Sie sind auf Seite 1von 56

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Insidensi pertumbuhan janin terhambat (PJT) diperkirakan sekitar 5-7%.
Beberapa penelitian memperlihatkan persentase yang lebih tinggi (sampai 15%
kehamilan), namun beberapa laporan ditemukan insidensi PJT dan kecil masa
kehamilan (KMK) sama. Walaupun terdapat kemajuan dalam pelayanan
obstetrik, insidensi PJT masih tinggi pada negara berkembang. Pada kebanyakan
komunitas Barat, insufisiensi plasenta merupakan penyebab utama PJT,
sedangkan asupan gizi maternal yang kurang dan infeksi malaria memegang
peranan yang lebih besar pada negara berkembang (Brodsky, 2004).
Lebih kurang seperempat dari bayi yang lahir dengan BBL dibawah
persentil ke-10 mempunyai berat badan normal jika dihubungkan dengan berat
badan ibu, fenotip paternal atau tinggal didaerah dataran tinggi. Sebagai contoh
perbedaan geografi ini dapat kita jumpai di Amerika Serikat dimana adanya
perbedaan berat badan sekitar 100 gram sampai 200 gram pada usia
kehamilan yang sama antara bayi-bayi di Denver dibandingkan di Canada
(Creasy, 1994). Pada penelitian diempat pusat fetomaternal di Indonesia tahun
2004-2005 didapatkan 571 bayi KMK pada 14.702 persalinan atau rata-rata
4,40%. Paling sedikit di RS Dr. Soetomo Surabaya 2,08% dan paling banyak di
RS Dr. Sardjito Yogyakarta 6,44% (POGI, 2016). Bayi dengan gangguan
pertumbuhan mempunyai risiko untuk terjadinya aspirasi mekonium, polisitemia,
hipoglikemia, masalah pertumbuhan dan perkembangan jangka panjang. Bila
kasus PJT dikenali lebih awal, kemungkinan komplikasi tersebut dapat dikurangi
(Karsono, 2002).
Salah satu penyebab kematian bayi adalah faktor berat badan rendah (CDC,
2016). Saat ini, angka kematian bayi (AKB) di dunia sebesar 4,5 miliar kematian
atau 32 kematian per 1000 kelahiran hidup (WHO, 2015). Tren angka kematian
bayi Indonesia meningkat setiap tahunnya. Menurut Survei Demografi dan
2

Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012, AKB Indonesia sebesar 19 per
1000 kelahiran hidup, meningkat di tahun 2013 mencapai 32 per 1.000 kelahiran
hidup. Berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), AKB ini
menurun pada tahun 2015, yaitu sebesar 22,23 per 1000 kelahiran hidup
(Kemenkes RI, 2015).
Berdasarkan hasil pencatatan rutin, Provinsi Sumatera Selatan memiliki
AKB yang rendah. AKB Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2012 sebesar 3,3
per 1.000 kelahiran hidup, menurun menjadi 2,8 per 1000 kelahiran hidup tahun
2013, meningkat kembali menjadi 3,7 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2014.
Namun, pemerintah Sumatera Selatan mengakui angka kematian bayi di Provinsi
Sumatera Selatan dalam beberapa tahun terakhir masih sulit ditentukan, karena
tidak ada survey atau penelitian khusus (Dinkes Sumsel, 2015).
Berat badan rendah mempunyai kontribusi yang buruk terhadap dampak
kesehatan, seperti terjadinya peningkatan morbiditas, mortalitas, dan disabilitas,
yang akan mengakibatkan dampak jangka panjang (WHO, 2014). Dampak dari
bayi lahir dengan berat badan rendah ini adalah pertumbuhan yang terlambat,
termasuk pertumbuhan otak, sehingga cenderung memiliki penampilan intelektual
yang rendah daripada bayi yang berat lahirnya normal. Bayi berat badan rendah
dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang
selanjutnya, menyebabkan butuhnya biaya perawatan tinggi dan menurunkan
kecerdasan bangsa (Wiknjosastro, 2008). Untuk meningkatkan kualitas manusia
harus dimulai sedini mungkin sejak janin dalam kandungan. Selama ini, intervensi
masih berfokus pada bayi yang sudah lahir, sehingga intervensi terhadap kematian
bayi dikatakan terlambat. Akan menjadi optimal apabila pencegahan kematian
bayi dilakukan secara dini dengan mencegah terjadinya berat badan rendah pada
tahap bayi masih dalam kandungan (Ernawati, Kartono, & Puspitasri, 2011).
Antenatal care (ANC) adalah salah satu cara untuk menyiapkan baik fisik
maupun mental ibu di dalam masa kehamilan dan kelahiran serta menemukan
kelainan dalam kehamilan dalam waktu dini sehingga dapat ditangani secepatnya.
Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan secara teratur dapat menurunkan angka
kecatatan dan kematian baik ibu maupun janin, juga memantau berat badan janin.
3

Janin dalam kandungan sudah dapat terdeteksi berat badannya melalui


pemeriksaan ultrasonografi (USG). Berdasarkan hasil penelitian Ernawati, dkk
didapatkan bahwa angka kunjungan ANC yang rendah berpengaruh terhadap
BBJR. Ibu yang melakukan kunjungan antenatal care lebih dari 4 kali mempunyai
peluang untuk tidak melahirkan anak berat badan rendah sebesar 1,8 kali
dibandingkan dengan ibu yang melakukan antenatal care kurang dari 4 kali
(Ernawati, Kartono, & Puspitasri, 2011).
Banyak faktor, baik endogen maupun eksogen, yang sering dihubungkan
dengan kejadian BBJR, seperti faktor ibu (kondisi ibu saat hamil, paritas, jarak
kehamilan, ibu dengan usia ekstrim (<20 atau >35 tahun), faktor paternal (tinggi
ayah), pengaruh lingkungan (paparan asap rokok, ketinggian tempat tinggal,
ketersediaan nutrisi yang cukup, tingkat aktivitas fisik), faktor fisiologis
(metabolisme glukosa, kadar hemoglobin), faktor patologi berupa penyakit
penyerta ibu (hipertensi, malformasi uterus), dan komplikasi kehamilan (diabetes
mellitus gestasional, preeklampsia) (Yuliani, 2015). Bayi akan berpeluang besar
lahir dengan berat badan rendah jika berat badan janin terdahulunya rendah. Akan
tetapi, penelitian tentang angka kejadian dan faktor risikonya berat badan janin
rendah (BBJR) belum ditemui. Dilatarbelakangi oleh data di atas, peneliti ingin
mengetahui angka kejadian berat badan janin rendah dan faktor risikonya di
Puskesmas Dempo, Puskesmas Merdeka, Puskesmas Sematang Borang,
Puskesmas Gandus, dan Puskesmas Pembina di Kota Palembang tahun 2016.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Angka kejadian berat badan janin rendah dan faktor risikonya di
Puskesmas Dempo, Puskesmas Merdeka, Puskesmas Sematang Borang,
Puskesmas Gandus, dan Puskesmas Pembina Kota Palembang tahun 2016.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Menghitung angka kejadian berat badan janin rendah dan faktor
risikonya di Puskesmas Dempo, Puskesmas Merdeka, Puskesmas
4

Sematang Borang, Puskesmas Gandus, dan Puskesmas Pembina Kota


Palembang tahun 2016.
1.3.2 Tujuan Khusus
- Mengetahui prevalensi kejadian berat badan janin rendah dari ibu hamil
di Puskesmas Dempo, Puskesmas Merdeka, Puskesmas Sematang
Borang, Puskesmas Gandus, dan Puskesmas Pembina Kota Palembang
tahun 2016.
- Mengetahui faktor risiko berat badan janin rendah berdasarkan faktor
ibu (usia ibu, usia kehamilan, pendidikan, Indeks Massa Tubuh (IMT),
kadar Hb, paritas, riwayat abortus, jarak kehamilan terakhir, tekanan
darah, penyakit penyerta) dan faktor janin (volume amnion dan
kehamilan ganda) di Puskesmas Dempo, Puskesmas Merdeka,
Puskesmas Sematang Borang, Puskesmas Gandus, dan Puskesmas
Pembina Kota Palembang tahun 2016.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
Mengetahui angka kejadian berat badan janin rendah dan faktor
risikonya di Puskesmas Dempo, Puskesmas Merdeka, Puskesmas
Sematang Borang, Puskesmas Gandus, dan Puskesmas Pembina Kota
Palembang tahun 2016.
1.4.2 Ilmu Pengetahuan
a. Menjadi pertimbangan untuk melakukan perencanaan pelayanan
kesehatan demi meningkatkan mutu pelayanan kesehatan untuk
masyarakat.
b. Sebagai rujukan data bagi penelitian selanjutnya dalam
permasalahan yang serupa atau pun penelitian lain dalam bidang
ilmu kebidanan dan penyakit kandungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Berat Badan Janin Normal


Berat janin dapat diklarifikasikan menjadi 3 kategori: (1) Dalam rasio
normal (sering didefinisikan sebagai persentil 10 -90 sesuai usia kehamilan), (2)
kecil untuk usia kehamilan (persentil <10), atau (3) besar untuk usia kehamilan ( >
persentil 90). Sampai janin dilahirkan, metode yang membantu dalam
mengevaluasi berat janin dalam rahim adalah dengan menempatkan berat janin
sesuai kategori yang ada. Namun, hal ini bergantung pada populasi pasien yang
akan dievaluasi untuk menetapkan persentil standar. Akan keliru jika
menggunakan kategori dari ras lain. Misalnya, kurva berat janin standar untuk ras
Kaukasia tidak tepat diterapkan untuk ras Afrika Amerika (Gerard, 2014).
Standar kurva pertumbuhan janin yang berguna untuk memperkirakan
kisaran berat janin dipakai untuk populasi perempuan pada setiap usia kehamilan
tertentu. Namun, kurva ini hanya berlaku untuk populasi ibu hamil. (WHO, 2011).
Walaupun estimasi berat janin berdasarkan usia kehamilan dapat dibuat untuk
kelompok individu yang secara demografis mirip dengan penduduk referensi di
mana data asli diperoleh, informasi ini tidak dapat diterapkan untuk setiap ibu
hamil. Selain itu, semua tabel yang dibuat seperti mengandaikan bahwa usia
kehamilan janin aterm; tanpa usia gestasional yang tepat, kurva pertumbuhan
janin tidak dapat diterapkan dengan tepat (Gerard, 2014).
Dalam kajian sistematis dari 36 studi, Shah menemukan bahwa, selain
tinggi orang tua, karakteristik yang terkait dengan berat badan lahir rendah
termasuk usia ekstrim orang tua dan riwayat orang tua dengan berat lahir rendah.
Asosiasi yang paling mungkin adalah berat badan janin rendah dengan berat
badan lahir dan tingkat pendidikan yang rendah. (Loughna, 2009).

5
6

Tabel 2.1 Persentil Berat Badan untuk Populasi Lokal (WHO, 2011)

Usia Gestasi Persentil


(minggu)
99th 97th 95th 90th 75th mean 25th 10th 5th 3rd 1st
24 820 786 768 741 695 644 593 547 520 502 468
25 957 918 897 865 812 752 692 639 607 586 547
26 1110 1064 1040 1003 941 872 803 741 703 679 634
27 1278 1225 1198 1155 1083 1004 924 853 810 782 730
28 1461 1401 1369 1320 1238 1147 1057 975 926 894 834
29 1658 1590 1554 1498 1405 1302 1199 1106 1051 1015 947
30 1869 1792 1751 1689 1584 1468 1352 1247 1184 1144 1067
31 2091 2005 1960 1890 1773 1643 1513 1395 1325 1280 1194
32 2324 2228 2178 2100 1970 1825 1681 1551 1473 1422 1327
33 2564 2459 2403 2317 2173 2014 1854 1711 1625 1569 1464
34 2809 2694 2632 2538 2381 2206 2032 1874 1780 1719 1604
35 3056 2930 2864 2761 2590 2400 2210 2039 1937 1870 1745
36 3301 3165 3093 2983 2798 2593 2387 2203 2092 2020 1885
37 3540 3395 3318 3199 3001 2781 2561 2362 2244 2167 2021
38 3770 3615 3533 3407 3196 2961 2727 2516 2390 2308 2153
39 3987 3823 3736 3603 3380 3132 2884 2660 2527 2440 2276
40 4186 4014 3923 3783 3549 3288 3028 2794 2653 2562 2390
41 4365 4185 4090 3944 3700 3428 3157 2913 2766 2671 2492

2.2 Berat Badan Janin Rendah (BBJR)


2.2.1 Definisi
BBJR adalah berat badan janin dibawah persentil 10 atau 2 standar
deviasi sesuai usia kehamilan. Definisi BBJR dijelaskan sebagai berat badan
janin lebih rendah dari populasi normal atau lebih rendah dari berat badan yang
telah ditentukan (Kiess, 2009). Definisi untuk pertumbuhan janin terhambat
(PJT) saat ini masih belum jelas, sulit membedakan antara PJT dengan janin
kecil masa kehamilan (KMK). KMK adalah janin dengan taksiran berat janin
(TBJ) kurang dari persentil 10. Hal ini bukan merupakan suatu kelainan
pertumbuhan yang patologis, bahkan hanya menggambarkan taksiran berat janin
yang dibawah kisaran normal. PJT tidak sama dengan janin KMK (POGI, 2016).
Ada literatur yang menyatakan KMK adalah istilah untuk bayi, sedangkan PJT
adalah istilah untuk janin (DeCherney, 2006). Sekitar 70% janin dengan TBJ
dibawah persentil 10 adalah janin yang kecil secara konstitusional, sehingga
terminologi PJT tidak tepat untuk beberapa janin (POGI, 2016) Membedakan
7

antara proses normal dan patologis pada pertumbuhan janin sangat sulit.
Beberapa faktor yang mempengaruhi berat janin adalah tinggi orang tua, paritas,
etnis dan jenis kelamin janin (DeCherney, 2006).
BBJR tidak dapat didefinisikan secara langsung. Hal ini membutuhkan
beberapa persyaratan, seperti (Pareren dkk, 2004) :
1. Pengetahuan yang akurat tentang usia kehamilan (idealnya berdasarkan
pemeriksaan USG pada trimester pertama usia kehamilan),
2. Patokan terhadap data referensi dari populasi yang relevan. Patokan ini
memiliki berbagai variasi pada per sentil ke-10, 3, atau kurang dari 2 SD dari
nilai rata-rata (persentil ke 2).
8

Gambar 2.3 Klasifikasi bayi baru lahir (kedua jenis kelamin) pada pertumbuhan
intrauterin dan usia kehamilan (Gomella TL, dkk, 2004)

2.2.2 Etiologi
Secara keseluruhan, penyebab PJT bervariasi. PJT dapat disebabkan
adanya gangguan pada janin, plasenta, maupun maternal. Terdapat hubungan
9

yang erat antara PJT, kelainan susunan kromosom, dan malformasi kongenital.
Secara spesifik, janin dengan kelainan autosomal lainnya (contoh: penghapusan
kromosom cincin) biasanya memiliki gangguan pertumbuhan (Cunningham,
2012).
Brodsky (2004) melaporkan dari 458 janin dengan usia gestasi 17 minggu
sampai 39 minggu dengan PJT, ditemukan 19% memiliki kelainan susunan
kromosom (paling banyak trisomi 18). Diantara 13.000 bayi yang lahir dengan
malformasi mayor (paling banyak anensepali), 22% mengalami PJT (Harper dan
Lam, 2003). PJT jarang dikaitkan dengan infeksi janin pada kehamilan trimester
pertama atau kedua, termasuk sitomegalovirus, malaria, parvovirus, dan rubella.
Kebanyakan ke arah PJT simetris pada awal gestasi (Brodsky, 2004).
Penyakit pembuluh darah ibu yang kronis yang berkaitan dengan
hipertensi, diabetes mellitus, penyakit ginjal, atau penyakit kolagen pembuluh
darah merupakan penyebab PJT yang paling umum di negara berkembang.
Pengaruh yang paling banyak ditimbulkan jika terjadinya hipertensi pada awal
kehamilan, dan lebih berat jika berhubungan dengan hipertensi kronis dan
superimposed preecklampsia (Cunningham, 2012).
Keadaan hiperkoagulasi maternal, seperti trombofilia dan sindrom antibodi
antifosfolipid, juga dapat menghambat pertumbuhan, baik akibat pembentukan
trombosis plasental atau akibat efek sekunder dari hipertensi maternal. Hipoksia
persisten maternal akibat ketinggian, penyakit jantung dan paru yang parah, dan
anemia kronik dapat mengurangi oksigenasi pada janin sehingga menghambat
pertumbuhan janin (Brodsky, 2004).

2.2.3 Klasifikasi
Terjadinya PJT dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok. PJT tipe-1
(simetris, proporsional) dijumpai tubuh janin secara keseluruhan berukuran kecil
akibat berkurangnya potensi pertumbuhan janin dan berkurangnya proliferasi
seluler semua organ janin. PJT tipe-1 ditandai dengan berat badan, lingkar kepala
dan panjang badan yang berada dibawah persentil ke-10. PJT simetris ini terjadi
selama kehamilan trimester ke-1 dan trimester ke-2 dan angka kejadiannya kira-
10

kira 20-30% dari seluruh bayi PJT (Cunningham, 2012).


PJT tipe-2 (asimetris, disproporsional) terjadi karena janin kurang mendapat
nutrisi dan energi, sehingga sebagian besar energi digunakan secara langsung
untuk mempertahankan pertumbuhan organ vital (seperti otak dan jantung). Hal
ini umumnya terjadi akibat insufisiensi plasenta (Cunningham, 2012). PJT
asimetris mempunyai ukuran kepala normal tetapi lingkar perut kecil. PJT tipe-2
memiliki berat badan yang kurang dari persentil ke-10, sedangkan ukuran kepala
dan panjang badan normal. PJT asimetris terjadi pada trimester terakhir, yang
disebabkan karena terjadinya penurunan kecepatan pertumbuhan. PJT kombinasi
diduga mengalami pemendekan skeletal, sedikit pengurangan dari masa jaringan
lunak. Jika malnutrisi terjadi dalam jangka waktu lama dan parah, janin
kemungkinan akan kehilangan kemampuan untuk kompensasi sehingga terjadi
peralihan dari PJT kombinasi menjadi PJT tipe simetris (Bahlman, 2000).
Proses pertumbuhan sel-sel secara mitosis cepat pada organ-organ janin dan
plasenta, dapat dibagi kedalam 3 fase, yakni (Cunningham, 2012) :
1. Fase Hiperplasia atau Proliferasi (penambahan jumlah sel)
Terjadi penggandaan sel-sel secara mitosis cepat pada organ-organ janin dan
peningkatan kandungan DNA. Hal ini terjadi sejak permulaan perkembangan
janin sampai usia kehamilan 16 minggu.
2. Fase Hiperplasia dan Hipertropi
Terjadi penurunan mitosis sel dan peningkatan ukuran sel. Hal ini berlangsung
sampai usia kehamilan 32 minggu.
3. Fase Hipertropi
Terjadi peningkatan kecepatan pertambahan ukuran sel, akumulasi jaringan
lemak, otot dan jaringan ikat, dimana puncak kecepatan pertambahan ukuran
sel terjadi pada usia kehamilan 33 minggu.
Fase hiperplasia dimulai pada awal perkembangan janin, kemudian secara
bertahap terjadi pergeseran ke fase hipertropi. Gangguan pertumbuhan pada
malnutrisi yang terjadi selama fase hiperplasia akan menyebabkan berkurangnya
jumlah sel yang sifatnya permanen (PJT simetris) (Arduini, 1992). Malnutrisi
yang terjadi selama fase hipertropi akan menyebabkan berkurangnya ukuran sel,
11

yang sifatnya reversibel (PJT asimetris). Apabila malnutrisi terjadi pada fase
hiperplasia dan hipertropi akan menyebabkan berkurangnya jumlah dan ukuran
sel (PJT kombinasi) (Mertz, 2005).

2.2.4 Dampak Neurologis dan Intelektual


Hasil studi observasional berskala besar, terdapat hubungan antara gangguan
kognitif dengan berat badan lahir rendah, panjang badan lahir yang pendek, dan
lingkar kepala yang kecil untuk masa kehamilan. Efek gangguan kognitif ini
adalah sedang namun bermakna. Mereka tumbuh tanpa tahap tumbuh kejar terkait
dengan tinggi badan dan / atau lingkar kepala (Lundgren dkk, 2001).
Bayi yang terlahir sebagai bayi BBJR, khususnya berhubungan dengan
kemampuan kognitif yang lebih rendah dalam bidang matematika dan
kepahamannya dalam hal membaca, lebih emosional, dan memiliki gangguan.
Perhatian dan Perilaku Hiperaktif (GPPH). Hasil penelitian yang diperoleh, perlu
dilakukan evaluasi dan intervensi dini terhadap perkembangan neurologis bagi
anak-anak dengan risiko tinggi. ASI eksklusif (24 minggu atau lebih) dapat
mencegah beberapa penurunan intelektual (Rao dkk, 2001).
Terapi Growth Hormon (GH) dapat menginduksi pertumbuhan kejar lingkar
kepala terutama pada mereka yang memiliki lingkar kepala kecil saat lahir. Ada
beberapa bukti bahwa GH juga dapat meningkatkan Intelegensy Quotion (IQ)
pada anak BBJR, namun diperlukan beberapa data tambahan (Bryan dan
Hindmarsh, 2006). Hasil data evaluasi jangka panjang untuk anak-anak yang lahir
BBJR tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam hal pekerjaan, status
perkawinan, atau kebahagiaan dalam hidup. Namun, dalam hal pekerjaan, mereka
lebih rendah dari segi profesionalitas dan manajerial dan penghasilan mereka pun
lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan mereka yang lahir normal
(Pareren, 2004).

2.3 Vaskularisasi Uterus


Pembuluh darah uterus berasal dari arteri uterina dan arteri ovarika. Arteri
uterina merupakan cabang dari arteri hipogastrika melalui ligamentum latum,
12

menuju uterus setinggi osteum uteri internum. Arteri uterina bercabang dua, yaitu
(1) arteri uterina asenden yang menuju korpus uteri sepanjang dinding lateral dan
memberikan cabangnya menuju uterus dan di dasar endometrium membentuk
arteri spiralis uteri dan (2) di bagian atas mengadakan anastomosis dengan arteri
ovarika untuk memberikan darah pada tuba fallopii dan ovarium melalui ramus
tubarius dan ramus ovarika. Arteri ovarika merupakan cabang dari aorta, menuju
uterus melalui ligamentum infundibulopelvikum memberikan darahnya pada tuba
fallopii, ovarium, dan fundus uteri (Manuaba, 2010).
Pembuluh darah venanya masuk menuju vena kava inferior, kecuali vena
ovarika kiri menuju vena renalis. Pembuluh limfe serviks menuju ke kelenjar
limfe hipogastrika, sedangkan aliran limfe yang berasal dari fundus uteri menuju
kelenjar limfe yang terdapat di kelenjar-kelenjar lumbal. Aliran limfe ini penting
diketahui untuk menentukan metastase keganasan serviks atau korpus uteri
(Manuaba, 2010).

2.4 Faktor Risiko Berat Badan Janin Rendah


Berat badan lahir merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor melalui
suatu proses yang berlangsung selama berada dalam kandungan. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir adalah faktor intrinsik maupun faktor
ekstrinsik. Di antaranya adalah faktor maternal, paternal, lingkungan, keadaan
patologi, dan komplikasi kehamilan, seperti hipertensi, preeklamsia dan diabetes
mellitus gestasional (Nahum dan Stanislaw, 2003).
Perbedaan nyata juga terlihat dalam berat badan lahir dari ibu yang berbeda
etnis dan ras. Bergantung pada ras, rata-rata berat lahir bayi berbeda 141-395
gram pada kehamilan aterm. Penyebab pasti dari faktor ini belum diketahui pasti,
namun diduga berkaitan dengan faktor genetik dan faktor metabolisme yang
berbeda-beda pada setiap etnis dan ras. Sebagai contoh, bayi yang dilahirkan etnis
Asia dan Afrika lebih kecil dibandingkan etnis Kaukasia pada usia kehamilan
yang sama. Faktor lain yang mempengaruhi berat janin adalah tinggi ibu, tingkat
obesitas ibu, pertambahan berat badan ibu selama kehamilan, jumlah paritas, jenis
kelamin janin, lokasi ketinggian tempat tinggal ibu, konsentrasi hemoglobin ibu,
13

tinggi ayah, kebiasaan merokok, dan keadaan toleransi glukosa ibu (Perry IJ,
1995).

2.4.1 Usia Ibu


Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir. Kehamilan dibawah umur
16 tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi, 2-4 kali lebih tinggi di
bandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup umur. Pada umur yang
masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi wanita dan fungsi
fisiologinya belum optimal. Selain itu, emosi dan kejiwaannya belum cukup
matang, sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi
kehamilannya secara sempurna dan sering terjadi komplikasi. Selain itu, semakin
muda usia ibu hamil, maka akan terjadi bahaya bayi lahir kurang bulan,
perdarahan, dan berat badan lahir rendah (Rochjati, 2003).
Meski kehamilan dibawah umur sangat berisiko, tetapi kehamilan di atas
usia 35 tahun juga tidak dianjurkan karena sangat berbahaya. Mengingat mulai
usia ini sering muncul penyakit, seperti hipertensi, tumor jinak peranakan, organ
kandungan sudah menua, dan jalan lahir telah kaku. Kesulitan dan bahaya yang
akan terjadi pada kehamilan diatas usia 35 tahun ini adalah preeklamsia, ketuban
pecah dini, perdarahan, persalinan tidak lancar dan berat bayi lahir rendah
(Rochjati, 2003).
Usia 2035 tahun adalah usia reproduksi optimal untuk mengandung.
Dalam kurun waktu sehat, diketahui bahwa usia tersebutlah yang aman untuk
kehamilan dan persalinan, dimana organ reproduksi sudah sempurna dalam
menjalani fungsinya (Johnson, 2012).

2.4.2 Pendidikan Ibu


Pendidikan adalah upaya persuasi yang direncanakan untuk mempengaruhi
orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat, sehingga mau melakukan
tindakan-tindakan (praktik) untuk mengatasi masalah dan meningkatkan
kesehatannya. Tindakan mengatasi masalah dan peningkatan kesehatan yang
14

dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan


kesadarannya melalui proses pembelajaran (Notoatmodjo, 2005).
Pendidikan memiliki pengaruh yang nyata terhadap kesehatan ibu. Perlu
dipertimbangkan bahwa faktor tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah
tidaknya sesorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka
peroleh. Dalam kepentingan gizi keluarga, pendidikan sangat diperlukan agar
seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga dan bisa
mengambil tindakan secepatnya (Fikawati dan Syafiq, 2007).
Pendidikan yang dimiliki oleh ibu akan mempengaruhi pengetahuan dalam
pengambilan keputusan dan juga akan berpengaruh terhadap perilakunya. Ibu
dengan pengetahuan gizi baik kemungkinan akan memberikan gizi yang cukup
bagi dia dan bayinya. Terlebih jika seorang ibu tersebut memasuki masa ngidam,
yang mana perut rasanya tidak mau diisi, mual, dan rasa yang tidak karuan.
Walaupun dalam kondisi yang demikian, bila seseorang memiliki pengetahuan
yang baik, maka ia akan berusaha untuk memenuhi gizinya dan juga bayinya
(Proverawati dan Sulistyorini, 2010). Rendahnya pendidikan dan pengetahuan
berpengaruh pada tingkat kesadaran dan kesehatan, pencegahan penyakit (wanita
dengan tingkat pendidikan yang tinggi cenderung lebih memperhatikan
kesehatan dalam dan keluarganya (Syafrudin dan Mariam 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati & Mutalazimah tahun
2004 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara pendidikan ibu dengan BBJR. Penelitian yang dilakukan oleh
Djaja dkk di Cirebon tahun 2003, didapatkan hasil bahwa 57% ibu dari bayi yang
BBJR berpendidikan SD SMP. Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sihombing & Riyandina, di Jakarta nahwa ada hubungan bermakna antara
tingkat pendidikan dengan anemia pada ibu hamil responden yang berpendidikan
rendah (SD, SMP) beresiko anemia 3,3 kali dibandingkan dengan responden
yang berpendidikan tinggi (SMA, D3, PT) (95%) (Djaja, 2003).

2.4.3 Indeks Massa Tubuh (IMT)


15

Penambahan berat badan selama kehamilan dapat mempengaruhi


kesehatan ibu dan anaknya. Demografi wanita hamil telah berubah secara
dramatis selama beberapa dekade terakhir, lebih banyak perempuan yang
kelebihan berat badan pada saat hamil. Sebagian besar perubahan berat badan
selama kehamilan berasal dari uterus dan isinya, lalu payudara, volume darah,
dan cairan ekstraseluler (ACOG, 2013).

Tabel 2.2. Rekomendasi penambahan berat badan selama kehamilan


Indeks Massa Tubuh IMT Rekomendasi total
Kategori (kg/m2) kenaikan BB (kg)
Underweight < 18,5 12,5 18
Normal 18,524,9 11.5 16
Overweight 2529,9 7 11,5
Obesitas 30 4,9 9
Gemeli 16 20,5
Sumber : American College of Obstetricians and Gynaecologyst, 2013

Pada trimester ke-2 dan ke-3, pada perempuan dengan gizi baik,
dianjurkan menambah berat badan per minggu sebesar 0,36-0,4 kg, sementara
pada perempuan dengan gizi kurang dianjurkan penambahan berat badan per
minggu 0,4-0,58, berat badan berlebih sebesar 0,22-0,31 kg, dan perempuan
obesitas sebesar 0,18-0,27 kg (ACOG, 2013).
Asupan gizi sangat menentukan kesehatan ibu hamil dan janin yang
dikandungnya. Kebutuhan gizi pada masa kehamilan akan meningkat sebesar
15% dibandingkan dengan kebutuhan wanita normal. Peningkatan gizi ini
dibutuhkan untuk pertumbuhan rahim (uterus), payudara (mammae), volume
darah, plasenta, air ketuban, dan pertumbuhan janin. Makanan yang dikonsumsi
oleh ibu hamil akan digunakan untuk pertumbuhan janin sebesar 40 % dan
sisanya 60 % digunakan untuk pertumbuhan ibunya (Huliana, 2007).
Berat badan sebelum hamil dan perubahan berat badan selama kehamilan
berlangsung merupakan parameter klinik yang penting untuk memprediksikan
berat badan lahir rendah bayi. Wanita dengan berat badan rendah sebelum hamil
atau kenaikan berat badan rendah sebelum hamil atau kenaikan berat badan tidak
cukup banyak pada saat hamil cenderung melahirkan bayi dengan berat badan
16

rendah. Disamping itu, obesitas pada ibu hamil juga sangat mempengaruhi berat
badan janin dengan hubungan secara langsung. Semakin besar berat ibu, semakin
besar janin yang dilahirkan (Sahu dkk, 2007).

2.4.4 Kadar Hemoglobin (Hb) Ibu


Kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang
dilahirkan. Menurut Sarwono (2007), seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia
bila kadar hemoglobinnya dibawah 12 gr/dl. Data Depkes RI (2008) diketahui
bahwa 24,5% ibu hamil menderita anemia. Anemia pada ibu hamil akan menambah
risiko mendapatkan bayi berat lahir rendah (BBJR), risiko perdarahan sebelum dan
pada saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya, jika ibu
hamil tersebut menderita anemia berat (Depkes RI, 2008). Hal ini disebabkan karena
kurangnya suplai darah nutrisi akan oksigen pada plasenta yang akan berpengaruh
pada fungsi plasenta terhadap janin. (Prawirohardjo, 2007)
Konsentrasi hemoglobin maternal menerangkan 2,6% dari variasi berat
lahir bayi, terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi berat janin. Berat
badan lahir dengan konsentrasi hemoglobin berbanding terbalik, dimana setiap
peningkatan 1,0 g/dl konsentrasi hemoglobin ibu, berat janin aterm akan
berkurang 89 gram. Efek ini disebabkan oleh perubahan viskositas darah,
kenaikan nilai hematokrit yang disebabkan oleh kadar hemoglobin darah yang
meningkat. Peningkatan viskositas darah menyebabkan aliran darah menuju
pembuluh-pembuluh darah kecil terhambat, termasuk yang di plasental bed.
Efek ini menjelaskan kenapa ibu yang bertempat tinggal di daerah tinggi
cendrung melahirkan janin dengan berat lahir rendah (Nahum dan Stanislaw,
2003).

2.4.5 Paritas
Jumlah paritas juga berhubungan dengan berat janin. Semakin banyak
jumlah paritas, semakin besar janin akan dilahirkan. Pada kehamilan aterm, akan
terjadi penambahan berat sebesar 0,2-0,5 gram/hari untuk setiap penambahan
jumlah 1 persalinan (Nahum dan Stanislaw, 2003).
17

Pada primigravida, ibu benar-benar memperhatikan kehamilannya sehingga


pemenuhan gizi ibu tercukupi dan ibu secara rutin melakukan ANC. Sedangkan
pada kehamilan kedua atau ketiga, para ibu merasa sudah berpengalaman,
sehingga cenderung untuk menganggap biasa perkembangan bayi dibandingkan
dengan kehamilan pertamanya. Kehamilan lebih dari empat berisiko mengalami
komplikasi serius, seperti perdarahan dan infeksi yang akan mengakibatkan
adanya kecenderungan bayi lahir dengan kondisi BBJR, bahkan terjadinya
kematian ibu dan bayi (Wiknjosastro, 2008).

2.4.6 Riwayat Abortus


Riwayat abortus baik spontan maupun sengaja pada kehamilan sebelumnya
dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur (usia kehamilan kurang dari 37
minggu) pada persalinan berikutnya. Sekitar setengah dari bayi BBJR adalah bayi
prematur, setengah lainnya adalah kecil untuk usia kehamilan, umumnya
didefinisikan sebagai bayi dengan berat di bawah persentil kesepuluh berat badan
sesuai usianya. Tindakan kuretase dan dilatasi pada abortus akan menyebabkan
trauma pada serviks yang merupakan faktor predisposisi pada kelahiran
berikutnya. Demikian juga ibu dengan riwayat melahirkan bayi lahir mati
sebelumnya, memiliki risiko untuk melahirkan bayi BBJR pada persalinan
berikutnya, sebagian yang lahir mati itu adalah bayi prematur dan bayi yang
mengalami pertumbuhan janin terhambat (PJT), yang mana kecenderungan
tersebut dapat berulang pada persalinan berikutnya. Brown menyatakan dalam
studinya bahwa riwayat abortus merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap
kejadian berat badan lahir rendah dan kelahiran prematur (Brown dkk, 2007).

2.4.7 Jarak dengan kehamilan terakhir


Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga berencana
(BKKBN), jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih, kerena jarak
kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk
memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. Ini merupakan salah
satu faktor penyebab kelemahan dan kematian ibu serta bayi yang dilahirkan. Risiko
proses reproduksi dapat ditekan apabila jarak minimal antara kelahiran 2 tahun
(Rochjati, 2003).
18

2.4.8 Jenis kelamin janin


Jenis kelamin janin berhubungan langsung dengan berat janin, variasi
berkisar 2%. Janin perempuan lebih kecil dibanding janin laki-laki pada usia
kehamilan yang sama. Perbedaan rata-rata janin laki-laki dibandingkan janin
perempuan berkisar 136 gram (Nahum dan Stanislaw, 2003).

2.4.9 Ketinggian tempat tinggal


Ketinggian tepat tinggal juga mempengaruhi berat janin yang dikandung
oleh ibu. Kadar hemoglobin orang dewasa meningkat 1,52 gr/dl setiap kenaikan
1000 meter dari permukaan laut. Berat janin pada usia aterm berkurang 30-43
gram setiap kenaikan 1000 meter dari permukaan laut. Beberapa penjelasan yang
mungkin menerangkan hubungan ini, yaitu :
- Penurunan tekanan oksigen yang sebanding denganpeningkatan ketinggian
tempat tinggal.
- Peningkatan kadar hemoglobin ibu dengan peningkatan tempattinggal.
- Penurunan volume plasma ibu dengan peningkatan ketinggiantempat tinggal
(Nahum dan Stanislaw, 2003).

2.4.10 Penyakit Penyerta


Penyakit pada saat kehamilan yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir
diantaranya adalah Diabetes mellitus (DM), cacar air, penyakit infeksi TORCH
(Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes), dan sebagainya (Rochjati,
2003).
a. Diabetes Mellitus
Selama kehamilan, laju ubah insulin akan meningkat terutama pada
kehamilan lanjut. Selain itu, selama kehamilan terjadi peningkatan kadar
berbagai hormon, seperti laktogen, prolaktin, progesteron, dan kortison yang
dapat menghambat efek insulin. Jadi, pada diabetes yang bergantung insulin,
diperlukan jumlah insulin yang lebih banyak umtuk mengendalikan
hiperglikemia selama kehamilan (Crowther, 2005).
19

Kehamilan pada penderita diabetes sering dipersulit oleh satu atau lebih
masalah pada janin dan neonatus. Hal tersebut adalah sebagai berikut (Rochjati,
2003) :
1. Kematian mendadak pada trimester ke-3 lanjut
2. Kelahiran prematur melalui induksi untuk menghindari kematian janin
pada trimester ketiga
3. Makrosomia
4. Trauma lahir akibat maksomia
5. Asfiksia intrapartum
6. Seksio sesaria untuk menghindari trauma lahir dan asfiksia intrapartum
7. Hipoglikemia
8. Hipokalsemia
9. Hiperbilirubinemia
Penyakit diabetes melitus gestasional yang tidak terkontrol pada ibu hamil
merupakan penyebab paling sering bayi makrosomia. Ketika kadar glukosa ibu
meningkat berlebihan, pertumbuhan janin yang abnormal akan terjadi. Jika pada
populasi umum angka kejadian janin makrosomia hanya 2-15%, maka angka
kejadian pada ibu dengan diabetes melitus gestasional yang tidak terkontrol
meningkat sekitar 20-33% (Cunningham, 2012).
Bayi dengan taksiran berat janin lebih dari 4000 gram selayaknya
mendapatkan perhatian khusus karena berhubungan dengan persalinan lama,
peningkatan angka operasi sectio sesaria, distosia bahu, dan cidera pleksus
brakialis yang menyebabkan kecacatan permanen. Berat bayi lebih dari 4500 gram
meningkatkan angka kematian bayi, yang mana dapat terjadi gangguan
pernapasan dan aspirasi mekonium (Chauhan dkk, 2005).

b. Hipertensi
Hipertensi sering kali dihubungkan dengan preeklamsia/eklamsia karena
adanya hipertensi merupakan gejala dini dari preeklamsia dan dapat berlanjut
menjadi eklamsia. Kemudian, hipertensi yang memang sudah ada sebelum
20

wanita hamil dapat memicu terjadinya preeklamsi (superimposed preeklamsi)


(Rosmaliana, 2002).
Hipertensi pada ibu hamil selain mempengaruhi kesehatan ibu, juga bisa
mempengaruhi janin, berupa keguguran, hambatan pertumbuhan dalam rahim
yang mengakibatkan bayi dilahirkan dengan berat badan rendah, kematian janin,
dan kelahiran prematur. Pada preeklampsia, terjadi spasme arteriola spiral
desidua dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta, sehingga terjadi
gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin
akan terganggu dan gawat janin karena kekurangan oksigenasi akan terjadi dan
makanan yang diterima oleh bayi tidak mencukupi (Barker, 2006).
Kematian bayi terutama disebabkan oleh hipoksia intrauterin dan
prematuritas. Seperti diketahui pada preeklampsia yang parah, diindikasikan
untuk melahirkan bayi secepatnya, artinya kelahiran bayi dengan usia kehamilan
belum cukup bulan dapat terjadi. Angka kejadian bayi prematur sangat tinggi dan
berat badan lahir bayi yang dilahirkan rendah, dan kebanyakan bayi yang
prematur akan terganggu perkembangannya (Rosmaliana, 2002).

c. Penyakit Kronis Kehamilan


Tuberkulosis (TB) Paru Pada Kehamilan
Efek TB terhadap kehamilan belum diketahui secara pasti. Beberapa
literatur menyatakan bahwa kehamilan tidak merubah keaktifan kuman TB,
namun Young dan Wormser pada tahun 2014 menemukan bahwa TB menjadi
lebih agresif dan fatal selama kehamilan. Beberapa studi berpendapat bahwa
TB dapat menyebabkan gangguan pada janin, berupa prematuritas, berat
badan lahir rendah, dan kecil untuk masa kehamilan, dibanding wanita yang
tidak mengidap TB, begitu pula Lin dalam studinya menyatakan bahwa
wanita yang didiagnosis TB selama kehamilan meningkatkan risiko terjadinya
BBJR dan bayi kecil untuk masa kehamilan, dibanding wanita yang tidak TB
(Lin dkk, 2010).
21

HIV/AIDS Pada Kehamilan


Kehamilan tidak secara signifikan mempengaruhi risiko kematian,
progresivitas menjadi AIDS, atau progresivitas penurunan sel CD4 pada ibu
yang terinfeksi HIV. Pada kehamilan normal, terjadi penurunan jumlah sel
CD4 pada awal kehamilan untuk mempertahankan janin. Pada ibu yang yang
tidak menderita HIV, presentase sel CD4 akan meningkat kembali mulai
trimester ketiga hingga 12 bulan setelah melahirkan. Sedangkan pada ibu
yang terinfeksi HIV, penurunan tetap terjadi pada kehamilan dan setelah
melahirkan (Xiao dkk, 2015).
Penelitian di negara maju sebelum era anti retrovirus, menunjukan bahwa
HIV tidak menyebabkan peningkatan prematuritas, berat badan lahir rendah,
atau gangguan pertumbuhan intra uterin. Sedangkan di negara berkembang,
infeksi HIV justru meningkatkan kejadian aborsi, prematuritas, gangguan
pertumbuhan intra uterin dan kematian janin intra uterin, terutama pada
stadium lanjut. Selain karena, kondisi fisik ibu yang lebih buruk juga karena
kemungkinan penularan perinatalnya lebih tinggi (Xiao dkk, 2015). Pada
wanita yang menggunakan anti retrovirus, kejadian transmisi ibu ke bayi
tercatat sebanyak 1-5% (Townsend, 2008). Sedangkan, pada wanita yang
tidak mengonsumsi anti retrovirus sekitar 10% (Merwe dkk, 2011).

2.4.11 Volume Amnion


Pengukuran semikuantitatif volume cairan amnion (amniotic fluid
volume/AFV) secara umum dilakukan saat pemeriksaan pada trimester ketiga.
Hubungan antara berkurangnya AFV ditentukan melalui ultrasonografi (USG)
dan berbagai gangguan perinatal dapat terdeteksi dengan baik, diyakini bahwa
hipoksia kronis pada janin menyebabkan redistribusi aliran darah janin, sehingga
terjadi berkurangnya mikturisi janin dan produksi cairan amnion. Meskipun
demikian, pemeriksaan volume amnion saja tidak cukup dijadikan sebagai bahan
prediksi akan terjadinya gawat janin yang membutuhkan operasi sectio sesaria,
skor Apgar rendah, tau adanya hambatan pertumbuhan janin (Owen dkk, 2002).
22

Komponen terbesar dari produksi cairan amnion pada trimester ketiga


adalah dari mikturisi janin. Seiring meningkatnya ukuran ginjal janin dan
perfusinya, diharapkan volume cairan amnion memiliki hubungan dengan berat
badan. Namun, pada studi ini tidak ditemukan adanya korelasi yang relevan
antara indeks cairan amnion dengan perkiraan berat badan janin. Harus
dipertimbangkan usia kehamilan ketika mengukur indeks cairan amnion, tetapi
tidak perlu dilakukan penyesuaian dengan perkiraan berat badan janin (Owen
dkk, 2002).

2.4.12 Kehamilan Ganda/Gemeli


Berat badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan daripada janin pada
kehamilan tunggal pada umur kehamilan yang sama. Sampai kehamilan 30
minggu, kenaikan berat badan janin kembar sama dengan janin kehamilan
tunggal. Setelah itu, kenaikan berat badan lebih kecil, diduga karena regangan
yang berlebihan menyebabkan peredaran darah plasenta mengurang. Berat badan
satu janin pada kehamilan kembar rata-rata 1000 gram lebih ringan daripada
janin kehamilan tunggal. Berat badan bayi yang baru lahir umumnya pada
kehamilan kembar kurang dari 2500 gram. Suatu faktor penting dalam hal ini
ialah kecenderungan terjadinya partus prematurus dan berat badan lahir rendah
(Shinwell dan Blickstein, 2007).
23

KERANGKA TEORI BERAT BADAN JANIN RENDAH

Genetik Janin
Lingkungan Intrauterin
Pertumbuhan
Efek Berat badan janin rendah yang dimediasi
Langsung insulin terganggu

Nutrisi intrauterin Gen yang mempengaruhi


kurang resistensi insulin

Pertumbuhan Efek Langsung


Resistensi Insulin
dalam rahim

Kemungkinan DM tipe 2
dan penyakit
kardiovaskular

Gambar 2.4 Dua kemungkinan penjelasan yang berhubungan bayi lahir BBJR
dengan resistensi insulin, diabetes tipe 2, dan penyakit jantung
iskemik : kondisi intrauterin dan genetika janin.
24

KERANGKA KONSEP BERAT BADAN JANIN RENDAH

Faktor Ibu :
Usia ibu
Usia kehamilan
Pendidikan
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Paritas
Riwayat abortus
Jarak Kehamilan terakhir
Tekanan darah
Penyakit Penyerta
Berat Badan Janin
Rendah

Faktor Janin :
Kehamilan ganda

Gambar 2.5 Kerangka konsep berat badan janin rendah


25

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian analitik dengan desain
cross sectional dengan pengumpulan data sekunder.

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di lima Puskesmas, yaitu Puskesmas
Dempo, Puskesmas Merdeka, Puskesmas Sematang Borang, Puskesmas
Gandus, dan Puskesmas Pembina di Kota Palembang.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2016.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang memeriksakan
kehamilannya ke Puskesmas Dempo, Puskesmas Merdeka, Puskesmas
Sematang Borang, Puskesmas Gandus, dan Puskesmas Pembina di Kota
Palembang.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah non-random sampling dengan
metode stratified, yaitu semua ibu hamil yang memeriksakan
kehamilannya ke Puskesmas Dempo, Puskesmas Merdeka, Puskesmas
Sematang Borang, Puskesmas Gandus, dan Puskesmas Pembina di Kota
Palembang sampai bulan November 2016.
Besar sampel minimal dihitung dengan menggunakan rumus (Dahlan,
2012) berikut:
26

Keterangan:
n = Jumlah sampel minimal
= Batas kemaknaan yang dikehendaki pada penelitian ini adalah 0,05
Z = Untuk 0,05 maka didapatkan nilai 1,96
p = Prevalensi = 50% (berdasarkan justifikasi karena belum ditemukan prevalensi
berat badan janin rendah sebelumnya)
q = 1 p = 1 0,5 = 0,5
d = Ketetapan absolut yang diinginkan pada penelitian ini adalah 5%
Sehingga, didapatkan nilai n:

Berdasarkan perhitungan di atas, didapatkan n = 384, maka jumlah sampel


minimal yang harus diambil adalah 384 sampel. Jumlah sampel minimal dibagi
rata terhadap lima Puskesmas di Kota Palembang, sehingga jumlah sampel
minimal tiap Puskesmas adalah 77 sampel.

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


a. Inklusi:
Semua ibu yang memeriksakan kehamilan yang memiliki data
rekam medik lengkap.
b. Eksklusi:
1. Sudah melahirkan
2. Memiliki penyakit HIV/AIDS

3.4 Variabel Penelitian


3.4.1 Variabel Dependen
Variabel bebas pada penelitian ini adalah Berat Badan Janin.
3.4.2 Variabel Independen
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah usia ibu, usia kehamilan,
pendidikan, Indeks Massa Tubuh (IMT), kadar Hb, paritas, riwayat
27

abortus, jarak kehamilan terakhir, tekanan darah, penyakit penyerta,


volume amnion, dan kehamilan ganda.

3.5 Definisi Operasional


Tabel 3.1 Definisi operasional variabel penelitian
Variabel Definisi Alat Cara Hasil Ukur Skala
Ukur Ukur
Berat Berat badan janin Kuesioner Mengisi 1. Berat badan janin Rasio
Badan sesuai usianya kuesioner dalam gram
Janin
Usia Ibu Usia ibu ketika hamil Kuesioner Mengisi 1. <20 tahun Ordinal
kuesioner 2. 20-35 tahun
3. >35 tahun
Pendidikan Pendidikan terakhir Kuesioner Mengisi 1. Rendah Ordinal
ibu kuesioner 2. Menengah
3. Tinggi
Pekerjaan Pekerjaan yang Kuesioner Mengisi 1. Bekerja Ordinal
dimiliki ibu kuesioner 2. Tidak bekerja
Indeks Hasil perhitungan berat Kuesioner Mengisi 1. Underweight (<18,5 Ordinal
Massa badan dalam kg dibagi kuesioner kg/m2)
Tubuh tinggi badan dalam 2. Normal (18,5-24,9
meter pangkat 2 kg/m2)
3. Overweight (25-29,9
kg/m2)
4. Obesitas (30 kg/m2)
Riwayat Riwayat ibu pernah Kuesioner Mengisi 1. Tidak Pernah Nominal
Abortus mengalami keguguran kuesioner 2. Pernah
selama kehamilan
Jarak Rentang waktu antara Kuesioner Mengisi 1. 0-2 tahun Ordinal
kehamilan kehamilan terakhir kuesioner 2. 2-5 tahun
terakhir dengan kehamilan saat 3. >5 tahun
ini
Penyakit Jumlah melahirkan Kuesioner Mengisi 1. Pre Eklamsi Ordinal
penyerta yang pernah dialami kuesioner 2. Diabetes Melitus
ibu 3. Anemia
4. Paru Kronik
5. Penyakit Menular Seks
6. Malaria
7. Lain-lain
Kehamilan Jumlah janin yang Kuesioner Mengisi 1. Janin tunggal Nominal
ganda berada didalam kuesioner 2. Janin ganda
kandungan

3.6 Cara Pengumpulan Data


Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini akan diperoleh
dengan melihat data sekunder yang diambil dari rekam medik ibu hamil di
Puskesmas Dempo, Puskesmas Merdeka, Puskesmas Sematang Borang,
Puskesmas Gandus, dan Puskesmas Pembina Kota Palembang.
28

Tabel 3.2 Sumber Data Penelitian


Data Primer
Berat Badan Janin Pekerjaan
Usia Ibu Riwayat Abortus
Usia Kehamilan Jarak kehamilan terakhir
Pendidikan Tekanan darah
Indeks Masa Tubuh Penyakit penyerta

3.7 Metode Pengolahan dan Analisis Data


A. Pengolahan data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diolah dan dianalisis
secara deskriptif berdasarkan jumlah kasus dengan variabel yang diteliti.
Hasil penelitian kemudian disajikan dalam bentuk tabel-tabel distribusi
frekuensi dan diagram dengan menggunakan aplikasi Statistic Product and
Service Solution (SPSS) yang selanjutnya dijelaskan dalam bentuk tabel,
narasi, dan grafik.
B. Analisis data
Analisis data yang akan dilakukan adalah analisis data univariat dan
bivariat hingga multivariat.
Analisis Univariat
Variabel seperti berat badan janin, usia ibu, usia kehamilan, pendidikan,
IMT, paritas, riwayat abortus, jarak kehamilan terakhir, penyakit
penyerta, dan kehamilan ganda akan dipresentasikan dalam bentuk tabel
distribusi dan narasi.
Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dan dependen menggunakan statistik yang sesuai dengan
setiap variabel.
Analisis Multivariat
Analisis statistik multivariat yang digunakan adalah regresi logistik.
Variabel yang memiliki p value <0,25 akan masuk ke dalam asumsi.

3.8 Kerangka Operasional


29

Proposal Penelitian

Izin Penelitian

Pengumpulan data dari rekam medik serta wawancara seluruh ibu hamil di
Puskesmas Dempo, Puskesmas Merdeka, Puskesmas Sematang Borang,
Puskesmas Gandus, dan Puskesmas Pembina Kota Palembang

Menghitung angka kejadian janin Menghitung angka kejadian janin


berat badan rendah. berat badan rendah serta faktor
risikonya

Pengolahan data dan penyajian data dalam bentuk tabel


dan grafik serta akan dijelaskan secara narasi

Pemaparan hasil penelitian

Gambar 3.1 Kerangka operasional penelitian


30

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Telah dilakukan penelitian dengan sampel diperoleh dari data primer ibu
hamil yang berkunjung ke lima Puskesmas di Kota Palembang. Dari data yang
telah dikumpulkan, diperoleh sampel penelitian sebesar 385 kasus yang
memenuhi kriteria inklusi.
Tabel 1. Tabel distribusi frekuensi berat badan janin rendah
n Persentase (%)
Berat badan janin rendah 62 16,1
Berat badan janin normal 323 83,9
Jumlah 385 100,0

Berdasarkan tabel 1, proporsi ibu dengan berat badan janin rendah adalah
sebesar 16,1 % (62 orang), sedangkan ibu dengan berat badan janin normal adalah
sebesar 83,9 % (323 orang).

4.1.1 Analisis Univariat


a. Karakteristik Pasien berdasarkan Usia
Usia pasien dikelompokkan berdasarkan Johnson (2012) bahwa usia optimal
untuk mengandung adalah 20 hingga 35 tahun, sehingga dibagi menjadi tiga
kategori, yaitu di bawah 20 tahun, 20 hingga 35 tahun, dan diatas 35 tahun.
Adapun distribusi usia pasien dapat dilihat pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Tabel distribusi frekuensi usia ibu
Kejadian BBJR
Jumlah
Usia BBJR Non-BBJR
n % n % N %
< 20 tahun 12 75% 4 25% 16 4,2%
20-35 tahun 41 11,5% 314 88,5% 355 92,2%
> 35 tahun 9 64,3% 5 35,7% 14 3,6%
Jumlah 62 16,1% 323 83,9% 385 100,0

Berdasarkan tabel 2, proporsi Ibu dengan BBJR yang usianya berisiko


rendah, yaitu 20 sampai 35 tahun sebesar 11,5 % (41 orang), sedangkan ibu dengan
non-BBJR sebesar 88,5% (314 orang). Proporsi ibu dengan BBJR yang memiliki
risiko tinggi, yaitu ibu yang berumur dibawah 20 tahun adalah sebesar 75% (12
31

orang), sedangkan ibu dengan non-BBJR sebesar 25% (4 orang). Proporsi ibu
dengan BBJR pada usia diatas 35 tahun adalah sebesar 64,3% (9 orang), sedangkan
ibu dengan non-BBJR sebesar 35,7% (5 orang).

b. Karakteristik Pasien berdasarkan Usia Kehamilan


Karakteristik pasien berdasarkan usia kehamilan dijabarkan sesuai dengan
semua usia hamil pasien yang ada. Adapun distribusinya dapat dilihat pada tabel
3 berikut.
Berdasarkan tabel 3, proporsi ibu dengan BBJR berdasarkan usia kehamilan
yang tertinggi adalah pada usia gestasi 30 dan 34 minggu, yaitu sebesar 2,3% (9
orang) dan yang terendah adalah pada usia gestasi 33 dan 36 minggu yaitu sebesar
0,3% (1 orang). Proporsi ibu dengan non-BBJR berdasarkan usia kehamilan yang
tertinggi adalah pada usia 28 minggu yaitu sebesar 10,9% (42 orang) dan yang
terendah adalah pada usia 35 minggu yaitu sebanyak 0,6% (2 orang).
Tabel 3. Tabel distribusi frekuensi usia kehamilan
Kejadian BBJR
Jumlah
Usia kehamilan BBJR Non-BBJR
n % n % N %
24 minggu 4 14,8% 23 85,2% 27 7,0%
25 minggu 3 12,5% 21 87,5% 24 6,2%
26 minggu 6 16,2% 31 83,8% 37 9,6%
27 minggu 4 20,0% 16 80,0% 20 5,2%
28 minggu 6 12,5% 42 87,5% 48 12,5%
29 minggu 7 20,6% 27 79,4% 34 8,8%
30 minggu 9 16,1% 47 83,9% 56 14,5%
31 minggu 4 13,8% 25 86,2% 29 7,5%
32 minggu 4 8,9% 41 91,1% 45 11,7%
33 minggu 1 5,6% 17 94,4% 18 4,7%
34 minggu 9 27,3% 24 72,7% 33 8,6%
35 minggu 4 66,7% 2 33,3% 6 1,6%
36 minggu 1 12,5% 7 87,5% 8 2,1%
Jumlah 62 16,1% 323 83,9% 385 100,0

c. Karakteristik Pasien berdasarkan Jumlah Kehamilan dan Jarak


Kehamilan Saat Ini dari Kehamilan Sebelumnya
Karakteristik pasien berdasarkan jumlah kehamilan dan jarak kehamilan
saat ini dari kehamilan sebelumnya dijabarkan sesuai dengan semua jarak hamil
yang ada. Adapun distribusinya dapat dilihat pada tabel 4 berikut.
32

Tabel 4. Tabel distribusi frekuensi jumlah kehamilan yang dialami ibu


Kejadian BBJR
Jumlah
Gravida BBJR Non-BBJR
n % n % N %
1 kali 27 17,2% 130 82,8% 157 40,8%
2 kali 19 12,4% 134 87,6% 153 39,7%
3 kali 14 22,6% 48 77,4% 62 16,1%
4 kali 2 16,7% 10 8,3% 12 3,1%
5 kali 0 0,0% 1 100,0% 1 0,3%
Jumlah 62 16,1% 323 83,9% 385 100,0

Berdasarkan tabel 4, proporsi ibu dengan BBJR berdasarkan jumlah


kehamilan yang tertinggi adalah 1 kali, yaitu 17,2% (27 orang) dan yang terendah
adalah 5 kali, yaitu 0%. Proporsi ibu dengan non-BBJR berdasarkan jumlah
kehamilan yang terbanyak adalah 2 kali, yaitu 87,6% (134 orang) dan yang
terendah adalah 5 kali, yaitu sebesar 0,3% (1 orang).
Dari 385 sampel ibu hamil tersebut, ditemukan 157 orang yang menjalani
kehamilan pertamanya dan 228 yang pernah hamil sebelumnya. Adapun distribusi
jarak kehamilannya dapat dilihat pada tabel 5 berikut.

Tabel 5. Tabel distribusi frekuensi jarak kehamilan saat ini dengan kehamilan
sebelumnya
Jarak kehamilan saat ini Kejadian BBJR
Jumlah
dengan kehamilan BBJR Non-BBJR
sebelumnya n % n % N %
2 tahun 21 27,3% 56 72,7% 77 33,8%
> 2 tahun 14 9,3% 137 90,7% 151 66,2%
Jumlah 35 15,4% 193 84,6% 228 100,0

Berdasarkan tabel 5, proporsi ibu dengan BBJR dengan jarak kehamilan


2 tahun sebesar 27,3 % (21 orang), sedangkan ibu dengan non-BBJR sebesar 72,7%
(56). Proporsi ibu dengan BBJR dengan jarak kehamilan > 2 tahun sebesar 9,3%
(14 orang), sedangkan ibu dengan non-BBJR sebesar 90,7% (151 orang).

d. Karakteristik Pasien berdasarkan Pendidikan


Karakteristik pasien berdasarkan pendidikan dijabarkan sesuai dengan
semua pendidikan yang ada. Adapun distribusinya dapat dilihat pada tabel 6
berikut.
33

Tabel 6. Tabel distribusi frekuensi pendidikan ibu


Kejadian BBJR
Jumlah
Pendidikan ibu BBJR Non-BBJR
n % n % N %
SD 4 23,5% 13 76,5% 17 4,4%
SMP 14 26,9% 38 73,1% 52 13,5%
SMA 29 15,7% 156 84,3% 185 48,1%
D3 8 19,5% 33 80,5% 41 10,6%
D4 0 0,0% 3 100,0% 3 0,8%
S1 7 8,4% 76 91,6% 83 21,6%
S2 0 0,0% 4 100,0% 4 1,0%
Jumlah 62 16,1% 323 83,9% 385 100,0

Berdasarkan tabel 6, proporsi ibu dengan BBJR tertinggi berdasarkan


pendidikan terakhir ibu adalah SMP, yaitu 26,9% (14 dari 52 ibu) dan yang
terendah adalah D4 dan S2, yaitu 0%. Proporsi ibu dengan non-BBJR tertinggi
berdasarkan pendidikan terakhir adalah D4 dan S2, yaitu 100% dan terendah
adalah SMP, yaitu sebesar 73,1%.

e. Karakteristik Pasien berdasarkan Pekerjaan


Karakteristik pasien berdasarkan pendidikan dijabarkan sesuai dengan
semua pekerjaan ibu. Adapun distribusinya dapat dilihat pada tabel 7 berikut.
Tabel 7. Tabel distribusi frekuensi pekerjaan ibu
Kejadian BBJR
Jumlah
Pendidikan ibu BBJR Non-BBJR
n % n % N %
IRT 36 18,9% 154 81,1% 190 49,4%
SWASTA 23 14,7% 133 85,3% 156 40,5%
PNS 3 7,7% 36 92,3% 39 10,1%
Jumlah 62 16,1% 323 83,9% 385 100,0

Berdasarkan tabel 7, proporsi ibu dengan BBJR tertinggi berdasarkan


pekerjaan ibu adalah IRT, yaitu 18,9% (36 dari 190 ibu) dan yang terendah adalah
PNS, yaitu 7,7% (3 dari 39 ibu). Proporsi ibu dengan non-BBJR tertinggi
berdasarkan pekerjaan ibu adalah PNS, yaitu 92,3% dan terendah adalah IRT,
yaitu sebesar 81,1%.

f. Karakteristik Pasien berdasarkan Riwayat Abortus


34

Karakteristik pasien berdasarkan pendidikan dijabarkan sesuai dengan


riwayat abortus yang pernah dialami ibu. Adapun distribusinya dapat dilihat pada
tabel 8 berikut.

Tabel 8. Tabel distribusi frekuensi riwayat abortus


Kejadian BBJR
Jumlah
Riwayat abortus BBJR Non-BBJR
n % n % N %
0 kali 49 13,6% 311 86,4% 360 93,5%
1 kali 12 50,0% 12 50,0% 24 6,2%
2 kali 1 100,% 0 0,0% 1 0,3%
Jumlah 62 16,1% 323 83,9% 385 100,0

Berdasarkan tabel 8, proporsi ibu dengan BBJR tertinggi berdasarkan


riwayat abortus adalah adanya 2 kali riwayat abortus, yaitu 100% dan yang
terendah adalah ibu yang tidak memiliki riwayat abortus, yaitu 13,6% (49 dari 360
ibu). Proporsi ibu dengan non-BBJR tertinggi berdasarkan riwayat abortus adalah
ibu yang tidak memiliki riwayat abortus, yaitu 86,4% dan terendah adalah adanya
2 kali riwayat abortus yaitu sebesar 0%.

g. Karakteristik Pasien berdasarkan Kategori Berat Badan


Karakteristik pasien berdasarkan pendidikan dijabarkan sesuai dengan
indeks massa tubuh (IMT) ibu. Adapun distribusinya dapat dilihat pada tabel 9
berikut.

Tabel 9. Tabel distribusi frekuensi indeks massa tubuh ibu


Kejadian BBJR
Jumlah
IMT BBJR Non-BBJR
n % n % N %
Underweight 4 28,6% 10 71,4% 14 3,6%
Normoweight 52 14,4% 310 85,6% 362 94,0%
Overweight 6 66,7% 3 33,3% 9 2,3%
Jumlah 62 16,1% 323 83,9% 385 100,0

Berdasarkan tabel 9, proporsi ibu dengan BBJR tertinggi berdasarkan IMT


ibu adalah ibu dengan IMT Overweight, yaitu 66,7% (6 dari 9 ibu) dan yang
35

terendah adalah ibu dengan IMT normoweight, yaitu 26,8% (4 dari 14 ibu).
Proporsi ibu dengan non-BBJR tertinggi berdasarkan IMT ibu adalah ibu dengan
IMT normoweight, yaitu 85,6% dan terendah adalah ibu dengan IMT overweight,
yaitu sebesar 33,3%.
Kemudian, kenaikan berat badan ibu selama hamil dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu sesuai rekomendasi dan tidak sesuai rekomendasi (ACOG, 2013).
Adapun hubungan kenaikan berat badan ibu dengan BBJR dapat dilihat pada
tabel 10 berikut.
Tabel 10. Tabel distribusi frekuensi kategori rekomendasi kenaikan berat badan
menurut indeks massa tubuh
Kejadian BBJR
Jumlah
Rekomendasi kenaikan BB BBJR Non-BBJR
n % n % N %
Tidak sesuai 58 15,5% 316 84,5% 374 97,1%
Sesuai 4 36,4% 7 63,6% 11 2,9%
Jumlah 62 16,1% 323 83,9% 385 100,0

Berdasarkan tabel 10, proporsi ibu dengan BBJR tertinggi berdasarkan


rekomendasi kenaikan BB adalah ibu dengan kenaikan BB sesuai rekomendasi,
yaitu 36,4% (4 dari 11 ibu) dan yang terendah adalah ibu dengan kenaikan BB
tidak sesuai dengan rekomendasi, yaitu 15,5% (58 dari 374 ibu).

4.1.2 Analisis Bivariat


a. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Berat Badan Janin Rendah
Berikut disajikan tabel hasil uji chi square mengenai hubungan antara
pendidikan ibu dengan kejadian berat badan janin rendah. Dalam cross tab berikut
tingkat pendidikan ibu dibagi menjadi tiga kategori, yakni kategori pendidikan
rendah, menengah dan tinggi. Pendidikan rendah termasuk pendidikan dasar
(SMP kebawah). Yang termasuk pendidikan menengah adalah SMA atau yang
sederajat, sedangkan pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah
36

pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,


magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

Tabel 11. Tabel hubungan pendidikan ibu dengan berat badan janin rendah
Kejadian BBJR
Jumlah OR
Pendidikan BBJR Non-BBJR p value*
(95% CI)
n % n % n %
Pendidikan
18 26,1% 51 73,9% 69 17,9%
rendah
Pendidikan
29 15,7% 156 84,3% 185 48,1% 0,027 1,89
sedang
Pendidikan
15 11,5% 116 88,5% 131 34,0% 2,73
tinggi
Jumlah 62 16,1% 323 83,9% 385 100,0

Berdasarkan tabel 11 diatas, dapat dilihat bahwa dari 69 ibu dengan


pendidikan rendah, yang memiliki janin dengan berat badan rendah sebanyak 18
(26,1%) ibu. Dari 185 ibu dengan tingkat pendidikan sedang, 29 (15,7%) ibu
memiliki janin dengan berat badan rendah, sedangkan dari 131 ibu dengan tingkat
pendidikan tinggi, hanya sekitar 15 (11,5%) ibu yang memiliki janin dengan berat
badan rendah.
Pada penelitian yang dilakukan, diperoleh nilai p sebesar 0,027. Nilai p
sebesar 0,027 lebih kecil daripada 0,05 (0,027 < 0,05). Hal ini mengindikasikan
bahwa terdapat hubungan bermakna antara tingkat pendidikan ibu dan kejadian
berat badan janin rendah. Ibu dengan tingkat pendidikan rendah akan memiliki
risiko BBJR 1,89 kali lebih besar jika vdibandingkan ibu dengan tingkat
pendidikan menengah. Bahkan, ibu dengan tingkat pendidikan rendah akan
memiliki risiko BBJR 2,73 kali lebih besar jika dibandingkan ibu dengan tingkat
pendidikan tinggi.

b. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Berat Badan Janin Rendah


Berikut disajikan tabel hasil uji chi square mengenai hubungan antara
pekerjaan ibu dengan kejadian berat badan janin rendah.
Tabel 12. Tabel hubungan pekerjaan ibu dengan berat badan janin rendah
Kejadian BBJR
Jumlah OR
Pekerjaan BBJR Non-BBJR p value*
(95% CI)
n % n % n %
Bekerja 26 13,3% 169 86,7% 195 50,6% 0,134
37

0,658
Tidak bekerja 36 18,9% 154 81,1% 190 49,4%
(0,38-1,14)
Jumlah 62 16,1% 323 83,9% 385 100,0

Berdasarkan tabel 12, dapat dilihat bahwa dari 195 ibu yang bekerja, sekitar
26 (13,3%) ibu memiliki janin dengan berat badan rendah. Dari 190 ibu yang
tidak bekerja 36 (18,9%) ibu memiliki janin dengan berat badan rendah.
Pada penelitian yang dilakukan, diperoleh nilai p sebesar 0,134. Nilai p
sebesar 0,134 lebih besar daripada 0,05 (0,134 > 0,05). Hal ini mengindikasikan
bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara pekerjaan ibu dan kejadian berat
badan janin rendah.

c. Hubungan Riwayat Abortus dengan Berat Badan Janin Rendah


Dalam analisis bivariat, kategori riwayat abortus pada ibu dibagi menjadi
dua, yaitu ada riwayat abortus dan tidak ada riwayat abortus. Adapun hubungan
riwayat abortus dengan BBJR dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 13. Tabel hubungan riwayat abortus dengan berat badan janin rendah
Kejadian BBJR
Jumlah OR
Riwayat abortus BBJR Non-BBJR p value*
(95% CI)
n % n % n %
Ada riwayat
13 52,0% 12 48,0% 25 6,5%
abortus
0,005
Tidak ada 6,876
49 13,6% 311 86,4% 360 93,5%
riwayat abortus (2,9-15,9)
Jumlah 62 16,1% 323 83,9% 385 100,0

Tabel 2x2 di atas memenuhi syarat kelayakan untuk uji Chi Square karena
tidak terdapat expected count yang nilainya kurang dari lima dan didapatkan nilai
p sebesar 0,005 (p<0,05) artinya terdapat hubungan yang bermakna antara gravida
dan kejadian mioma uteri. Odds Ratio (OR) sebesar 6,876 menunjukkan bahwa
ibu hamil yang memiliki riwayat abortus memiliki risiko mengalami BBJR
sebesar 6,8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki
riwayat abortus
d. Hubungan Kenaikan Berat Badan Ibu dengan Berat Badan Janin
Rendah
Kategori kenaikan berat badan ibu selama hamil dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu sesuai rekomendasi dan tidak sesuai rekomendasi (ACOG, 2013).
38

Adapun hubungan kenaikan berat badan ibu dengan BBJR dapat dilihat pada tabel
berikut.

Tabel 14. Tabel hubungan kenaikan berat badan ibu dengan berat badan janin
rendah
Kejadian BBJR
Kenaikan BB Jumlah OR
BBJR Non-BBJR p value*
ibu (95% CI)
N % n % n %
Tidak sesuai
58 15,5% 316 84,5% 374 97,1%
rekomendasi
0,064 0,321
Sesuai
4 36,4% 7 63,6% 11 2,9% (0,091-
rekomendasi
1,132)
Jumlah 62 16,1% 323 83,9% 385 100,0

Tabel 2x2 di atas memenuhi syarat kelayakan untuk uji Chi Square karena
tidak terdapat expected count yang nilainya kurang dari lima dan didapatkan nilai
p sebesar 0,064 (p>0,05) artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
kenaikan berat badan ibu hamil dan kejadian berat badan janin rendah.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisis Univariat
a. Karakteristik Pasien berdasarkan Usia
Pada penelitian ini, usia maternal yang berisiko tinggi, yaitu usia kurang
dari 20 tahun lebih sering mengalami kejadian BBJR. Hasil penelitian ini juga
sama seperti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jamal (2003) di Pakistan
dan Ferraz (1990) di Brazil. Hubungan antara usia ibu dan kejadian BBJR
berhubungan dengan kematangan sistem reproduksi wanita karena semakin muda
usia, maka sistem reproduksinya belum terbentuk sempurna. Disamping itu, BBJR
juga dipengaruhi tekanan sosial dari ibu. Semakin muda umur ibu saat hamil,
maka akan menyebabkan kematangan untuk memecahkan masalah masih rendah
dan berpengaruh terhadap berat janin. Beberapa Jurnal lain menyatakan juga
bahwa usia >35 tahun juga mengalami hal yang sama dengan usia <20 tahun,
39

faktor yang menyebabkan juga sama dengan <20 tahun, yaitu terjadinya
penurunan kemampuan sistem reproduksi pada usia itu (Odibo, 2006).

b. Karakteristik Pasien berdasarkan Usia Kehamilan


Pada penelitian ini kejadian BBJR lebih sering terjadi pada usia gestasi 30
dan 34 minggu. Hasil penelitian sama dengan penelitian yang dilakukan oleh De
Carolis di italia. Massa transisi janin yang belum cukup umur menjadi penting
karena rencana untuk melakukan resusitasi dapat dilakukan, dan kehilangan panas
apat terjadi. Janin kurang bulan terutama pada usia kehamilan 34 minggu
merupakan kelompok dengan resiko tinggi yang membutuhkan tatalaksana
adekuat saat persalinan (Shoham, 1994).

c. Karakteristik Pasien berdasarkan Jumlah Kehamilan dan Jarak


Kehamilan Saat Ini dari Kehamilan Sebelumnya
Angka kemungkinan paritas menurut jurnal menyatakan bahwa BBJR
menurun pada ibu dengan paritas yang banyak. Hal ini menyatakan penelitian ini
sesuai dengan jurnal. Pada penelitian dinyatakan bahwa primiparitas merupakan
variabel yang paling sering menyebabkan BBJR pada ibu hamil. Pada penelitian
ini angka kejadian primigravida yang menyebabkan BBJR cukup besar
dibandingkan multigravida. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang
dilakukan Shoham (1994) di India. Hal ini dapat terjadi karena ibu yang
primigravida cendrung untuk terjadi Pregnancy Induced Hypertension (PIH),
sehingga menyebabkan transfer nutrisi dan oksigenisasi terganggu dan
menyebakan angka BBJR pada primigravida meningkat (Taj, 2010).
Semakin sempit jarak kehamilan akan semakin meningkatkan angka
kejadian BBJR. Beberapa jurnal menyatakan bahwa jarak kehamilan <2 tahun
adalah jarak yang paling sering menyebabkan angka kejadian BBJR meningkat.
Sama dengan penelitian yang dilakukan Kallan (2012) yang menyatakan bahwa
pada jarak kehamilan <2 tahun, cadangan nutrisi ibu akan meningkatkan risiko
terhadap janin antara lain IUGR, preterm, fetal loss. Pada keadaan ini
menyebabkan depresi folat yang akan meningkatkan isufisiensi folat terhadap
janin sehingga menyebabkan angka kejadian BBJR meningkat (Taj, 2010).
40

d. Karakteristik Pasien berdasarkan Pendidikan


Tingkat pendidikan ibu yang mengalami kejadian BBJR paling tinggi, yaitu
pendidikan SMA sebanyak 29 orang (46,8%) dari 62 orang ibu yang mengalami
BBJR. Sedangkan pada ibu dengan pendidikan D3 keatas hanya dijumpai 15
orang ibu (24,2%) yang mengalami BBJR. Hal ini menunjukkan tidak ada
hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan angka kejadian BBJR. Hasil yang
didapat pada penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di
Guatemala pada tahun 1991. Pada penelitian tersebut tidak terdapat perbedaan
signifikan antara angka kejadian BBJR pada ibu yang memiliki pendidikan formal
dengan ibu yang tidak memiliki pendidikan. Berat badan rata-rata pada ibu yang
memiliki pendidikan formal adah 3025g dan pada ibu yang tidak memiliki
pendidikan 2901g (Neel, 1991). Namun hasil pada penelitian ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan di Iran pada tahun 2007 yang menunjukkan angka
kejadian BBJR lebih sering pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan
rendah.yang menarik pada penelitian ini adalah pendidikan ayah disebutkan
memiliki juga peranan terhadap angka kejadian BBJR, pada ayah yang memiliki
tingkat pendidikan tinggi maka angka kejadian BBJR lebih rendah (Aghamolaei,
2007).

e. Karakteristik Pasien berdasarkan Pekerjaan


Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 62 orang ibu yang mengalami
kejadian BBJR diantaranya 36 orang (58%) tidak bekerja atau merupakan ibu
rumah tangga, 23 orang (37,1%) bekerja sebagai swasta, dan 3 orang (4,9%)
bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian
yang dilakukan sebelumnya di Iran pada tahun 2007. Pada penelitian tersebut
menunjukkan terdapat hubungan antara angka kejadian BBJR dengan pekerjaan
ibu. Ibu yang memiliki pekerjaan yang bertujuan untuk mendapatkan uang
memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami BBJR. Pernyataan tersebut juga
didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aghamolaei (2007).

f. Karakteristik Pasien berdasarkan Riwayat Abortus


41

Pada penelitian ini terdapat 360 ibu yang tidak memiliki riwayat abortus, 24
ibu memiliki riwayat abortus satu kali, dan 1 ibu memiliki riwayat abortus dua
kali. Tidak didapatkan data mengenani penyebab abortus pada setiap ibu. Dari 360
ibu yang tidak memiliki riwayat abortus, 49 ibu (13,6%) menderita BBJR, dari 24
ibu yang memiliki riwayat abortus satu kali, 12 ibu (50%) menderita BBJR dan 1
ibu yang memiliki riwayat abortus dua kali menderita BBJR (100%). Dapat
disimpulkan bahwa riwayat abortus memiliki hubungan dengan kejadian BBJR.
Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian lain yang dilakukan di Iran pada tahun
2007. Pada penelitian tersebut tidak didapatkan hubungan secara statistik antara
riwayat abortus dengan kejadian BBJR. Belum ada penelitian lain mengenai
hubungan antara riwayat abortus dan kejadian BBJR (Aghamolaei, 2007).

g. Karakteristik Pasien berdasarkan Kategori Berat Badan


Dari penelitian ini, didapatkan 14 ibu yang memiliki IMT underweight
sebelum hamil, 362 ibu yang memiliki IMT normoweight sebelum hamil dan 9
ibu memiliki IMT overweight. 4 ibu (28,6%) dari ibu dalam kelompok
underweight menderita BBJR. 52 ibu (14,4%) dari ibu dalam kelompok
normoweight. 6 ibu (66,7%) dari ibu dalam kelompok overweight menderita
BBJR. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan antara angka kejadian BBJR
dengan indeks massa tubuh ibu sebelum hamil, terutama pada ibu yang memiliki
indeks massa tubuh overweight.
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Diana dkk pada tahun 2015
menunjukkan hasil yang berbeda. Rata-rata indeks massa tubuh antar ibu hamil
yang menderita BBJR dengan ibu hamil normal tidak jauh berbeda, yaitu 22,1 dan
23,0. Pada penelitian tersebut, indeks massa tubuh lebih berperan sebagai patokan
pertambahan berat badan minimal yang harus dicapai ibu sebagai faktor penentu
kejadian BBJR (Andzane, 2015). Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada
pembahasan mengenai pertambahan berat badan. Penelitian lain yang dilakukan di
India pada tahun 2013-2014 menunjukkan hasil yang sedikit berbeda. Pada
penelitian tersebut ibu dengan indeks massa tubuh rendah sebelum hamil adalah
faktor risiko dari kejadian BBJR. Obesitas atau overweight juga dinyatakan
merupakan faktor risiko dari kejadian BBJR dan kematian perinatal. Selain itu
42

obesitas juga berpengaruh pada kelainan genetik dan makrosomia (Thekkedathu,


2015).
Pada penelitian ini, 374 sampel tidak memiliki pertambahan berat badan
yang sesuai dengan rekomendasi. Hanya 11 ibu yang memiliki pertambahan berat
badan yang sesuai rekomendasi. Terdapat 58 sampel (15,85%) dari kelompok
yang pertambahan berat badannya tidak sesuai rekomendasi dan 4 sampel (36,4%)
dari kelompok yang pertambahan badannya sesuai rekomendasi mengalami
BBJR. Hal ini menunjukkan pertambahan berat badan selama hamil tidak
berhubungan dengan kejadian BBJR. Sesuai dengan hasil pada penelitian ini,
penelitian yang dilakukan di Iran pada tahun 2007 juga menunjukkan tidak ada
hubungan antara pertambahan berat badan selama hamil dengan kejadian BBJR
(Aghamolaei, 2007).
Penelitian lain yang dilakukan Diana dkk pada tahun 2015 menunjukkan
hasil yang berbeda. Pertambahan berat badan selama kehamilan memiliki
hubungan dengan BBJR, hal ini juga dipengaruhi indeks massa tubuh sebelum
hamil. Pada ibu yang memiliki IMT <18,5 kg/m2, berat badan janin akan rendah
bila peningkatan berat badan ibu selama hamil <1,7 kg. Bila IMT 18-25 kg/m 2,
maka pertambahan berat badan ibu selama hamil <11,4 kg akan meningkatkan
risiko BBJR. Bila IMT 25,1-29,9 kg/m2, peningkatan berat badan <6,8 kg akan
meningkatkan risiko BBJR. Bila IMT >30 kg/m 2, pertambahan berat badan yang
diharapkan adalah >5 kg (Andzane, 2015). Penelitian terbaru yang dilakukan oleh
Deeba pada tahun 2016 menunjukkan bahwa pertambahan berat badan >4 kg
lebih berisiko mengalami BBJR dibanding dengan sampel yang memiliki
pertambahan berat badan <4 kg. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada penelitian
Abrams dkk yang menunjukkan ibu yang underweight dengan pertambahan berat
badan yang rendah meningkatkan risiko untuk melahirkan bayi dengan berat
badan <2500 g (Zubair, 2016)
4.2.2 Analisis Bivariat
a. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Berat Badan Janin Rendah
Pendidikan yang dimiliki oleh ibu akan mempengaruhi pengetahuan dalam
pengambilan keputusan dan juga akan berpengaruh terhadap perilakunya. Ibu
dengan pengetahuan gizi baik kemungkinan akan memberikan gizi yang cukup
43

bagi dia dan bayinya. Walaupun dalam kondisi ngidam, bila seseorang memiliki
pengetahuan yang baik, maka ia akan berusaha untuk memenuhi gizinya dan juga
bayinya (Proverawati dan Sulistyorini, 2010).
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka diharapkan akan
semakin tinggi pula upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya
didasarkan oleh bertambahnya pengetahuan yang telah didapat dari proses
pendidikan yang telah dijalani (Ismet, 2013). Rendahnya pendidikan dan
pengetahuan berpengaruh pada tingkat kesadaran dan kesehatan, pencegahan
penyakit (wanita dengan tingkat pendidikan yang tinggi cenderung lebih
memperhatikan kesehatan dalam dan keluarganya (Syafrudin dan Mariam, 2010).
Menurut Notoadmojo (2003), pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat
dipengaruhi seberapa banyak informasi yang diperolehnya baik secara langsung
maupun tidak langsung. Berdasarkan hasil penelitian dan uraian teori di atas,
menurut analisis peneliti, meskipun pengetahuan yang didapatkan dari pendidikan
formal cukup berpengaruh dalam menentukan pengetahuan kesehatan seseorang,
namun tidak menutup kemungkinan bahwa pengetahuan kesehatan juga bisa
didapatkan dari pengalaman sebelumnya dan juga penyuluhan-penyuluhan yang
telah diberikan oleh petugas kesehatan.
Menurut (Rohan dan Siyoto, 2013) bahwa tingkat pendidikan sangat
mempengaruhi seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi
dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan tinggi biasanya akan bertindak lebih
rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih mudah memerima
gagasan baru. Dalam hal ini, kemauan ibu juga memegang peranan penting. Tidak
semata-mata dari tingkat pendidikan ibu, ibu dengan tingkat pendidikan tinggi dan
pengetahuan tinggi, namun tidak ada kemauan untuk mengetahui pentingnya
memeriksakan kehamilan juga dapat mencegah terjadinya angka kejadian BBJR
yang sebelumnya terjadi BBJR.

b. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Berat Badan Janin Rendah


Hasil penelitian ini menunjukkan 49,4% ibu yang termasuk dalam sampel
penelitian tidak memiliki pekerjaan atau berstatus sebagai ibu rumah tangga,
sedangkan 50,6% lainnya memiliki pekerjaan, baik sebagai karyawan swasta,
44

berwirausaha, maupun bekerja sebagai PNS. Melalui uji chi square, didapatkan
hasil p=0,183. Hasil ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna
secara statistik antara pekerjaan ibu dengan kejadian BBJR.
Saat ini mulai tampak adanya pergeseran dari peran wanita seiring dengan
semakin pesatnya pembangunan di Indonesia. Para wanita tidak lagi membatasi
perannya sebagai ibu rumah tangga saja, tetapi telah banyak juga wanita yang
berpartisipasi aktif untuk bekerja di luar rumah. Banyak hal yang mendorong
mereka untuk bekerja dan meninggalkan rumah, antara lain untuk mandiri secara
ekonomi, menambah penghasilan keluarga, mengisi waktu luang, serta untuk
mengembangkan prestasi atau keahlian-keahlian yang dimiliki (Ananda, 2013).
Penelitian Multifiah (2002) dalam jurnal Tropika menunjukkan bahwa
alasan yang dikemukakan wanita untuk bekerja dibagi menjadi alasan sosial dan
alasan keluarga. Dari seluruh responden yang ikut dalam penelitian tersebut baik
itu di pedesaan maupun di perkotaan, lebih dari 90% wanita memiliki alasan
ekonomi dalam mendorong mereka untuk bekerja dan hanya sekitar 2-5% yang
memiliki alasan bekerja untuk mengisi waktu luang. Banyak persoalan yang
mungkin akan dialami oleh para wanita atau ibu yang bekerja di luar rumah,
seperti bagaimana cara mengatur waktu dengan suami dan anak, hingga mengurus
tugas-tugas rumah tangga dengan baik.
Akan tetapi, baik ibu tersebut memiliki pekerjaan maupun tidak, hal tersebut
tidak memberikan pengaruh pada angka kejadian BBJR. Hal ini disebabkan
karena baik ibu yang bekerja maupun yang tidak bekerja memiliki kesempatan
yang sama untuk memperoleh informasi tentang pelayanan kesehatan, termasuk
pelayanan kesehatan ANC sebagai skrining awal kesehatan janinnya (Ismet,
2013).

c. Hubungan Riwayat Abortus dengan Berat Badan Janin Rendah


Penelitian pada 385 ibu hamil di Palembang memeroleh 25 orang (6,5%)
memiliki riwayat abortus, yaitu 13 orang (52,0%) tergolong kasus BBJR dan 12
orang (48,0%) lainnya tidak BBJR. Dari 62 kasus BBJR, terdapat 13 orang
(21,0%) yang memiliki riwayat abortus dan 49 orang (80,0%) yang tidak pernah
mengalami abortus. Berdasarkan analisis bivariat, diperoleh hubungan yang
bermakna antara riwayat abortus dan kejadian BBJR (p=0,005, OR=6,876),
45

sehingga dapat disimpulkan secara statistik bahwa ibu hamil yang memiliki
riwayat abortus memiliki risiko mengalami kejadian BBJR 6,8 kali lebih tinggi
dibandingkan ibu hamil yang tidak pernah abortus.
Sejalan dengan penelitian Deshpande, dkk (2011) yang menemukan
hubungan pada analisis bivariat dengan uji chi-square dengan hasil nilai p pada
riwayat obstetris buruk sebesar 0,003 yang menunjukkan adanya hubungan secara
statistik. Ibu dengan riwayat melahirkan bayi lahir mati sebelumnya, memiliki
risiko untuk melahirkan bayi dengan berat badan rendah pada persalinan
berikutnya, sebagian yang lahir mati itu adalah bayi prematur dan bayi yang
mengalami pertumbuhan janin terhambat (PJT), yang mana kecenderungan PJT
tersebut dapat berulang pada persalinan berikutnya. Brown menyatakan dalam
studinya bahwa riwayat abortus merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap
kejadian bayi berat badan rendah dan kelahiran prematur (Brown, dkk, 2007).

d. Hubungan Kenaikan Berat Badan Ibu dengan Berat Badan Janin


Rendah
Penelitian pada 385 ibu hamil di Palembang memeroleh 374 orang
mengalami kenaikan berat badan tidak sesuai rekomendasi ACOG, yaitu 58 orang
(15,5%) tergolong kasus BBJR dan 316 orang (84,5%) lainnya tidak BBJR. Dari
62 kasus BBJR, terdapat 58 orang (93,5%) yang tidak sesuai rekomendasi dan 4
orang (6,5%) yang sesuai rekomendasi. Berdasarkan analisis bivariat, diperoleh
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kenaikan berat badan ibu dan
kejadian BBJR (p=0,064, OR=0,321).
Kehamilan yang normal menambah sejumlah berat badan selama
kehamilan. Pada trimester ke-2 dan ke-3, pada perempuan dengan gizi baik,
dianjurkan menambah berat badan per minggu sebesar 0,36-0,4 kg, sementara
pada perempuan dengan gizi kurang dianjurkan penambahan berat badan per
minggu 0,4-0,58, berat badan berlebih sebesar 0,22-0,31 kg, dan perempuan
obesitas sebesar 0,18-0,27 kg (ACOG, 2013).
Mutalazimah (2005) menunjukkan hubungan yang signifikan antara status
gizi ibu dan dengan berat badan bayi rendah dengan nilai p=0,029. Namun, pada
46

penelitian ini tidak diperoleh hubungan yang signifikan antara kenaikan berat
badan ibu dengan BBJR. Banyak ibu yang mengalami kenaikan berat badan
tidak sesuai rekomendasi, namun tidak masuk dalam kategori BBJR. Hal ini
kemungkinan terjadi akibat adanya pengaruh faktor lain pada populasi yang
diteliti, yaitu kadar hemoglobin ibu. Prediktor status gizi selama hamil dapat
dilakukan dengan pengukuran lingkar lengan atas dan pemeriksaan hemoglobin
(Mitchell, 2003). Penelitian ini tidak menemukan data kadar hemoglobin
seluruh sampel, sehingga ada kemungkinan bagi ibu yang kenaikan berat badan
tidak sesuai rekomendasi untuk tidak mengalami BBJR jika kadar
hemoglobinnya baik (Williamson, 2006).
47

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari 385 sampel yang ada
dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Terdapat 16,1 % kejadian BBJR,
2. 92,2% ibu berusia antara 20-35 tahun,
3. 14,5% ibu memeriksakan kehamilannya di usia kehamilan 30 minggu
4. 48.1% ibu memiliki tingkat pendidikan menengah (tamat SMA/MA/SMK
atau yang sederajat), 34.0% ibu berpendidikan tinggi (tamat perguruan
tinggi) dan 17.9% ibu berpendidikan rendah (tamat SD atau yang sederajat
dan/atau tamat SMP atau yang sederajat)
5. 49,4% ibu berstatus sebagai ibu rumah tangga
6. 40,8 % ibu tengah menjalani kehamilan pertama (primigravida)
7. 6,2 % ibu memiliki riwayat abortus satu kali
8. 94,0% ibu normoweight dengan 97,1% ibu memiliki kenaikan berat badan
yang tidak sesuai dengan rekomendasi ACOG.
9. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat pendidikan
ibu dengan kejadian BBJR (p = 0,027).
10. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara riwayat abortus
dengan kejadian BBJR (p = 0,005)
11. Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara pekerjaan
dan kenaikan berat badan ibu dengan kejadian BBJR (p>0,05)

5.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan antara lain:
1. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar untuk dilakukan penelitian
selanjutnya untuk mengungkap faktor-faktor lain yang berkaitan dengan
kejadian BBJR.
2. Mengingat masih rendahnya kenaikan berat badan ibu yang sesuai dengan
rekomendasi ACOG diharapkan pihak-pihak tenaga kesehatan yang terkait
dapat tetap melakukan sosialisasi mengenai pentingnya kelengkapan nutrisi
ibu selama masa kehamilan secara berkesinambungan agar dapat
meningkatkan pengetahuan ibu tentang pentingnya mengonsumsi makan-
makanan yang sehat dengan nutrisi yang cukup selama masa kehamilan.
48
49

DAFTAR PUSTAKA

Aghamolaei, T., et al. 2007. Risk Factors Associated with Intrauterine growth
Retardation (IUGR) in Bandar Abbas. Journal Medical Science. Hal 665-669.
Ananda, M.R. 2013. Self Esteem antara Ibu Rumah Tangga yang Bekerja dengan
yang Tidak Bekerja. Jurnal Online Psikologi 1. Hal 40-55.
(http://ejournal.umm.ac.id, Diakses 9 Desember 2016)
Andzane, D., dkk. 2015. Intrauterine growth restriction: distribution, risk factors,
management of labour and outcome. International Journal Reproduction
Contraception Obstetrics and Gynecology. Hal 1117-1121.
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), Committee on
Obstetric Practice. 2013. Weight Gain During Pregnancy. The American
College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG).
Arduini, D dan Rizzo, G. 1992. Color Doppler Studies of Fetal Circulation In
Intrauterine Growth Retardation. Dalam: Jafee R, Warsof SL. Color Doppler
Imaging In Obstetrics and Gynecology. McGraw-Hill.
Bryan, SM, dan Hindmarsh, PC. 2006. Normal and Abnormal Fetal Growth.
London Centre of Paediatric Endocrinology and Metabolism, Institute of Child
Health, University College London, UK. Hormone Research.
Bahlman, F. 2000. Basic principles of Doppler ultrasound. Dalam: Merz E.
Ultrasound in Obstetrics and Gynecology Volume 1. Obstetrics, Thieme.
Barker, DJP. 2006. Birth Weight and Hypertension. Oregon Health and Science
University, Heart Research Center. American Heart Association.
Boersma, dan Wit, JM. 2002. Catch-up growth : Definision, mechanisms, and
models. Journal of Pediatric endocrinology and metabolisms.
Brodsky, D dan Christov, H. 2004. Current Concepts In Intrauterine Growth
Restriction, Analytic Reviews. Department of Newborn Medicine, Boston.
Brown, JS, Adera, T, dan Mash, SW. 2007. Previous Abortion and The Risk of
Low Birth Weight and Preterm Births. Department of Epidemiology and
50

Community Health, Virginia Commonwealth University, Richmond, Virginia,


USA.
CDC. 2016. Infant Mortality. (http://www.cdc.gov/reproductivehealth/
maternalinfanthealth/infantmortality.htm, Diakses pada 24 Oktober 2016).
Chauhan, SP, Grobman, WA, dkk. 2005. Suspicion and Treatment of The
Macrosomic Fetus: A Review. American Journal of Obstetrics and
Gynaecology.
Creasy, RK dan Resnik, R. 1994. Intrauterine Growth Restriction. Dalam:
Maternal Fetal Medicine, Principle and Practice Edisi 3. W.B. Sounders
Company, Philadelphia.
Crowther, CA, Hiller, JE, dkk. 2005. Effect of Treatment of Gestational Diabetes
Mellitus on Pregnancy Outcomes. The New England Journal of Medicine.
Cunningham, F.G., K.J. Leveno, S.L. Bloom, J.C. Hauth, D.J. Rouse, dan C.Y.
Spong. 2012. Williams Obstetrics Edisi ke-23. Penerbit EGC: Jakarta.
Dahlan, M.S. 2012. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang
Kedokteran dan Kesehatan Seri 3 Edisi 2. Sagung Seto: Jakarta.
DeCherney, AH, Nathan, L, dan Laufer, N. 2006. Current Diagnosis Obstetric and
Gynecologic: Disproportionate Fetal Growth. McGraw-Hill.
Depkes RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Departemen Kesehatan:
Jakarta.
Deshpande JD, Phalke DB, Bangal VB, dkk. 2011. Maternal risk factors for low
birth weight neonates: a hospital based case-control study in rural area of
Western Mahastra, India. National Journal of Community Medicine. Hal 394-
8.
Dinkes Sumsel. 2015. Profil Kesehatan Sumatera Selatan 2015. Dinas Kesehatan
Sumatera Selatan.
Djaja, S dan Soemantri, S. 2003. Penyebab Kematian Bayi Baru Lahir (Neonatal)
dan Sistem Pelayanan Kesehatan yang berkaitan di Indonesia, Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001. Penelitian Kesehatan.
51

Ernawati, F., Kartono, D., & Puspitasri, D. S. 2011. Hubungan Antenatal Care
Dengan Berat Badan Lahir Bayi Di Indonesia (Analisis Lanjut Data Riskesdas
2010). Gizi Indonesia.
Ferraz, EM, Gray, RH, dan Cunha, TM. 1990. Determinants of Preterm Delivery
and Intrauterine Growth Retardation in North-East Brazil. International
Journal Epidemiology.
Fikawati, S dan Syafiq, A. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Fakultas
Kesehatan Masyarkat Universitas Indonesia: Jakarta.
Gerard G. 2014. Esimation of Fetal Weight. Pennysylvania: American college of
obstreticians and Gynecologist.
Gomella, TL, Cunningham, MD, dkk. 2004. Neonatology Management,
Procedures, On-Call Problems, Diseases, and Drugs Edisi 5. McGraw-Hill:
New York.
Gunawan, Ary. 2000. Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis Sosiologi Tentang
Pelbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Harper, T dan Lam, G. 2003. Fetal Growth Restriction. University of North
Carolina at Chapel Hill. (http://emedicine.medscape.com/article/261226-
overview#showall, Diakses pada 31 Oktober 2016).
Huliana, M. 2007. Panduan Menjalani Kehamilan Sehat. Penerbit Puspa Swara:
Jakarta.
Ismet, Fitriyanti. 2013. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan angka
kelahiran bayi denngan berat badan rendah. Gorontalo: Universitas Negeri
Gorontalo. (http://kim.ung.ac.id/index.php/KIMFIKK/article/download/2856/
2832, Diakses pada 09 desember 2016)
Jamal M, Khan N. 2003. Maternal Factors Associated with Low Birth Weight.
Journal College Physicians Surg Pak.
Johnson, J dan Tough, S. 2012. Delayed Child-Bearing. Society of
Obstetricians and Gynaecologist of Canada. Journal of
Obstetrics and Gynaecology Canada.
Kallan, JE. 2012. Effects of Interpregnancy Intervals on Preterm Birth,
Intrauterine Growth Retardation, and Fetal Loss. Social Biology. Hal 231-45.
52

Karsono, B. 2002. Pertumbuhan Janin Terhambat. Kursus Dasar Ultrasonografi


dan Kardiotokografi. Pra PIT XIII.
Kemenkes RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia 2013. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia. Kementerian Republik
Indonesia.
Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Kementerian Republik
Indonesia.
Kiess N, Chernausek SD, Hooken-Koolega ACS. Small for Gestational Age.
Switzerland: Karger AG, Basel; 2009.
Kumalasari, I. 2015. Faktor Risiko dan Angka Kejadian Berat Badan Lahir
Rendah (BBJR) di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2014.
Tesis.
Lin, HC, Lin, HC, dan Chen, SF. 2010. Increased Risk of Low Birthweight and
Small for Gestasional Age Infants among Women with Tuberculosis. School of
Health Care Administration, Division of Infectious Disease, Taipei Medical
University and Hospital, Taipei, Taiwan. International Journal of Obstetrics and
Gynaecology.
Loughna P, chitty L, Evans T, et al. 2009. Fetal size and dating: charts
recommended for clinical obstetric practice. Nottingham: British Medical
Ultrasound Society.
Lundgren, EM, Cnattingius, S, dkk. 2001. Intellectual and psychological
performance in males born small for gestational age with and without catch-up
growth. Pediatric Res.
Maharani, C. 2014. Angka Kejadian BBJR pada Ibu dengan Risiko
Medikoobstertri di RSMH Palembang. Skripsi Universitas Sriwijaya.
Mahayana, SAD, Chundrayetti, E, dan Yulistini. 2015. Faktor Risiko yang
Berpengaruh terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Jurnal Kesehatan
Andalas.
Manuaba, I.B.G., I.A.C. Manuaba, dan I.B.G. Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana Edisi 2. Penerbit EGC: Jakarta.
53

Mertz, E. 2005. Fetal Growth Disturbances In The Second and Third Trimesters.
Dalam: Merz E. Ultrasound In Obstetrics and Gynecology, Vol 1 : Obstetrics.
Thieme.
Merwe, KVD, Hoffman, R, dan Black, V. 2011. Birth outcomes in South African
women receiving highly active antiretroviral therapy: a retrospective
observational study. Journal of International AIDS Society.
Mitchell, MK. 2003. Nutrition across the life span. 2nd ed. USA: Penerbit
Elsevier.
Multifiah. 2002. Analisis Kompetensi Alokasi Waktu dan Produktivitas Wanita
Pekerja di Pedesaan dan Perkotaan. Jurnal Tropika volume 10.
Mutalazimah. 2005. Hubungan lingkar lengan atas dan kadar hemoglobin ibu
hamil dengan berat bayi lahir di RSUDDr. Moewardi Surakarta. Jurnal
Penelitian Sains dan Teknologi. Hal 114-26.
Nahum, GG dan Stanislaw H. 2003. Relationship of Maternal Factors to Birth
Weight. Department of Obstetrics and Gynecology Duke Medical University.
The Journal of Reproductive Medicine.
Neel, N. R., Alvarez. Jose. 1991. Maternal Risk Factors for Low Birth Weight and
Intrauterine Growth Retardation in a Guatemalan Population. Buletin of
PAHO.
Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Rineka Cipta,
Jakarta.
Odibo AO, Nelson D, Stamilio DM, Sehdev HM, Macones GA. 2006. Advanced
maternal age is an independent risk factor for intrauterine growth restriction.
American Journal Perinatology. July 23(5):325-8.
Owen, P, Osman, I, dan Farrell, T. 2002. Is There a Relationship between Fetal
Weight and Amniotic Fluid Index? Department of Obstetrics, Princess Royal
Maternity United Kingdom. Ultrasound in Obstetrics and Gynecology.
Pareren, YK, Duivenvoorden, HJ, dan Slijper, FS. 2004. Intelligence and
psychosocial functioning during long-term growth hormone therapy in
children born small for gestational age.
54

Perry, IJ, Beevers, DG, dan Whincup, PH. 1995. Predictors of Ratio of Placental
Weight to Fetal Weight in Multiethnic Community. Department of Public
Health, Royal Free Hospital School of Medicine, London. British Medical
Association.
POGI. 2016. Panduan Pengelolaan Kehamilan Dengan Pertumbuhan Janin
Terhambat di Indonesia. Himpunan FM Persatuan Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia.
Prawirohardjo, S. 2007. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo: Jakarta.
Proverawati, A dan Sulistyorini. 2010. BBJR (Berat Badan Lahir Rendah). Nuha
Medika: Yogyakarta.
Rao, M, Hediger, ML, dkk. 2001. Effect of breastfeeding on cognitive
development of infants born small for gestational age. Acta Paediatrics.
Rochjati, P. 2003. Skrining antenatal pada ibu hamil: pengenalan faktor risiko.
Surabaya: Airlangga University Press.
Rohan dan Siyoto, H, S. 2013. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Rosmaliana, E. 2002. Perbedaan Berat Badan Lahir Bayi yang Dilahirkan oleh Ibu
yang Mengalami Hipertensi dengan Ibu yang Tidak Mengalami Hipertensi
pada Kehamilannya di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan Tahun 2002.
Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Saenger, P, Czernichow, P, dkk. 2007. Small for gestational age: shortstature and
beyond. Endocrine reviews.
Sahu, MT, Agarwal, A, dan Das V. 2007. Impact of Maternal Body Mass Index on
Obstetric Outcome. Department of Obstetrics and Gynecology, King George's
Medical University, Lucknow, India. The Journal of Obstetrics and
Gynaecology Research.
Shinwell, ES, dan Blickstein, I. 2007. The Risks for Very Low Birth Weight
Infants from Multiple Pregnancies. Departments of Neonatology, Obstetrics
and Gynecology, Kaplan Medical Center, Rehovot, Hebrew University,
Jerusalem, Israel.
55

Shoham-VardiI,Leiberman JR, Kopernik G. 1994. The association of primiparity


with intrauterine. February Hal 95-101.
Syafrudin dan Mariam N. 2010. Sosial Budaya Dasar untuk Mahasiswa
Kebidanan. Trans Info Media: Jakarta.
Taj Muhammad, dkk. 2010. Maternal factors associated with intrauterine growth
restriction. Journal Ayub Medical Coll Abbottabad.
Thekkedathu, Valsa., 2015. Maternal and Placental Risk Factors associated with
Intrauterine Growth Restriction and the Perinatal Outcomes. India: Pushpagiri
Medical Collage Hospital.
Townsend, CL. 2008. Low rates of mother-to-child transmission of HIV following
effective pregnancy interventions in the United Kingdom and Ireland 2000
2006. AIDS, London, England.
Wiknjosastro, H. 2008. Ilmu Kandungan Edisi 2. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Penerbit EGC : Jakarta.
Williamson CS. 2006. Nutrition in pregnancy. British Nutrition Foundation
Nutrition Bulletin. Hal 28-59.
WHO. 2011. Global Survey on Maternal and Perinatal Health: Weight
Perccentiles Calculator. WHO.
WHO. 2014. Low Birth Weight Policy Brief. (http://www.who.int/nutrition/
topics/globaltargets_lowbirthweight_policybrief.pdf, Diakses pada 17
September 2016).
WHO. 2015. Infant mortality. (http://www.who.int/gho/child_health/
mortality/neonatal_infant_text/en/, Diakses pada 24 Oktober 2016).
Xiao, PL, Zhou, YB, dkk. 2015. Association between Maternal HIV Infection and
Low Birth Weight and Prematurity: A Meta-analysis of Cohort Studies. BMC
Pregnancy and Childbirth.
Yuliani. 2015. Faktor Risiko Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBJR) di Rumah
Sakit Umum Daerah dr. R. Soedjono Kabupaten Lombok Timur. Tesis
Universitas Udayana.
56

Zubair, D. S. dan Gour, S. S. 2016. A study of Antenatal risk factors and fetal
outcome in IUGR pregnancies. New Dehli: Alshifa Multi Speciality Hospital
Jamianagar.

Das könnte Ihnen auch gefallen