Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
1
BAB II
ANATOMI SISTEM SARAF PUSAT
Otak dibagi menjadi tiga bagian yaitu otak besar, otak tengah, dan otak kecil.
Pembagian daerah ini tampak nyata hanya selama perkembangan otak pada fase
embrio. Otak pada manusia dewasa terdiri dari beberapa bagian (lobus).
Otak besar mengisi penuh bagian depan dari rongga tengkorak, dan terdiri dari
dua belahan (hemifer) besar, yaitu belahan kiri dan belahan kanan,. Setiap belahan
mengendalikan bagian tubuh yang berlawanan, yaitu belahan kiri mengatur tubuh
bagian kanan, sebaliknya belahan kanan mengatur tubuh bagian kiri. otak besar terdiri
atas dua lapisan yaitu lapisan luar (korteks) yang berisi badan neuron dan lapisan
dalam yang berisi serabut saraf yaitu dendrit dan neurit. Otak besar merupakan pusat
saraf utama, karena memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengaturan semua
aktivitas tubuh, khususnya berkaitan dengan kepandaian (inteligensi), ingatan
(memori), kesadaran, dan pertimbangan.
otak depan manusia terdiri atas empat lobus (bagian). Lobus-lobus ini memiliki
fungsi yang beragam. Lobus frontalis berfungsi sebagai pusat berpikir; lobus
temporalis sebagai pusat pendengaran dan berbahasa; lobus oksipitalis sebagai
pusat penglihatan; dan lobus parietalis sebagai pusat sentuhan dan gerakan.
2
Otak tengah manusia berbentuk kecil dan tidak terlalu mencolok. Di dalam otak
tengah terdapat bagian-bagian seperti lobus optik yang mengatur gerak bola mata dan
kolikulus inferior yang mengatur pendengaran. Otak tengah berfungsi menyampaikan
impuls antara otak depan dan otak belakang, kemudian antara otak depan dan mata
Otak belakang terletak di bawah lobus oksipital serebrum, terdiri atas dua belahan
dan permukaannya berlekuk-lekuk. Otak belakang terdiri atas tiga bagian utama
yaitu: jembatan Varol (pons Varolli), otak kecil (serebelum), dan sumsum lanjutan
(medula oblongata). Ketiga bagian otak belakang ini membentuk batang otak.
Jembatan Varol berisi serabut yang menghubungkan lobus kiri dan lobus kanan otak
kecil, menghubungkan antara otak kecil dengan korteks otak besar. Otak kecil,
terletak di bawah bagian belakang otak belakang, terdiri atas dua belahan yang
berliku-liku sangat dalam.
Otak kecil berperan sebagai pusat keseimbangan, koordinasi kegiatan otak,
koordinasi kerja otot dan rangka. Sumsum lanjutan, medula oblongata membentuk
bagian bawah batang otak, berfungsi sebagai pusat pengatur refleks fisiologis,
misalnya pernapasan, detak jantung, tekanan darah, suhu tubuh, gerak alat
pencernaan, gerak refleks seperti batuk, bersin, dan mata berkedip.
Sumsum tulang belakang memiliki fungsi penting dalam tubuh. Fungsi tersebut
antara lain menghubungkan impuls dari saraf sensorik ke otak dan sebaliknya,
menghubungkan impuls dari otak ke saraf motorik; memungkinkan menjadi jalur
terpendek pada gerak refleks. Mekanisme penghantaran impuls yang terjadi pada
tulang belakang yakni sebagai berikut; rangsangan dari reseptor dibawa oleh neuron
sensorik menuju sumsum tulang belakang melalui akar dorsal untuk diolah dan
ditanggapi. Selanjutnya, impuls dibawa neuron motorik melalui akar ventral ke
efektor untuk direspons4.
BAB III
3
PEMBAHASAN
3.1. Definisi
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf
pusat yang disebabkan oleh virus rabies dan ditularkan melalui gigitan hewan
menular rabies, terutama anjing, kucing dan kera1,2 . Rabies pada manusia merupakan
penyakit radang susunan saraf pusat yang fatal. Rabies ditularkan pada manusia
melalui gigitan hewan yang menderita rabies. Rabies merupakan penyakit zoonosis
yang terpenting di Indonesia, disebabkan oleh virus RNA dari genus Lyssavirus
famili Rhabdoviridae virus berbentuk seperti peluru yang bersifat neurotropis
menular dan sangat ganas1.
3.2. Epidemiologi
Di Indonesia sampai dengan tahun 2009, kasus rabies ditemukan di 24
provinsi di Indonesia, dengan Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, NTT,
Lampung dan Sumatera Barat merupakan daerah endemis tinggi. Hanya 9 provinsi
yang masih dinyatakan sebagai daerah bebas yaitu Provinsi Bangka Belitung,
Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, Papua
dan Papua Barat.3
Pada bulan November 2008, Provinsi Bali yang semula bebas rabies
dilaporkan terjadi kematian karena rabies di Kabupaten Badung. Kasus kemudian
menyebar ke kabupaten lainnya. Sampai dengan bulan Oktober 2009 telah dilaporkan
10.911 kasus gigitan yang mendapat VAR dan sebanyak 15 orang meninggal dengan
gejala klinis rabies yang berasal dari kabupaten Badung dan Tabanan.3
3.3. Etiologi
Virus rabies termasuk famili rhabdovirus yang mempunyai diameter 80-180
nm.1,4. Virus ini dapat tahan pada suhu 40C selama beberapa minggu, apabila
keadaan beku atau dalam keadaan tidak adanya karbondioksida.5
Virus rabies termasuk golongan virus RNA. Virus berbentuk seperti peluru
berukuran 180 x 75 m, single stranded RNA, terdiri dari kombinasi nukleo-protein
yang berbentuk koil heliks yang tersususn dari fosfoprotein dan polimerasi RNA,
selubung virus terdiri dari lipid, protein matriks dan glikoprotein. Virus rabies inaktif
pada pemanasan; pada temperatur 560 C waktu paruh kurang dari satu menit, dan
4
pada kondisi lembab pada temperatur 370 C dapat bertahan beberapa jam. Virus
menjadi tidak aktif bila terpapar sinar matahari,sinar ultraviolet, pemanasan 1 jam
selama 50 menit, pengeringan. Virus juga akan mati dengan deterjen, sabun, etanol
45%, solusi jodium1,2.
Gambar 2. Rhabdovirus
Sampai saat ini sudah dikenal 7 genotip Lyssavirus dimana genotip 1 merupakan
penyebab rabies yang paling banyak di dunia. Virus ini bersifat labil dan tidak viable
bila berada diluar inang1.
4.4. Patogenesis
5
Gambar 3. Patogenesis rabies
Masa inkubasi virus rabies sangat bervariasi, mulai dari 7 hari sampai lebih dari
1 tahun, rata-rata 1-2 bulan, tergantung jumlah virus yang masuk, berat dan luasnya
kerusakan jaringan tempat gigitan, jauh dekatnya lokasi gigitan ke sistem saraf pusat,
persarafan daerah luka gigitan dan sistem kekebalan tubuh. Pada gigitan di kepala,
6
muka dan leher 30 hari,gigitan di lengan, tangan, jari tangan 40 hari, gigitan di
tungkai, kaki, jari kaki 60 hari, gigitan di badan rata-rata 45 hari5.
Beberapa studi menyatakan bahwa masa inkubasi tidak ditentukan dari jarak
saraf yang ditempuh, melainkan tergantung dari luasnya persarafan pada tiap bagian
tubuh, contohnya gigitan pada jari dan alat kelamin akan mempunyai masa inkubasi
yang lebih cepat. Tingkat infeksi dari kematian paling tinggi pada gigitan daerah
wajah, menengah pada gigitan daerah lengan dan tangan,paling rendah bila gigitan
ditungkai dan kaki4. Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan
menyebar luas dalam semua bagian neuron, terutama predileksi terhadap sel-sel
sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam
neuron-neuron sentral, virus kemudian ke arah perifer dalam serabut saraf eferen dan
pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus menyerang hampir
tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringan, seperti
kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya5,6.
7
menelan dan suara serak terjadi karena spasme laring. Gejala yang patognomonik
ialah hidrofobia.5
Pasien dengan rabies paralitik, tidak mengalami hidrofobia, aerofobia,
hiperaktivitas, dan kejang. Gejala awal bentuk iniberupa ascending paralysis,
menyerupai polineuropati inflamasi akut (Sindrom Guillain-Barre), atau kuadriparesis
simetris. Gejala meningeal (sakit kepala, kekakuan leher) dapat menonjol walapun
kesadarannya normal.5
Pemeriksaan neurologik pada rabies tidaklah seragam. Meningismus
merupakan kelainan yang sering muncul. Gejala yang sering timbul biasanya adalah
gejala saraf kranial, terutama kelumpuhan otot palatum dan pita suara. Suara menjadi
serak. Refleks bervariasi dari hiperaktif sampai tidak ada dan dapat pula timbul gejala
involunter. 5
Cairan serebrospinal tampak abnormal pada sebagian kecil penderita. Bila
cairan serebrospinal abnormal menunjukkan pleositosis ringan, terutama
mononuklear.5
Fase neurologik akut berlangsung 2-10 hari, dengan kemungkinan terjadi
perburukan status mental ke dalam koma. Penderita biasa bertahan pada fase ini
selama 2 minggu, terutama pada rabies silent.5
8
ansietas, depresi.
Neorulogik akut
Rabies mengamuk/ 2-7 hari Halusinasi, bingung, delirium,
furious rabies ( 80% tingkah laku aneh, takut,
kasus) agitasi, menggigit, hidrofobia,
hipersalivasi, disfagia, afasia,
inkoordinasi, hiperaktif,
spasme faring, aerofobia,
hiperventilasi, hipoksia,
kejang, disfungsi saraf
otonom, sindroma
2-7 hari
abnormalitas ADH
Paralisis flaksid
Rabies paralitik/
paralytic rabies
(20% kasus)
Koma 0-14 hari Automatic instability,
hipoventilasi, apnea, henti
nafas, hipotermia/
hipertermia, hipotensi,
disfungsi pituitari,
rhabdomiolisis, aritmia dan
henti jantung
3.6. Diagnosis
Apabila penderita punya riwayat digigit binatang, kesemutan pada daerah
yang digigit serta hidrofobia maka diagnosis klinis rabies tidak sukar untuk dibuat.
Rabies paralitik dapat salah didiagnosis dengan sindrom Guillane-Barre, poliomielitis
atau ensefalomielitis pasca vaksinasi rabies. Pemeriksaan neurologik yang seksama
dan analisis cairan serebrospinal akan membantu menyingkirkan diagnosis ini.
Spasme tetanus dapat membingungkan, tetapi trismus bukan gejala dari rabies, selain
9
itu hidrofobia bukan merupakan gejala tetanus. Botolimus dapat pula menyebabkan
paralisis, tetapi adanya perubahan hilangnya sensori akan menyingkirkan rabies.
Hasil analisis gas darah yang normal tanpa perubahan tingkah laku mendukung
diagnosis pseudorabies.5,8
Diagnostik laboratorium kini dapat dilakukan sebelum penderita meninggal.
Virus dapat ditemukan dengan uji antibodi fluoresens pada sediaan apus sel epitel
kornea atau sayatan kulit dari kulit pada batas rambut. Hasil uji yang positif
disebabkan oleh karena adanya virus yang bermograsi kebawah daro otak ke susunan
saraf, disebabkan kornea dan folikel rambut kaya akan persarafan. Diagnostik
serologi juga mungkin dilakukan apabila penderita hidup setelah masa akut. Pada
pasien yang tidak diberikan pengobatan pencegahan setelah digigit, akan tampak
kenaikan yang cepat titer virus neutralizing antibody yang akan muncul 6-10 hari
setelah awitan gejala. Antibodi semacam ini dapat dideteksi in-vitro secara cepat
dengan menggunakan fluoresens antibodi rapid fluorescent focus-inhibition test
(RFIT) atau plaque-reduction neutralization test (PRNT). Rabies dapat pula
didiagnostik pada penderita yang kebal terhadap rabies dan ditandaia dengan adanya
kenaikan titer setelah awitan timbul dan diperkuat dengan kadar titer yang nilainya
>1:5.000, suatu nilai yang biasanya tidak dapat dicapai dengan tindakan imunisasi.
Kadar yang tinggi pada susunan saraf pusat karakteristik menunjukkan perjalanan
akhir ensefalitis rabies5.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dikerjakan:
1. Darah rutin : dapat ditemukan peningkatan leukosit (8000 13000/mm)
dan penurunan hemoglobin serta hematokrit.
2. Urinalisis : dapat ditemukan albuminuria dan sedikit leukosit.
3. Mikrobiologi : Kultur virus rabies dari air liur penderita dalam waktu 2 minggu
setelah onset.
4. Histologi : dapat ditemukan tanda patognomonik berupa badan Negri (badan inklusi
dalam sitoplasma eosinofil) pada sel neuron, terutama pada kasus yang divaksinasi
dan pasien yang dapat bertahan hidup setelah lebih dari 2 minggu. Antigen, badan
negri dan virus banyak ditemukan pada sel saraf (neuron) sedangkan kelenjar ludah
dapat mengandung antigen dan virus tetapi badan negri tidak selalu dapat
10
ditemukan pada kelenjar ludah anjing. Adanya kontaminasi pada specimen dapat
mengganggu pemeriksaan dan khususnya untuk isolasi virus pengiriman harus
dilakukan sedemikian rupa sehingga kelestarian hidup virus dalam specimen tetap
terjamin sampai ke laboratorium. Bahan pemeriksaan dapat berupa seluruh kepala,
otak, hippocampus, cortex cerbri dan cerebellum, preparat pada gelas objek dan
kelenjar ludah. Bila negri body tidak ditemukan, supensi otak (hippocampus) atau
kelenjar ludah sub maksiler diinokulasikan intrakranial pada hewan coba (suckling
animals), misalnya hamster, tikus (mice) atau kelinci (rabbits).
3.7. Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya timbul pada
fase koma. Komplikasi neurologik dapat berupa peningkatan tekanan intra-kranial;
kelaianan pada hipotalamus berupa diabetes insipidus, sindroma abnormalitas hormon
anti diuretik (SAHAD); disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi,
11
hipertermia/ hipotermia, aritmia dan henti jantung. Kejang dapat lokal maupun
generalisata dan sering bersamaan dengan aritmia dan gangguan respirasi. Pada
stadium prodromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan alkalosis respiratorik,
sedangkan hipoventilasi dan depresi pernafasan terjadi pada fase neurologik akut.
Hipotensi terjadi gagal jantung kongestif, dehidrasi dan gangguan otonomik1.
3.9. Tatalaksana
Penanganan luka gigitan hewan penular rabies setiap ada kasus gigitan hewan
penular rabies (anjing, kucing, kera) harus ditangani dengan tepat dan sesegera
mungkin.
1. Berikut ini beberapa langkah-langkah penanganan luka gigitan:
Segera luka dibersihkan, bisa menggunakan sabun/deterjen, dibilas dgn air bersih
mengalir 5-10 menit. Lalu dikeringkan dgn kain/tissue bersih dan dapat
ditambahkan antiseptik betadin ataupun alkohol 70%.
12
2. Lakukan eksplorasi pada luka. lakukan pembersihan dgn NaCl 0,9%, atau dgn H 2O2
3%.
3. Luka yg ada jangan dijahit, kalau luka terlalu lebar bisa dilakukan penjahitan
secara longgar dgn menggunakan benang non absorbable, dan dipasang drain.
4. Pemberian vaksin rabies, 0,5 ml IM pada hari 1,3,7,14 dan hari ke-28 . Tidak ada
pembedaan dosis untuk anak-anak dan dewasa.
5. Dapat dikombinasikan dgn antibiotik, untuk mencegah adanya infeksi kuman atau
bakteri yg lain.
Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) disertai Serum Anti Rabies (SAR) : Bila
ada indikasi pengobatan, terhadap luka resiko rendah diberi VAR saja. Yang termasuk
luka yang tidak berbahaya adalah jilatan pada kulit luka, garukan atau lecet (erosi,
ekskoriasi), luka kecil disekitar tangan, badan dan kaki. Terhadap luka resiko tinggi,
selain VAR juga diberi SAR. Yang termasuk luka berbahaya adalah jilatan/luka pada
mukosa, luka diatas daerah bahu (muka, kepala, leher), luka pada jari tangan/kaki,
genetalia, luka yang lebar/dalam dan luka yang banyak (multipel). Untuk kontak
(dengan air liur atau saliva hewan tersangka/hewan rabies atau penderita rabies),
tetapi tidak ada luka, kontak tak langsung, tidak ada kontak, maka tidak perlu
diberikan pengobatan VAR maupun SAR. Sedangkan apabila kontak dengan air luir
pada kulit luka yang tidak berbahaya, maka diberikan VAR atau diberikan kombinasi
VAR dan SAR apabila kontak dengan air liur pada luka berbahaya.10
Dosis dengan cara pemberian Vaksin dan Serum Anti Rabies adalah sebagai
berikut :
1. Dosis dan Cara Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR)
Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV). Kemasan : Vaksin terdiri dari vaksin kering
dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam syringe.
Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment). Cara
pemberian : disuntikkan secara intra muskuler (im) di daerah deltoideus (anak
anak di daerah paha).
13
Tabel 2. Indikasi pemberian vaksin
No Jenis Gigitan Luka Keadaan Hewan yang Menggigit Pengobatan yang
Pada Waktu Observasi
Dianjurkan
Menggigit selama 10 hari
1 Kontak tetapi tidak Sehat Sehat Tidak perlu
ada luka diberikan
Kontak tak
pengobatan
langsung, tidak ada
kontak
2 Jilatan pada kulit Gila, Sehat Rabies sehat Tidak perlu
luka garukan atau vaksinasi
lecet, luka kecil di
sekitar tangan,
badan, kaki
Tersangka gila Sehat Segera berikan
vaksinasi. Hentikan
vaksinasi tersebut
apabila ternyata
hewan yang
tersangka masih
sehat setelah 5
hariobservasi
Gila Segera diberikan
vaksin secara
lengkap
Hewan liar Vaksin anti rabies
atau hewan secara lengkap
yang gila
danhewan
tidak dapat
diobservasi
3 Jilatan pada mukosa, Mencurigakan Serum + vaksinasi.
14
luka parah (multiple) atau gila atau Hentikan
atau luka di muka, jika hewannya pengobatanjika
kepala, jari, kaki, jari tidak dapat sehat selama 5 hari
tangan atau leher diobservasi
Tabel 3. Indikasi Pemberian VAR dan SAR Bila Tersentuh Air Liur Penderita Rabies
No Kejadian Penderita pada Pengobatan yang Dianjurkan
Waktu Kejadian
1 Kontak air liur Positif rabies Tak perlu diberikan vaksin anti
tetapi tak ada luka rabies
atau kontak
langsung
2 Kontak air liur pada Positif rabies Segera diberikan vaksin, dan
kulit yang luka dan diberikan serum kalau luka di
selaput lendir daerah berbahaya, seperti : di atas
bahu, ujung jari, selaput lendir dan
daerah yang banyak persarafannya.
15
Tabel 3. Cara pemberian VAR tanpa SAR Sesudah Digigit
Tipe Suntikan Dosis Cara Suntika Dosis Ulangan Cara K
Vaksin Dasar Pemberian n Pemberia
Ulangan n
Hari ke-
Sucklin 11,
g Dewasa: 15,30
7 x suntikan Dewasa:0,25ml
1 mouse 2ml anak: Sub kutan dan 90 Intrakutan
setiap hari , anak:0,1ml
brain 1 ml setelah
vaccine suntikan
pertama
Purifie 2 suntikan @0,5 ml
d vero sekaligus di
rabies regio deltoid
vaccine kanan&
kiri,hari ke-
Intramuskula
2 0,2,7, dan
r
21dengan 6 x
suntikan hari
ke-
0,3,7,14,30,da
n 90
@0,5ml Intramuskula
Human r
dewasa:1
diploid
3 ml,
cell
anak:0,5m
vaccine Subkutan
l
16
vaksin Dasar Pemberian Ulangan
1 Suckling 3x dewasa@0,25 Intrakutan 1 tahun Anak:<3tahun
mouse suntikan, ml
brain interval
vaccine 3
minggu
2 Purified 2x @0,5ml Intramuskular 1tahun Sama untuk
vero suntikan semua umur
rabies interval
vaccine 1 bulan
3 Human 2x Dewasa:@1 1 tahun Anak < 3 tahun
diploid suntikan ml, anak@ dosis
cell interval 0,5ml
vaccine 1 bulan
- Kategori 1: menyentuh, memberi makan hewan atau jilatan hewan pada kulit
yang intak karena tidak terpapar tidak perlu profilaksis, apabila anamnesis
dapat dipercaya.
- Kategori 2: termasuk luka yang tidak berbahaya adalah jilatan pada kulit luka,
garukan, atau lecet (erosi ekskoriasi), luka kecil disekitar tangan, badan, dan
kaki. Untuk luka resiko rendah diberi VAR saja.
- Kategori 3: jilatan atau luka pada mukosa, luka diatas daerah bahu
(muka,kepala,leher),luka pada jari tangan/ kaki, genitalia, luka yang
lebar/dalam dan luka yang banyak (multiple)/ atau ada kontak dengan
kelelawar, maka gunakan VAR dan SAR
17
Gambar 5. Penatalaksanaan penyakit rabies terlihat pada gambar berikut7.
18
2. Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk
tanpa izin ke daerah bebas rabies.
3. Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies kedaerah-
daerah bebas rabies.
4. Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera, 70%
populasi yang ada dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.
5. Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera, anjing, kucing yang
telah divaksinasi.
6. Mengurangi jumlah populasi anjing liar atan anjing tak bertuan dengan jalan
pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan.
7. Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus didaftarkan
ke Kantor Kepala Desa/Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat.
8. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2
meter. Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai
tidak lebih dari 2 meter dan moncongnya harus menggunakan berangus
(beronsong).
9. Menangkap dan melaksanakan observasi hewan tersangka menderita rabies,
selama 10 sampai 14 hari, terhadap hewan yang mati selama observasi atau
yang dibunuh, maka harus diambil spesimen untuk dikirimkan ke
laboratorium terdekat untuk diagnosa.
10. Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera dan hewan
sebangsanya yang bertempat sehalaman dengan hewan tersangka rabies.
11. Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies sekurang-
kurangnya 1 meter.
b. Pencegahan Sekunder
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk meminimalkan resiko tertularnya
rabies adalah mencuci luka gigitan dengan sabun atau dengan deterjen selama 5-10
menit dibawah air mengalir/diguyur. Kemudian luka diberi alkohol 70% atau Yodium
tincture. Setelah itu pergi secepatnya ke Puskesmas atau Dokter yang terdekat untuk
mendapatkan pengobatan11
19
sementara sambil menunggu hasil dari rumah observasi hewan. Resiko yang dihadapi
oleh orang yang mengidap rabies sangat besar. Oleh karena itu, setiap orang digigit
oleh hewan tersangka rabies atau digigit oleh anjing di daerah endemic rabies harus
sedini mungkin mendapat pertolongan setelah terjadinya gigitan sampai dapat
dibuktikan bahwa tidak benar adanya infeksi rabies.
c. Pencegahan Tersier
Tujuan dari tiga tahapan pencegahan adalah membatasi atau menghalangi
perkembangan ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak berkembang
ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif yang mencakup pembatasan
terhadap ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi. Apabila hewan yang
dimaksud ternyata menderita rabies berdasarkan pemeriksaan klinis atau laboratorium
dari Dinas Perternakan, maka orang yang digigit atau dijilat tersebut harus segera
mendapatkan pengobatan khusus (Pasteur Treatment) di Unit Kesehatan yang
mempunyai fasilitas pengobatan Anti Rabies dengan lengkap.5,7,11
3.10. Prognosis
Kematian oleh infeksi virus rabies boleh dikatakan 100% bila virus sudah
mencapai sistem saraf. Dari tahun 1857 sampai tahun 1972 dari kepustakaan
dilaporkan 10 pasien sembuh dari rabies namun sejak tahun 1972 hingga sekrang
belum ada pasien rabies yang dilaporkan hidup. Prognosis rabies selalu fatal karena
sekali gejal rabies telah tampak hampir selalu kematian terjadi pada 2-3 hari
sesudahnya sebagai akibat gagal napas/ henti jantung ataupun paralisis generalisata.
20
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas :
Nama :R
No. MR :
Alamat :
Seorang pasien perempuan berumur 4,5 tahun, dengan berat badan 18 kg,
datang ke IGD RSUD Solok pada tanggal 9 Juni 2016.
Anamnesa Keluhan utama ( alloanamnesis ibu pasien )
Di gigit anjing di betis kaki kanan sejak 30 menit sebelum datang ke Rumah Sakit
21
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat serupa ( digigit anjing) dalam keluarga disangkal
Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya, nenek dan satu kakak pasien. Keluarga
pasien mengaku dilingkungan tempat tingggalnya sering melihat anjingnya
berkeliaran, namun keluarga tidak mengetahui apakah ada tetangga di sekitar rumah
yang pernah digigit anjing atau tidak. Sepengetahuan keluarga, tidak ada warga
dilingkungan tempat tinggal pasien yang memelihara anjing.
Riwayat kehamilan
Pasien merupakan anak ke dua dari dua bersaudara. Tidak ada keluhan atau sakit
selama kehamilan. Ibu pasien juga tidak mengkonsumsi obat0obatan maupun jamu.
Ibu pasien rajin memriksakan kehamilannya ke bidan sebulan sekali. Merokok dan
minum alkohol saat kehamilan disangkal.
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir di bidan. Pasien lahir dengan persalinan normal. Pasien lahir cukup
bulan, berat badan dan panajang badan ibu pasien tidak ingat. Pasien langsung
menangis, tidak biru atau kuning.
Riwayat Nutrisi
Pasien mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan. Pasien mulai diberikan makanan
lunak pada usia 6 bulan. Sehari-hari pasien makan 3 kali/hari dengan selingan buah
tidak rutin terkadang 2 kali/minggu. Makanan pasien sehari-hari adalah nasi ,sayur
dan lauk. 1 porsi makanan adalah 1 piring kecil. Pasien minum susu juga tidak rutin
hanya jika pasien mau terkadang 3 kali/ minggu.
22
Pasien tumbuh normal selayaknya anak seumurannya.
Riwayat Imunisasi
Berdasarkan keterangan ibu pasien, imunisasi dasar pasien lengkap. Pasien imunisasi
di Puskesmas.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 90 x/menit, teratur, adekuat pada ke empat ekstremitas
Nafas : 24 x/menit
Suhu : 36,5oC
BB : 18 kg
TB : 106 cm bb ideal : 17 kg
Status gizi : 18/17 x 100= 106 % ( gizi baik)
Kebutuhan kalori = 1400 kkal/ hari
Kepala
Ukuran : normocephal
Mata : pupil isokor, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Telinga: dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : bibir dan mukosa lembab
Thorak
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan , tidak terdapat penggunaan otot bantu nafas
Palpasi : taktil fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : vesikuler, rhonki -/- , wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di sejajar linea mid clavikularis sinistra RIC V,
thril tidak ada
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : reguler, bising tidak ada
Abdomen
Inspeksi : datar, distensi (-), tidak ikterik
23
Palpasi : hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan pada
epigastrium (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus ada 4 x/menit
Ekstremitas
Atas : akral hangat , reflek fisiologis ++/++ , reflek patologis --/--
Bawah : akral hangat, tidak tampak edema, reflek fisiologi ++/++ , reflek patologis
--/--
Status Lokalis
Pada regio betis kaki kanan terdapat vulnus laseratum berjumlah dua, masing-masing
berukuran 3 x x cm dan 2x x cm, dasar jaringan. Perdarahan (+), eritema
(+), edema (+), nyeri tekan (+), pus (-)
Pemeriksaan penunjang
Tidak diperiksa pemeriksaan penunjang
Diagnosa kerja
Vulnus laseratum regio tibia posterior dextra
Penatalaksanaan
a. Segera luka dibersihkan, menggunakan sabun/deterjen, dibilas dgn air bersih
mengalir 5-10 menit. Lalu dikeringkan dgn kain/tissue bersih dan dapat
ditambahkan antiseptik betadin ataupun alkohol 70%.
b. eksplorasi pada luka. lakukan pembersihan dgn NaCl 0,9%, atau dgn H 2O2
3%.
c. Lakukan penjahitan secara longgar dgn menggunakan benang non absorbable,
dan dipasang drain.
d. Pemberian vaksin rabies, 0,5 ml IM pada hari 1,3,7,14 dan hari ke-28 .
e. dikombinasikan dgn antibiotik, untuk mencegah adanya infeksi kuman atau
bakteri yg lain.
24
BAB IV
KESIMPULAN
1. Rabies adalah penyakit menular yang akut dari susunan syaraf pusat yang dapat
menyerang hewan berdarah panas dan manusia yang disebabkan oleh virus rabies
yang sebagian besar terdapat pada anjing yang sudah terkena rabies.
2. Gejala awal rabies menyerupai infeksi virus sistemik lain, meliputi demam, sakit
kepala, malaise, dan gangguan saluran napas atas serta traktus gastrointestinal.
Gejala neurologis awal dapat berupa perubahan ringan kepribadian dan kognisi,
dan parestesi atau nyeri di dekat daerah gigitan.
3. Penatalaksanaan awal apabila digigit oleh hewan yang terinfeksi rabies adalah
pembersihan luka dari ludah yang mengandung virus rabies.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo , Aru.W, dkk. Rabies. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5 jilid 3.
Jakarta: Interna Phublishing; 2009. h. 2924-2930
25
2. Nelson, Waldo E. Rabies. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Jilid 2.
Jakarta: EGC; 2000. h. 1145-1148.
3. Depkes RI. Rabies Penyakit Mematikan. 2009. Diunduh dari:
www.depkes.go.id/index.../405-rabies-penyakit-mematikan.html
4. Repository usu. Anatomi Sistem Saraf. 2009. Diunduh dari:
www.repository.usu.ac.id/index.../chapter II-27.pdf
5. Bag Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Rabies. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis
Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2002. h. 213-224.
6. Depkes RI. Petunjuk Perencanaan dan Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan
Tersangka/Rabies di Indonesia. 2000. Diunduh dari: www.depkes.go.id.
7. Gradana, Herry, Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke
3. RS Dr. hasan Sadikin Bandung: Bagian Ilmu kesehatan Anak Universitas
Padjajaran ; 2005
8. Priguna Sidharta, Mahar Mardjono. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat.
Jakarta.
9. Suwarno. 2005. Identifikasi Virus Rabies Diadaptasi pada Kultur
Sel Neuroblastoma dengan Indirect Sandwich ELISA dan direct-
FAT. Media Kedokteran Hewan. 21(1) : 43-47.
10. Depkes RI. Petunjuk Pemberantasan Rabies di Indonesia. 2000. Diunduh dari:
www.depkes.go.id/downloads/Petunjuk%20Rabies.pdf.
11. Journal, kunadi tanzil, Penyakit Rabies Dan Penatalaksanaannya, bagian
mikrobiologi universitas katolik indonesia atma jaya, Volume 1 Nomor 1 Mei
2014
26