Sie sind auf Seite 1von 22

CONTRIBUTION OF EMPATHY TO INTERPERSONAL

COMMUNICATION COMPETENCY LEVEL ONE


STUDENTS ON.

NUZUL FITRI, ANITA ZULKAIDA, MSI, SPSI

Undergraduate Program, 2008

Gunadarma University
http://www.gunadarma.ac.id

key words: contribution

ABSTRACT :
Empathy is very important in interpersonal communication. Because with empathy
can be felt by what was perceived by others. With the existence of empathy will
create a good relationship in interpersonal communication wherever located and by
communicating with anyone. Goals to be achieved in this study was to test how
much empathy for the contribution of interpersonal communication competence on
freshmen. In this study researchers focused to investigate the freshmen in all
majors at the University Gunadrma. The experiment was conducted with 84
respondents, consisting of 42 male students and 42 female students. The data
obtained were analyzed using simple regression. Data analysis was performed
using SPSS computer program Ver.12.0 for Windows. whereas interpersonal
communication scale of 42 items tested there are 33 valid items with a value of
correlation between 0.320 to 0.707 with a reliability coefficient of 0.874. Based on
regression analysis of unknown value of F = 95 071, with a significance value of
0.000 (p < 0.01) and R Square of 53.7%, while 46.3% were influenced by other
factors. This means there is a very significant contribution of empathy towards
interpersonal communication freshmen Based on the research results can be
concluded that empathy contributes significantly to interpersonal communication
at the student level one.
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS PSIKOLOGI

KONTRIBUSI EMPATI TERHADAP KOMPETENSI KOMUNIKASI


INTERPERSONAL PADA MAHASISWA TINGKAT SATU
(SKRIPSI)

Disusun oleh:

Nama : Nuzul Fitri


NPM : 10503234
NIRM : 20033137380050231
Pembimbing : Anita Zulkaida, SPsi., M.Si.

Diajukan Guna Melengkapi Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana


Strata Satu (S1)

JAKARTA
2008
KONTRIBUSI EMPATI TERHADAP KOMPETENSI KOMUNIKASI
INTERPERSONAL PADA MAHASISWA TINGKAT SATU

NUZUL FITRI
Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma

ABSTRAKSI

Empati sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Karena dengan berempati dapat
dirasakan apa yang sedang dirasakan oleh orang lain. Dengan adanya empati akan
menciptakan suatu hubungan yang baik dalam komunikasi interpersonal dimanapun berada dan
berkomunikasi dengan siapapun. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
menguji seberapa besar kontribusi empati terhadap kompetensi komunikasi interpersonal pada
mahasiswa tingkat satu.
Dalam penelitian ini peneliti menfokuskan diri untuk meneliti mahasiswa tingkat satu di
semua jurusan di Universitas Gunadrma. Penelitian dilaksanakan dengan responden sebanyak
84 orang, terdiri dari 42 mahasiswa laki-laki dan 42 mahasiswa perempuan. Data yang
diperoleh dianalisis menggunakan regresi sederhana. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan bantuan program komputer SPSS Ver.12.0 for Windows.
Dari hasil analisis penelitian diketahui dari 48 item skala empati yang diujicobakan
terdapat 41 item yang valid dengan nilai korelasi antara 0,317 sampai dengan 0,541 dengan
koefisien reliabilitas 0,881. sedangkan skala komunukasi interpersonal sebanyak 42 item yang
diujicobakan terdapat 33 item yang valid dengan nilai korelasi antara 0,320 sampai dengan
0,707 dengan koefisien reliabilitas 0,874. Berdasarkan analisis regresi diketahui nilai F=
95.071, dengan nilai signifikansinya sebesar 0,000 (p<0,01) dan R Square sebesar 53,7 %,
sedangkan 46,3 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Hal ini berarti ada kontribusi empati
yang sangat signifikan terhadap komunikasi interpersonal pada mahasiswa tingkat satu
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa empati memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap komunikasi interpersonal pada mahasiswa tingkat satu.
Kata kunci: Empati, Komunikasi Interpersonal
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perguruan tinggi adalah jenjang tertinggi dalam pendidikan dan juga menjadi lingkungan
yang baru bagi mahasiswa yang telah menyelesaikan pendidikan sebelumnya. Banyak hal yang
akan didapat di perguruan tinggi seperti: mahasiswa akan menemui bermacam-macam teman
dari berbagai sekolah yang berbeda-beda, suku dan tempat tinggal yang juga berbeda-beda,
lingkungan yang baru, dan metode belajar yang berbeda dengan pendidikan sebelumnya. Di
perguruan tinggi mahasiswa tidak akan menggunakan pakaian seragam lagi seperti di sekolah
sebelumnya.
Mahasiswa akan sering berkomunikasi dengan orang lain dari berbagai kalangan yang
memiliki karakter yang berbeda-beda. Perubahan seperti ini dapat memunculkan berbagai
alternatif gaya hidup yang bervariasi, sehingga mahasiswa berharap bisa diterima oleh
lingkunganya. Mahasiswa akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru
dan berusaha bergabung dalam suatu kelompok yang baru.
Pada saat berkomunikasi dengan orang lain, mahasiswa yang baru saja duduk
diperguruan tinggi akan membutuhkan berbagai keterampilan komunikasi seperti, cara
pengendalian emosi, cara berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain untuk dapat
memenuhi kebutuhan mahasiswa. Dengan adanya bermacam-macam perbedaan diantara sesama
mahasiswa, mereka dituntut untuk meningkatkan komunikasinya terhadap orang lain dan juga
lingkungan disekitar kampus agar mereka berharap bisa diterima oleh lingkungan yang baru
Dengan berjalannya waktu mahasiswa akan menyadari bahwa betapa pentingnya
komunikasi dan interaksi yang baik antar sesama mahasiswa atau dengan kakak kelas.
Komunikasi merupakan aktivitas dasar bagi mahasiswa, sebab pada hakekatnya mahasiswa
merupakan makhluk sosial yang tidak akan pernah lepas dari orang lain. Komunikasi dalam
kehidupan di sekitar kampus sangat diperlukan oleh mahasiswa, hal ini dikarenakan mahasiswa
tidak dapat menjalankan aktivitas perkuliahan itu sendiri tanpa adanya jalinan komunikasi yang
baik antar sesama mahasiswa. Bentuk komunikasi seperti inilah yang dikenal dengan komunikasi
interpersonal.
Unsur yang paling penting dalam kompetensi komunikasi interpersonal bukan sekedar
pada apa yang ditulis atau apa yang diucapkan oleh seseorang, tetapi pada karakter dan
bagaimana cara menyampaikan pesan kepada orang lain. Syarat utama dalam kompetensi
berkomunikasi interpersonal adalah karakter yang kokoh yang dibangun dari fondasi integritas
pribadi yang kuat dan bagaimana cara yang tepat untuk dapat memahami dan mengerti perasaan
orang lain tanpa meninggalkan sudut pandang sendiri tentang hal yang menjadi bahan
komunikasi (Hardjana, 2003).
kompetensi komunikasi interpersonal antar sesama mahasiswa dapat mempengaruhi
hasil, proses, dan jalannya komunikasi tersebut. Hal ini sangat dipengaruh oleh bagaimana cara
mengadakan komunikasi dengan mahasiswa lain, karena apa yang akan disampaikan, bagaimana
cara mengemasnya dan bagaimana cara menyampaikannya, serta bagaimana cara mahasiswa
memahami dan mengerti perasaan dari orang yang diajak berkomunikasi ditentukan oleh diri
mahasiswa itu sendiri. Dalam kompetensi berkomunikasi interpersonal mahasiswa perlu
memahami dan mengerti keseluruhan apa yang dikomunikasikan orang lain berikut makna yang
terkandung di dalamnya, dan menghayati makna komunikasi tersebut dengan tepat.
Membangun kompetensi komunikasi interpersonal yang atentif dan penuh perhatian
benar-benar berasal dari dalam diri. Dengan menunjukkan sikap penerimaan dan penuh perhatian
akan menciptakan suatu iklim komunikasi yang baik. Secara konsisten seseorang perlu menjaga
suasana yang memungkinkan seseorang untuk mengekspresikan diri secara bebas dalam
berkomunikasi, sehingga orang yang berkomunikasi akan merasa diterima dan diperhatikan.
Bentuk komunikasi seperti inilah yang disebut dengan komunikasi empati, yaitu melakukan
komunikasi untuk terlebih dahulu mengerti orang lain, memahami karakter dan maksud, tujuan
peran orang lain.
Empati sangat diperlukan dalam kompetensi komunikasi interpersonal. Hardjana (2003)
mengatakan agar komunikasi interpersonal berhasil dengan baik, setiap orang perlu memiliki
kompetensi (skill) komunikasi interpersonal baik secara sosial maupun verbal, dan salah satu
kompetensi yang dimiliki dalam berkomunikasi adalah empati. Empati berarti kemampuan untuk
ikut merasakan dan memahami orang lain serta merasa seolah-olah menjadi seperti orang lain.
Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Reardon (1987) dalam bukunya yang berjudul Interpersonal
Communication: Where Minds Meet, yang mengatakan bahwa dalam kompetensi komunikasi
interpersonal diperlukan rasa empati.
Orang yang berempati menunjukkan penerimaan kepada perasaan-perasaan, pikiran-
pikiran dan persepsi-persepsi yang mungkin dapat saling bertentangan dalam diri orang lain.
Empati merupakan suatu faktor utama dalam menumbuhkan suatu sikap percaya atau
mengembangkan suatu komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya terhadap sesama
mahasiswa. Empati sangat penting dalam kompetensi komunikasi interpersonal karena dengan
komunikasi dapat ditarik suatu kesimpulan tentang apa yang sedang dirasakan oleh orang lain
(Reardon, 1987).
Walaupun demikian, rasa empati dalam kompetensi komunikasi interpersonal pada
seseorang perlu diasah. Bila dibiarkan rasa empati tersebut sedikit demi sedikit akan terkikis
walau tidak sepenuhnya hilang, tergantung dari lingkungan yang membentuknya. Contohnya saja
pada waktu mengikuti perkuliahan di kampus, setiap mahasiswa mungkin sering mengabaikan
dosen yang menerangkan suatu mata kuliah tertentu dan asyik berbicara dengan teman di sebelah
karena mungkin mahasiswa tersebut merasa tidak mengerti apa yang dijelaskan dosen. Namun
terkadang setiap mahasiswa juga akan berpikir dan menempatkan diri mereka bagaimana kalau
seandainya mahasiswa itu sendiri menjadi dosen dan semua mahasiswanya ramai sendiri, secara
tidak langsung mahasiswa tersebut juga akan merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan
oleh dosennya.
Dalam pergaulan sehari-hari pun mahasiswa sering berempati, ketika ada teman yang
sedih seseorang akan berusaha menghiburnya dan mendengarkan semua keluhan yang
dirasakannya. Contoh yang lain juga bisa dilihat, pada saat ujian mahasiswa akan meminjamkan
catatan kepada teman yang tidak memiliki catatan.
Banyak sekali segi positif bila setiap mahasiswa memiliki sifat berempati dalam
kompetensi komunikasi interpersonal setiap harinya. Setiap mahasiswa akan senang
berkomunikasi dengan mahasiswa lain, karena empati akan meningkatkan suatu hubungan yang
baik dalam berkomunikasi dengan mahasiswa lain di lingkungan kampus itu sendiri.
Dari uraian sebelumnya dapat diketahui bahwa empati memberikan kontribusi terhadap
kompetensi komunikasi interpersonal. Dalam penelitian ini ingin diketahui seberapa besar
kontribusi empati terhadap komunikasi interpersonal pada mahasiswa tingkat satu.

B.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kontribusi empati
terhadap kompetensi komunikasi interpersonal pada mahasiswa tingkat satu.
C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperolah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan
ilmu-ilmu psikologi khususnya tentang kontribusi empati terhadap kompetensi komunikasi
interpersonal pada mahasiswa tingkat satu.
2.Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambahkan informasi bagi mahasiswa yang baru
duduk diperguruan tinggi tentang pentingnya menumbuhkan empati, dan pengaruhnya
terhadap kompetensi komunikasi interpersonal. Bagi orang tua yang akan memasukkan anak
mereka ke perguruan tinggi diharapkan menjadi lebih memahami bahwa empati memberikan
pengaruh yang positif terhadap kompetensi komunikasi interpersonal pada mahasiswa tingkat
satu.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kompetensi Komunikasi Interpersonal


1.Definisi kompetensi komunikasi interpersonal
Banyak ahli yang mengemukakan pendapat mengenai pengertian komunikasi
interpersonal. Reardon (1987) mengatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah suatu
komunikasi yang terjadi diantara orang-orang yang sudah saling kenal selama beberapa waktu
tertentu.
2.Dimensi-Dimensi komunikasi Interpersonal
Menurut De Vito (1992) konteks komunikasi interpersonal mempunyai tiga dimensi,
yaitu fisik, sosial-psikologis dan waktu.
a. Dimensi fisik adalah lingkungan nyata dimana komunikasi terjadi. Misalnya:
ruangan, rumah, tempat kerja, halaman.
b.Dimensi sosial-psikologis yaitu meliputi status hubungan partisipan, atasan dan bawahan,
orang tua dan anak. Untuk membuat aturan dan nilai baik-buruk, serta kebiasaan masyarakat.
Misalnya: dalam beberapa budaya, berbicara sopan kepada orang asing sangat dianjurkan
sementara dalam budaya lain justru harus dihindari.
c.Dimensi waktu yaitu merujuk pada kecocokan sebuah pesan tertentu dengan urutan kejadian
komunikasi.
3.Karakteristik Komunikasi Interpersonal
Sereno & Bodaken (1975) mengemukakan karakteristik komunikasi interpersonal yaitu:
a.Komunikasi interpersonal dimulai dari diri sendiri
b.Komunikasi interpersonal merupakan proses transaksional
c. Komunikasi interpersonal melalui aspek isi dan hubungan
d.Komunikasi interpersonal membutuhkan kedekatan secara fisik dari komunikator
e.Komunikasi interpersonal berisi komunikator yang saling tergantung
f.Komunikasi interpersonal tidak dapat dibalik dan diulang
g.Komunikasi interpersonal bebas, spontan dan informal
4.Unsur-Unsur Komunikasi Interpersonal
De Vito (1992) merumuskan unsur-unsur komunikasi interpersonal antara lain:
a. Sumber
b. Pesan
c. Media
d. Penerima
e. Pengaruh
f. Tanggapan balik
g. Lingkungan
5.Ciri-Ciri Komunikasi Interpersonal
Wiryanto, 2004) mengatakan bahwa efektivitas komunikasi interpersonal mempunyai
lima ciri, sebagai berikut:
a. Keterbukaan (Openess)
b. Empati (Emphaty)
c. Dukungan (Supportiveness)
d. Rasa positif (Positiveness)
e. Kesetaraan (Equality)
6. Kompetensi dan Kecakapan Komunikasi Interpersonal
Hardjana (2003) mengatakan agar komunikasi interpersonal berhasil masing-masing
orang perlu memiliki kecakapan (skill) komunikasi interpersonal baik secara sosial maupun
verbal.
a. Kecakapan sosial
1) Empati (empathy)
2) Pespektif sosial (social perspective
3) Kepekaan ( sensitivity) terhadap peraturan atau standar yang berlaku dalam
komunikasi interpersonal.
4) Pengetahuan akan situasi pada waktu berkomunikasi.
5) Memonitor diri (self-monitory
b. Kecakapan behavioral
1) Keterlibatan interaktif (interactive involment)..
a) Sikap tanggap (responsiveness).
b) Sikap perseptif (perspectiveness).
c) Sikap penuh perhatian (attentiveness).
.
2) Manajemen interaksi (interactin management).
c. Keluwesan perilaku (behavioral flexibility).
d. Mendengarkan (listening).
e. Gaya sosial (social style).
f. Kecemasan komunikasi (communication anxienty).
7. Jenis-Jenis Komunikasi Interpersonal
Menurut sifatnya komunikasi interpersonal dapat dibedakan menjadi dua macam
(Cangara, 2006):
a. Komunikasi diadik (Dyadic Comunication)
1) Percakapan
2) Dialog
3) Wawancara
b. Komunikasi kelompok kecil (small group communication)
8. Faktor Yang Mempengaruhi Berkembangnya Komunikasi Interpersonal
Menurut De Vito (1992) ada lima kualitas umum yang menandakan efektivitas
komunikasi interpersonal, yaitu:
a. Keterbukaan
1) Mengacu kepada kesediaan untuk membuka diri
2) Mengacu kepada kesediaan untuk bereaksi sejujurnya dari terhadap pesan
pesan dari orang lain.
3) Mengacu kepada kepemilikan akan perasaan dan pikiran.
b. Empati
c. Dukungan
d. Sikap yang positif
e. Persamaan
9. Tahap-Tahap Komunikasi Interpersonal
Menurut Steward (1977) tahap-tahap komunikasi interpersonal, yakni:
a. Tahap 5: Percakapan klise
b. Tahap 4: membicarakan fakta-fakta tentang hal-hal di luar diri
c. Tahap 3: Membicarakan ide-ide dan penilaian pribadi
d. Tahap 2: Membicarakan perasaan
e. Tahap 1: Komunikasi puncak atau maksimum (Peak Comunication)
10. Tujuan Komunikasi Interpersonal
Menurut Widjaja (2000) ada eman tujuan komunikasi interpersonal. Antara lain:
a. Mengenal diri sendiri dan orang lain
b. Mengetahui dunia luar
c. Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna
d. Mengubah sikap dan perilaku
e. Bermain dan mencari hiburan
f. Membantu orang lain
11. Tingkat Ketergantungan komunikasi Interpersonal
David Berlo dalam (Wiryanto, 2004) mengembangkan konsep empati menjadi sebuah
teori komunikasi. Untuk itu, David Berlo dalam (Wiryanto, 2004) mengidentifikasikan
empat tingkat ketergantungan komunikasi, Yaitu:
a. Peserta komunikasi memilih pasangan yang sesuai dengan dirinya.
b. Tanggapan yang diharapkan dari komunikator berupa umpan balik.
c. Individu mempunyai kemampuan untuk menanggapi, mengantisipasi bagaimana
merespon informasi, serta mengembangkan harapan-harapan tingkah laku partisipan
komunikasi.
d. Terjadinya pergantian peran, untuk mencapai kesamaan pengalaman dalam perilaku
empati. Kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kedalam peranan orang
lain.
12. Prinsip-prinsip Komunikasi Interpersonal
Myers & Myers (1992) mengemukakan enam prinsip transaksi komunikasi interpersonal,
yaitu:
a. You cannot not communication (tidak akan bisa untuk tidak berkomunikasi)
b. Communication is predictable (komunikasi dapat diprediksi)
c. Communication occurs at two levels (komunikasi terdiri dari 2 level)
d. Transactions are between equals or up-and-down (proses komunikasi itu berada antara
jumlah atau naik turun)
e. Communication is a sharing of meaning (komunikasi berarti berbagi perkiraan arti)
13. Hambatan Efektivitas Komunikasi Interpersonal
Menurut Pandji (dalam Adi, 1994) Ada tiga kategori yang digolongkan dalam
hambatan komunikasi interpersonal, yaitu:
a. Hambatan teknis
b. Hambatan semantik
c. Hambatan manusiawi
14. Kepribadian Orang Yang Berkomunikasi
Hardjana (2003) mengatakan dari kepribadian itu ada dua hal utama yang mempengaruhi
mutu komunikasi interpersonal yaitu:
a. Sikap terhadap orang yang berkomunikasi
1) Menerima mereka apa adanya
2) Menghargai keunikan mereka peran hidup yang mereka pegang dan
laksanakan.
3) Menghormati mereka sebagai pribadi dan bukan menghina atas dasar
ideologi, keyakinan, kepercayaan, dan agama.
4) Memperlakukan mereka sebagai pribadi yang mempunyai tujuan sendiri
dan tidak memperlakukan mereka sebagai alat untuk mencapai apapun, atau
objek untuk dipermainkan sesuka hati.
b. Sikap terhadap diri sendiri
1) Gambaran diri (self-image) kita
2) Penilaian diri (self-evaluation)
3) Setiap orang mempunyai cita-cita diri (self-ideal).

B. Empati
1. Pengertian Empati
Banyak ahli yang mengemukakan pendapat mengenai pengertian empati. Kata
empathyberasal dari bahasa Yunani yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa
Jerman menjadi Einnfuhlung, artinya merasakan bersama. Berempati terhadap
seseorang adalah merasakan apa yang dirasakannya, mengalami apa yang dialaminya dari
sudut pandangnya tanpa kehilangan identitas diri sendiri (De Vito, 1992).
1. Teori Empati
Berlo (dalam Wiryanto, 2004) membagi teori empati menjadi dua, yaitu :
a. Teori penyimpulan (Inference Theory)
b. Teori Pengambilan peran (Role taking theory)
2. Levels Of Empathy
Worthington (2003) mengatakan berdasarkan pengalaman empati terdiri dari tiga
level, yaitu:
a. Tempat yang paling dangkal dari empati yaitu: Understanding (mengerti)
b. Tempat pertengahan dari empati yaitu: Emotional Identification
c. Tempat yang paling dalam dari empati yaitu: Compassionate Emphaty
3. Jenis-Jenis Empati
Mustafa (2003) meyebutkan jenis-jenis empati, yaitu:
a. Empati kognitif
b. Empati emosional
4. Proses-proses Empati
Berlo (dalam Wiryanto, 2004) mengemukakan proses-proses empati dapat berlangsung
melalui tiga tahapan, yaitu:
a. Kelayakan (decentering)
b. Pengambilan peran (role-taking)
1) Tingkatan budaya (culture level)
2) Tingkatan sosiologis (sociological level)
3) Tingkatan Psikologis (psychological level)
c. Empati komunikasi (emphaty communication)
5. Menumbuhkan Empati
Djauzi (2004) menyebutkan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan berempati, yaitu:
a. Konsentrasi
b. Peduli
c. Mengamati
d. Berlatih
6. Aspek-aspek Empati
a. Aspek mental
b. Aspek Verbal
c. Aspek non verbal
7. Helping Skills for Understanding
Menurut Bramer & Mac Donald (1998) untuk memahami diri sendiri dan orang lain
dibutuhkan tujuh kemampuan, yaitu:
a. Listening skill (kemampuan mendengarkan)
1) Attending (perhatian)
2) Paraphasing (menguraikan)
3) Clarifying (pembenaran)
4) Perception checking (test persepsi)
b. Leading skill (kemampuan memimpin)
1) Indirect leading (memimpin secara langsung)
2) Direct leading (memimpin secara tidak langsung)
3) Focusing (fokus)
4) Questioning (pertanyaan)
c. Reflecting skill (kemampuan merefleksikan)
1) Reflecting feelings (merefleksikan perasaan)
2) Reflecting experience (merefleksikan pengalaman)
3) Reflecting Content (merefleksikan isi)
d. Challenging Skill
1) Recognizing feelings in oneself (mengenali sebuah perasaan pada diri)
2) Describing and sharing feelings (mendeskripsikan dan berbagi perasaan)
3) Feeding back opinions ( balasan dari pendapat)
4) Self-challenging (tantangan pada diri sendiri)
e. Interpreting skill (kemampuan menjelaskan suatu maksud)
1) Interpretive question (menjelaskan sebuah pertanyaan)
2) Fantasy and metaphor (fantasi dan kiasan)
f. Informing skill (kemampuan memberikan informasi)
1) Advising (menasehati)
2) Informing (menginformasikan)
g. Summarizing skill (kemampuan merangkum)
C. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan di atas maka ditarik hipotesis yaitu, terdapat kontribusi empati
secara signifikan terhadap kompetensi komunikasi interpersonal pada mahasiswa tingkat satu.

METODE PENELITIAN
Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah :
1. Variabel Independent : Empati
2. Variabel Dependent : Kompetensi Komunikasi Interpersonal
A. Definisi Operasional Variabel-variabel Penelitian
Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Empati adalah suatu kemampuan menempatkan diri seseorang seolah-olah berada pada diri
orang lain. Skala empati yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala empati yang
disusun dengan skala Likert berdasarkan aspek-aspek empati yaitu: aspek mental, aspek
verbal, aspek non verbal dan didaptasi dari skala yang disusun oleh Widyastuti (2004).
2. Kompetensi Komunikasi Interpersonal adalah suatu kemampuan berkomunikasi yang
berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi
maupun pada kerumunan orang. Skala kompetensi komunikasi interpersonal ini diukur
dengan skala Likert yang disusun oleh peneliti berdasarkan kemampuan dan kecakapan
komunikasi interpersonal, yaitu: kecakapan sosial dan kecakapan behavioral (Hardjana,
2003).

B. Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa tingkat satu di Universitas Gunadarma.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Insidental Sampling.

D. Teknik Pengumpulan Data


Untuk mengupulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan metode
kuesioner. Peneliti membuat suatu kuesioner dimana dalam kuesioner tersebut terdapat
lembar identitas yang harus diisi oleh responden, yang berisi nama jelas / inisial, usia, jenis
kelamin, kelas, fakultas/jurusan, urutan kelahiran, organisasi yang pernah diikuti semasa
SMA dan sekarang, serta jabatan yang pernah dipegang semasa SMA dan sekarang.
1. Skala empati yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala empati yang disusun
berdasarkan aspek-aspek empati yaitu: aspek mental 7 item favorable dan 10 item
unfavorable, aspek verbal 8 item favorable dan 10 item unfavorable 9, aspek non verbal
2 item favorable dan 9 item unfavorable yang diadaptasi dari skala yang disusun oleh
Widyastuti (2004) yang berjudul Hubungan Antara Motif Afiliasi Dengan Empati Pada
Remaja. Dari 45 item yang valid memiliki korelasi item antara 0,2332 sampai dengan
0,6265, sedangkan dari hasil uji reliabilitas alat ukur tersebut diperoleh nilai reliabilitas
sebesar 0,9054. Peneliti mengubah dan memperbaiki sebagian kalimat dari alat ukur yang
digunakan serta peneliti menambahkan sebayak 3 item favorable pada asvek non verbal
yang bertujuan untuk menyeimbangkan perbandingan jumlah item.
Tabel 1.
Distribusi Item Skala Empati
Aspek-aspek empati Item Total
Favorable Unfavorable
1. Aspek mental 6,12,20,21 5,11,16,18, 23 17
29,36,45 30,32,37,38,46
2. Aspek verbal 4,10,13,15 3,14,9,24,28 17
19,22,39,47 34,42,44,48
3. Aspek non verbal 2,8,25,27,41 1,7,17,26,31 14
33,35,40,43
Jumlah 22 26 48

Skala yang digunakan dalam penelitian ini berorientasi pada skala Likert. Pilihan terdiri
atas empat alternatif jawaban yang mengungkap respon dari responden dalam bentuk
jawaban (pernyataan) yang berupa pernyataan sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai
(TS) dan sangat tidak sesuai (STS)
Untuk item favorable pilihan (SS) diberi skor 4, pilihan sesuai (S) diberi skor 3, pilihan
tidak sesuai (TS) diberi skor 2, dan pilihan sangat tidak sesuai (STS) diberi skor1. Sedangkan
untuk item unfavorable pilihan sangat sesuai (SS) diberi skor 1, pilihan sesuai (S) diberi skor
2, pilihan tidak sesuai (TS) diberi skor 3, dan pilihan sangat tidak sesuai (STS) diberi skor 4.
Setiap subjek penelitian cukup memberikan tanda checklist () pada kolom skala yang sesuai
dengan penilain dari skala yang digunakan
2. Skala kompetensi komunikasi interpersonal yang digunakan dalam penelitian ini adalah
skala kompetensi komunikasi interpersonal yang diukur dengan skala Likert yang disusun
oleh peneliti berdasarkan kemampuan dan kecakapan komunikasi interpersonal yaitu:
kecakapan sosial dan kecakapan behavioral (Hardjana, 2003).

Tabel 3.
Distribusi Item Skala Kompetensi Komunikasi Interpersonal
Kemampuan dan Item Total
kecakapan komunikai Favorable Unfavorable
interpersonal
Kemampuan social 1,5,9,13,17,21 2,6,10,14,18 19
25,29,33,42 22,26,30,34
Kemampuan behavioral 3,7,11,15,19,23 4,8,12,16,20,24 23
27,31,38,39,41,35 28,32,36,37,40
Jumlah 22 20 42
Skala yang digunakan dalam penelitian ini berorientasi pada skala Likert. Pilihan terdiri
atas empat alternatif jawaban yang mengungkap respon dari responden dalam bentuk jawaban
(pernyataan) yang berupa pernyataan sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat
tidak sesuai (STS)
Untuk item favorable pilihan (SS) diberi skor 4, pilihan sesuai (S) diberi skor 3, pilihan
tidak sesuai (TS) diberi skor 2, dan pilihan sangat tidak sesuai (STS) diberi skor 1. Sedangkan
untuk item unfavorable pilihan sangat sesuai (SS) diberi skor 1, pilihan sesuai (S) diberi skor 2,
pilihan tidak sesuai (TS) diberi skor 3, dan pilihan sangat tidak sesuai (STS) diberi skor 4. Setiap
subjek penelitian cukup memberikan tanda checklist () pada kolom skala yang sesuai dengan
penilain dari skala yang digunakan
C. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpul Data
Validitas sebuah tes menyangkut apa yang diukur tes dan seberapa baik tes itu bisa
mengukur (Anastasi, 1997). Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila
tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat
sesuai dengan maksud digunakannya tes tersebut. Dalam penelitian ini untuk menguji validitas
item dilakukan dengan teknik item total correlation, yakni dengan cara mengkorelasikan setiap
item dengan skor total item.
Reliabilitas pengumpulan data diukur melalui analisis Alpha Cronbach, dimana alfa yang
diperoleh merupakan rata-rata dari semua koefisien belah tengah dan digunakan dengan asumsi
bahwa semua butir instrumen mempunyai tingkat kesulitan yang sama.Uji validitas dan
reliabilitas dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS for windows versi
12.0.

D. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah regresi sederhana yaitu menganalisis
kontribusi empati (X) terhadap kompetensi komunikasi interpersonal (Y) dengan analisis data
yang menggunakan bantuan program komputer SPSS Ver. 12.0 for windows.

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN


A. Persiapan Penelitian
Dalam penelitian ini yang dipersiapkan oleh peneliti adalah alat ukur yang akan
digunakan, yaitu skala empati dan skala kompetensi komunikasi interpersonal. Pada Skala
Empati dipersiapkan 48 item pernyataan, terdiri dari 22 item favorable dan 26 item unfavorable.
Sedangkan skala kompetensi komunikasi interpersonal dipersiapkan 42 item pernyataan, terdiri
dari 22 item favorable dan 20 item unfavorable.
Persiapan selanjutnya pada hari Jumat tanggal 14 Desember 2007 peneliti mencatat
jadwal mahasiswa kelas satu semua jurusan yang ada di Universitas Gunadarma yang ditempel
di mading depan BAAK di sebelah gedung empat kampus Depok Universitas Gunadarma.
Kemudian peneliti mengambil tujuh jurusan untuk mewakili setiap fakultas yang ada di
Universitas Gunadarma. Peneliti menyesuaikan jadwal setiap jurusan, lokasi kuliah, jam
pelajaran untuk memudahkan dalam proses pengambilan data.

B. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini menggunakan sistem try out terpakai, yaitu data yang diperoleh dengan
sekali try out dalam penyebaran skala dan sekaligus digunakan sebagai data dalam penelitian.
Proses pengambilan data dilakukan di Universitas Gunadarma kampus D. Peneliti melakukan
pengambilan data selama dua hari, yaitu pada hari Senin tanggal 17 Desember 2007 di kelas
1IA08, 1 KB03, 1DA02, 1PA01, sedangkan pada hari Selasa tanggal 18 Desember 2007
pengambilan data di kelas 1DB09, 1KA03, 1EB01.
Pada hari Senin tanggal 17 Desember 2007 Peneliti datang ke kampus D Universitas
Gunadarma pada pukul 08.30 WIB untuk mengambil data di Kelas 1IA08 yang berada di ruang
kelas D030 pada pukul 09.00 WIB. Pengambilan data kedua dilakukan di kelas 1 KB03 yang
berada di ruang kelas D028 pada pukul 09.30 WIB. Pengambilan data ketiga dilakukan di kelas
1DA02 yang berada di ruang kelas D020 pada pukul 10.45 WIB. Pengambilan data keempat di
kelas 1PA01 yang berada di ruang kelas G228, pengambilan data dilakukan pada pukul 12.45
WIB. Peneliti menitipkan angket kepada teman, berhubung teman peneliti mengulang mata
kuliah di kelas 1PA01.
Sebelum memulai proses pengambilan data, peneliti menuggu di depan kelas sampai
dosen pengajar mata kuliah keluar dari kelas tersebut. Peneliti masuk dan terlebih dahulu
memperkenalkan diri serta memberitahukan maksud kedatangan peneliti ke kelas tersebut.
Kemudian membagikan angket kepada mahasiswa yang bersedia mengisi angket sebanyak 6
orang mahasiswa laki-laki dan 6 orang mahasiswa perempuan di setiap kelas.
Pada hari Selasa tanggal 18 Desember 2007 Peneliti datang ke kampus D Universitas
Gunadarma pada pukul 13.30 WIB untuk mengambil data di Kelas 1DB09 pada pukul 13.45
WIB. Pengambilan data kedua dilakukan di kelas 1 KA03 yang berada di ruang kelas D032
pada pukul 14.00 WIB. Pengambilan data ketiga dilakukan di kelas 1 EB01 yang berada di ruang
kelas D025 pada pukul 14.35 WIB.
Proses pengambilan data hampir sama dengan hari pertama, hanya saja pada hari
kedua peneliti tidak perlu menunggu di depan kelas tersebut, karena dosen pengajar mata kuliah
tidak masuk. Peneliti masuk ke dalam kelas untuk memperkenalkan diri dan menyatakan maksud
kedatangan peneliti. Kemudian peneliti membagikan angket kepada mahasiswa yang bersedia
mengisi angket sebanyak 6 orang mahasiswa laki-laki dan 6 orang mahasiswa perempuan di
setiap kelas.
Jumlah keseluruhan subjek penelitian sebanyak 84 subjek. Jumlah mahasiswa laki-laki
ada 42 orang dan jumlah mahasiswa perempuan juga sebanyak 42 orang, sehingga peneliti
memperoleh 84 subjek untuk dianalisis.
C. Hasil Penelitian
1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Empati
a. Uji Validitas
Menurut Azwar (2005) koefisien validitas dapat dianggap memuaskan apabila
melebihi 0,3. Dalam penelitian ini validitas instrumen diuji dengan mengkorelasikan skor
setiap item dengan skor total jumlah subjek sebanyak (N=84). Dari 48 item yang diuji
terdapat korelasi antara item dengan total yang menunjukkan 41 item valid dan 7 item
dinyatakan gugur. Item-item valid memiliki nilai korelasi 0,3 dan berada pada rentang
korelasi antara 0,317 sampai 0,541. Distribusi item yang dapat dinyatakan valid dapat
dilihat pada tabel
Tabel 5.
Distribusi Item Skala Empati Setelah Diuji
No. Aspek Favorable Unfavorable Total Gugur Valid
1. Mental 6,12,20*,21 5*,11,16,18,23,30, 17 3 14
29,36*,45 32,37,38,46
2. Verbal 4,10,13,15,19 3,14,9*,24,28 17 2 15
22,39*,47 34,42,44,48
3. Non 2,8,25,27,41 1,7,17,26,31 14 2 12
verbal 33,35*,40,43*
To 48 7 41
tal
Ket. * = item yang gugur
b. Uji Reliabilitas
Untuk mengetahui konsistensi alat ukur, maka dilakukan uji reliabilitas. Teknik
yang digunakan untuk mendapatkan nilai konsistensi dari alat ukur ini adalah dengan
teknik Alpha Cronbach. Dari hasil uji reliabilitas alat ukur tersebut, diperoleh nilai
reliabilitas sebesar 0,881

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Kompetensi Komunikasi Interpersonal


a. Uji Validitas
Dalam penelitian ini validitas instrumen diuji dengan mengkorelasikan skor setiap item
dengan skor pada 84 subjek (N=84). Dari 42 item yang diuji terdapat korelasi antara item
dengan total yang menunjukkan 33 item valid dan 9 item dinyatakan gugur. Item-item valid
memiliki nilai korelasi 0,3 dan berada pada rentang korelasi antara 0,320 sampai 0,707.
Distribusi item yang dapat dinyatakan valid dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6.
Distribusi Item Skala Kompetensi Komunikasi Interpersonal setelah Diuji
Kemampuan Favorable Unfavorable Total Gugur Valid
NO.
Kemampuan 1,5,9*,13,17 2,6*,10*,14* 19 5 14
1. sosial 21,25,29 18,22,26
33,42 30*,34
Kemampuan 3,7,11,15,19 4,8,12,16,20 23 4 19
2. behavioral 23,27*,31 24*,28,32,36*
38,39,41,35 37,40*
Total 42 9 33
Ket. * = item yang gugur
b. Uji Reliabilitas
Untuk mengetahui konsistensi alat ukur, maka dilakukan uji reliabilitas. Teknik yang
digunakan untuk mendapatkan nilai konsistensi dari alat ukur ini adalah dengan teknik Alpha
Cronbach. Dari hasil uji reliabilitas alat ukur tersebut, diperoleh nilai reliabilitas sebesar
0,874.

3. Hasil Uji Normalitas Skala Empati Dan Skala Kompetensi Komunikasi Interpersonal
Untuk uji normalitas sebaran skor digunakan uji Kolmogorov Smirnov dan Shapiro-Wilk.
Dari hasil uji normalitas menggunakan Kolmogorov Smirnov pada skala empati diketahui nilai
statistik sebesar 0,131 dengan nilai signifikansi 0,001 (p<0.05). Sedangkan hasil uji normalitas
pada skala kompetensi komunikasi interpersonal diketahui nilai statistik sebesar 0,167 dengan
nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi skor kompetensi
komunikasi interpersonal pada subjek penelitian adalah tidak normal.
Sedangkan dari hasil uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk pada skala empati diketahui
nilai statistik sebesar 0,969 dengan nilai signifikansi 0,041 (p<0.05). Sedangkan hasil uji
normalitas pada skala kompetensi komunikasi interpersonal diketahui nilai statistik sebesar
0,940 dengan nilai signifikansi sebesar 0,001 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi
skor kompetensi komunikasi interpersonal pada subjek penelitian adalah tidak normal.
Tabel 7.
Hasil Uji Normalitas Skala Empati dan Skala Kompetensi Komunikasi Interpersonal
Kolmogorov- Shapiro-Wilk Uji Normalitas
Smirnov(a)
Statistic df Sig. Statistic df Sig. P keterangan
Empati <0,05 Tidak
.131 84 .001 .969 84 .041
Normal
Kompetensi Tidak
Komunikasi .167 84 .000 .940 84 .001 <0,05 Normal
interpersonal
4. Hasil Uji Hipotesis dan Linieritas Skala Empati dan Skala Kompetensi Komunikasi
Interpersonal
a. Uji Hipotesis
Dari hasil analisis regresi diketahui nilai r = 0,537 yang berarti bahwa kontribusi
variabel empati dapat menjelaskan pengaruh-pengaruh pada kompetensi komunikasi
interpersonal sebesar 53,7 %. Adapun nilai F = 95.071, dan nilai signifikansinya sebesar
0,000 (p<0,01). Hal ini berarti ada kontribusi empati yang sangat signifikan terhadap
kompetensi komunikasi interpersonal pada mahasiswa tingkat satu.
Pengaruh yang terjadi dalam variabel kompetensi komunikasi interpersonal dapat
dijelaskan oleh variabel empati sebesar 53,7 % dan sisanya dipengaruhi oleh variabel-
variabel lain sebesar 46,3 %. Dengan demikian hipotesis yang berbunyi ada kontribusi
empati yang signifikan terhadap kompetensi komunikasi interpersonal pada mahasiswa
tingkat satu, diterima.
b. Uji Linieritas
Hasil uji linieritas pada empati dan komunikasi interpersonal menunjukkan hasil
yang linier dengan F = 95.071, dan nilai signifikansinya sebesar 0,000 (p<0,05). Dengan
demikian dapat dikatakan ada hubungan yang linier antara empati dengan komunikasi
interpersonal pada mahasiswa tingkat satu.
5. Hasil Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik
Pada perhitungan perbandingan mean empirik dan mean hipotetik antara variabel empati
dan variabel Kompetensi komunikasi interpersonal yang dapat dilihat pada tabel
Tabel 8.
Mean Empirik dan Mean Hipotetik
Skala Mean Mean Standar Standar
Empirik Hipotetik Deviasi Mean Deviasi Mean
Empirik Hipotetik
Empati 81.04 102,5 10.947 20,5
Kompetensi Komunikasi 62.95 82,5 7.985 22
Interpersonal
Deskripsi mengenai kategori subjek (sangat rendah, rendah, rata-rata/sedang, tinggi, dan
sangat tinggi) pada skala empati dan skala kompetensi komunikasi interpersonal dapat diketahui
dengan cara perhitungan di bawah ini:
a. Skala Empati
Jumlah item valid pada skala empati sebanyak 41 item dengan menggunakan kriteria nilai
dari 1 sampai dengan 4. Ini berarti nilai skala terkecil berjumlah 1 dan terbesar berjumlah 4.
Rentang minimum yaitu nilai terkecil dikalikan dengan jumlah item yang valid (1x41=41),
kemudian dapat diketahui rentang maksimum yaitu nilai terbesar dikalikan dengan jumlah
item yang valid (4x41=164), sehingga didapat rentangan 41-164. Dengan jarak sebaran 164-
41=123. Dengan demikian standar deviasi sebesar 123:6=20,5. Nilai 6 didapat dari kurva
distribusi normal yang terbagi atas 6 wilayah, yaitu 3 daerah positif dan 3 daerah negatif.
Setelah mendapatkan nilai standar deviasi, selanjutnya mencari nilai mean hipotetik dengan
cara mengalikan nilai tengah dengan jumlah item yang valid (2,5x41=102,5). Nilai 2,5
didapat dari median atau nilai tengah dari kriteria nilai yang digunakan yaitu antara 1 sampai
4.
x - 2SD = 102,5 - (2x20,5) = 61,5
x - 1SD = 102,5 - (1x20,5) = 82
x + 1SD = 102,5 + (1x20,5) = 123
x + 2SD = 102,5 + (2x20,5) = 143,5
Dibawah ini adalah pengkategorian skala empati :
ME<MH-2SD = < 61,5 : Sangat Rendah
MH-2SDME<MH-1SD = 61,5 82 : Rendah
MH-1SDME<MH+1SD = 82 123 : Rata-rata / Sedang
MH+1SDME<MH+2SD = 123 143,5 : Tinggi
MEMH+2SD = 143,5 : Sangat Tinggi
b. Skala Kompetensi Komunikasi Interpersonal
Jumlah item valid pada skala kompetensi komunikasi interpersonal sebanyak 33 item
dengan menggunakan kriteria nilai dari 1 sampai dengan 4. Ini berarti nilai skala terkecil
berjumlah 1 dan terbesar berjumlah 4. Rentang minimum yaitu nilai terkecil dikalikan dengan
jumlah item yang valid (1x33=33), kemudian dapat diketahui rentang maksimum yaitu nilai
terbesar dikalikan dengan jumlah item yang valid (4x33=132), sehingga didapat rentangan 33-
132. Dengan jarak sebaran 132-33=99. Dengan demikian standar deviasi sebesar 132:6=22.
Nilai 6 didapat dari kurva distribusi normal yang terbagi atas 6 wilayah, yaitu 3 daerah positif
dan 3 daerah negatif. Setelah mendapatkan nilai standar deviasi, selanjutnya mencari nilai
mean hipotetik dengan cara mengalikan nilai tengah dengan jumlah item yang valid
(2,5x33=82,5). Nilai 2,5 didapat dari median atau nilai tengah dari kriteria nilai yang
digunakan yaitu antara 1 sampai 4.
x - 2SD = 82,5 - (2x22) = 38,5
x - 1SD = 82,5 - (1x22) = 60
x + 1SD = 82,5 + (1x22) = 104,5
x + 2SD = 82,5 + (2x22) = 126,5
Dibawah ini adalah pengkategorian skala kompetensi komunuikasi interpersonal:
ME<MH-2SD = < 38,5 : Sangat Rendah
MH-2SDME<MH-1SD = 38,5 60 : Rendah
MH-1SDME<MH+1SD = 60 104,5 : Rata-rata / Sedang
MH+1SDME<MH+2SD = 104,5 126,5 : Tinggi
MEMH+2SD = 126,5 : Sangat Tinggi

D. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi empati
terhadap kompetensi komunikasi interpersonal pada mahasiswa tingkat satu. Dari hasil penelitian
diketahui bahwa terdapat kontribusi empati secara signifikan terhadap kompetensi komunikasi
interpersonal pada mahasiswa tingkat satu yaitu sebesar 53,7%. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa empati sangat berpengaruh sekali dalam kompetensi komunikasi interpersonal. Hasil
tersebut sesuai dengan pendapat Hardjana (2003) yang mengatakan agar kemampuan komunikasi
interpersonal berhasil dengan baik setiap orang perlu memiliki kompetensi (skill) komunikasi
interpersonal baik secara sosial maupun verbal, salah satu kompetensi yang dimiliki dalam
berkomunikasi adalah empati.
Empati berarti suatu perasaan untuk ikut merasakan dan memahami orang lain serta
merasa seolah-olah menjadi seperti orang lain. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Sholehhudin
(2006) membangun kompetensi komunikasi interpersonal yang atentif dan penuh perhatian
benar-benar berasal dari dalam diri. Dengan menunjukkan sikap penerimaan dan penuh perhatian
akan menciptakan suatu iklim komunikasi yang baik. Secara konsisten seseorang perlu menjaga
suasana yang memungkinkan seseorang untuk mengekspresikan diri secara bebas dalam
berkomukasi, sehingga orang yang berkomunikasi akan merasa diterima dan diperhatikan.
Bentuk komunikasi seperti inilah yang disebut dengan komunikasi empati, yaitu melakukan
komunikasi untuk terlebih dahulu mengerti orang lain, memahami karakter dan maksud, tujuan
atau peran orang lain.
Dari hasil penelitian dapat ditarik suatu kesimpulan empati memiliki pengaruh yang
cukup besar terhadap kompetensi komunikasi interpersonal. Meskipun demikian ada faktor-
faktor lain yang juga memiliki pengaruh terhadap kemampuan komunikasi interpersonal yaitu
sebesar 46,3%. Faktor-faktor tersebut antara lain: Kepekaan ( sensitivity). Hal ini sesuai dengan
pendapat Hardjana (2003) yang mengatakan bahwa kepekaan ( sensitivity) terhadap peraturan
atau standar yang berlaku dalam komunikasi interpersonal dapat menetapkan perilaku mana yang
diterima dan perilaku mana yang tidak diterima oleh rekan yang berkomunikasi.
Sikap perseptif (perspectiveness) juga sangat mungkin dapat mempengaruhi kompetensi
komunikasi interpersonal pada mahasiswa tingkat satu. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjana
(2003) yang mengatakan bahwa sikap perseptif akan membantu untuk memahami bagaimana
orang yang berkomunikasi dengan mengerti perilaku seseorang dan tahu bagaimana
mengartikan perilakunya.
Sikap tanggap (responsiveness) dapat mempengaruhi kompetensi komunikasi
interpersonal pada mahasiswa tingkat satu. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjana (2003) yang
mengatakan bahwa dengan sikap tanggap ini seseorang mampu dengan cepat akan membaca
situasi sosial di manapun berada dan tahu apa yang harus dikatakan dan dilakukan, serta
bagaimana dikatakan dan dilakukan
Pada perhitungan perbandingan mean empirik dan mean hipotetik diketahui bahwa
empati memiliki kategori yang rendah dengan nilai mean empirik sebesar 81,04. Hal ini mungkin
dikarenakan pada mahasiswa tingkat satu baru saja mengalami perubahan masa dari SMA ke
perguruan tinggi. Banyak hal yang akan didapat di perguruan tinggi seperti: mahasiswa akan
menemui bermacam-macam teman dari berbagai sekolah yang berbeda-beda, suku dan tempat
tinggal yang juga berbeda-beda, lingkungan yang baru, dan metode belajar yang berbeda dengan
pendidikan sebelumnya. Di perguruan tinggi mahasiswa tidak akan menggunakan pakaian
seragam lagi seperti di sekolah sebelumnya.
Mahasiswa akan sering berkomunikasi dengan orang lain dari berbagai kalangan yang
memiliki karakter yang berbeda-beda. Perubahan seperti ini dapat memunculkan berbagai
alternatif gaya hidup yang bervariasi, sehingga mahasiswa berharap bisa diterima oleh
lingkunganya. Mahasiswa akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru
dan berusaha bergabung dalam suatu kelompok yang baru sehingga mengakibatkan empati pada
mahasiswa tingkat satu memiliki kategori rendah dengan nilai mean empirik sebesar 62,95.
Sedangkan kompetensi komunikasi interpersonal pada mahasiswa tingkat satu memilki kategori
sedang.
Mahasiswa yang berusia diatas 20 tahun memiliki skor empati dan kompetensi
komunikasi interpersonal tertinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Papalia dkk
(2001) yang mengatakan masa dewasa awal dimulai pada usia 20 tahun. Pada masa dewasa awal
ini individu sudah mampu menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan yang baru, dan
harapan-harapan sosial yang baru, berorientasi pada tugas-tugas bukan pada diri atau ego, dan
sudah memiliki tujuan yang jelas.
Pada mahasiswa laki-laki memiliki skor empati dan kompetensi komunikasi interpersonal
lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat
Mappiare (1983) yang mengatakan berdasarkan konsep-konsep tradisional, laki-laki dituntut
untuk berperilaku memberikan perintah dan memberikan penghargaan yang tinggi terhadap
kemampuan atau hak-hak istimewa individu lain.
Mahasiswa yang kuliah dijurusan sistem komputer memiliki skor empati terendah
dibandingkan dengan jurusan yang lainnya. Hal ini mungkin dikarenakan dalam pekuliahan
mahasiswa lebih banyak mempelajari komputer (prosesor komputer) yang digunakan dalam
berbagai bidang seperti: mesin industri, alat-alat rumah tangga, bidang keamanan, otomotif,
mainan elektronik dan sebagainya. Berdasarkan hasil analisis juga diperoleh jurusan akuntansi
memiliki skor kompetensi komunikasi interpersonal terendah, mungkin dikarenakan pada
jurusan akuntansi lebih mempelajari aspek yang berhubungan dengan pengelolaan informasi
keuangan, dan mahasiswa yang kuliah dijurusan akuntansi lebih banyak mempelajari mata kuliah
yang berhubungan dengan perhitungan dan tidak terlalu dituntut untuk memiliki kompetensi
berkomunikasi dengan orang lain.
Anak tunggal memiliki skor empati terendah. hal ini mungkin dikarenakan anak tunggal
merupakan anak satu-satunya dalam keluarga karena tidak memiliki saudara. Anak tunggal
menjadi pusat perhatian orang tuanya, maka dari itu anak tunggal lebih mementingkan perasaan
sendiri dan cenderung lebih egois.
Mahasiswa yang memiliki banyak saudara (lebih dari 4 orang) memiliki skor empati dan
kompetensi komunikasi interpersonal tertinggi. Mungkin dikarenakan semakin banyak jumlah
orang dalam sebuah keluarga semakin banyak pula interaksi yang terjadi, dan komunikasi yang
terjalin juga semakin baik. Berdasarkan hasil juga analisis diketahui anak bungsu memiliki skor
kompetensi komunikasi interpersonal tertinggi mungkin dikarenakan anak bungsu merupakan
anak terkecil dalam keluarga. Maka dari itu anak bungsu memiliki tuntutan untuk memiliki
kemampuan komunikasi yang tinggi, karena dia harus mampu berkomunikasi dengan banyak
orang baik terhadap orang tua, kakak-kakaknya dan orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat
Gunarsa (2003) yang mengatakan bahwa anak bungsu adalah anak yang paling manja dalam
keluarga, oleh karena menjadi pusat perhatian keluarga, baik dari orang tua maupun dari kakak-
kakaknya, lebih-lebih lagi bila kakaknya berbeda usia cukup besar, sehingga kedudukan anak
bungsu benar-benar menjadi objek kesenangan anggota keluarga.
Mahasiswa yang tidak pernah mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pada masa SMA
memiliki skor empati dan kompetensi komunikasi interpersonal tetinggi dibandingkan dengan
mahasiswa yang pernah mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pada masa SMA. Hal ini mungkin
dikarenakan banyaknya kesibukan sehingga mahasiswa tidak terlalu mementingkan empati dan
kompetensi komunikasi interpersonal, mungkin juga dikarenakan sebagian besar dari mahasiswa
yang mengikuti suatu kegiatan hanya berkomunikasi dengan anggota-anggota yang ada dalam
struktur organisasi itu saja. Lain halnya dengan mahasiswa yang tidak pernah mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler, mereka merasa bebas berinterkasi dan berkomunikasi dengan siapa
saja, sehingga mengakibatkan skor empati dan kompetensi komunikasi interpersonal pada
mahasiswa yang tidak pernah mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pada masa SMA memiliki skor
tertinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang pernah mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pada
masa SMA.
Mahasiswa yang pernah memiliki jabatan pada masa SMA sebagai anggota seksi
memiliki skor empati dan kompetensi komunikasi interpersonal tertinggi dibandingkan dengan
mahasiswa yang pernah memiliki jabatan sebagai ketua, wakil, sekteraris, dan bendahara.
Mungkin dikarenakan anggota seksi untuk menjalankan tugasnya dituntut untuk lebih banyak
berinteraksi dengan anggota seksi yang lainya dalam menjalankan tugas.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa empati memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap kompetensi komunikasi interpersonal pada mahasisawa
tingkat satu. Kontribusi yang diberikan sebesar 53,7 %, sedangkan 46,3 % kemungkinan
dipengaruhi oleh faktor lainnya, antara lain: Kepekaan ( sensitivity), sikap perseptif
(perspectiveness), sikap tanggap (responsiveness) dan lain sebagainya.
Dari hasil analisis juga diketahui bahwa pada perhitungan perbandingan mean empirik
dan mean hipotetik diketahui bahwa empati memiliki kategori yang rendah, sedangkan
kompetensi komunikasi interpersonal pada mahasiswa tingkat satu memilki kategori sedang.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat dianjurkan adalah
sebagai berikut :
1. Saran untuk Subjek Penelitian (Mahasiswa tingkat satu)
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa empati mempunyai pengaruh terhadap
kompetensi komunikasi interpersonal. Oleh karena itu disarankan kepada para mahasiswa
agar lebih meningkatkan empati dalam kompetensi komunikasi interpersonal dengan
siapapun dan dimana saja berada demi tercapainya suatu hubungan yang baik dengan orang
lain.
2. Saran untuk Pihak Kampus
Untuk pihak Kampus disarankan untuk lebih memperdalam lagi memberikan bimbingan dan
matakuliah yang berhubungan dengan empati dan kompetensi komunikasi interpersonal agar
mahasiswa lebih terlatih untuk dapat memahami perasaan orang lain dan memiliki
kompetensi komunikasi interpersonal yang lebih baik lagi diantara sesama mahasiswa, dosen,
semua orang yang diajak berkomunikasi, sehingga mampu menciptakan suatu hubungan
interpersonal yang baik diantara sesama mahasiswa.
3. Saran untuk Penelitian Lebih Lanjut
Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat faktor-faktor lain yang menentukan
kompetensi komunikasi interpersonal. Dengan demikian dinilai perlu untuk disarankan
kepada peneliti lain agar untuk meneliti faktor-faktor lain yang mempengaruhi kompetensi
komunikasi interpersonal selain empati, seperti faktor budaya, keluarga dan juga individu itu
sendiri.
Daftar Pustaka
Anastasi, A. & Urbania, S. (1997). Tes psikologi. Alih bahasa: Robertus H. Imam. Jakarta:
Prenhalindo
Bramer, M. L & MacDonald G. (1998). The helping relationship. Process and skill. Seventh
Edition. United Satate of America: Allyn and Bacon
Cangara, H. (2006). Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo persada
De Vito, J. A. (1992). The interpersonal comunication. Sixth Edition. New York: Harper
Collins Publisher
Djauzi, S & Supartondo. 2004. Komunikasi dan empati. Dalam hubungan dokter-pasien.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Gunarsa, S. D. (2003). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: Gunung Mulia
Hardjana, A. M. (2003). Komunikasi intrapersonal dan interpersonal. Yogyakarta: Kanisius
Hurlock, E B. (1981). Child development. Sixth Edition. United Stated Of America: Mc
Graw Hill
Mappiare, A. (1983). Psikologi orang dewasa. Surabaya: Usaha Nasional
Mustafa, A. J. (2003). Menumbuhkan empati. http://www. Balipost.co.id/Balipost
cetak/kell.html
Papalia, D. E, Old W. S. & Fieldman, R. D.. (2001). Human development. Nineth Edition.
Avenue Of The America New York: The McGraw Hill Company
Reardon, K. K. (1987). Interpersonal communication:Where minds meet. United State of
America: Wodsworth Publishing Company California
Sholehhudin. (2006). memiliki rasa empati http://www blogsome.com/trackback/memiliki-
rasa empati
Steward, J. (1997). A book interpersonal comunication. Second Edition. Bridges Not Wall:
Wesley Publishing Company.
Widjaja. (2000). Ilmu komunikasi. Pengantar studi . Jakarta: Rineka Cipta
Widyastuti, R. (2004). Hubungan Antara Motif Afiliasi Dengan Empati Pada Remaja.
Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.
Wiryanto. (2004). Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta: Grasindo (Gramedia Widiasarana
Indonesia)
Worthington, E. L. (2003). Forgiving and reconciling: Bridges to wholeness and hope.
United of America : Intervarsity Press

Das könnte Ihnen auch gefallen