Sie sind auf Seite 1von 3

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FK UNPAD-RSHS BANDUNG

Bacaan Jurnal
Divisi : Respirologi
Oleh : Rizki Ayu Rizal
Pembimbing : Prof. Dr. dr. Cissy R.S. Prawira., SpA(K), MSc.,Phd
Prof. Dr. dr. Heda Melinda N.,SpA(K).,M.Kes
Dr. H. Adi Utomo Suardi Sp.A(K) MM
Dr. Sri Sudarwati.,SpA(K)
Dr. Diah Asri.,SpA(K)
Tanggal : Februari 2017
THE PREVALENCE OF AIRWAY PROBLEMS IN CHILDREN
WITH DOWNS SYNDROME
Jane Hamilton a, May Maxime Corazon Yaneza b, William Andrew Clement b,
HaythamKubba
Medical Student, University of Glasgow, Scotland b Department of OtolaryngologyHead
and Neck Surgery, Royal Hospital for Children, GlasgowG51 4TF, Scotland

Aim: Airway disorders are common in children with Downs syndrome. We report the
findings on airway endoscopy in a birth cohort of children from a well-defined
geographical area, in order to estimate true population prevalence of airway problems in
children with Downs syndrome.
Method: Retrospective case note review over a 20-year period between 1993 and 2013
for all children in Greater Glasgow born with Downs syndrome, identified through the
hearing surveillance programme. All children undergoing airway endoscopy under
general anaesthesia for investigation of potential airway symptoms (stridor, hoarseness,
recurrent croup and difficulties with intubation/extubation) were studied in detail to
identify the number with laryngeal, tracheal or bronchial pathology.
Results: All 239 children (F:M = 1.15:1) were reviewed. Of these, 39 (16.3%) underwent
microlaryngo- scopy-bronchoscopy under general anaesthesia for airway symptoms. The
main presentations were stridor, extubation problems and exacerbations of recurrent
croup. Thirty-three were found to have at least one airway diagnosis (13.8%) including
trachaeobronchomalacia, laryngeal cleft, laryngomalacia, tracheal compression, vocal
cord paralysis, acquired tracheal stenosis and symptomatic subglottic stenosis.
Conclusion:Laryngo-tracheo-bronchial pathology is much more common in children with
Downs syndrome than in the general population, particularly subglottic stenosis and
tracheal problems.
___________________________________________________________________________
PENDAHULUAN
Sindrom Down (trisomi 21) adalah kelainan genetik yang paling umum terjadi
dengan insidensi 1/670-770 kelahiran. Anak-anak dengan Sindrom Down
cenderung memiliki sejumlah masalah klinis sistemik, termasuk kelainan jantung
dan gastrointestinal. Masalah yang mempengaruhi telinga, hidung dan
tenggorokan juga sangat umum, identifikasi dan manajemen awal dapat
bermanfaat signifikan pada kesehatan dan kesejahteraan. Diketahui bahwa anak-
anak dengan sindrom Down memiliki insiden masalah otolaryngological lebih
tinggi dari populasi anak pada umumnya, terutama tunarungu. Obstruksi jalan
nafas pada faring adalah umum, pada usia 5 tahun sebesar 79% mengalami
obstruksi saat gejala saluran napas atas, atau riwayat adenotonsillektomi dan
prevalensi obstruktif apnea saat tidur pada polysomnogram adalah 57%. Etiologi
tersebut adalah multifactor, termasuk saluran udara menyempit tetapi
kemungkinan termasuk kelainan rahang, makroglossia, hipertrofi adenotonsillar,
hyperplasia pada soft palate, hipotonia. Gangguan saluran napas pada laring dan
trakea juga umum, khususnya trakeobronkomalasia, stenosis subglotis
(kongenital dan didapat) dan trakea stenosis. Setiap anak dengan sindrom Down
memiliki tingkat stenosis subglotis sebagai fitur dasar sindrom dan sebagian
besar tidak menunjukkan gejala. Trakea lebih kecil pada anak-anak dengan
sindrom Down, ahli anestesi pediatrik cenderung rutin menggunakan tabung
endotrakeal kecil pada anak-anak dengan sindrom Down daripada anak-anak lain
pada usia yang sama, terutama pada anak-anak dengan masalah jantung.
Kegagalan menggunakan tabung endotrakeal kecil dapat menyebabkan
tingginya insiden stridor pasca-ekstubasi dan dapat berkembang menjadi parah,
gejala saluran napas pada stenosis yang lebih parah. Insiden gejala stenosis
subglotis 6% pada anak-anak dengan sindrom Down dibandingkan dengan
populasi umum pada pediatrik 0,63%. Anak-anak dengan sindrom Down
merupakan 4% dari semua anak kasus stenosis subglotis, dan 24% dari stenosis
bawaan ini tidak memiliki riwayat intubasi. Laringomalasia digambarkan sebagai
keadaan umum pada anak-anak dengan sindrom Down dan alasan paling umum
kedua yang membutuhkan pelayanan otolaryngological. Laringomalasia pada
anak-anak ini telah dikaitkan dengan hipotonia dan penyakit gastro-esofagus
refluks. Penelitian ini telah mendapatkan semua anak-anak dengan masalah
saluran napas sehingga dapat menghitung prevalensi populasi yang sebenarnya
dari gangguan saluran napas pada anak-anak dengan sindrom Down.
METODE Populasi penelitian ini terdiri semua anak didiagnosis dengan sindrom
Down yang lahir selama periode 20-tahun antara Juli 1993 dan Juli 2013 di
Greater Glasgow, diidentifikasi dari catatan audiologi klinik surveilans
pendengaran sindrom Down. Hal Ini kemudian di cocokan dengan database
Scottish National Airway Service dan operasi oleh ahli bedah saluran napas untuk
mengidentifikasi anak-anak yang menjalani endoskopi saluran napas dengan
anestesi umum. Peninjauan kembali catatan dilakukan untuk mengidentifikasi
data pribadi dan klinis. Anak-anak rawat jalan di klinik dikelola secara konservatif
tidak teridentifikasi dalam penelitian ini. Penelitian ini memilih hanya untuk
mereka yang menjalani endoskopi saluran napas dengan anestesi, penelitian
hanya mempelajari orang-orang dengan gejala yang pasti dianggap cukup berat
sehingga membutuhkan penyelidikan resmi. Gambaran prevalensi penelitian ini
konservatif, karena beberapa anak-anak dengan gejala yang sangat ringan
mungkin telah berhasil tanpa bantuan anestesi umum. Karena ini adalah sebuah
klinik pengawasan pendengaran nasional, penelitian ini telah tercangkup 100%
penduduk lokal sindrom down. Menurut National Records of Scotland 2014,
jumlah anak usia 0-15 tahun di Greater Glasgow adalah 149.009 dengan sindrom
Down 1,6 anak per 1.000 di Glasgow. Studi kajian kasus retrospektif tidak
dianggap memerlukan proses persetujuan Komite Etik Penelitian di lembaga
penelitian ini, namun studi tersebut terdaftar dengan komite klinikrumah
sakitpemerintahan.
HASIL Sebanyak 239 anak-anak dengan sindrom Down diidentifikasi selama
periode 20-tahun, terdiri dari 127 anak perempuan dan 112 anak laki-laki
(perempuan : laki-laki = 1.15: 1). Sebanyak 39 (16,3%) menjalani
mikrolaringoskopi-bronkoskopi dengan anestesi umum pada gejala saluran
napas. Gejala yang muncul adalah stridor (9, 23%), croup dengan episode
berulang (7, 17,9%), aspirasi kronis (1, 0,03%), dan gagal atau sulit ekstubasi
setelah operasi (12, 30,7%). Tiga puluh tiga anak ditemukan memiliki setidaknya
satu patologi saluran napas (13,8%). Beberapa kondisi termasuk satu anak
dengan masalah jantung yang kompleks, dengan stenosis subglotis parah,
trakeobronkomalasia dan laringomalasia, membutuhkan trakeostomi. Stenosis
subglotis dan trakeobronkomalasia ditemukan bersama-sama pada 5 anak
(15,1%). Tidak semua dari patologi terlihat adalah jinak dan proporsi signifikan
dibutuhkan intervensi. Salah satu celah pada laring diperlukan perbaikan
endoskopi, dan kedua anak dengan laringomalasia diperlukan supraglottoplasty.
Anak dengan midtrakeal stenosis didapat pada cedera intubasi telah berhasil
dengan endoskopi dilatasi balon. Dari 17 anak-anak dengan stenosis subglotis, 2
diperlukan intervensi bedah (11,7%). Ini mengambil bentuk cricoid split dan
rekonstruksi laringotrakeal berikutnya dalam satu kasus, dan rekonstruksi
laringotrakeal dengan cangkok tulang rawan kosta yang lain. Selain itu, 6 dari
anak-anak dengan trakeobronkomalasia diperlukan trakeostomi untuk
tatalaksana. Anak-anak yang tersisa dalam seri berhasil tanpa intervensi bedah.
SIMPULAN Penelitian ini memiliki ambang batas yang rendah untuk
memeriksa jalan napas dibawah pengaruh anastesi sebagaimana kita tahu
bahawa anak-anak ini mempunyai insidensi patologis yang tinggi pada daerah
subglotis dan trakea dan kebanyakan dari ini memerlukan intervensi. Stridor
pada anak-anak dengan sindrom Down tidak boleh diabaikan atau dianggap
hanya laringomalasia ketika patologi serius dianggap biasa.

Das könnte Ihnen auch gefallen