Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012, AKB Indonesia sebesar 19 per
1000 kelahiran hidup, meningkat di tahun 2013 mencapai 32 per 1.000 kelahiran
hidup. Berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), AKB ini
menurun pada tahun 2015, yaitu sebesar 22,23 per 1000 kelahiran hidup
(Kemenkes RI, 2015).
Berdasarkan hasil pencatatan rutin, Provinsi Sumatera Selatan memiliki
AKB yang rendah. AKB Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2012 sebesar 3,3
per 1.000 kelahiran hidup, menurun menjadi 2,8 per 1000 kelahiran hidup tahun
2013, meningkat kembali menjadi 3,7 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2014.
Namun, pemerintah Sumatera Selatan mengakui angka kematian bayi di Provinsi
Sumatera Selatan dalam beberapa tahun terakhir masih sulit ditentukan, karena
tidak ada survey atau penelitian khusus (Dinkes Sumsel, 2015).
Berat badan rendah mempunyai kontribusi yang buruk terhadap dampak
kesehatan, seperti terjadinya peningkatan morbiditas, mortalitas, dan disabilitas,
yang akan mengakibatkan dampak jangka panjang (WHO, 2014). Dampak dari
bayi lahir dengan berat badan rendah ini adalah pertumbuhan yang terlambat,
termasuk pertumbuhan otak, sehingga cenderung memiliki penampilan intelektual
yang rendah daripada bayi yang berat lahirnya normal. Bayi berat badan rendah
dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang
selanjutnya, menyebabkan butuhnya biaya perawatan tinggi dan menurunkan
kecerdasan bangsa (Wiknjosastro, 2008). Untuk meningkatkan kualitas manusia
harus dimulai sedini mungkin sejak janin dalam kandungan. Selama ini, intervensi
masih berfokus pada bayi yang sudah lahir, sehingga intervensi terhadap kematian
bayi dikatakan terlambat. Akan menjadi optimal apabila pencegahan kematian
bayi dilakukan secara dini dengan mencegah terjadinya berat badan rendah pada
tahap bayi masih dalam kandungan (Ernawati, Kartono, & Puspitasri, 2011).
Antenatal care (ANC) adalah salah satu cara untuk menyiapkan baik fisik
maupun mental ibu di dalam masa kehamilan dan kelahiran serta menemukan
kelainan dalam kehamilan dalam waktu dini sehingga dapat ditangani secepatnya.
Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan secara teratur dapat menurunkan angka
kecatatan dan kematian baik ibu maupun janin, juga memantau berat badan janin.
3
5
6
Tabel 2.1 Persentil Berat Badan untuk Populasi Lokal (WHO, 2011)
antara proses normal dan patologis pada pertumbuhan janin sangat sulit.
Beberapa faktor yang mempengaruhi berat janin adalah tinggi orang tua, paritas,
etnis dan jenis kelamin janin (DeCherney, 2006).
BBJR tidak dapat didefinisikan secara langsung. Hal ini membutuhkan
beberapa persyaratan, seperti (Pareren dkk, 2004) :
1. Pengetahuan yang akurat tentang usia kehamilan (idealnya berdasarkan
pemeriksaan USG pada trimester pertama usia kehamilan),
2. Patokan terhadap data referensi dari populasi yang relevan. Patokan ini
memiliki berbagai variasi pada per sentil ke-10, 3, atau kurang dari 2 SD dari
nilai rata-rata (persentil ke 2).
8
Gambar 2.3 Klasifikasi bayi baru lahir (kedua jenis kelamin) pada pertumbuhan
intrauterin dan usia kehamilan (Gomella TL, dkk, 2004)
2.2.2 Etiologi
Secara keseluruhan, penyebab PJT bervariasi. PJT dapat disebabkan
adanya gangguan pada janin, plasenta, maupun maternal. Terdapat hubungan
9
yang erat antara PJT, kelainan susunan kromosom, dan malformasi kongenital.
Secara spesifik, janin dengan kelainan autosomal lainnya (contoh: penghapusan
kromosom cincin) biasanya memiliki gangguan pertumbuhan (Cunningham,
2012).
Brodsky (2004) melaporkan dari 458 janin dengan usia gestasi 17 minggu
sampai 39 minggu dengan PJT, ditemukan 19% memiliki kelainan susunan
kromosom (paling banyak trisomi 18). Diantara 13.000 bayi yang lahir dengan
malformasi mayor (paling banyak anensepali), 22% mengalami PJT (Harper dan
Lam, 2003). PJT jarang dikaitkan dengan infeksi janin pada kehamilan trimester
pertama atau kedua, termasuk sitomegalovirus, malaria, parvovirus, dan rubella.
Kebanyakan ke arah PJT simetris pada awal gestasi (Brodsky, 2004).
Penyakit pembuluh darah ibu yang kronis yang berkaitan dengan
hipertensi, diabetes mellitus, penyakit ginjal, atau penyakit kolagen pembuluh
darah merupakan penyebab PJT yang paling umum di negara berkembang.
Pengaruh yang paling banyak ditimbulkan jika terjadinya hipertensi pada awal
kehamilan, dan lebih berat jika berhubungan dengan hipertensi kronis dan
superimposed preecklampsia (Cunningham, 2012).
Keadaan hiperkoagulasi maternal, seperti trombofilia dan sindrom antibodi
antifosfolipid, juga dapat menghambat pertumbuhan, baik akibat pembentukan
trombosis plasental atau akibat efek sekunder dari hipertensi maternal. Hipoksia
persisten maternal akibat ketinggian, penyakit jantung dan paru yang parah, dan
anemia kronik dapat mengurangi oksigenasi pada janin sehingga menghambat
pertumbuhan janin (Brodsky, 2004).
2.2.3 Klasifikasi
Terjadinya PJT dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok. PJT tipe-1
(simetris, proporsional) dijumpai tubuh janin secara keseluruhan berukuran kecil
akibat berkurangnya potensi pertumbuhan janin dan berkurangnya proliferasi
seluler semua organ janin. PJT tipe-1 ditandai dengan berat badan, lingkar kepala
dan panjang badan yang berada dibawah persentil ke-10. PJT simetris ini terjadi
selama kehamilan trimester ke-1 dan trimester ke-2 dan angka kejadiannya kira-
10
yang sifatnya reversibel (PJT asimetris). Apabila malnutrisi terjadi pada fase
hiperplasia dan hipertropi akan menyebabkan berkurangnya jumlah dan ukuran
sel (PJT kombinasi) (Mertz, 2005).
menuju uterus setinggi osteum uteri internum. Arteri uterina bercabang dua, yaitu
(1) arteri uterina asenden yang menuju korpus uteri sepanjang dinding lateral dan
memberikan cabangnya menuju uterus dan di dasar endometrium membentuk
arteri spiralis uteri dan (2) di bagian atas mengadakan anastomosis dengan arteri
ovarika untuk memberikan darah pada tuba fallopii dan ovarium melalui ramus
tubarius dan ramus ovarika. Arteri ovarika merupakan cabang dari aorta, menuju
uterus melalui ligamentum infundibulopelvikum memberikan darahnya pada tuba
fallopii, ovarium, dan fundus uteri (Manuaba, 2010).
Pembuluh darah venanya masuk menuju vena kava inferior, kecuali vena
ovarika kiri menuju vena renalis. Pembuluh limfe serviks menuju ke kelenjar
limfe hipogastrika, sedangkan aliran limfe yang berasal dari fundus uteri menuju
kelenjar limfe yang terdapat di kelenjar-kelenjar lumbal. Aliran limfe ini penting
diketahui untuk menentukan metastase keganasan serviks atau korpus uteri
(Manuaba, 2010).
tinggi ayah, kebiasaan merokok, dan keadaan toleransi glukosa ibu (Perry IJ,
1995).
Pada trimester ke-2 dan ke-3, pada perempuan dengan gizi baik,
dianjurkan menambah berat badan per minggu sebesar 0,36-0,4 kg, sementara
pada perempuan dengan gizi kurang dianjurkan penambahan berat badan per
minggu 0,4-0,58, berat badan berlebih sebesar 0,22-0,31 kg, dan perempuan
obesitas sebesar 0,18-0,27 kg (ACOG, 2013).
Asupan gizi sangat menentukan kesehatan ibu hamil dan janin yang
dikandungnya. Kebutuhan gizi pada masa kehamilan akan meningkat sebesar
15% dibandingkan dengan kebutuhan wanita normal. Peningkatan gizi ini
dibutuhkan untuk pertumbuhan rahim (uterus), payudara (mammae), volume
darah, plasenta, air ketuban, dan pertumbuhan janin. Makanan yang dikonsumsi
oleh ibu hamil akan digunakan untuk pertumbuhan janin sebesar 40 % dan
sisanya 60 % digunakan untuk pertumbuhan ibunya (Huliana, 2007).
Berat badan sebelum hamil dan perubahan berat badan selama kehamilan
berlangsung merupakan parameter klinik yang penting untuk memprediksikan
berat badan lahir rendah bayi. Wanita dengan berat badan rendah sebelum hamil
atau kenaikan berat badan rendah sebelum hamil atau kenaikan berat badan tidak
cukup banyak pada saat hamil cenderung melahirkan bayi dengan berat badan
16
rendah. Disamping itu, obesitas pada ibu hamil juga sangat mempengaruhi berat
badan janin dengan hubungan secara langsung. Semakin besar berat ibu, semakin
besar janin yang dilahirkan (Sahu dkk, 2007).
2.4.5 Paritas
Jumlah paritas juga berhubungan dengan berat janin. Semakin banyak
jumlah paritas, semakin besar janin akan dilahirkan. Pada kehamilan aterm, akan
terjadi penambahan berat sebesar 0,2-0,5 gram/hari untuk setiap penambahan
jumlah 1 persalinan (Nahum dan Stanislaw, 2003).
17
Kehamilan pada penderita diabetes sering dipersulit oleh satu atau lebih
masalah pada janin dan neonatus. Hal tersebut adalah sebagai berikut (Rochjati,
2003) :
1. Kematian mendadak pada trimester ke-3 lanjut
2. Kelahiran prematur melalui induksi untuk menghindari kematian janin
pada trimester ketiga
3. Makrosomia
4. Trauma lahir akibat maksomia
5. Asfiksia intrapartum
6. Seksio sesaria untuk menghindari trauma lahir dan asfiksia intrapartum
7. Hipoglikemia
8. Hipokalsemia
9. Hiperbilirubinemia
Penyakit diabetes melitus gestasional yang tidak terkontrol pada ibu hamil
merupakan penyebab paling sering bayi makrosomia. Ketika kadar glukosa ibu
meningkat berlebihan, pertumbuhan janin yang abnormal akan terjadi. Jika pada
populasi umum angka kejadian janin makrosomia hanya 2-15%, maka angka
kejadian pada ibu dengan diabetes melitus gestasional yang tidak terkontrol
meningkat sekitar 20-33% (Cunningham, 2012).
Bayi dengan taksiran berat janin lebih dari 4000 gram selayaknya
mendapatkan perhatian khusus karena berhubungan dengan persalinan lama,
peningkatan angka operasi sectio sesaria, distosia bahu, dan cidera pleksus
brakialis yang menyebabkan kecacatan permanen. Berat bayi lebih dari 4500 gram
meningkatkan angka kematian bayi, yang mana dapat terjadi gangguan
pernapasan dan aspirasi mekonium (Chauhan dkk, 2005).
b. Hipertensi
Hipertensi sering kali dihubungkan dengan preeklamsia/eklamsia karena
adanya hipertensi merupakan gejala dini dari preeklamsia dan dapat berlanjut
menjadi eklamsia. Kemudian, hipertensi yang memang sudah ada sebelum
20
Genetik Janin
Lingkungan Intrauterin
Pertumbuhan
Efek Berat badan janin rendah yang dimediasi
Langsung insulin terganggu
Kemungkinan DM tipe 2
dan penyakit
kardiovaskular
Gambar 2.4 Dua kemungkinan penjelasan yang berhubungan bayi lahir BBJR
dengan resistensi insulin, diabetes tipe 2, dan penyakit jantung
iskemik : kondisi intrauterin dan genetika janin.
24
Faktor Ibu :
Usia ibu
Usia kehamilan
Pendidikan
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Paritas
Riwayat abortus
Jarak Kehamilan terakhir
Tekanan darah
Penyakit Penyerta
Berat Badan Janin
Rendah
Faktor Janin :
Kehamilan ganda
BAB III
METODE PENELITIAN
Keterangan:
n = Jumlah sampel minimal
= Batas kemaknaan yang dikehendaki pada penelitian ini adalah 0,05
Z = Untuk 0,05 maka didapatkan nilai 1,96
p = Prevalensi = 50% (berdasarkan justifikasi karena belum ditemukan prevalensi
berat badan janin rendah sebelumnya)
q = 1 p = 1 0,5 = 0,5
d = Ketetapan absolut yang diinginkan pada penelitian ini adalah 5%
Sehingga, didapatkan nilai n:
Proposal Penelitian
Izin Penelitian
Pengumpulan data dari rekam medik serta wawancara seluruh ibu hamil di
Puskesmas Dempo, Puskesmas Merdeka, Puskesmas Sematang Borang,
Puskesmas Gandus, dan Puskesmas Pembina Kota Palembang
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan tabel 1, proporsi ibu dengan berat badan janin rendah adalah
sebesar 16,1 % (62 orang), sedangkan ibu dengan berat badan janin normal adalah
sebesar 83,9 % (323 orang).
orang), sedangkan ibu dengan non-BBJR sebesar 25% (4 orang). Proporsi ibu
dengan BBJR pada usia diatas 35 tahun adalah sebesar 64,3% (9 orang), sedangkan
ibu dengan non-BBJR sebesar 35,7% (5 orang).
Tabel 5. Tabel distribusi frekuensi jarak kehamilan saat ini dengan kehamilan
sebelumnya
Jarak kehamilan saat ini Kejadian BBJR
Jumlah
dengan kehamilan BBJR Non-BBJR
sebelumnya n % n % N %
2 tahun 21 27,3% 56 72,7% 77 33,8%
> 2 tahun 14 9,3% 137 90,7% 151 66,2%
Jumlah 35 15,4% 193 84,6% 228 100,0
terendah adalah ibu dengan IMT normoweight, yaitu 26,8% (4 dari 14 ibu).
Proporsi ibu dengan non-BBJR tertinggi berdasarkan IMT ibu adalah ibu dengan
IMT normoweight, yaitu 85,6% dan terendah adalah ibu dengan IMT overweight,
yaitu sebesar 33,3%.
Kemudian, kenaikan berat badan ibu selama hamil dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu sesuai rekomendasi dan tidak sesuai rekomendasi (ACOG, 2013).
Adapun hubungan kenaikan berat badan ibu dengan BBJR dapat dilihat pada
tabel 10 berikut.
Tabel 10. Tabel distribusi frekuensi kategori rekomendasi kenaikan berat badan
menurut indeks massa tubuh
Kejadian BBJR
Jumlah
Rekomendasi kenaikan BB BBJR Non-BBJR
n % n % N %
Tidak sesuai 58 15,5% 316 84,5% 374 97,1%
Sesuai 4 36,4% 7 63,6% 11 2,9%
Jumlah 62 16,1% 323 83,9% 385 100,0
Tabel 11. Tabel hubungan pendidikan ibu dengan berat badan janin rendah
Kejadian BBJR
Jumlah OR
Pendidikan BBJR Non-BBJR p value*
(95% CI)
n % n % n %
Pendidikan
18 26,1% 51 73,9% 69 17,9%
rendah
Pendidikan
29 15,7% 156 84,3% 185 48,1% 0,027 1,89
sedang
Pendidikan
15 11,5% 116 88,5% 131 34,0% 2,73
tinggi
Jumlah 62 16,1% 323 83,9% 385 100,0
0,658
Tidak bekerja 36 18,9% 154 81,1% 190 49,4%
(0,38-1,14)
Jumlah 62 16,1% 323 83,9% 385 100,0
Berdasarkan tabel 12, dapat dilihat bahwa dari 195 ibu yang bekerja, sekitar
26 (13,3%) ibu memiliki janin dengan berat badan rendah. Dari 190 ibu yang
tidak bekerja 36 (18,9%) ibu memiliki janin dengan berat badan rendah.
Pada penelitian yang dilakukan, diperoleh nilai p sebesar 0,134. Nilai p
sebesar 0,134 lebih besar daripada 0,05 (0,134 > 0,05). Hal ini mengindikasikan
bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara pekerjaan ibu dan kejadian berat
badan janin rendah.
Tabel 2x2 di atas memenuhi syarat kelayakan untuk uji Chi Square karena
tidak terdapat expected count yang nilainya kurang dari lima dan didapatkan nilai
p sebesar 0,005 (p<0,05) artinya terdapat hubungan yang bermakna antara gravida
dan kejadian mioma uteri. Odds Ratio (OR) sebesar 6,876 menunjukkan bahwa
ibu hamil yang memiliki riwayat abortus memiliki risiko mengalami BBJR
sebesar 6,8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki
riwayat abortus
d. Hubungan Kenaikan Berat Badan Ibu dengan Berat Badan Janin
Rendah
Kategori kenaikan berat badan ibu selama hamil dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu sesuai rekomendasi dan tidak sesuai rekomendasi (ACOG, 2013).
38
Adapun hubungan kenaikan berat badan ibu dengan BBJR dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 14. Tabel hubungan kenaikan berat badan ibu dengan berat badan janin
rendah
Kejadian BBJR
Kenaikan BB Jumlah OR
BBJR Non-BBJR p value*
ibu (95% CI)
N % n % n %
Tidak sesuai
58 15,5% 316 84,5% 374 97,1%
rekomendasi
0,064 0,321
Sesuai
4 36,4% 7 63,6% 11 2,9% (0,091-
rekomendasi
1,132)
Jumlah 62 16,1% 323 83,9% 385 100,0
Tabel 2x2 di atas memenuhi syarat kelayakan untuk uji Chi Square karena
tidak terdapat expected count yang nilainya kurang dari lima dan didapatkan nilai
p sebesar 0,064 (p>0,05) artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
kenaikan berat badan ibu hamil dan kejadian berat badan janin rendah.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisis Univariat
a. Karakteristik Pasien berdasarkan Usia
Pada penelitian ini, usia maternal yang berisiko tinggi, yaitu usia kurang
dari 20 tahun lebih sering mengalami kejadian BBJR. Hasil penelitian ini juga
sama seperti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jamal (2003) di Pakistan
dan Ferraz (1990) di Brazil. Hubungan antara usia ibu dan kejadian BBJR
berhubungan dengan kematangan sistem reproduksi wanita karena semakin muda
usia, maka sistem reproduksinya belum terbentuk sempurna. Disamping itu, BBJR
juga dipengaruhi tekanan sosial dari ibu. Semakin muda umur ibu saat hamil,
maka akan menyebabkan kematangan untuk memecahkan masalah masih rendah
dan berpengaruh terhadap berat janin. Beberapa Jurnal lain menyatakan juga
bahwa usia >35 tahun juga mengalami hal yang sama dengan usia <20 tahun,
39
faktor yang menyebabkan juga sama dengan <20 tahun, yaitu terjadinya
penurunan kemampuan sistem reproduksi pada usia itu (Odibo, 2006).
Pada penelitian ini terdapat 360 ibu yang tidak memiliki riwayat abortus, 24
ibu memiliki riwayat abortus satu kali, dan 1 ibu memiliki riwayat abortus dua
kali. Tidak didapatkan data mengenani penyebab abortus pada setiap ibu. Dari 360
ibu yang tidak memiliki riwayat abortus, 49 ibu (13,6%) menderita BBJR, dari 24
ibu yang memiliki riwayat abortus satu kali, 12 ibu (50%) menderita BBJR dan 1
ibu yang memiliki riwayat abortus dua kali menderita BBJR (100%). Dapat
disimpulkan bahwa riwayat abortus memiliki hubungan dengan kejadian BBJR.
Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian lain yang dilakukan di Iran pada tahun
2007. Pada penelitian tersebut tidak didapatkan hubungan secara statistik antara
riwayat abortus dengan kejadian BBJR. Belum ada penelitian lain mengenai
hubungan antara riwayat abortus dan kejadian BBJR (Aghamolaei, 2007).
bagi dia dan bayinya. Walaupun dalam kondisi ngidam, bila seseorang memiliki
pengetahuan yang baik, maka ia akan berusaha untuk memenuhi gizinya dan juga
bayinya (Proverawati dan Sulistyorini, 2010).
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka diharapkan akan
semakin tinggi pula upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya
didasarkan oleh bertambahnya pengetahuan yang telah didapat dari proses
pendidikan yang telah dijalani (Ismet, 2013). Rendahnya pendidikan dan
pengetahuan berpengaruh pada tingkat kesadaran dan kesehatan, pencegahan
penyakit (wanita dengan tingkat pendidikan yang tinggi cenderung lebih
memperhatikan kesehatan dalam dan keluarganya (Syafrudin dan Mariam, 2010).
Menurut Notoadmojo (2003), pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat
dipengaruhi seberapa banyak informasi yang diperolehnya baik secara langsung
maupun tidak langsung. Berdasarkan hasil penelitian dan uraian teori di atas,
menurut analisis peneliti, meskipun pengetahuan yang didapatkan dari pendidikan
formal cukup berpengaruh dalam menentukan pengetahuan kesehatan seseorang,
namun tidak menutup kemungkinan bahwa pengetahuan kesehatan juga bisa
didapatkan dari pengalaman sebelumnya dan juga penyuluhan-penyuluhan yang
telah diberikan oleh petugas kesehatan.
Menurut (Rohan dan Siyoto, 2013) bahwa tingkat pendidikan sangat
mempengaruhi seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi
dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan tinggi biasanya akan bertindak lebih
rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih mudah memerima
gagasan baru. Dalam hal ini, kemauan ibu juga memegang peranan penting. Tidak
semata-mata dari tingkat pendidikan ibu, ibu dengan tingkat pendidikan tinggi dan
pengetahuan tinggi, namun tidak ada kemauan untuk mengetahui pentingnya
memeriksakan kehamilan juga dapat mencegah terjadinya angka kejadian BBJR
yang sebelumnya terjadi BBJR.
berwirausaha, maupun bekerja sebagai PNS. Melalui uji chi square, didapatkan
hasil p=0,183. Hasil ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna
secara statistik antara pekerjaan ibu dengan kejadian BBJR.
Saat ini mulai tampak adanya pergeseran dari peran wanita seiring dengan
semakin pesatnya pembangunan di Indonesia. Para wanita tidak lagi membatasi
perannya sebagai ibu rumah tangga saja, tetapi telah banyak juga wanita yang
berpartisipasi aktif untuk bekerja di luar rumah. Banyak hal yang mendorong
mereka untuk bekerja dan meninggalkan rumah, antara lain untuk mandiri secara
ekonomi, menambah penghasilan keluarga, mengisi waktu luang, serta untuk
mengembangkan prestasi atau keahlian-keahlian yang dimiliki (Ananda, 2013).
Penelitian Multifiah (2002) dalam jurnal Tropika menunjukkan bahwa
alasan yang dikemukakan wanita untuk bekerja dibagi menjadi alasan sosial dan
alasan keluarga. Dari seluruh responden yang ikut dalam penelitian tersebut baik
itu di pedesaan maupun di perkotaan, lebih dari 90% wanita memiliki alasan
ekonomi dalam mendorong mereka untuk bekerja dan hanya sekitar 2-5% yang
memiliki alasan bekerja untuk mengisi waktu luang. Banyak persoalan yang
mungkin akan dialami oleh para wanita atau ibu yang bekerja di luar rumah,
seperti bagaimana cara mengatur waktu dengan suami dan anak, hingga mengurus
tugas-tugas rumah tangga dengan baik.
Akan tetapi, baik ibu tersebut memiliki pekerjaan maupun tidak, hal tersebut
tidak memberikan pengaruh pada angka kejadian BBJR. Hal ini disebabkan
karena baik ibu yang bekerja maupun yang tidak bekerja memiliki kesempatan
yang sama untuk memperoleh informasi tentang pelayanan kesehatan, termasuk
pelayanan kesehatan ANC sebagai skrining awal kesehatan janinnya (Ismet,
2013).
sehingga dapat disimpulkan secara statistik bahwa ibu hamil yang memiliki
riwayat abortus memiliki risiko mengalami kejadian BBJR 6,8 kali lebih tinggi
dibandingkan ibu hamil yang tidak pernah abortus.
Sejalan dengan penelitian Deshpande, dkk (2011) yang menemukan
hubungan pada analisis bivariat dengan uji chi-square dengan hasil nilai p pada
riwayat obstetris buruk sebesar 0,003 yang menunjukkan adanya hubungan secara
statistik. Ibu dengan riwayat melahirkan bayi lahir mati sebelumnya, memiliki
risiko untuk melahirkan bayi dengan berat badan rendah pada persalinan
berikutnya, sebagian yang lahir mati itu adalah bayi prematur dan bayi yang
mengalami pertumbuhan janin terhambat (PJT), yang mana kecenderungan PJT
tersebut dapat berulang pada persalinan berikutnya. Brown menyatakan dalam
studinya bahwa riwayat abortus merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap
kejadian bayi berat badan rendah dan kelahiran prematur (Brown, dkk, 2007).
penelitian ini tidak diperoleh hubungan yang signifikan antara kenaikan berat
badan ibu dengan BBJR. Banyak ibu yang mengalami kenaikan berat badan
tidak sesuai rekomendasi, namun tidak masuk dalam kategori BBJR. Hal ini
kemungkinan terjadi akibat adanya pengaruh faktor lain pada populasi yang
diteliti, yaitu kadar hemoglobin ibu. Prediktor status gizi selama hamil dapat
dilakukan dengan pengukuran lingkar lengan atas dan pemeriksaan hemoglobin
(Mitchell, 2003). Penelitian ini tidak menemukan data kadar hemoglobin
seluruh sampel, sehingga ada kemungkinan bagi ibu yang kenaikan berat badan
tidak sesuai rekomendasi untuk tidak mengalami BBJR jika kadar
hemoglobinnya baik (Williamson, 2006).
47
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari 385 sampel yang ada
dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Terdapat 16,1 % kejadian BBJR,
2. 92,2% ibu berusia antara 20-35 tahun,
3. 14,5% ibu memeriksakan kehamilannya di usia kehamilan 30 minggu
4. 48.1% ibu memiliki tingkat pendidikan menengah (tamat SMA/MA/SMK
atau yang sederajat), 34.0% ibu berpendidikan tinggi (tamat perguruan
tinggi) dan 17.9% ibu berpendidikan rendah (tamat SD atau yang sederajat
dan/atau tamat SMP atau yang sederajat)
5. 49,4% ibu berstatus sebagai ibu rumah tangga
6. 40,8 % ibu tengah menjalani kehamilan pertama (primigravida)
7. 6,2 % ibu memiliki riwayat abortus satu kali
8. 94,0% ibu normoweight dengan 97,1% ibu memiliki kenaikan berat badan
yang tidak sesuai dengan rekomendasi ACOG.
9. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat pendidikan
ibu dengan kejadian BBJR (p = 0,027).
10. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara riwayat abortus
dengan kejadian BBJR (p = 0,005)
11. Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara pekerjaan
dan kenaikan berat badan ibu dengan kejadian BBJR (p>0,05)
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan antara lain:
1. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar untuk dilakukan penelitian
selanjutnya untuk mengungkap faktor-faktor lain yang berkaitan dengan
kejadian BBJR.
2. Mengingat masih rendahnya kenaikan berat badan ibu yang sesuai dengan
rekomendasi ACOG diharapkan pihak-pihak tenaga kesehatan yang terkait
dapat tetap melakukan sosialisasi mengenai pentingnya kelengkapan nutrisi
ibu selama masa kehamilan secara berkesinambungan agar dapat
meningkatkan pengetahuan ibu tentang pentingnya mengonsumsi makan-
makanan yang sehat dengan nutrisi yang cukup selama masa kehamilan.
48
49
DAFTAR PUSTAKA
Aghamolaei, T., et al. 2007. Risk Factors Associated with Intrauterine growth
Retardation (IUGR) in Bandar Abbas. Journal Medical Science. Hal 665-669.
Ananda, M.R. 2013. Self Esteem antara Ibu Rumah Tangga yang Bekerja dengan
yang Tidak Bekerja. Jurnal Online Psikologi 1. Hal 40-55.
(http://ejournal.umm.ac.id, Diakses 9 Desember 2016)
Andzane, D., dkk. 2015. Intrauterine growth restriction: distribution, risk factors,
management of labour and outcome. International Journal Reproduction
Contraception Obstetrics and Gynecology. Hal 1117-1121.
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), Committee on
Obstetric Practice. 2013. Weight Gain During Pregnancy. The American
College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG).
Arduini, D dan Rizzo, G. 1992. Color Doppler Studies of Fetal Circulation In
Intrauterine Growth Retardation. Dalam: Jafee R, Warsof SL. Color Doppler
Imaging In Obstetrics and Gynecology. McGraw-Hill.
Bryan, SM, dan Hindmarsh, PC. 2006. Normal and Abnormal Fetal Growth.
London Centre of Paediatric Endocrinology and Metabolism, Institute of Child
Health, University College London, UK. Hormone Research.
Bahlman, F. 2000. Basic principles of Doppler ultrasound. Dalam: Merz E.
Ultrasound in Obstetrics and Gynecology Volume 1. Obstetrics, Thieme.
Barker, DJP. 2006. Birth Weight and Hypertension. Oregon Health and Science
University, Heart Research Center. American Heart Association.
Boersma, dan Wit, JM. 2002. Catch-up growth : Definision, mechanisms, and
models. Journal of Pediatric endocrinology and metabolisms.
Brodsky, D dan Christov, H. 2004. Current Concepts In Intrauterine Growth
Restriction, Analytic Reviews. Department of Newborn Medicine, Boston.
Brown, JS, Adera, T, dan Mash, SW. 2007. Previous Abortion and The Risk of
Low Birth Weight and Preterm Births. Department of Epidemiology and
50
Ernawati, F., Kartono, D., & Puspitasri, D. S. 2011. Hubungan Antenatal Care
Dengan Berat Badan Lahir Bayi Di Indonesia (Analisis Lanjut Data Riskesdas
2010). Gizi Indonesia.
Ferraz, EM, Gray, RH, dan Cunha, TM. 1990. Determinants of Preterm Delivery
and Intrauterine Growth Retardation in North-East Brazil. International
Journal Epidemiology.
Fikawati, S dan Syafiq, A. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Fakultas
Kesehatan Masyarkat Universitas Indonesia: Jakarta.
Gerard G. 2014. Esimation of Fetal Weight. Pennysylvania: American college of
obstreticians and Gynecologist.
Gomella, TL, Cunningham, MD, dkk. 2004. Neonatology Management,
Procedures, On-Call Problems, Diseases, and Drugs Edisi 5. McGraw-Hill:
New York.
Gunawan, Ary. 2000. Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis Sosiologi Tentang
Pelbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Harper, T dan Lam, G. 2003. Fetal Growth Restriction. University of North
Carolina at Chapel Hill. (http://emedicine.medscape.com/article/261226-
overview#showall, Diakses pada 31 Oktober 2016).
Huliana, M. 2007. Panduan Menjalani Kehamilan Sehat. Penerbit Puspa Swara:
Jakarta.
Ismet, Fitriyanti. 2013. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan angka
kelahiran bayi denngan berat badan rendah. Gorontalo: Universitas Negeri
Gorontalo. (http://kim.ung.ac.id/index.php/KIMFIKK/article/download/2856/
2832, Diakses pada 09 desember 2016)
Jamal M, Khan N. 2003. Maternal Factors Associated with Low Birth Weight.
Journal College Physicians Surg Pak.
Johnson, J dan Tough, S. 2012. Delayed Child-Bearing. Society of
Obstetricians and Gynaecologist of Canada. Journal of
Obstetrics and Gynaecology Canada.
Kallan, JE. 2012. Effects of Interpregnancy Intervals on Preterm Birth,
Intrauterine Growth Retardation, and Fetal Loss. Social Biology. Hal 231-45.
52
Mertz, E. 2005. Fetal Growth Disturbances In The Second and Third Trimesters.
Dalam: Merz E. Ultrasound In Obstetrics and Gynecology, Vol 1 : Obstetrics.
Thieme.
Merwe, KVD, Hoffman, R, dan Black, V. 2011. Birth outcomes in South African
women receiving highly active antiretroviral therapy: a retrospective
observational study. Journal of International AIDS Society.
Mitchell, MK. 2003. Nutrition across the life span. 2nd ed. USA: Penerbit
Elsevier.
Multifiah. 2002. Analisis Kompetensi Alokasi Waktu dan Produktivitas Wanita
Pekerja di Pedesaan dan Perkotaan. Jurnal Tropika volume 10.
Mutalazimah. 2005. Hubungan lingkar lengan atas dan kadar hemoglobin ibu
hamil dengan berat bayi lahir di RSUDDr. Moewardi Surakarta. Jurnal
Penelitian Sains dan Teknologi. Hal 114-26.
Nahum, GG dan Stanislaw H. 2003. Relationship of Maternal Factors to Birth
Weight. Department of Obstetrics and Gynecology Duke Medical University.
The Journal of Reproductive Medicine.
Neel, N. R., Alvarez. Jose. 1991. Maternal Risk Factors for Low Birth Weight and
Intrauterine Growth Retardation in a Guatemalan Population. Buletin of
PAHO.
Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Rineka Cipta,
Jakarta.
Odibo AO, Nelson D, Stamilio DM, Sehdev HM, Macones GA. 2006. Advanced
maternal age is an independent risk factor for intrauterine growth restriction.
American Journal Perinatology. July 23(5):325-8.
Owen, P, Osman, I, dan Farrell, T. 2002. Is There a Relationship between Fetal
Weight and Amniotic Fluid Index? Department of Obstetrics, Princess Royal
Maternity United Kingdom. Ultrasound in Obstetrics and Gynecology.
Pareren, YK, Duivenvoorden, HJ, dan Slijper, FS. 2004. Intelligence and
psychosocial functioning during long-term growth hormone therapy in
children born small for gestational age.
54
Perry, IJ, Beevers, DG, dan Whincup, PH. 1995. Predictors of Ratio of Placental
Weight to Fetal Weight in Multiethnic Community. Department of Public
Health, Royal Free Hospital School of Medicine, London. British Medical
Association.
POGI. 2016. Panduan Pengelolaan Kehamilan Dengan Pertumbuhan Janin
Terhambat di Indonesia. Himpunan FM Persatuan Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia.
Prawirohardjo, S. 2007. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo: Jakarta.
Proverawati, A dan Sulistyorini. 2010. BBJR (Berat Badan Lahir Rendah). Nuha
Medika: Yogyakarta.
Rao, M, Hediger, ML, dkk. 2001. Effect of breastfeeding on cognitive
development of infants born small for gestational age. Acta Paediatrics.
Rochjati, P. 2003. Skrining antenatal pada ibu hamil: pengenalan faktor risiko.
Surabaya: Airlangga University Press.
Rohan dan Siyoto, H, S. 2013. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Rosmaliana, E. 2002. Perbedaan Berat Badan Lahir Bayi yang Dilahirkan oleh Ibu
yang Mengalami Hipertensi dengan Ibu yang Tidak Mengalami Hipertensi
pada Kehamilannya di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan Tahun 2002.
Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Saenger, P, Czernichow, P, dkk. 2007. Small for gestational age: shortstature and
beyond. Endocrine reviews.
Sahu, MT, Agarwal, A, dan Das V. 2007. Impact of Maternal Body Mass Index on
Obstetric Outcome. Department of Obstetrics and Gynecology, King George's
Medical University, Lucknow, India. The Journal of Obstetrics and
Gynaecology Research.
Shinwell, ES, dan Blickstein, I. 2007. The Risks for Very Low Birth Weight
Infants from Multiple Pregnancies. Departments of Neonatology, Obstetrics
and Gynecology, Kaplan Medical Center, Rehovot, Hebrew University,
Jerusalem, Israel.
55
Zubair, D. S. dan Gour, S. S. 2016. A study of Antenatal risk factors and fetal
outcome in IUGR pregnancies. New Dehli: Alshifa Multi Speciality Hospital
Jamianagar.