanah Melayu Riau. Tanah Melayu adalah salah satu daerah yang memiliki alat-alat musik yang
unik.

Alat musik melayu dapat digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu:


1. Aerofons adalah alat musik tiup.
2. Cordofons adalah instrumen musik yang dimainkan dengan cara dipetik.
3. Idiofons adalah instrumen musik yang dimainkan dengan cara dipukul.
4. Membranofons adalah instrument musik yang menghasilkan suara bila dipukul
Pada budaya Melayu, alat musik digunakan untuk mengiringi tarian atau lagu-lagu tradisional
Melayu. Berikut beberapa alat musik tradisional Melayu Riau:

1. Rebana Ubi

Rebana ubi sering digunakan saat upacara pernikahan, selain itu Rebana ubi juga digunakan
sebagai alat komunikasi sederhana pada zaman itu karena bunyinya yang cukup keras. Jumlah
pukulan pada rebana ubi memiliki makna tersendiri yang telah dipahami oleh masyarakt saat
itu.

2. Kompang

Kompang merupakan alat musik Melayu yang paling populer karena kompang banyak digunakan
dalam berbagai acara-acara sosial seperti pawai hari kemerdekaan. Selain itu alat musik ini
juga digunakan untuk mengiringi lagu gambus. Kompang memiliki kemiripan dengan rebana
tetapi tanpa cakram logam gemerincing di sekelilingnya.

3. Gambus
Gambus adalah alat musik petik seperti mandolin yang berasal dari Riau.

Paling sedikit gambus dipasangi 3 senar sampai paling banyak 12 senar. Gambus dimainkan
sambil diiringi gendang. Sebuah orkes memakai alat music utama berupa gambus dinamakan
orkes gambus atau disebut gambus saja. Orkes gambus mengiringi tari Zapin yang seluruhnya
dibawakan pria untuk tari pergaulan. Lagu yang dibawakan berirama Timur Tengah. Sedangkan
tema liriknya adalah keagamaan.

4. Kordeon

Kordeon adalah alat musik yang berasal dari Riau. Alat musik ini bisa dimainkan dengan cara
dipompa. Alat music ini termasuk sulit untuk dimainkan. Tidak banyak yang dapat
memainkannya.

5. Gendang
Gendang adalah instrumen Riau yang salah satu fungsi utamanya mengatur irama. Instrument
ini dibunyikan dengan tangan, tanpa alat bantu. Jenis gendang yang kecil disebut ketipung,
yang menengah disebut gendang ciblon/kebar. Pasangan ketipung ada satu lagi bernama
gendang gedhe biasa disebut gendang kalih. Kendang kalih dimainkan pada lagu atau gendhing
yang berkarakter halus seperti ketawang, gendhing kethuk kalih, dan ladrang irama dadi. Bisa
juga dimainkan cepat pada pembukaan lagu jenis lancaran, ladrang irama tanggung.

6. Gong

Gong merupakan sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Saat
ini tidak banyak lagi perajin gong. Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya.
Nada
gong baru terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai,
gong dikerok sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis. Di Korea Selatan disebut juga
Kkwaenggwari. Tetapi kkwaenggwari yang terbuat dari logam berwarna kuningan ini dimainkan
dengan cara ditopang oleh kelima jari dan dimainkan dengan cara dipukul sebuah stik pendek.
Cara memegang kkwaenggwari menggunakan lima jari ini ternyata memiliki kegunaan khusus,
karena
satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk meredam getaran gong dan mengurangi volume suara
denting yang dihasilkan.

reference : http://sayaberbagii.blogspot.com/
Bagikan ini:

Twitter

Facebook3

Google

TINGGALKAN KOMENTAR
COMMENTS 0
Tinggalkan Balasan

Search for:
Go

KATEGORI
o cerita rakyat melayu riau (1)
o Keris Melayu Riau (1)
o Rumah Adat Melayu Riau (1)

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Ikuti

Alat Musik Tradisional Riau


Musik adalah suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan
keharmonisan terutama suara yang dihasilkan dari alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-
bunyian. Dengan mendengar musik perasaan bisa menjadi tenang dan damai.

Sejak zaman dahulu musik sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia, tidak terkecuali di
tanah Melayu Riau. Tanah Melayu adalah salah satu daerah yang memiliki alat-alat musik yang
unik.
Alat musik melayu dapat digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu:
1. Aerofons adalah alat musik tiup.
2. Cordofons adalah instrumen musik yang dimainkan dengan cara dipetik.
3. Idiofons adalah instrumen musik yang dimainkan dengan cara dipukul.
4. Membranofons adalah instrument musik yang menghasilkan suara bila dipukul

Pada budaya Melayu, alat musik digunakan untuk mengiringi tarian atau lagu-lagu tradisional
Melayu. Berikut beberapa alat musik tradisional Melayu Riau:

1. Rebana Ubi

Rebana ubi sering digunakan saat upacara pernikahan, selain itu Rebana ubi juga digunakan
sebagai alat komunikasi sederhana pada zaman itu karena bunyinya yang cukup keras. Jumlah
pukulan pada rebana ubi memiliki makna tersendiri yang telah dipahami oleh masyarakt saat
itu.

2. Kompang

Kompang merupakan alat musik Melayu yang paling populer karena kompang banyak digunakan
dalam berbagai acara-acara sosial seperti pawai hari kemerdekaan. Selain itu alat musik ini
juga digunakan untuk mengiringi lagu gambus. Kompang memiliki kemiripan dengan rebana
tetapi tanpa cakram logam gemerincing di sekelilingnya.
3. Gambus

Gambus adalah alat musik petik seperti mandolin yang berasal dari Riau.

Paling sedikit gambus dipasangi 3 senar sampai paling banyak 12 senar. Gambus dimainkan
sambil diiringi gendang. Sebuah orkes memakai alat music utama berupa gambus dinamakan
orkes gambus atau disebut gambus saja. Orkes gambus mengiringi tari Zapin yang seluruhnya
dibawakan pria untuk tari pergaulan. Lagu yang dibawakan berirama Timur Tengah. Sedangkan
tema liriknya adalah keagamaan.

4. Kordeon

Kordeon adalah alat musik yang berasal dari Riau. Alat musik ini bisa dimainkan dengan cara
dipompa. Alat music ini termasuk sulit untuk dimainkan. Tidak banyak yang dapat
memainkannya.

5. Gendang
Gendang adalah instrumen Riau yang salah satu fungsi utamanya mengatur irama. Instrument
ini dibunyikan dengan tangan, tanpa alat bantu. Jenis gendang yang kecil disebut ketipung,
yang menengah disebut gendang ciblon/kebar. Pasangan ketipung ada satu lagi bernama
gendang gedhe biasa disebut gendang kalih. Kendang kalih dimainkan pada lagu atau gendhing
yang berkarakter halus seperti ketawang, gendhing kethuk kalih, dan ladrang irama dadi. Bisa
juga dimainkan cepat pada pembukaan lagu jenis lancaran, ladrang irama tanggung.

6. Gong

Gong merupakan sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Saat
ini tidak banyak lagi perajin gong. Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya.
Nada
gong baru terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai,
gong dikerok sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis. Di Korea Selatan disebut juga
Kkwaenggwari. Tetapi kkwaenggwari yang terbuat dari logam berwarna kuningan ini dimainkan
dengan cara ditopang oleh kelima jari dan dimainkan dengan cara dipukul sebuah stik pendek.
Cara memegang kkwaenggwari menggunakan lima jari ini ternyata memiliki kegunaan khusus,
karena
satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk meredam getaran gong dan mengurangi volume suara
denting yang dihasilkan.

reference : http://sayaberbagii.blogspot.com/
Bagikan ini:

Twitter

Facebook3

Google

TINGGALKAN KOMENTAR
COMMENTS 0
Tinggalkan Balasan

Search for:
Go

KATEGORI
o cerita rakyat melayu riau (1)
o Keris Melayu Riau (1)
o Rumah Adat Melayu Riau (1)

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Ikuti

v
Diposkan oleh adat budaya melayu di 02.34 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

MAKNA SEBUAH LAGU LANCANG KUNING


MAKNA SEBUAH LAGU LANCANG KUNING
Lagu Lancang Kuning itu adalah lagu rakyat yang sangat populer di Riau, negeri yang dijuluki Bumi
Lancang Kuning. Dalam sebuah versi sejarah Melayu, kapal Lancang Kuning yang legendaris itu
tenggelam di Tanjung Jati, perairan Bengkalis. Tak terurai dengan jelas apakah musibah itu akibat
human error ataukah karena keganasan alam yang tak teratasi oleh kemampuan seorang anak
manusia.

Pesan lirik lagu itu jelas, tidak ada yang tersembunyi. Untuk melayarkan sebuah kapal, seorang
nakhoda haruslah paham. Filosofi kapal Lancang Kuning berlayar malam ini, agaknya menjadi satu
dari sekian banyak untaian butir kearifan Melayu yang melintasi zaman dan mengandung dimensi
universal. Sampai kini, setiap kali, ketika kita berada dalam suatu proses pemilihan seorang pimpinan,
entah itu Ketua RT, RW, Kepala Desa, Ketua Partai atau pemilihan seorang kepala pemerintahan, kita
selalu diingatkan pesan Lancang Kuning ini. Hati-hati memilih pemimpin. Karena seorang pemimpin,
kendati dalam konsep kepemimpinan Melayu hanya didulukan selangkah dan ditinggikan seranting,
tapi hak dan kewajiban yang melekat padanya cukup besar. Seorang pemimpin, pada tingkatan
apapun, tidak hanya mendapatkan hak-hak istimewa dibandingkan dengan mereka yang dipimpin,
tetapi juga dipundaknya terletak tanggungjawab yang berat, yang merupakan amanah yang harus
dipikulnya. Amanah itu bila dilaksanakan dengan baik dia akan menjadi berkah, namun bila
disalahgunakan dia akan menjadi musibah.

Kenapa perumpamaannya sebuah kapal yang berlayar malam? Kenapa tidak sebuah kapal yang
berlayar saja, tidak pakai siang dan malam? Namun agaknya itu pulalah yang menandakan
keberpahaman orang-orang tua kita dulu, yang menciptakan syair lagu itu. Tentu tidak ada kaitannya
dengan kapal penyelundup atau kapal perompak, sebuah stigma yang acapkali diberikan pada
masyarakat tradisional di kepulauan. Sebuah kapal yang berlayar malam, dia tidak bersuluh
benderang matahari tapi bersuluh kunang-kunang bintang di langit. Alpa membaca bintang alamatlah
kapal akan kehilangan arah tujuan.

Ketika dewasa ini kita sedang dibuai oleh sepoi-sepoi angin demokrasi, ada yang menggugah bersuara
lantang. Kita bukan hanya memilih seorang presiden, kita mencari sosok seorang pemimpin yang bisa
menjadi superman, bisa menjadi hero bahkan superhero. "Kita memerlukan seorang pahlawan untuk
menyelamatkan bangsa ini", ratap Anis Matta dalam bukunya "Mencari Pahlawan Indonesia". Kita
mencari seorang pucuk pimpinan yang mampu membawa bangsa ini segera keluar dari keterpurukan
dan segera berpacu dalam suatu langkah yang pasti menuju puncak. Kalau hanya sekadar mencari
seorang presiden, kita sudah punya pengalaman dengan lima presiden. Masing-masing dengan
kebesarannya, sebagaimana sms yang saya terima. Presiden Soekarno, adalah seorang pemimpin
besar. Presiden Soeharto, jenderal besar. Presiden BJ Habibie, ilmuwan besar, Presiden Abdurrahman
Wahid, ulama besar dan Presiden Megawati Soekarnoputri, memiliki nama besar. Terlepas dari jasa-
jasa dan segala kelebihannya masing-masing, kelima presiden tersebut dianggap belum mampu
memberikan suatu solusi yang tepat untuk membawa bangsanya ke puncak kejayaan. Bahwa beliau-
beliau itu telah menorehkan sejarah, tentu tidak bisa dipungkiri. Dulu kita pikir, barangkali karena kita
terlalu hemat memilih presiden, potensi tidak terangkat secara optimal; bayangkan, 53 tahun merdeka,
kita baru memiliki dua orang presiden. Kita pun kemudian ngebut bongkar pasang presiden.
Diharapkan dengan demikian kita akan segera mendapatkan apa yang kita cari, tapi ternyata belum
juga. Oleh karenanya berbagai seminar, diskusi dan dialog diadakan untuk mencari sosok yang sesuai
dengan tuntutan zaman.

Seorang pemimpin pada dasarnya adalah seorang nakhoda. Dia dituntut harus mampu menakhodai
kapalnya supaya selamat sampai ke pulau tujuan, tidak kurang sesuatu apapun. Dan untuk selamat
sampai ke pulau tujuan, sang nakhoda haruslah paham, begitulah yang diajarkan kearifan Melayu.
Seluruh kompetensi secara sederhana dihimpun dalam kata paham. Namun sesungguhnya bila kita
renungkan lebih dalam, paham disini mengandung dimensi capability, capacity dan credibility, suatu
persyaratan minimal untuk menjadi seorang nakhoda yang baik, yang tidak hanya tidak mencelakakan
penumpang kapalnya, tetapi sekaligus mampu memberikan kesenangan kepada penumpangnya.

Capability, capable, kapabilitas, mengandung makna cakap, tanggap, tangguh. Seorang nakhoda harus
mampu melayarkan kapalnya di tengah gelap gulita dengan hanya bersuluh bintang gemintang. Sang
nakhoda harus mampu berlayar di tengah badai, tidak boleh mabuk diayun gelombang. Sekali layar
terkembang berpantang surut ke belakang.

Capacity, kapasitas, mengandung makna mampu. Sang nakhoda harus memiliki kemampuan untuk
membaca bintang di langit, harus mengerti ilmu falak, menguasai navigasi, sehingga mampu
mengarahkan haluan sesuai tujuan. Sang nakhoda harus mampu membaca arah dan mata angin,
mampu mengukur tinggi gelombang dan mampu membaca laut berkarang.

Credibility, kredibilitas, mengandung makna dapat dipercaya. Di tangan nakhoda tergantung nasib dan
nyawa ribuan penumpang. Memang benar nasib dan nyawa di tangan Tuhan, tapi bila Tuhan
menggunakan otoritasnya, maka tetap saja yang bertanggungjawab adalah sang nakhoda. Sang
nakhoda harus bisa dipercaya untuk tidak menyinggahkan kapalnya di pelabuhan yang tidak perlu,
sebaliknya harus mampu mengendalikan dirinya untuk tidak sombong. Titanic adalah sebuah kapal
yang tercanggih pada zamannya di awal abad 20. Kapal megah itu disebutkan tidak akan bisa
tenggelam. Namun apa lacur, belum lagi genap satu malam berlayar dari Eropa menuju Amerika,
kapal itu tenggelam ke dasar samudra Atlantik yang dingin membeku. Tidak kurang dari 1500
penumpangnya tewas. Nakhoda juga tidak boleh tergoda untuk menjadi bajak laut, kendati dia bisa
kalau dia mau. Dengan bermodal kredibilitas, maka seribu lembar kontrak sosial pun tidak akan ia
takuti. Karena apapun yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang credible dan memiliki integritas,
akan selalu dilandasi dengan itikad baik untuk kemaslahatan umat.

Kearifan Lancang Kuning adalah kekayaan kearifan lokal yang universal, kearifan milik semua dan
untuk semua. Banyak nakhoda yang pintar, tapi kita agaknya memerlukan nakhoda yang paham, yang
berani menantang badai dan paham bagaimana melewatinya dengan selamat.
Diposkan oleh adat budaya melayu di 02.31 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Sabtu, 29 Oktober 2011

Upacara Adat Perkawinan Melayu


Upacara Adat Perkawinan Melayu
Sebagai insan pendukung adat,tradisi dan kebudayaan masyarakat Melayu sangat mengenal prinsip
tahu diri,yang artinya orang melayu senantiasa berpegang pada ungkapan "Man 'arafa nafsahu fa qod
'arafa rabbahu" bermakna siapa mengenal dirinya kenallah dia dengan Tuhannya.

Mekanisme pengenalan diri ini diatur secara adat resam yang telah beradaptasi dalam
kehidupan masyarakat melayu . Hal ini dapat kita lihat pada nilai-nilai yang terkandung dalam adat
istiadat perkawinan atau pernikahan di Melayu.
Ajaran dan syariat agama Islam menjadi bagian yang paling utama termasuk pada upacara
sakral helat pernikahan, sehingga disebut Adat Melayu bersendikan Syarak, Syarak bersendikan
Kitabullah. Oleh karena itu senarai pernikahan ini memaparkan susur galur adat istiadat pernikahan
atau perkawinan masyarakat melayu yang mengarah kepada kepentingan upacara protokoler.

Adapun tahapan - tahapan yang dilalui pada upacara adat pernikahan ini antara lain :

Merisik
Meminang
Mengantung
Berinai Curicc
Berandam
Antar Belanja
Akad Nikah
Upacara Berinai Lebai
Khatam Al-quran
Mengantar Hidangan
Berarak
Bersanding
Makan Nasi Damai
Upacara Menyembah
Mandi Kumbo Taman
Berkunjung Sanak Keluarga
Diposkan oleh adat budaya melayu di 19.20 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

ALAT MUSIK MARWAS

Marwas adalah salah satu jenis band tepuk dengan perkusi sebagaialat musik utamanya. Musik ini
merupakan kolaborasi antara kesenianTimur Tengah dan Betawi, dan memiliki unsur
keagamaan yang kental. Itu tercermin dari berbagai lirik lagu yang dibawakan yang merupakan pujian
dan kecintaan kepada Sang Pencipta.

Kesenian marawis berasal dari negara timur tengah terutama dariYaman. Nama marawis diambil dari
nama salah satu alat musik yang dipergunakan dalam kesenian ini. Secara keseluruhan, musik ini
menggunakan hajir (gendang besar) berdiameter 45 Cm dengan tinggi 60-70 Cm, marawis (gendang
kecil) berdiameter 20 Cm dengan tinggi 19 Cm, dumbuk (sejenis gendang yang berbentuk
seperti dandang, memiliki diameter yang berbeda pada kedua sisinya), serta dua potongkayu bulat
berdiameter sepuluh sentimeter. Kadang kala perkusi dilengkapi dengan tamborin atau krecek. Lagu-
lagu yang berirama gambus atau padang pasir dinyanyikan sambil diiringi jenis pukulan tertentu
Dalam Katalog Pekan Musik Daerah, Dinas Kebudayaan DKI, 1997, terdapat tiga jenis pukulan atau
nada, yaitu zapin,sarah, dan zahefah. Pukulan zapin mengiringi lagu-lagu gembira pada saat pentas
di panggung, seperti lagu berbalas pantun. Nada zapin adalah nada yang sering digunakan untuk
mengiringi lagu-lagu pujian kepada Nabi Muhammad SAW (shalawat). Tempo nada zafin lebih lambat
dan tidak terlalu menghentak, sehingga banyak juga digunakan dalam mengiringi lagu-lagu Melayu.

Pukulan sarah dipakai untuk mengarak pengantin. Sedangkan zahefah mengiringi lagu di majlis.
Kedua nada itu lebih banyak digunakan untuk irama yang menghentak dan membangkitkan
semangat. Dalam marawis juga dikenal istilah ngepang yang artinya berbalasan memukul dan
ngangkat. Selain mengiringi acara hajatan seperti sunatan dan pesta perkawinan, marawis juga kerap
dipentaskan dalam acara-acara seni-budaya Islam.

Diposkan oleh adat budaya melayu di 02.34 Tidak ada komentar:


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

MAKNA SEBUAH LAGU LANCANG KUNING


MAKNA SEBUAH LAGU LANCANG KUNING

Lagu Lancang Kuning itu adalah lagu rakyat yang sangat populer di Riau, negeri yang dijuluki Bumi
Lancang Kuning. Dalam sebuah versi sejarah Melayu, kapal Lancang Kuning yang legendaris itu
tenggelam di Tanjung Jati, perairan Bengkalis. Tak terurai dengan jelas apakah musibah itu akibat
human error ataukah karena keganasan alam yang tak teratasi oleh kemampuan seorang anak
manusia.

Pesan lirik lagu itu jelas, tidak ada yang tersembunyi. Untuk melayarkan sebuah kapal, seorang
nakhoda haruslah paham. Filosofi kapal Lancang Kuning berlayar malam ini, agaknya menjadi satu
dari sekian banyak untaian butir kearifan Melayu yang melintasi zaman dan mengandung dimensi
universal. Sampai kini, setiap kali, ketika kita berada dalam suatu proses pemilihan seorang pimpinan,
entah itu Ketua RT, RW, Kepala Desa, Ketua Partai atau pemilihan seorang kepala pemerintahan, kita
selalu diingatkan pesan Lancang Kuning ini. Hati-hati memilih pemimpin. Karena seorang pemimpin,
kendati dalam konsep kepemimpinan Melayu hanya didulukan selangkah dan ditinggikan seranting,
tapi hak dan kewajiban yang melekat padanya cukup besar. Seorang pemimpin, pada tingkatan
apapun, tidak hanya mendapatkan hak-hak istimewa dibandingkan dengan mereka yang dipimpin,
tetapi juga dipundaknya terletak tanggungjawab yang berat, yang merupakan amanah yang harus
dipikulnya. Amanah itu bila dilaksanakan dengan baik dia akan menjadi berkah, namun bila
disalahgunakan dia akan menjadi musibah.

Kenapa perumpamaannya sebuah kapal yang berlayar malam? Kenapa tidak sebuah kapal yang
berlayar saja, tidak pakai siang dan malam? Namun agaknya itu pulalah yang menandakan
keberpahaman orang-orang tua kita dulu, yang menciptakan syair lagu itu. Tentu tidak ada kaitannya
dengan kapal penyelundup atau kapal perompak, sebuah stigma yang acapkali diberikan pada
masyarakat tradisional di kepulauan. Sebuah kapal yang berlayar malam, dia tidak bersuluh
benderang matahari tapi bersuluh kunang-kunang bintang di langit. Alpa membaca bintang alamatlah
kapal akan kehilangan arah tujuan.

Ketika dewasa ini kita sedang dibuai oleh sepoi-sepoi angin demokrasi, ada yang menggugah bersuara
lantang. Kita bukan hanya memilih seorang presiden, kita mencari sosok seorang pemimpin yang bisa
menjadi superman, bisa menjadi hero bahkan superhero. "Kita memerlukan seorang pahlawan untuk
menyelamatkan bangsa ini", ratap Anis Matta dalam bukunya "Mencari Pahlawan Indonesia". Kita
mencari seorang pucuk pimpinan yang mampu membawa bangsa ini segera keluar dari keterpurukan
dan segera berpacu dalam suatu langkah yang pasti menuju puncak. Kalau hanya sekadar mencari
seorang presiden, kita sudah punya pengalaman dengan lima presiden. Masing-masing dengan
kebesarannya, sebagaimana sms yang saya terima. Presiden Soekarno, adalah seorang pemimpin
besar. Presiden Soeharto, jenderal besar. Presiden BJ Habibie, ilmuwan besar, Presiden Abdurrahman
Wahid, ulama besar dan Presiden Megawati Soekarnoputri, memiliki nama besar. Terlepas dari jasa-
jasa dan segala kelebihannya masing-masing, kelima presiden tersebut dianggap belum mampu
memberikan suatu solusi yang tepat untuk membawa bangsanya ke puncak kejayaan. Bahwa beliau-
beliau itu telah menorehkan sejarah, tentu tidak bisa dipungkiri. Dulu kita pikir, barangkali karena kita
terlalu hemat memilih presiden, potensi tidak terangkat secara optimal; bayangkan, 53 tahun merdeka,
kita baru memiliki dua orang presiden. Kita pun kemudian ngebut bongkar pasang presiden.
Diharapkan dengan demikian kita akan segera mendapatkan apa yang kita cari, tapi ternyata belum
juga. Oleh karenanya berbagai seminar, diskusi dan dialog diadakan untuk mencari sosok yang sesuai
dengan tuntutan zaman.

Seorang pemimpin pada dasarnya adalah seorang nakhoda. Dia dituntut harus mampu menakhodai
kapalnya supaya selamat sampai ke pulau tujuan, tidak kurang sesuatu apapun. Dan untuk selamat
sampai ke pulau tujuan, sang nakhoda haruslah paham, begitulah yang diajarkan kearifan Melayu.
Seluruh kompetensi secara sederhana dihimpun dalam kata paham. Namun sesungguhnya bila kita
renungkan lebih dalam, paham disini mengandung dimensi capability, capacity dan credibility, suatu
persyaratan minimal untuk menjadi seorang nakhoda yang baik, yang tidak hanya tidak mencelakakan
penumpang kapalnya, tetapi sekaligus mampu memberikan kesenangan kepada penumpangnya.

Capability, capable, kapabilitas, mengandung makna cakap, tanggap, tangguh. Seorang nakhoda harus
mampu melayarkan kapalnya di tengah gelap gulita dengan hanya bersuluh bintang gemintang. Sang
nakhoda harus mampu berlayar di tengah badai, tidak boleh mabuk diayun gelombang. Sekali layar
terkembang berpantang surut ke belakang.

Capacity, kapasitas, mengandung makna mampu. Sang nakhoda harus memiliki kemampuan untuk
membaca bintang di langit, harus mengerti ilmu falak, menguasai navigasi, sehingga mampu
mengarahkan haluan sesuai tujuan. Sang nakhoda harus mampu membaca arah dan mata angin,
mampu mengukur tinggi gelombang dan mampu membaca laut berkarang.

Credibility, kredibilitas, mengandung makna dapat dipercaya. Di tangan nakhoda tergantung nasib dan
nyawa ribuan penumpang. Memang benar nasib dan nyawa di tangan Tuhan, tapi bila Tuhan
menggunakan otoritasnya, maka tetap saja yang bertanggungjawab adalah sang nakhoda. Sang
nakhoda harus bisa dipercaya untuk tidak menyinggahkan kapalnya di pelabuhan yang tidak perlu,
sebaliknya harus mampu mengendalikan dirinya untuk tidak sombong. Titanic adalah sebuah kapal
yang tercanggih pada zamannya di awal abad 20. Kapal megah itu disebutkan tidak akan bisa
tenggelam. Namun apa lacur, belum lagi genap satu malam berlayar dari Eropa menuju Amerika,
kapal itu tenggelam ke dasar samudra Atlantik yang dingin membeku. Tidak kurang dari 1500
penumpangnya tewas. Nakhoda juga tidak boleh tergoda untuk menjadi bajak laut, kendati dia bisa
kalau dia mau. Dengan bermodal kredibilitas, maka seribu lembar kontrak sosial pun tidak akan ia
takuti. Karena apapun yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang credible dan memiliki integritas,
akan selalu dilandasi dengan itikad baik untuk kemaslahatan umat.

Kearifan Lancang Kuning adalah kekayaan kearifan lokal yang universal, kearifan milik semua dan
untuk semua. Banyak nakhoda yang pintar, tapi kita agaknya memerlukan nakhoda yang paham, yang
berani menantang badai dan paham bagaimana melewatinya dengan selamat.
Diposkan oleh adat budaya melayu di 02.31 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Sabtu, 29 Oktober 2011

Upacara Adat Perkawinan Melayu


Upacara Adat Perkawinan Melayu
Sebagai insan pendukung adat,tradisi dan kebudayaan masyarakat Melayu sangat mengenal prinsip
tahu diri,yang artinya orang melayu senantiasa berpegang pada ungkapan "Man 'arafa nafsahu fa qod
'arafa rabbahu" bermakna siapa mengenal dirinya kenallah dia dengan Tuhannya.

Mekanisme pengenalan diri ini diatur secara adat resam yang telah beradaptasi dalam
kehidupan masyarakat melayu . Hal ini dapat kita lihat pada nilai-nilai yang terkandung dalam adat
istiadat perkawinan atau pernikahan di Melayu.
Ajaran dan syariat agama Islam menjadi bagian yang paling utama termasuk pada upacara
sakral helat pernikahan, sehingga disebut Adat Melayu bersendikan Syarak, Syarak bersendikan
Kitabullah. Oleh karena itu senarai pernikahan ini memaparkan susur galur adat istiadat pernikahan
atau perkawinan masyarakat melayu yang mengarah kepada kepentingan upacara protokoler.

Adapun tahapan - tahapan yang dilalui pada upacara adat pernikahan ini antara lain :

Merisik
Meminang
Mengantung
Berinai Curicc
Berandam
Antar Belanja
Akad Nikah
Upacara Berinai Lebai
Khatam Al-quran
Mengantar Hidangan
Berarak
Bersanding
Makan Nasi Damai
Upacara Menyembah
Mandi Kumbo Taman
Berkunjung Sanak Keluarga
Diposkan oleh adat budaya melayu di 19.20 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Das könnte Ihnen auch gefallen